Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT TRADISIONAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Disusun Oleh :

1. OKTAVIANA SAPUTRI (A510190044)

2. IKA ERISA DEVI (A510190059)

3. RONALIA (A510190061)

4. ZHAHWA INDAH S (A510190063)

5. AYU PUTRI IVANA (A510190058)

6. EKA SETYANING MARSUDI U (A510190050)

7. PUTUT ARI SADONO (A510190066)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya kami dapat
menyusun makalah yang Berjudul “Aliran Filsafat Tradisional” dengan lancar.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Filsafat Pendidikan. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam pen yusunan makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang aliran Filsafat Tradisional. Kami menyadari bahwa karya
tulis ini masih jauh dari kata sempurna dengan keterbatasan yang kami miliki. Kritik dan
saran dari pembaca akan kami terima dengan tangan terbuka demi perbaikan dan
penyempurnaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat Tradisional Dan Pendidikan

1. Idealisme
Idealisme dalam filsafat adalah aliran pemikiran filsafat yang kental dengan corak
metafisik. Idealisme memandang bahwa realitas itu tidak lain adalah ide-ide, akal, pikiran,
atau jiwa, bukan benda-benda material ataupun kekuasaan.
Idealisme pada intinya adalah penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran dan
akal-pikir. Idealisme lebih menekankan pada akal-pikir sebelum materi. Idealisme
menganggap bahwa akal-pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat
yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa.
Menurut para penganut idealisme, pendidikan bertujuan membantu mengembangkan
pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Karena bakat tiap orang berbeda maka pendidikan harus
diberikan sesuai dengan bakat orang tersebut. Metode yang digunakan dalam mengajar harus
mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan ketrampilan logis, memberikan ksempatan
menggunakan pengetahuan dll.
Idealisme memandang bahwa pendidikan bagi kehidupan sosial bertujuan membentuk
persaudaraan antar sesama manusia sehigga terciptanya hubungan manusia yang saling
pengertian dan saling menyayangi.

2. Realisme
Menurut penganut aliran ini, realitas puncak bukanlah ada didalam lingkup akal-pikir
(mind). Alam semesta tersusun dari materi yang bergerak, sehingga ia adalah dunia fisik
dimana manusia tinggal di dalamnya .
Menurut John Locke bahwa akal-pikir jiwa manusia itu seperti tabula rasa, ruang
kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena
itu pendidikan dibutuhkan untuk membentuk setiap individu agar mereka sesuai dengan apa
yang dipandang baik. Jadi pendidikan seperti halnya pelaksanaan psikologi behaviourisme
dalam pengajaran.
3. Neoskolastisisme
Neoskolastisisme adalah sebuah gerakan intelektual yang berkembang di Eropa (1050

3
M sampai 1350M) . Esensi dari skolatisisme adalah rasionalisme, Neoskolatisisme adalah
bentuk baru dari skolatisisme dengan penekanan pada, dan seruan terhadap, rasio manusia.
Karena itu neoskolatisisme merupakan pengungkapan modern filsafat tradisional.
Pandangan penganut neoskolastisisme terhadap pendidikan yaitu sekolah membantu
para pelajar mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Sedangkan guru merupakan
orang berdisiplin mental dengan kemampuan mengembangkan rasio, ingatan, dan daya
kemauan pada diri anak didiknya. Berkaitan dengan kurikulum penganut neoskolastisisme
menekankan pada materi yang berkaitan dengan aspek intelektual dan spiritual dari
kebudayaan.
B. Pendekatan-pendekatan Filafat Pendidikan

1. Pendekatan Progresif

Pendekatan dalam filsafat pendidikan akan lebih mudah dipahami arti pengertianya
bila diajukan pandangan John Dewey tentang pokok masalah, dalam bukunya yang
monumental kontraversal, yaitu Democracy and Education yang dapat dibaca dan diselami
apa yang tersurat dan tersirat di dalamnya, seperti dibawah ini:

a) Filsafat pendidikan adalah bukanya suatu pola pikiran yang jadi dan disiapkan
sebelumnya dan yang datangnya dari luar kedalam suatu sistem praktek pelaksanaan yang
amat sangat berbeda asal usulnya maupun tujuannya.

b) Filsafat pendidikan tiada lain merupakan suatu perumusan secara jelas dan tegas
eksplisit tentang problem-problem pembentukan pola kehidupan mental dan moral,

c) Definisi filsafat yang paling tepat dan kena pada inti permasalahanya yang dapat
diajukan adalah teori pendidikan dalam pengertianya yang umum dan teoritis.

d) Pembangunan kembali filsafat, pendidikan dan surat cita-cita ideal sosial tentang nilai
dan norma, dan metodenya adalah berjalan dan dilaksanakan secara serempak.

e) Apabila pada saat ini dirasakan perlunya keharusan membangun kembali pendidikan,
dan kebutuhan ini mengharuskan diadakan peninjauan kembali, suatu pemikiran kembali
dasar-dasar pokok sistematika filsafat tradisional. Hal demikian itu sebagai akibat perubahan
sosial yang besar dan mendasar yang menyertai kemajuan ilmu pengetahuan, relovasi
industry dan perkembangan demokrasi.[3]

4
2. Pendekatan Tradisional

Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat dijelaskan
dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana yang transcendental
metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan sekaligus tujuan manusia,
sehingga akan terjadi sumber-sumber dasar nilai dari filsafat pendidikannya. Sedang tenaga
sosial hanya akan menyediakan sarana, dengan kata lain tenaga pengembangan sosial ini
akan memberikan modal dalam penyusunan science of education yang diperlukan. Menurut
asas pendekatan tradisional antara filsafat pendidikan dan science of education dibedakan
secara tegas, sedang pada pendekatan progresif keduanya bersumber pada kenyataan yang
sama, dan satu-satunya yaitu tenaga pengembang sosial masyarakat. Maka dari itu
pendekatan progresif hanya berpijak kepada teori etika dan metode penyesuaian masalah
sosial, yaitu pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap mental, dan menentang segala hal
yang berkaitan tentang kenyataan transcendental metafisis yang spiritual dan didunia sana di
masa mendatang. Sebaliknya pendekatan-pendekatan tradisional, seperti namanya, sangat taat
dan sistematika filsafat tradisional, yang menepatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan
pengajaran. Ini terbukti dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh
aliran pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan.

Salah satu pembuktian tentang kenyataan alam metafisis dalam pengertian kenyataan
dunia pengalaman dibalik dan sesudah dunia yang fana ini adalah kenyataan bahwa apabila
sesuatu atau segala masalah yang terjadi dan timbul di dunia ini dapat diselesaikan di dunia
ini, Kesalahan yang telah dibuat, atau dosa kita, atau hutang, baik didunia ini, maka dan
sekali lagi, maka apa gunanya atau apa perlunya di dunia sekarang ini kita berbuat baik.
Ternyata banyak masalah yang tidak diselesaikan, dank arena itu diselesaikan sesudah mati,
di dunia sana yang metafisis. Sebagai ilustrasi tentang pendekatan tradisional ini, dan
melanjutkan apa yang telah dikekemukakan dalam kaitanya dengan aliran Herbartianisme,
sebagai bandingan terhadap aliran Deweyisme, di bwah ini dianjurkan uraian singkat tentang
aliran filsafat pendidikan esentialisme dan atau pereenialisme, Biasanya kedua aliran ini
disejajarkan, karena keduanya tidak berbeda dalam ajaran dasarnya. Keduanya bersumber
pada dasar yang sama tentang antropologi metafisiknya, yaitu ajaran Aristoteles dan Plato
tentang hakikat kenyataan dan hakikat manusia, Aliran Essentialisme disebut filsafat
pendidikan sekuler, Sedang aliran Perennialisme disebut filsafat pendidikan keagamaam.
Essentialisme mengajarkan hakikat manusia sebagai sejenis binatang yang dapat berpikir, dan
Perennialisme melanjutkan dasar titik tolak ini dengan mengatakan bahwa Tuhan dianggap

5
sebagai Sang Maha kesadaran mutlak (Absolute Consciousness) , Sedang manusia sebagai
cerminan rasio Tuhan disebut sebagai kesadaran pribadi (Personal Consciousness )yang
terbatas kemampuan daya ciptanya, Asas kedua adalah bahwa hakikat jiwa manusia adalah
terdiri atas daya-daya jiwa yang berbeda dan bekerja secara terpisah-pisah atau bersama-
sama, yang menimbulkan gejala kesadaran atau tingkah laku, Setiap daya-daya jiwa seperti
penginderaan, pengamatan ingatan, tanggapan, pikiran dan perasaan akan dapat berkembang
atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasarkan jalan
pemikiran ini maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita dikenalkan
konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspresi, dan mata pelajaran
keterampilan. Sebagai asas ketiga dan sesuai dengan asas kedua diatas, adalah bahwa nilai
fungsianal mata pelajaran adalah untuk pembentukan, atau disiplin menilai formal teoritis
intelektual. Sehingga semakin sulit bahan pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan
nilainya. Semakin keras dan ketat latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai
pembentukanya. Apakah bahan pelajaran yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya,
dan digunakan untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkunganya, tidak menjadi
masalah bagi aliran ini.[4]

C. Pendidikan Tradisional dan Modern

Pendidikan tradisional (konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan


pelajaran. Menurut konsep ini rasio ingatanlah yang memegang peranan penting dalam proses
belajar di sekolah. dan menengah sejak paruh kedua abak ke-19, dan mewakili puncak
pencarian elektik atas ‘satu sistem terbaik’. Ciri utama pendidikan tradisional termasuk :

(1) anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu,

(2) mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan


umur,

(3) anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu,

(4) mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran,

(5) prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur
perilaku yang sudah ada,

(6) guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah
ditetapkan,

6
(7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks,

(8) promosi tergantung pada penilaian guru,

(9) kurikulum berpusat pada subjek pendidik,

(10) bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.

Lebih lanjut menurut Vernon Smith, pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa
asumsi yang umumnya diterima orang meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan.
Umpamanya:

1). ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti dipelajari
anak-anak;

2). tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah sekolah
formal, dan

3). cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-
kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka.

Ciri yang dikemukan Vernon Smith ini juga dialami oleh pendidikan Islam di Indonesia
sampai dekade ini. Misalnya : Sebagian Pesantren, Madrasah, dan lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang lain masih menganut sistem lama, kurikulum ditetapkan merupakan
paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan
konteks atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali
memperhatikan dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau
berpusat pada guru. Paradigma pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah
atau kurang baik, tetapi model pendidikan yang berkembang dan sesuai dengan zamannya,
yang tentu juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam memberdayakan manusia, apabila
dipandang dari era modern ini.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat diambil dari Bahasa Arab, falsafah- berasal dari bahasa yunani, filosofia kata
majemuk yang terdiri dari kata filos yang artinya cinta , dan kata sofia yang artinya bijaksana.
, Secara Etimologis kata filsafat memberikan pengertian cinta kebijkasaan.

filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan.
Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan
dalam segala tingkat.

pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang umumnya diterima orang
meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan. Umpamanya:

a. ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti
dipelajari anak-anak;

b. tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah
sekolah formal, dan

c. cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam
kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka.

Anda mungkin juga menyukai