Anda di halaman 1dari 9

Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.

2, Desember 2022, pp 668 - 676


p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
HAKIKAT MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK PEDAGOGIK

Rizki Mukorrobin (2017403145)


Rizna Mawarni Febriana (2017403127)
Universitas Islam Negeri Prof K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Abstract : This article examines the nature of humans as pedagogical beings which aims to
analyze the nature of humans as pedagogical beings. This article is a literature study whose
data sources come from journals and books in the last ten years. The results of this article
show that in essence humans are educated and educated, for that humans need knowledge.
Philosophy in particular has a real object, one of the important aspects of human life, for
example, historical law, art, morals, social, sports, religion, science and education.
Philosophy also contributes to science, in which there are several main points of study so that
educational goals will be realized.

Keyword : nature, philosophy, pedagogy, education.

Abstrak : Artikel ini mengkaji tentang hakikat manusia sebagai makhluk pedagogik yang
bertujuan untuk menganalisis hakikat manusia sebagai makhluk pedagogik. Artikel ini
merupakan studi kepustakaan yang sumber datanya berasal dari jurnal dan buku sepuluh
tahun terakhir. Hasil dari artikel ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya manusia itu di
didik dan mendidik ,untuk itu manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Filsafat secara khusus
mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang penting,misalnya
hukum sejarah, seni, moral, sosial, olahraga, religi, ilmu dan pendidikan. Filsafat juga
berkontribusi dalam ilmu pengetahuan, di dalamnya ada beberapa pokok bidang studi
sehingga tujuan pendidikan akan mudah terwujud.

Kata Kunci : hakikat, filsafat, pedagogik, pendidikan.

668
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb

A.PENDAHULUAN senantiasa bergolak dan berpikir, karena


Manusia sebagai makhluk pendagogis akal pikiran tersebut dan dikarenakan oleh
adalah makhluk Allah yang dilahirkan situasi dan kondisi alam dimana dia hidup
dengan membawa potensi yang dapat didik selalu berubah-ubah dan penuh dengan
dan dapat mendidik. Manusia peristiwa-peristiwa penting bahkan terjadi
dibandingkan dengan makhluk lain ia lebih dengan dahsyat, yang kadang-kadang tidak
memiliki potensi yang kompleks. kuasa untuk menentang dan menolaknya,
Kompleksitas potensi yang dimiliki menyebabkan manusia itu tertegun,
manusia tidak sebatas memungkinkan termenung, memikirkan segala hal yang
dididik, melainkan ia bisa memberikan terjadi di sekitar dirinya. Hal-hal
pendidikan kepada orang lain setelah menakjubkan yang terjadi di alam semesta
sebelumnya berhasil menerima inilah yang membuat manusia termenung,
pendidikan. Dengan potensi inilah, berfikir dan berfikir. Bahkan manusia pun
manusia mampu berkembang dan memikirkan alam gaib, alam di balik dunia
memperbaiki kualitas kehidupannya, salah yang nyata ini, alam metafisika. Dan
satunya dengan pendidikan. manusia pun telah membangun pemikiran
filsafat.
Pendidikan memiliki paradigma terhadap
islam karena tidak hanya memandang Dalam instrumen untuk memahami
manusia sebagai objek pendidikan, hakikat manusia, terutama hakikat manusia
melainkan juga sebagai pelaku pendidikan. sebagai makhluk pendidikan dibutuhkan
Potensi yang dimiliki setiap manusia untuk ilmu pengetahuan khususnya filsafat.
mencari dan menemukan kebenaran Filsafat secara khusus mempunyai objek
melalui pendidikan menunjukan bahwa kenyataan salah satu aspek kehidupan
manusia merupakan makhluk pendagogis manusia yang penting (misalnya: hukum
yang mengantarkannya menerima amanat sejarah, seni, moral, sosial, olahraga,
sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. religi, ilmu dan pendidikan). Sementara
Pendidikan juga berfungsi membantu filsafat sebagai kebijakan memandang
perkembangan manusia menuju ke arah lebih menyeluruh terhadap nilai-nilai
yang secara normatif lebih baik. dalam berbagai aliran-aliran filsafat secara
umum.
Seperti yang kita ketahui, dalam diri
manusia terdapat akal pikiran yang

669
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
nilai-nilai kegiatan pendidikan dan
pembelajaran.
Filsafat sebagai penambah ilmu
pengetahuan manusia dapat dibagai dalam Hakikat tujuan pendidikan adalah
beberapa pokok bidang studi. Etika adalah megantarkan anak manusia menjadi
pelajaran moralitas atau salah dan benar. manusia paripurna yang mandiri dan dapat
Metafisika adalah pelajaran hakikat pokok bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan
manusia dan alam dunia. Ilmu itu mencoba lingkungannya. Tujuan pendidikan
menjelaskan hakikat kenyataan yang pasti. merupakan suatu faktor yang amat sangat
Politik adalah pelajaran tentang penting di dalam pedidikan, karena tujuan
pemerintahan. Estetika adalah pelajaran pendidikan ini adalah arah yang hendak
tentang hakikat keindahan. Logika adalah dicapai atau yang hendak dituju oleh
pelajaran metode untuk memeriksa pendidikan. Dalam penyelengaraanya
kebenaran melalui metode alasan seperti pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
induktif dan deduktif. Epistimologi adalah sebuah tujuan yang hendak dicapai, hal ini
pelajaran asal mula, batas, dan hakikat dapat dibuktikan dengan penyelenggaraan
pengetahuan. pendidikan yang di alami bangsa
Indonesia.
Di satu sisi, ilmu pengetahuan berusaha
melukiskan, menemukan, dan
menganalisis fakta, maka disisi lain,
B. PEMBAHASAN
filsafat berfungsi mengkritik, menilai, dan
mengsintesis tentang fakta. Ilmu FITRAH SEBAGAI POTENSI DASAR

pengetahuan menentukan bagaimana cara MANUSIA

meniggikan kekuatan dan tenaga manusia Pengertian Fitrah


lebih efektif, tetapi filsafat menilai
Sebelum lebih jauh membahas fitrah
kegunaan relatif dari usaha ini.
sebagai potensi dasar manusia, terlebih dahulu
Keduannya, baik ilmu pengetahuan
penulis memaparkan pengertian fitrah. Hal ini
maupun filsafat, melibatkan pantulan dan dilakukan sebagai langkah awal untuk
berpikir kritis, teori prinsip dan mengantar pembaca dalam memahami makna
membangun, teori menunjukkan dan dan upaya optimalisasinya dalam pendidikan
membuktikan untuk membentuk hipotesis Islam. Secara etimologi, kata “fitrah” berasal
baru. Akan tetapi dalam filsafat ada dari bahasa Arab “fatara” yang berarti

tambahannya, yaitu berkenaan dengan merobek, membelah, menciptakan, terbit,


tumbuh, memerah, berbuka, sarapan, sifat

670
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
pembawaan (yang ada sejak lahir) (Al- mempunyai kecenderungan untuk menerima
Munawwir, 1997: 1063). Diartikan juga kebenaran, 6) potensi dasar manusia sebagai
dengan belahan, muncul, kejadian, suci, tabiat, alat untuk mengabdi dan ma„rifatullah, 7)
dan penciptaan. Jika fitrah dihubungkan ketetapan atau kejadian asal manusia
dengan manusia, maka yang dimaksud dengan mengenai kebahagiaan dan kesengsaraan, 8)
fitrah manusia adalah apa yang menjadi tabiat alami yang dimiliki manusia (human
kejadian atau bawaannya sejak lahir, atau nature), serta 9) insting (al-garizah) dan wahyu
dalam bahasa Melayu disebut dengan keadaan dari Allah (al-munazzalah). Pendapat ini
semula jadi (Mubarok, 2003: 24). Al-Qur‟an mengindikasikan bahwa fitrah merupakan
sendiri menyebut fitrah dengan segala bentuk seperangkat alat atau potensi manusia yang
derivasinya sebanyak 20 kali (Al-Baqi, 1992). tidak terbatas pada pengEsa-an Tuhan dan
Berdasarkan hasil pelacakan dan kebenaran menerima agama saja, akan tetapi
penghimpunan ayat-ayat tersebut, diperoleh lebih kompleks dari pada itu. Bahwa fitrah
makna fitrah berarti ciptaan, perangai, tabiat, merupakan segenap potensi atau kemampuan
kejadian, asli, agama, ikhlas, dan tauhid yang melekat pada diri manusia yang Allah
(Suriadi 2019). berikan sebagai bekal kekhalifahannya untuk
memakmurkan kehidupan di dunia dan sebagai
Fitrah juga dimaknai sebagai unsur-unsur
alat untuk ma„rifatullah (mengenal Tuhan).
dan sistem yang Allah anugerahkan kepada
setiap makhluk. Fitrah manusia adalah apa Berdasarkan penjelasan para pakar
yang diciptakan Allah dalam diri manusia mengenai makna dan pengertian fitrah
yang terdiri dari jasad, akal dan jiwa (Shihab, manusia, dapat dipahami bahwa fitrah
2007: 54). Jadi, fitrah adalah potensi untuk merupakan default factory setting manusia. Di
berevolusi menuju ketinggian, keluhuran dan mana perangkat kerasnya (tubuh lahiriah)
kesempurnaan. Oleh karena itu, fitrah hanya dibuat sedemikian rupa sebagai bekal
dimiliki oleh manusia yang bisa kekhalifahan dan untuk melakukan rutinitas
dikembangkan sebaik-baiknya atau menurun ibadah kepada Allah. Begitu pun perangkat
serendahrendahnya, sehingga manusia bisa lunaknya (jiwa batiniah) telah di-setting
hidup berdasarkan fitrahnya atau sebaliknya dengan iman kepada Allah, kesiapan untuk
(Ghafur, 2007: 226). menerima dan melaksanakan agama Allah,
serta kemurnian dan kesucian jiwa dari hal-hal
Berdasarkan berbagai pengertian fitrah
kuasa selain Allah (tauhid). Hal ini dapat
tersebut, Muhaimin & Mujib (1993)
dibuktikan ketika seseorang berada dalam
merangkum beberapa makna fitrah, yaitu: 1)
situasi sulit dan mengancam nyawanya,
suci (tuhr), 2) agama Islam (din al-Islam), 3)
sementara tidak ada seorang pun yang dapat
mengakui ke-Esa-an Allah (tauhid), 4) murni
menolongnya. Jiwanya akan spontan
(ikhlas), 5) kondisi penciptaan manusia yang
mengharap kepada suatu kekuasaan yang

671
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
memberi keajaiban sehingga dia dapat keluar Pendidikan menjadi lembaga yang paling
dari situasi yang mengancam nyawanya strategis untuk mengarahkan fitrah itu secara
tersebut. optimal sepanjang hayatnya. Konsep fitrah
juga menuntut agar pendidikan Islam harus
 Optimalisasi Fitrah
bertujuan mengarahkan pendidikan kepada
Berdasarkan QS al-Rūm/30: 30 dan terjalinnya ikatan kuat seorang manusia
hadis dari Abū Hurairah riwayat Muslim yang dengan Allah swt (Muhaimin & Mujib, 1993:
dikemukakan sebelumnya, maka optimalisasi 141).
fitrah sebagai potensi dasar manusia dapat
Pendidikan dipandang sebagai suatu
dilakukan dengan pendidikan dan penciptaan
ikhtiar yang sangat menentukan dalam
lingkungan yang kondusif.
menjaga manusia tetap berada pada fitrahnya,
 Pendidikan Sebagai baik dalam hal pengakuan terhadap Tuhannya
Pengembangan Fitrah (akidahtauhid), agama yang hanif (lurus),
maupun segenap potensi lain yang ada pada
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
dirinya (Pransiska, 2016; Sada, 2016; Farah &
bahwa manusia diciptakan oleh Allah swt di
Novianti, 2016). Diharapkan manusia tidak
dunia sebagai penerima dan pelaksana ajaran-
menyimpang dari garis yang telah ditentukan,
Nya. Dia mempunyai tugas pokok, yaitu di
mengingat ia berada pada kehidupan yang
samping untuk ta„abbud ilallah (beribadah
serba dinamis dan dalam pertumbuhannya
kepada Allah) juga bertugas selaku khalifah fi
sering mendapat pengaruh positif maupun
alard (pemimpin/pengatur di bumi) (Harahap,
negatif.
2016: 31). Oleh karena itu, Allah memberikan
bekal fitrah sebagai potensi yang Dewasa ini, pengaruh kebudayaan Barat
memungkinkan manusia sanggup memikul yang negatif berkembang sedemikian kuat
tanggung jawab tersebut (Ayu & Junaidah lewat berbagai saluran, sehingga tidak
2018: 211). menutup kemungkinan perkembangan anak
dapat mengarah kepada yang negatif dan anak
Fitrah tersebut sifatnya masih „potensial‟
mudah terbawa oleh arus globalisasi yang
yang harus dikembangkan dan diarahkan agar
keluar dari garis-garis Islam (Daradjat, 2006:
menjadi kekuatan, baik untuk bertahan hidup
87). Di sinilah pentingnya pendidikan
di dunia maupun untuk mencapai kebahagiaan
terutama pendidikan Islam untuk memelihara
yang kekal di akhirat. Oleh karena itu, fitrah
dan menumbuhkembangkan potensi atau
harus berinteraksi dan berdialog dengan
pembawaan manusia agar tetap berada pada
lingkungan eksternal. Untuk mampu
posisi yang semestinya (Bashori 2016).
berdialog, manusia memerlukan suatu lembaga
yang lebih kondusif guna mengaktualisasikan  Penciptaan Lingkungan
serta menumbuhkembangkan fitrahnya. yang Kondusif

672
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
Fitrah manusia pada dasarnya tidak Biasanya remaja dalam menjalankan
mengalami perubahan, tetapi hanya aktivitas-aktivitas keagamaan sangat
menyimpang (Hamzah, 2004: 51). dipengaruhi oleh teman-temannya. Misalnya,
Penyimpangan itu bisa terjadi kapan pun, di remaja yang ikut dalam kelompok yang tidak
mana pun, dan dipengaruhi oleh faktor salat, atau tidak peduli akan ajaran agama,
apapun. Orang tua dipandang sebagai akan mau mengorbankan sebagian dari
gambaran lingkungan dan merupakan salah keyakinannya, demi untuk mengikuti
satu faktor yang dapat berpengaruh baik atau kebiasaan teman sebayanya. Hal ini
buruk. Oleh karena lingkungan sangat menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai
berpengaruh pada diri manusia, sehingga peranan yang sangat penting terhadap
dalam proses pendidikannya harus senantiasa keberhasilan pendidikan, khususnya
menciptakan keadaan atau kondisi lingkungan pendidikan Islam. Lingkungan dapat
yang kondusif, agar fitrah itu tetap berada memberikan pengaruh yang positif dan negatif
pada keadaan awal, bahkan bisa berkembang terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa
ke arah yang lebih baik seiring dengan anak, sikap, akhlak, serta perasaan
pertumbuhan biologis dan jiwa seseorang. keberagamaannya (Ayu and Junaidah 2018).

Pertumbuhan jiwa sosial seseorang terjadi Lingkungan positif adalah lingkungan


sejak lahir sampai dewasa. Kesadaran sosial pendidikan yang kondusif dan mendukung
itu mulai dari kesadaran diri sendiri mengenai untuk menumbuh kembangkan potensi atau
pengalaman-pengalaman bergaul sejak kecil, fitrah manusia agar selalu berada pada
berkembanglah kesadaran sosial anak-anak garisnya, sedangkan lingkungan negatif
dan memuncak pada umur remaja. Para remaja merupakan lingkungan yang bisa berpengaruh
sangat memperhatikan penerimaan sosial dari buruk terhadap keberlangsungan
teman-teman sebayanya. Mereka merasa perkembangan potensi manusia baik yang
sangat sedih apabila dalam pergaulan tidak bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosio-
mendapat tempat, atau kurang dipedulikan kultural (Ramdhani, 2017: 34). Lingkungan
oleh temantemannya. Ingin diperhatikan dan pendidikan pada dasarnya dibagi menjadi tiga
mendapat tempat dalam kelompok teman- macam yang dikenal degan tripusat
teman itulah yang mendorong remaja meniru pendidikan, yaitu: keluarga, sekolah, dan
apa yang dibuat, dipakai, atau dilakukan oleh masyarakat (Saat, 2015: 13).
teman-temannya. Mulai dari model pakaian,
Pertama, keluarga merupakan lingkungan
cara bicara, sampai pada cara bergaul
yang paling banyak mempengaruhi kondisi
(Daradjat, 2006: 88). Sehingga jangan sampai
psikologi dan spiritual anak. Oleh karena itu,
anak/remaja mendapatkan konstruksi nilai dari
cara, bentuk, dan isi pendidikan dalam
seseorang/lingkungan yang tidak semestinya.
keluarga sebagai upaya optimalisasi fitrah

673
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
sangat mempengaruhi perkembangan watak, dianugerahkan Allah kepadanya (Daradjat,
budi pekerti, dan kepribadian anak sebagai 2006: 90).
modal interaksi pada lingkup masyarakat yang
lebih luas (Hyoscyamina 2011).

Kedua, sekolah sebagai follow up dari


Simpulan
pendidikan keluarga karena memberikan Manusia merupakan makhluk yang dapat
pendidikan kepada anak yang tidak didapatkan dididik dan mendidik (homo educandum).
dalam keluarga. Sekolah sebagai lembaga Proses pendidikan yang menjadikan manusia
pendidikan formal, terdiri dari guru (pendidik) sebagai subjek dan objek pendidikan
dan siswa (peserta didik). Tentu antara mereka merupakan upaya mengarahkannya untuk
sudah pasti terjadi saling interaksi, baik antara mengetahui dan menyadari hakikat tujuan dan
guru sebagai pendidik dengan siswanya fungsi penciptaannya, yakni sebagai „abd
maupun antara sesama peserta didik sebagai (hamba) dan khalifah (pemimpin). Guna
teman belajarnya. Pendidik hendaknya dapat menjalankan amanat tersebut, manusia diberi
menciptakan lingkungan yang mendukung kemuliaan (potensi) berupa fitrah, indra, akal,
berkembangnya potensi peserta didik. Tidak dan hati.
kalah pentingnya adalah seorang peserta didik
Optimalisasi fitrah sebagai potensi dasar
akan selalu mengikuti apa yang sudah
manusia harus melalui pendidikan dan
diajarkan dan bahkan mengikuti apapun yang
penciptaan lingkungan yang kondusif.
dilakukan oleh pendidik. Hal ini menuntut
Optimalisasi pendengaran, penglihatan, dan
adanya sifat keteladanan yang baik pada figur
hati sebagai potensi dasar manusia dengan
seorang pendidik (Daradjat, 2006: 89).
senantiasa mengarahkannya untuk merespons
Ketiga, masyarakat merupakan tempat stimulus empiris tidak hanya kepada sesuatu
pergaulan sesama manusia dan lapangan yang sifatnya materi, tetapi juga kepada
pendidikan yang luas. Dengan demikian, sesuatu yang semakin mendekatkannya kepada
dalam pergaulan sehari-hari antara seseorang Allah swt. Hal ini berimplikasi terhadap sistem
dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, atau pendidikan Islam masa kini dan akan datang
anggota masyarakat yang lain mengandung dengan mengupayakan dua hal, yaitu: (1)
gejalagejala pendidikan (interaksi edukatif). Sistem pendidikan Islam harus dibangun atas
Para tokoh tersebut dituntut dalam integrasi antara pendidikan qalbiyyah
pergaulannya memberi pengaruh positif, dan„aqliyyah. (2) Pendidikan Islam harus
menuju kepada tujuan yang mencakup nilai- diarahkan untuk mampu melaksanakan fungsi
nilai yang tinggi atau luhur, sehingga anak dan tujuan penciptaan manusia (khalifah dan
tetap berada pada garis-garis fitrah yang telah „abd).

674
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
Berdasarkan kesimpulan tersebut Alam, Lukis. 2017. “Perspektif Pendidikan
disampaikan beberapa ide sebagai saran Islam Mengenai Fitrah Manusia.” Tarbawi:
Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan 1
kepada semua pihak yang berkaitan dengan (02):41–52.
pelaksanaan pendidikan, di antaranya:
Arsyad, Azhar. 2011. “Buah Cemara Integrasi
Pertama, orang tua dan pendidik agar dan Interkoneksitas Sains dan Ilmu Agama.”
mengondisikan peserta didik pada situasi atau Hunafa: Jurnal Studia Islamika 8 (1):1–25.

lingkungan belajar yang kondusif. Dalam Ayu, Sovia Mas, dan Junaidah. 2018.
“Pengembangan Akhlak pada Pendidikan
artian, lingkungan belajar peserta didik harus
Anak Usia Dini.” Al-Idarah: Jurnal
mengarahkannya pada pengembangan potensi Kependidikan Islam 8 (2):210–21.
yang dimiliki. Kedua, pemerintah atau penentu Bashori. 2016. “Tuhan; Manusia dan
kebijakan pendidikan agar sepenuhnya Pendidikan.” Hikmah: Jurnal Pendidikan Islam
4 (1):1– 25.
mengakomodasi konsep hakikat manusia ke
dalam sistem pendidikan di Indonesia, Daradjat, Zakiah. 2006. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
khususnya sistem pendidikan Islam.
Depag RI. 2010. Al-Qur‟an dan Terjemahnya.
Pembelajaran di Indonesia realitanya kering
Bandung: Diponegoro.
akan nilai-nilai spiritual, hal ini terlihat dari
Farah, Naila, dan Cucum Novianti. 2016.
desain pembelajaran yang dikembangkan “Fitrah dan Perkembangan Jiwa Manusia
secara nasional termasuk di lembaga dalam Perspektif Al-Ghazali.” Jurnal
Yaqzhan: Analisis Filsafat, Agama, dan
pendidikan Islam lebih mengutamakan kognisi
Kemanusiaan 2 (2):189–215.
ketimbang afeksi. Mestinya ada kesesuaian
Ghafur, Waryono Abdul. 2007. Tafsir Sosial:
antara seluruh kompetensi mengingat Mendialogkan Teks dengan Konteks.
kesemuanya merupakan potensi dasar manusia Yogyakarta: eLSAQ Press.
yang perlu untuk dikembangkan. Hamzah, Muchotob. 2004. Tafsir Maudhu‟i
Al-Muntaha. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Harahap, Nurasyiyah. 2016. “Fitrah dan
Daftar Pustaka Psikologi Pendidikan Menurut Hasan
Langgulung: Suatu Pengantar.” Rekognisi:
Achmadi. 2010. Ideologi Pendidikan Islam: Jurnal Pendidikan dan Kependidikan 1 (1):26–
Paradigma Humanisme Teosentris. 34.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hitami, H. Munzir. 2004. Mengonsep Kembali
Al-Baqi, Muhammad Fu„ad „Abd. 1992. Al- Pendidikan Islam. Pekanbaru Riau: Infinite
Mu’jam Mufahras Li Alfaz Al-Qur’an Al- Press. Hyoscyamina, Darosy Endah. 2011.
Karim. Bairut: : Dar al-Fikr “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter
Anak.” Jurnal Psikologi 10 (2):144–52.
Al-Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus
Arab-Indonesia Terlengkap. Yogyakarta: Idris, Saifullah, dan A. Z. Tabrani. 2017.
Pustaka Progressif. “Realitas Konsep Pendidikan Humanisme
dalam Konteks Pendidikan Islam.” Jurnal
Al-Naisaburi, Imam Abi Husain Muslim al-
Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling 3
Hajjaj al-Qusyairi. 2007. Sahih Muslim.
(1):96– 113.
Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turat al-„Arabi.

675
Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.2, Desember 2022, pp 668 - 676
p-ISSN : 1410-9859 & e-ISSN : 2580-8524
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
Kemdikbud RI. 2019. “Kamus Besar Bahasa Suriadi. 2019. “Fitrah dalam Perspektif Al-
Indonesia Daring.” Quran: Kajian Terhadap Ayat-ayat Al-
https://kbbi.kemdikbud.go.id (Diakses 14 Qur‟an.” Muaddib: Studi Kependidikan dan
Januari 2019). Keislaman 8 (2):143–59.
Langgulung, Hasan. 1985. Pendidikan dan Syarif, Miftah. 2017. “Hakekat Manusia dan
Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio- Implikasinya pada Pendidikan Islam.”
Psikologi. Jakarta: Pustaka Al-Husna. AlThariqah: Jurnal Pendidikan Agama Islam 2
(2):135–47.
Mubarok, Achmad. 2003. Sunnatullah dalam
Jiwa Manusia: Sebuah Pendekatan Psikologi Tafsir, Ahmad. 2015. Ilmu Pendidikan dalam
Islam. Jakarta: The International Institute Of Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Islamic Thought Indonesia. Rosdakarya. Uyoh, Sadulloh. 2014.
Pedagogik: Ilmu Mendidik. Bandung:
Muhaimin, dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran
Alfabeta.
Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung:
Trigenda Karya.
Nashori, Fuad. 2008. Psikologi Sosial Islami.
Bandung: PT Refika Aditama.
Pransiska, Toni. 2016. “Konsepsi Fitrah
Manusia dalam Perspektif Islam dan
Implikasinya dalam Pendidikan Islam
Kontemporer.” Jurnal Ilmiah Didaktika: Media
Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran 17 (1):1–
17.
Ramayulis. 2015. Filsafat Pendidikan Islam:
Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam.
Jakarta: Kalam Mulia.
Ramdhani, Muhammad Ali. 2017.
“Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi
Pendidikan Karakter.” Jurnal Pendidikan
UNIGA 8 (1):28–37.
Saat, Sulaiman. 2015. “Faktor-Faktor
Determinan dalam Pendidikan: Studi Tentang
Makna dan Kedudukannya dalam
Pendidikan.” Al-Ta‟dib 8 (2):1–17.
Sada, Heru Juabdin. 2016. “Manusia dalam
Perspsektif Agama Islam.” Al-Tadzkiyyah 7
(1):129–42.
Shihab, Muhammad Quraish. 2007. Tafsir Al-
Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al
Qur‟an. Jakarta: Lentera Hati.
Slamet, Moh. Ibnu Sulaiman. 2017. “Manusia
Sebagai Makhluk Pedagogik: Pandangan
Islam dan Barat.” Lentera Pendidikan: Jurnal
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 11 (1):32–44.

676

Anda mungkin juga menyukai