Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Kepribadian Dalam Perspektif Islam (Al-Qur’an/Hadits)


Disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Perkembangan Kepribadian
Guru yang diampu oleh :
Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.

Oleh Kelompok dua (2) :


M. Zul Haikal 1222120042
Natasya Ramadhani. P. S 1222120048
Nisa Silvia Putri 1222120050
Novina Syahrani 1222120052
Putri Fahira Agustina 1222120053
Roen Adinda Parmaidia 1222120056
Rindi Nurantika 1222120060
Zahra Katlya Isfarayani 1222120080

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “
Kepribadian Dalam Perspektif Islam (Al-Qur’an/Hadits)” tepat waktu. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perkembangan Kepribadian Guru
semester tiga. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan juga ilmu
pengetahuan bagi pembaca terkait Kepribadian Dalam Perspektif Islam.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Heri Gunawan,


S.Pd.I., M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Kepribadian Guru
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan juga kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis berharap tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan juga wawasan terkait bidang yang
sedang ditekuni oleh penulis. Namun, terlepas dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini dan makalah
selanjutnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I....................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 5
BAB III .................................................................................................................................. 17
KESIMPULAN ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran adalah kitab suci dalam agama Islam, dianggap sebagai wahyu
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan
malaikat Jibril secara berangsur-angsur. Kitab ini berisi petunjuk hidup, hukum,
dan ajaran moral bagi umat Islam serta dianggap sebagai sumber utama ajaran
Islam. Sedangkan hadis Hadis merujuk kepada perkataan, perbuatan, dan
persetujuan Nabi Muhammad SAW. Hadis bersama Al-Quran membentuk dua
sumber utama hukum Islam, memberikan panduan kepada umat Muslim tentang
cara hidup yang sesuai dengan ajaran Islam. Hadis dianggap sebagai penjelas
dan pelengkap Al-Quran, membantu memahami dan mengimplementasikan
ajaran Islam dalam konteks sehari-hari. Sebagai umat Islam sudah sepatutnya
kita menjalankan hidup sesuai dengan kepribadian yang ada dalam Al-Quran
dan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasullullah saw. Maka dari itu, pada
makalah ini akan dibahas mengenai Kepribadian menurut perspektif Islam (Al-
Quran dan Hadis)
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu pengertian manusia dalam Al-Qur’an?
b. Bagaimana pengertian kepribadian menurut Al-Qur’an?
c. Bagaimana kepribadian dalam Al-Qur’an?
d. Bagaimana kepribadian dalam Perspektif Hadits
C. Tujuan
a. Menjadi paham mengenai pengertian manusia dalam Al-Qur’an
b. Menjadi paham mengenai pengertian kepribadian menutur Al-Qur’an
c. Menjadi paham kepribadian dalam Al-Qur’an.
d. Menjadi paham kepribadian dalam Perspektif Hadits

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Manusia Dalam Al-Qur’an


Terminologi manusia dalam Al-Qur’an Manusia adalah makhluk Allah
yang memiliki komponen jasad, akal dan hati. Sehingga manusia memiliki peran
dan tanggungjawab yang berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia adalah
makhluk Allah yang memiliki komponen jasad, akal dan hati. Sehingga manusia
memiliki peran dan tanggungjawab yang berbeda dengan makhluk lainnya.
Berikut adalah terminologi manusia dalam Al-qur‟an.
1) Al- Basyar
Makna ini ditampilkan melalui ungkapan basyar yang menunjuk pada
makna kulit, anggota tubuh dan fungsi-fungsinya. Sebagai basyar
manusia hanyalah kumpulan dari organ-organ tubuh yang memiliki fungsi
fisiologis semata dan memiliki kaitan dengan tindakan-tindakan yang
memerlukan topangan organ-organ fisik.
2) Insan
Kata ini lebih menekankan pada aspek psikologis manusia yang dapat
berpikir dan merasakan apa yang dialaminya. Namun demikian harus
dipahami bahwa insaan tidak ada tanpa ada basyar, karena sifat insaan
senantiasa melekat pada sifat basyariyah manusia. Basyar merupakan
wujud materi, sementara insaan merupakan eksiden bagi materi tersebut.
Kata insaan juga dikaitkan dengan asal-usul penciptaannya. Namun
demikian, asal usul penciptaan manusia di sini sedikit agak berbeda
dengan asalusul yang disebutkan dalam kaitannya dengan kata basyar.
Meskipun juga dikaitkan dengan unsur-unsur sebagaimana yang
disebutkan dalam basyar, seperti tanah yang liat dan debu, kata insaan
dikaitkan paling sering dengan kata nuthfah (QS. al-Insaan: 2; QS.
Yaasiin: 77; QS. al-Nahl: 4).

5
3) Naas
Pengamatan terhadap pemakaian kata naas dalam al-Qur'an
memperlihatkan bahwa al-Qur'an menggunakannya dalam pengertian
manusia dalam aktualnya di muka bumi dengan segala sepak terjangnya,
apakah negatip ataupun positip. Manusia ini adalah manusia yang berada
dalam ruang dan waktu yang aktual. Karena mengacu pada wujud
manusia secara faktual dalam kehidupan dunia ini, kepada naas inilah
titah Tuhan sering diarahkan, seperti titah untuk menyembah, memakan
makanan yang halal dan bagus, untuk bertakwa dan lain sebagainya.
Pemakaian al-Qur'an yang semacam ini terhadap kata naas tampak sejalan
dengan makna kata tersebut apabila ditinjau dari sisi bahasa. Di samping
dikatakan memiliki makna seperti ins, sebagaimana diterangkan di atas,
kata naas dari sudut lain dapat dianggap berasal dari kata naasa-yanuusu,
yang berarti bergerak ke sana kemari. Manusia dikatakan dengan sebutan
nâs karena manusia bergerak dan mengalami perubahan dan berbeda-beda
serta berubah-ubah. Dengan demikian, apabila kata-kata yang disebut
sebelumnya lebih mengacu pada konsep tentang manusia, kata naas lebih
menunjuk pada sepak terjang manusia yang merupakan realisasi aktual
dari konsep tersebut di atas, insan dalam bentuk basyar dan insaan serta
bani Adam.
4) Ins
Ditinjau dari pemakaiannya yang disebutkan secara bersama-sama
dengan kata jinn, kata ins mengacu pada makna jinak, yang berarti dapat
dilihat dan ditangkap karena memang diperlihatkan, karena makna kata
"jinn" secara bahasa berarti samar, tertutup dan tidak dapat ditangkap.
Tentunya, ini dipandang dari sudut dunia manusia. Dari makna bahasa ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya makhluk Tuhan ada dua,
yaitu bangsa ins, bangsa makhluk Tuhan yang diperlihatkan sehingga
terlihat, dan yang tertutup sehingga tidak terlihat (oleh manusia), yaitu
jinn. Di samping bahwa makhluk Tuhan itu ada dua jenis, yang terlihat

6
dan tidak tampak sebagaimana disebutkan di atas, penyebutan dua jenis
makhluk ini dalam al-Qur'an lebih ditekankan pada aspek adanya
hubungan antara keduanya, hubungan saling mempengaruhi satu sama
lain dengan tekanan utamanya bahwa jin sering dianggap sebagai yang
dapat menyesatkan manusia, dan manusia sendiri menjadikan jin sebagai
tempat perlindungan, subyek yang dimintai pertolongan.
5) Bani Adam
Al-Qur'an mempergunakan istilah ini, terutama dalam rangka
mengingatkan asal-usulnya yang berkaitan dengan cerita Adam. Mereka
harus berkaca pada pengalaman Adam yang pernah dijerumuskan oleh
setan ke dalam tindakan yang dilarang Tuhan (QS. al-A‟raaf: 27). Oleh
karena itu, ungkapan bani Adam lebih menekankan pada peringatan
terhadap manusia agar memegang nikmat yang telah diberikan kepada
Allah, apakah nikmat itu berupa pemberian kemulyaan, penghidupan di
darat dan laut, pemberian rizki ataupun kedudukan di atas makhluk
lainnya, ikatan janji primordial untuk tidak menyembah setan karena telah
bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya, yang telah memberikan pakaian
takwa yang harus mereka pergunakan setiap kali mereka menuju ke
tempat sujud, dan itu bumi itu sendiri.

2. Pengertian Kepribadian Menurut Al-Qur’an


Secara etimologis, istilah kepribadian dalam kajian Islam lebih dikenal
dengan sebutan syakhashiyah, yang berasal dari kata syakhsh yang berarti
manusia. Istilah selanjutnya adalah nafsiyah yang berasal dari kata nafs yang
berarti manusia. Al-Syafi’i menerjemahkan kata Nafs sebagai kepribadian, diri
atau tingkat perkembangan pribadi, yang berarti kepribadian, diri, pribadi atau
tingkat perkembangan pribadi. Istilah nafsiyah lebih banyak digunakan dalam
leksikologi Al-Qur'an dan Hadits. Sebaliknya Al-Quran tidak menyebut istilah
syakhshiyah untuk menunjukkan makna kepribadian. Dengan demikian, istilah
nafsiyah lebih tepat digunakan padanannya dengan istilah kepribadian. Namun

7
istilah Nafs mempunyai beberapa arti. Nafs dapat berarti kehidupan, kekuatan
konatif dengan sifat ghadhab (perlindungan) dan himo (nafsu makan), dan
gabungan antara fisik dan mental, atau juga struktur kepribadian. Makna yang
beragam ini membuat istilah Nafs kurang digunakan dalam pembahasan psikologi
Islam.
Dari segi terminologis, kepribadian mempunyai banyak arti. Definisi yang
mencerminkan makna kepribadian Islami yang sebenarnya adalah definisi yang
didasarkan pada struktur fitrah, yaitu perpaduan sistem hati, pikiran, dan nafsu
manusia yang menghasilkan perilaku. Manusia mempunyai karakter fisik sebagai
struktur biologis kepribadiannya dan karakter spiritual sebagai struktur psikologis
kepribadiannya. Perpaduan fitrah ini disebut nafsan fitrah, yaitu struktur
psikofisik kepribadian seseorang. Nafsan fitrah mempunyai tiga kekuatan:
a. Hati (fitrah Ilahi) sebagai bagian atas kesadaran manusia, yang berfungsi
sebagai kekuatan emosi (rasa).
b. Pikiran (sifat Insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang berfungsi
sebagai daya kognitif (kreasi).
c. Hasrat (Fitrah Hayawaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang
bersifat prasadar atau tidak disadari yang berfungsi sebagai kekuatan
konasi (niat).
Ketiga komponen sifat nafsani ini dipadukan untuk menghasilkan perilaku.
Sedangkan jika ditinjau dari tingkatannya, kepribadian merupakan integritas dari
aspek alam bawah sadar (sifat ketuhanan), alam sadar (sifat manusia), dan alam
prasadar (sifat binatang). Pada saat yang sama, dilihat dari perspektif fungsional,
kepribadian adalah kombinasi kekuatan emosional, kognitif dan komunikasi,
yang diekspresikan dalam perilaku eksternal seperti berjalan, berbicara dan
perilaku internal seperti berpikir, pikiran, perasaan.
Menurut konsep karakter Islam, manusia memiliki potensi, kecenderungan, dan
kepribadian yang unik. Potensi tersebut setidaknya mencakup keimanan, tauhid,
keamanan, keikhlasan, kesucian, kecenderungan menerima kebenaran dan
kebaikan, dan sifat-sifat baik lainnya. Semua potensi tersebut tidak diwariskan

8
dari orang tua tetapi diberikan oleh Allah SWT karena dalam bidang persekutuan
(mitsaq).14 Hal ini berbeda dengan aliran pemikiran adat yang mengatakan bahwa
faktor pembentuk kepribadian adalah sifat-sifat kepribadian dan sifat-sifat yang
diwariskan oleh orang tua. . untuk anak-anak mereka. Hal ini berbeda pula dengan
aliran empiris yang meyakini bahwa faktor pembentuk kepribadian adalah
lingkungan.

3. Kepribadian Menurut Al-Qur’an


Secara etimologis, istilah kepribadian dalam
kajian Islam lebih dikenal dengan sebutan syakhashiyah, yang berasal dari kata
syakhsh yang berarti manusia. Istilah selanjutnya adalah nafsiyah yang berasal
dari kata nafs yang berarti manusia. Al-Syafi’i menerjemahkan kata Nafs sebagai
kepribadian, diri atau tingkat perkembangan pribadi, yang berarti kepribadian,
diri, pribadi atau tingkat perkembangan pribadi. Istilah nafsiyah lebih banyak
digunakan dalam leksikologi Al-Qur'an dan Hadits. Sebaliknya Al-Quran tidak
menyebut istilah syakhshiyah untuk menunjukkan makna kepribadian. Dengan
demikian, istilah nafsiyah lebih tepat digunakan padanannya dengan istilah
kepribadian. Namun istilah Nafs mempunyai beberapa arti. Nafs dapat berarti
kehidupan, kekuatan konatif dengan sifat ghadhab (perlindungan) dan himo
(nafsu makan), dan gabungan antara fisik dan mental, atau juga struktur
kepribadian. Makna yang beragam ini membuat istilah Nafs kurang digunakan
dalam pembahasan psikologi Islam.
Dari segi terminologis, kepribadian mempunyai banyak arti. Definisi yang
mencerminkan makna kepribadian Islami yang sebenarnya adalah definisi yang
didasarkan pada struktur fitrah, yaitu perpaduan sistem hati, pikiran, dan nafsu
manusia yang menghasilkan perilaku. Manusia mempunyai karakter fisik sebagai
struktur biologis kepribadiannya dan karakter spiritual sebagai struktur psikologis
kepribadiannya. Perpaduan fitrah ini disebut nafsan fitrah, yaitu struktur
psikofisik kepribadian seseorang. Nafsan fitrah mempunyai tiga kekuatan:

9
(1) Hati (fitrah Ilahi) sebagai bagian atas kesadaran manusia, yang berfungsi
sebagai kekuatan emosi (rasa).
(2) Pikiran (sifat Insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang berfungsi
sebagai daya kognitif (kreasi).
(3) Hasrat (Fitrah Hayawaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang bersifat
prasadar atau tidak disadari yang berfungsi sebagai kekuatan konasi (niat).
Ketiga komponen sifat nafsani ini dipadukan untuk menghasilkan perilaku.
Sedangkan jika ditinjau dari tingkatannya, kepribadian merupakan integritas dari
aspek alam bawah sadar (sifat ketuhanan), alam sadar (sifat manusia), dan alam
prasadar (sifat binatang). Pada saat yang sama, dilihat dari perspektif fungsional,
kepribadian adalah kombinasi kekuatan emosional, kognitif dan komunikasi,
yang diekspresikan dalam perilaku eksternal seperti berjalan, berbicara dan
perilaku internal seperti berpikir, pikiran, perasaan.
Menurut konsep karakter Islam, manusia memiliki potensi, kecenderungan, dan
kepribadian yang unik. Potensi tersebut setidaknya mencakup keimanan, tauhid,
keamanan, keikhlasan, kesucian, kecenderungan menerima kebenaran dan
kebaikan, dan sifat-sifat baik lainnya. Semua potensi tersebut tidak diwariskan
dari orang tua tetapi diberikan oleh Allah SWT karena dalam bidang persekutuan
(mitsaq).14 Hal ini berbeda dengan aliran pemikiran adat yang mengatakan bahwa
faktor pembentuk kepribadian adalah sifat-sifat kepribadian dan sifat-sifat yang
diwariskan oleh orang tua. . untuk anak-anak mereka. Hal ini berbeda pula dengan
aliran empiris yang meyakini bahwa faktor pembentuk kepribadian adalah
lingkungan.
Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
untuk segenap manusia. Di dalamnya Allah swt. menyapa akal dan perasaan
manusia, mengajarkan tauhid kepada manusia, menyucikan manusia dengan
berbagai ibadah, menunjukkan manusia kepada hal-hal yang dapat membawa
kebaikan serta kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial manusia,
membimbing manusia kepada agama yang luhur agar mewujudkan diri,
mengembangkan kepribadian manusia, serta meningkatkan diri manusia ke taraf

10
kesempurnaan insani. Dengannya, manusia dapat mewujudkan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya,
keajaiban penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan
manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada ma‘rifatullah
sebagaimana tersirat dalam Q.S. attariq Maka, hendaklah manusia merenungkan,
dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara
tulang sulbi dan tulang dada. (Q.S. attariq [86]: 5-7)
Berkaitan dengan hal ini, terdapat sebuah asr yang menyebutkan bahwa “Barang
siapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhan-nya.” Di samping itu, Al-
Qur’an juga memuat petunjuk mengenai manusia, sifat-sifat dan keadaan
psikologisnya yang berkaitan dengan pembentukan gambaran yang benar tentang
kepribadian manusia, motivasi utama yang menggerakkan perilaku manusia, serta
faktor-faktor yang mendasari keselarasan dan kesempurnaan kepribadian manusia
dan terwujudnya kesehatan jiwa manusia.

Beberapa konsep dan ajaran mengenai kepribadian dalam Al-Quran adalah


sebagai berikut:
1) Taqwa : Al-Qur'an menekankan pentingnya ketakwaan, yaitu kesadaran
dan ketaatan kepada Allah. Kepribadian yang baik dalam pandangan Al-
Quran adalah yang didasari oleh ketakwaan yang meliputi perilaku yang
baik, menjauhi dosa, dan menaati ajaran agama.
2) Sabar (Sabr): Al-Qur'an mengajarkan pentingnya kesabaran dalam
menghadapi cobaan dan tantangan hidup. Kepribadian yang kuat dan
seimbang dalam pandangan Al-Quran adalah orang yang mampu bersabar
dalam menghadapi kesulitan.
3) Kedermawanan dan Kepedulian Sosial: Al-Qur'an mendorong umat Islam
untuk bersikap baik, murah hati, dan peduli terhadap orang lain.
Diantaranya bersedekah, berbagi rejeki, dan membantu orang yang
membutuhkan.

11
4) Kekuatan Karakter dan Kejujuran: Pentingnya Al-Quran adalah memiliki
karakter yang kuat dan jujur dalam segala aspek kehidupan. Kepribadian
yang jujur, adil dan berintegritas sangat dihargai dalam ajaran Islam.
5) Kemuliaan Fana (Akhlaq): Al-Qur'an memberikan perhatian yang besar
terhadap pengembangan akhlak yang baik. Ini termasuk kualitas seperti
kerendahan hati, kesabaran, kasih sayang, dan kerendahan hati.
6) Kepemimpinan yang Adil: Al-Qur'an memberikan pedoman bagi para
pemimpin dan otoritas di masyarakat untuk memimpin dengan keadilan,
kebijaksanaan dan rasa tanggung jawab.
7) Pertobatan dan Pengampunan: Al-Qur'an mengajarkan bahwa setiap
individu mempunyai kesempatan untuk bertaubat dan menerima ampunan
Allah. Hal ini menciptakan landasan bagi perubahan kepribadian yang
positif dan pemulihan dari dosa.

Penting untuk diingat bahwa penafsiran Al-Qur'an dapat berbeda-beda antara


individu dan aliran Islam yang berbeda. Oleh karena itu, pengertian kepribadian
menurut Al-Qur'an mungkin berbeda-beda, namun prinsip dasar seperti
kesalehan, kejujuran, dan kepedulian sosial seringkali dianggap sebagai
komponen penting kepribadian yang baik dalam Islam.

4. Kepribadian Dalam Perspektif Islam Hadits


Pendidik sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dan mempunyai
tugas pendidikan dan pengajaran yang bertujuan membantu peserta didik
mencapai kesempurnaan kepribadiannya. Oleh karena itu kepribadian merupakan
faktor terpenting yang akan menentukan apakah ia menjadi seorang pendidik yang
baik atau menjadi perusak masa depan peserta didik, karena tujuan umum
pendidikan adalah membawa anak pada kedewasaan, yaitu mampu menentukan
pilihan.dirimu sendiri dan bertanggung jawablah pada dirimu sendiri.

12
Kepribadian pendidik yang diberikan oleh Rasul banyak sekali dalam hal
pendidikan, dalah hal mengenai keteladanan mendidik dan membimbing anak di
bidang akhlak, akidah, ibadah bahkan intelegensia. Rasul pernah bersabda:

‫ قال رسول هللا صلى هللا‬:‫عن محمد ابن عجالن عن القعقاع ابن الحكيم عن أبي صالح عن أبي هريرةة قال‬
)‫عليه وسلم إنما بعثت ألتمم مكارم األخالق (رواه أحمد‬
Dari Muhammad ibn Ilan dari Qa'ya ibn Hakim dari Abi Shahih dari Abi hurairah
ra. Berkata: Rasulullah saw bersabda bahwasanya aku diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R. Ahmad).

Dari hadis di atas bahwa pendidik mengajari akhlak yang mulia serta menghindari
dari perbuatan yang buruk. Akhlak peserta didik tergantung dari pendidikan yang
diberikan oleh lingkungan mereka, baik di lingkungan keluarga yang terdiri dari
orang tua, saudara, maupun lingkungan sekolah yang terdiri dari guru dan siswa,
maupun juga di lingkungan masyarakat terdekat yaitu tetangga dan masyarakat
luas.

Manakala mulai terlihat dalam diri anak akhlak yang baik dan perbuatan terpuji
seperti menolong orang lain yangs edang kesulitan, hormat kepada guru, kasih
sayang terhadap teman, berbuat baik dimana saja ia berada baik di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat maka sudah saatnya bagi orang tuanya untuk
menghormatinya dengan memberinya penghargaan yang membuatnya senang dan
makin terpacu untuk melakukannya lagi serta memujinya dihadapan orang lain.
Dengan demikian, vigur central berawal dari kepribadian pendidik sebagai bagian
dari lingkungan sekolah sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak,
sehingga anak akan meniru dan mempraktekan apa yang ia dapat dari orang yang
memberikan keteladanan akhlak terhadapnya.
Salah satu akhlak yang dimiliki dario pendidik adalah memiliki rasa sifat malu.
Sifat malu disini dalam artian positif, yakni malu apabila melakukan perbuatan
tercela, karena pendidik adalah sosok yang ditiru. Orang yang tidak memiliki rasa

13
malu dalam melakukan perbuatan yang keji dan hina menunjukan kepribadian
yang rapuh serta iman yang lemah, sebagaimana Rasul bersabda:

)‫الحياء واإليمان قرنا جميعا فإذا رفع أحدهما رفع اآلخر (رواه الحاكم‬
Rasa Malu dan iman terpadu menajdi satu kesatuan, apabila lenyap salah atunya
maka hilang pula yang lain. (H.R. Hakim).

)‫الحياء شعبة من اإليمان (متفق عليه‬


Rasa malu adalah sebagian dari Iman (H.R. Bukhari dan Muslim).
Rasa malu sangat erat kaitannya dengan keimanan sehingga dapat dikatakan
bahwa setiap mukmin pasti pemalu dan setiap orang yang tidak beriman pasti
malu.
Jika Anda mempunyai rasa malu, Anda pasti tidak memiliki keyakinan dalam jiwa
Anda. Seorang pendidik yang tidak malu melakukan perbuatan maksiat
(melanggar ajaran agama), tidak mengontrol kepribadiannya, maka sesungguhnya
pendidik tersebut belum siap menjadi seorang guru, ia akan mewariskan sifat-sifat
yang negatif dan merusak kepada siswanya dan hal ini akan terjadi. sangat
merugikan. berbahaya bagi perkembangan mental peserta. mendidik.

Seorang pendidik harus menjaga tutur katanya dari perkataan yang kejam, kotor,
perbuatan kasar dan kasar yang dapat melukai hati dan badan peserta didik. Hal
ini akan berimplikasi buruk terhadap proses pembelajaran, karena seorang siswa
tidak lagi mempunyai rasa simpati terhadap dirinya sendiri, malah akan timbul
perasaan antipati dan kebencian terhadap dirinya. Jika hal ini terjadi maka akan
sangat sulit tercapainya tujuan pembelajaran. Nabi pernah mengajarkan bahwa
seorang mukmin harus menjaga perkataannya, sebagaimana sabdanya:

)‫من كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر فليقل خيرا أو ليصمت (رواه البخاري و مسلم‬

14
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah
berbicara dengan yang baik, kalau tidak hendaklah diam saja. (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Dalam membina iman yang benar dan sempurna, Rasul terus menerus
menanamkan akhlak yang mulia agar umatnya terpelihara dari perbuatan keji dan
munkar. Pentingnya hubungan akhlak dengan iman dan hubungan iman dengan
ibadah yang benar. Rasul menambahkan dengan menjadikan iman sebagai dasar
segala kebaikan dan kebenaran di dunia serta keselamatan dan kebahagian di
akhirat.
Pembinaan akhlak tidak kalah penting dari pembinaan yang lain. Oleh karena itu
harus mendapatkan petunjuk dan nasihat yang terus menerus agar dapat meresap
dalam hati dan melekat dalam ingatan hingga menjadi yakin bahwa iman,
Kebaikan dan akhlak merupakan unsur yang saling berkaitan erat dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.

Kepribadian pendidik dalam perspektif hadis berfungsi untuk menanamkan


keimanan terhadap ilmu, akhlak dan amal shaleh. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan memerlukan pendekatan yang tepat dan strategis.
Pendekatan pendidikan yang tepat dan strategis adalah: pertama, pendidikan
memerlukan rasa cinta kasih pada peserta didik. Sedangkan pendidik harus
menyayangi siswanya sebagaimana orang tua menyayangi anaknya. Jika cinta
orang tua terhadap anaknya adalah cinta seumur hidup dan tanpa pamrih, maka
pendidik harus memiliki cinta tersebut. Kedua, pendidikan yang harus diberikan
kepada peserta didik sedini mungkin adalah penanaman keimanan dan keyakinan
yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan mental anak yang dibesarkan
dengan dasar keimanan dan keimanan kepada Allah SWT harus diutamakan di
atas pendidikan intelektual dan keterampilan. Kenyataan membuktikan bahwa
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang tanpa spiritualitas keimanan
hanya menghasilkan kemajuan semu dan profan yang banyak melahirkan bentuk-

15
bentuk agama baru berupa pemujaan terhadap kekuatan akal dan ilmu
pengetahuan.

16
BAB III

KESIMPULAN
Di samping bahwa makhluk Tuhan itu ada dua jenis, yang terlihat dan tidak tampak
sebagaimana disebutkan di atas, penyebutan dua jenis makhluk ini dalam al-Qur'an lebih
ditekankan pada aspek adanya hubungan antara keduanya, hubungan saling
mempengaruhi satu sama lain dengan tekanan utamanya bahwa jin sering dianggap
sebagai yang dapat menyesatkan manusia, dan manusia sendiri menjadikan jin sebagai
tempat perlindungan, subyek yang dimintai pertolongan.

Oleh karena itu, ungkapan bani Adam lebih menekankan pada peringatan terhadap
manusia agar memegang nikmat yang telah diberikan kepada Allah, apakah nikmat itu
berupa pemberian kemulyaan, penghidupan di darat dan laut, pemberian rizki ataupun
kedudukan di atas makhluk lainnya, ikatan janji primordial untuk tidak menyembah setan
karena telah bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya, yang telah memberikan pakaian
takwa yang harus mereka pergunakan setiap kali mereka menuju ke tempat sujud, dan itu
bumi itu sendiri.

Definisi yang mencerminkan makna kepribadian Islami yang sebenarnya adalah definisi
yang didasarkan pada struktur fitrah, yaitu perpaduan sistem hati, pikiran, dan nafsu
manusia yang menghasilkan perilaku.

menyapa akal dan perasaan manusia, mengajarkan tauhid kepada manusia, menyucikan
manusia dengan berbagai ibadah, menunjukkan manusia kepada hal-hal yang dapat
membawa kebaikan serta kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial manusia,
membimbing manusia kepada agama yang luhur agar mewujudkan diri, mengembangkan
kepribadian manusia, serta meningkatkan diri manusia ke taraf kesempurnaan insani.

attariq [86]: 5-7) Berkaitan dengan hal ini, terdapat sebuah asr yang menyebutkan bahwa
“Barang siapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhan-nya.” Di samping itu, Al-
Qur’an juga memuat petunjuk mengenai manusia, sifat-sifat dan keadaan psikologisnya
yang berkaitan dengan pembentukan gambaran yang benar tentang kepribadian manusia,

17
motivasi utama yang menggerakkan perilaku manusia, serta faktor-faktor yang mendasari
keselarasan dan kesempurnaan kepribadian manusia dan terwujudnya kesehatan jiwa
manusia.

Manakala mulai terlihat dalam diri anak akhlak yang baik dan perbuatan terpuji seperti
menolong orang lain yangs edang kesulitan, hormat kepada guru, kasih sayang terhadap
teman, berbuat baik dimana saja ia berada baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat maka sudah saatnya bagi orang tuanya untuk menghormatinya dengan
memberinya penghargaan yang membuatnya senang dan makin terpacu untuk
melakukannya lagi serta memujinya dihadapan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aminatuz Zahro. (Februari 2017). MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ALQUR’AN,.


Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam Volume 10, Nomor 1,.

18
Hald, W. (Maret 2023). KEPRIBADIAN DALAM TINJAUAN HADIST. Jurnal
Mahasantri Volume 3, Nomor 2.

Helmy Muhammad Irfan. (2018). kepribadian dalam perspektif Sigmund Freud dan Al-
Qur'an. jurnal NUN,vol. 4, No. 2 .

19

Anda mungkin juga menyukai