NIM : 20201244029
Kelas : PBSI-C 2020
Manusia sebagai pendidik tetapi juga sebagai objek yang terdidik. Sehingga di awal-
awal topik dipelajari mengenai manusia. Keberlangsungan dan keberhasilan pendidikan itu
tergantung pada manusianya, sehingga harus dipelajari karakteristik manusia.
Secara biologis diklasifikasikan pada homo sapiens yang berarti manusia yang tahu.
Sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Ttidak hanya hubungan guru dengan murid, melainkan juga hubungan antara guru
dengan guru yang lainnya. Hal ini dikarenakan pada suatu instansi tetap ada gesekan-gesekan
yang mungkin akan terjadi.
Jadi dalam pendidikan jangan hanya diperhatikan kognitifnya, tetapi juga unsur-unsur non-
kognitif Sedangkan Setiap manusia terlahir dengan keunikan dan potensinya masing-
masing.
Nama : Hasna Nisrina Arisanti
NIM : 20201244029
Kelas : PBSI-C 2020
Menjadi seorang guru, itu harus adil . Jangan pernah cenderung terhadap siswa-siswa
tertentu.
Manusia adalah makhluk yang dapat berkembang bebas secara luas. Sehingga pendidikan itu
perlu untuk mengarahkan perkembangannya. Krena pada dasarnya perkembangan bisa
condong ke arah positif maupun ke arah negatif. Pendidikan diperlukan manusia agar dapat
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara positif.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak manusia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian Manusia
Manusia menurut Plato adalah Manusia yang bagian sejatinya adalah jiwa yang
terperangkap dalam tubuh, selalu merasa tidak bebas selama tubuhnya mengungkung
jiwanya. Untuk membebaskan jiwa dari dunia fana dan kembali ke dunia idea, manusia harus
memenuhi dirinya dengan hal-hal yang menjadi sifat utama dari jiwa. Sifat utama itu adalah
Nama : Hasna Nisrina Arisanti
NIM : 20201244029
Kelas : PBSI-C 2020
Psikoanalisa. Sigmund Freud adalah salah satu tokoh psikologi yang memandang
manusia sebagai makhluk deterministik, dengan kata lain ia melihat manusia tidak bebas.
Kepribadian manusia terdiri dari dua bagian yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Bagian
ketidaksadaran jauh lebih luas dari bagian kesadaran. Dan bagian ketidaksadaran
tersebutmemiliki pengaruh besar pada diri manusia. banyak perilaku manusia yang
dipengaruhi oleh ketidaksadarannya.
Sumber : Hangestiningsih, Endang., Zulfiati, Heri Maria., dan Johan, Arif Bintoro. 2015.
Diktat Pengantar Ilmu Pendidikan. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.
Manusia sebagai mahluk yang berpikir atau “homo sapiens” mahluk yang berbentuk
“homo faber” mahluk yang dapat dididik (homo educandum) dan dengan kedudukannya
sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya haruslah menempatkan manusia
sebagai pribadi yang utuh dalam kaitannya dengan kepentingan perkembangan kognitif,
psikomotorik dan afektif.
Sumber : Akbar, Saiful T. 2015. Manusia Dan Pendidikan Menurut Pemikiran Ibn Khaldun
Dan John Dewey. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. VOL. 15, NO. 2, 222-243. Doi :
https://core.ac.uk/download/pdf/228446769.pdf
Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan “prinsip adanya” (principe de’etre) manusia.
Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu
yang olehnya” manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus”
(Louis Leahy, 1985).
Sumber : Modul 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan oleh Dr. Muhammad S. Sumantri, M.Pd.
halaman 1.4
merupakan bagian dari alam semesta sehingga manusia tidak berbeda dari alam itu
sendiri.
Idealisme. Bertolak belakang dengan pandangan materialisme, penganut
Idealisme menganggap bahwa esensi diri manusia adalah jiwanya atau spiritnya atau
rohaninya, hal ini sebagaimana dianut oleh Plato
Dualisme Menurut Descartes, esensi diri manusia terdiri atas dua
substansi, yaitu badan dan jiwa. Oleh karena manusia terdiri atas dua substansi yang
berbeda (badan dan jiwa) maka antara keduanya tidak terdapat hubungan saling
mempengaruhi (S.E. Frost Jr., 1957), namun demikian setiap peristiwa kejiwaan
selalu paralel dengan peristiwa badaniah atau sebaliknya. Contohnya, jika jiwa sedih
maka secara paralel badanpun tampak murung atau menangis. Pandangan hubungan
antara badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Paralelisme (J.D. Butler, 1968).
Selebihnya lihat di Sumber : Modul 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan oleh Dr.
Muhammad S. Sumantri, M.Pd.