Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SOSIOLOGI GENDER

HEGEMONI MASKULINITAS DALAM BUDAYA PATRIARKI

Dosen Pengampu: Dr. Hamid Syukrie, ZM, M. Hum.

Disusun oleh:

KELOMPOK 5

Muhammad Aryabin Adzqia Rakien (E1S020036)

Trisna Insani (E1S020076)

Yogi Wahyudi (E1S016093)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat
dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hegemoni
Maskulinitas Dalam Budaya Patriarki” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Gender.

Penyusunan makalah ini tidak mungkin diselesaikan tanpa dukungan dan partisipasi dari
kelompok kami. Dan kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................ 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Makna Konsep Hegemoni ........................................................................................ 2
B. Perempuan Dalam Budaya Patriarki dan Matriarki ............................................ 4
C. Hegemoni Maskulinitas Dalam Kehidupan Perempuan ....................................... 5
D. Pandangan Laki-Laki Terhadap Perempuan & Pandangan Perempuan
Terhadap Laki-Laki ............................................................................................................ 6
E. Makna Laki-Laki Dalam Budaya Patriarki ........................................................... 8
BAB III...................................................................................................................................... 9
PENUTUP................................................................................................................................. 9
1. Kesimpulan .................................................................................................................... 9
2. Saran .............................................................................................................................. 9
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 10

Kumpulan Soal dan Jawabannya ..................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perbedaan peran dan fungsi yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki yang
terjadi dalam masyarakat mengakibabtkan terjadinya ketidakadilan gender yang sering
dialamai oleh perempuan. Pemahaman yang salah dan pandangan-pandangan negatif
sering menjadi pemicu terjadinya sebuah diskriminasi. Sebuah sistem dan struktur
sosial yang tidak adil juga akan memunculkan ketidakadilan gender. Agar tidak salah
dalam menafsirkan gender maka hal mendasar yang perlu untuk dipahami adalah
tentang perbedaan gender dengan jenis kelamin.
Gender merupakan sebuah konstruksi yang diberikan masyarakat kepada
seseorang, yang dapat berubah-ubah. Sementara jenis kelamin merupakan kodrat yang
tidak dapat dirubah lagi karena pemberian dari sang pencipta. Perbedaan antara gender
dan jenis kelamin sangat jelas namun, persepsi masyarakat tentang gender sering
dikaitkan dengan perempuan. Padahal gender bukan perempuan melainkan sifat
masculine dan feminine yang dapat melekat pada perempuan atau laki-laki sesuai
dengan kehendaknya.
Selain dalam pemahaman tentang gender oleh masyarakat yang belum sesuai
dengan pengertian gender tersebut yang dapat menimbulkan ketidakadilan gender,
dampak yang dialami kaum perempuan dalam ketidakadilan gender adalah dalam
bidang pendidikan. ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan ini sangat terlihat
dalam masyarakat kita. Sesuai dengan kenyataan yang ada contohnya adalah
penempatan perempuan dalam pekerjaan cenderung masih jauh dibawah laki-laki
karena alasan bahwa perempuan masih belum memenuhi kriteria seperti lulusan
pendidikan yang lebih tinggi.

B. Rumusan masalah
1. Apa makna konsep hegemoni?
2. Bagaimana perempuan dalam budaya patriarki dan budaya matriarki?
3. Bagaimana hegemoni maskulinitas dalam kehidupan perempuan?
4. Bagaimana pandangan laki-laki terhadap perempuan?
5. Bagaimana pandangan perempuan terhadap laki-laki?
6. Bagaimana makna laki-laki dalam budaya patriarki?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna konsep hegemoni.
2. Untuk mengetahui perempuan dalam budaya patriarki dan budaya matrarki.
3. Untuk mengetahui hegemoni maskulinitas dalam kehidupan perempuan.
4. Untuk mengetahui pandangan laki-laki terhadap perempuan.
5. Untuk mengetahui pandangan perempuan terhadap laki-laki.
6. Untuk mengetahui makna laki-laki dalam budaya patriarki.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Konsep Hegemoni


1. Pembentukan Hegemoni
Gagasan tentang hegemoni pertama kali diperkenalkan pada 1885 oleh para
marxis Rusia, terutama oleh Plekhanov pada 1883-1984. Gagasan tersebut telah
dikembangkan sebagai bagian dari strategi untukm menggulingkan Tsarisme.
Istilah tersebut menunjukkan kepemimpinan hegemoni yang harus dibentuk oleh
kaum proletar, dan wakil-wakil politiknya, dan dalam suatu aliansi dengan
kelompok-kelompoklain, termasuk bebrapa kritikus borjuis, petani, dan intelektual
yang berusaha mengakhiri negara polisi Tsaris. Dalam konteks inilah Lenin
membahas pelbagai masalah tentang pendidikan politik bagi para pekerja. Menurut
Lenin jika kesadaran serikat pekerja diharapkan untuk lebih maju daripada keadaan
diperbudak oleh ideologi borjuis. Lenin berharap negara akan mati, tetapi hal ini
tidak terjadi segera setelah revolusi Rusia. Dia berharap bahwa revolusi akan pecah
di Jerman dan di tempat-tempat lain di eropa setelah perang dunia berakhir. Namun
gramschi memberikan analisis tentang revolusi rusia pada 1917 mencakup
menganggapnya sebagai seseatu perang manuver.Agar kaum buruh dapat
menciptakan hegemoninya, Gramsci memberikan 2 cara (Strinati, 1995), yaitu
melalus. “war of position? (perang posisi) dan “war of movement? (perang
pergerakan). Perang pergerakan yaitu suatu “perang gerakan “, dalam suatu
masyarakat dengan pelbagai institusi dan organisasi yang memiliki tingkat
perkembangan yang rendah di dalam”masyarakat sipil” dinegara Eropa Timur,
terutama di Inggris dan Pranci. Perang posisi dilakukan dengan cara memperoleh
dukungan melalui propaganda media massa, membangun aliansi strategis dengan
barisan sakit hati, pendidikan pembebasan melalui sekolah-sekolah yang
meningkatkan kesadaran diri dan sosial. Karakteristiknya:
• Perjuangan Panjang
• Mengutamakan perjuangan dalam system
• Perjuangan diarahkan kepada dominasi budaya dan ideologi Perang pergerakan
dilakukan dengan serangan langsung(frontal), tentunya dengan dukungan
massa. Perang pergerakan bisa dilakukan setelah perang posisi dilakukan, bisa
juga tidak.

Gramsci (1891-1937) merupakan tokoh yang terkenal dengan analisa


hegemoninya. Analisa Gramsci merupakan usaha perbaikan terhadap konsep
determinisme ekonomi dan dialektika sejarah Karl Marx (lihat Das Capital Marx).
Dalam dialektika sejarah Marx, sistem kapitalisme akan menghasilkan kelas buruh
dalam jumlah yang besar dan terjadi resesi ekonomi. Pada akhirnya, akan terjadi
revolusi kaum buruh (proletar) yang akan melahirkan sistem sosialisme. Dengan
kata lain, kapitalisme akan melahirkan sosialisme. Namun, hal ini tidak terjadi.

2
Gramsci mengeluarkan argumen bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh
ideologi, nilai, kesadaran diri, dan organisasi kaum buruh tenggelam oleh hegemoni
kaum penguasa (borjuis). Hegemoni ini terjadi melalui media massa, sekolah-
sekolah, bahkan melalui khotbah atau dakwah kaum religius, yang melakukan
indoktrinasi sehingga menimbulkan kesadaran baru bagi kaum buruh. Daripada
melakukan revolusi, kaum buruh malah berpikir untuk meningkatkan statusnya ke
kelas menengah, mampu mengikuti budaya populer, dan meniru perilaku atau gaya
hidup kelas borjuis. Ini semua adalah ilusi yang diciptakan kaum penguasa agar
kaum yang didominasi kehilangan ideologi serta jatidiri sebagai manusia merdeka.

2. Pengertian
Istilah hegemoni berasal dari istilah yunani, hegeisthai (“to lead?). Konsep
hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya
usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini
memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).
Hegemoni bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu kelompok terhadap
kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang
didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima
sebagai sesuatu yang wajar (common sense).
Sedangkan Hegemoni dalam pengertian Gramsci adalah sebuah konsensus
dimana ketertundukan diperoleh melalui penerimaan ideologi kelas yang
menghegemoni oleh kelas yang terhegemoni. Hegemoni bukan hubungan dominasi
dengan menggunakan kekuasaan, tetapi hubungan persetujuan dengan mengunakan
kepemimpinan politik dan ideologis.

3. Konsep Hegemoni
Gramsci menggunakan konsep hegemoni untuk mendeskripsikan dan
menganalisis bagaimana masyarakat kapitalis modern diorganisasikann, atau
dimaksudkan untuk diorganisasikan, dalam masa lalu dan masa kini. Terdapat
kebingungan disini tentang konsep-konsep yang dilibatkan, karena Gramsci
tampaknya pertama-tama membedakan negara dengan masyrakat sipil, negara
didefinisikan sebagai sumber kekuasaan koersif dalam suatu masyarakat dan
masyrakat sipil didefinisikan sebagai lokasi kepemimpinan hegemoni. Gramsci
kemudian mengubungkan kedua konsep ini satu sama lain untuk mendefinisikan
apa yang dia sebut sebagai ‘negara integral’ sebagai kombinasi hegemoni yang
dilengkapi dengan kekuasaan koersif. Negara integral adalah ‘masyarakat politik
plus masyarakat sipil, dengan kata lain hegemoni dilindungi oleh kekuatan koersif
‘. Negara integral, seeperti yang dikonseptualisasi oleh gramsci, memilki dua aspek:
sarana pemaksaan (polisi dan militer), dan sarana untuk membentuk kepemimpinan
hegemoni dalam masyarakat sipil (pendidikan, penerbitan, penyiaran [broadcaring],
dan bioskop [cinema]). R.Simon telah menunjukkan bahwa Gramsci berusaha
memperlihatkan bahwa ‘hubungan sosial dalam masyarakat sipil adalah hubungan
kekeuasaan tepat seperti halnya (meskipun dengan cara yag berbeda) hubungan
keorsif dalam negara’.

3
B. Perempuan Dalam Budaya Patriarki dan Matriarki
1. Patriarki
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik,
otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Menurut Alfian Rokhmansyah (2013) di bukunya yang berjudul Pengantar
Gender dan Feminisme, patriarki berasal dari kata patriarkat, berarti struktur yang
menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-
galanya. Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan
adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke
berbagai aspek kegiatan manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama
di dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau
bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat,
baik secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, bahkan termasuk di dalamnya
institusi pernikahan.
Hal ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau
inferior. Pembatasan-pembatasan peran perempuan oleh budaya patriarki membuat
perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan perlakuan diskriminasi.
Ketidaksetaraan antara peran laki-laki dan perempuan ini menjadi salah satu
hambatan struktural yang menyebabkan individu dalam masyarakat tidak memiliki
akses yang sama. Selain itu, produk dari kebijakan pemerintah yang selama ini tidak
sensitif terhadap kebutuhan perempuan telah membuat perempuan sering kali
menjadi korban dari kebijakan tersebut. Lemahnya perlindungan hukum terhadap
kaum perempuan, secara tidak langsung juga telah menempatkan posisi perempuan
menjadi termarjinalisasikan.
Budaya patriarki juga menempatkan perempuan berada dalam posisi “the
second sex” atau yang sering disebut sebagai “warga kelas dua” yang
keberadaannya kurang diperhitungkan. Abdulah (1997). Dengan adanya budaya
patriarki yang kuat telah memposisikan perempuan pada posisi yang lemah
sehingga retan terjadinya tindakan kekerasan seperti halnya kekerasan seksual.
Budaya ini juga memberikan kontruksi dan pola pikir bahwa laki-laki berkaitan erat
dengan ego maskulinitas sehingga femininitas itu sendiri diabaikan dan dianggap
sebagai sesuatu yang lemah.
Hal ini menjadikan seorang laki-laki memandang perempuan hanya sebagai
objek saja. Seperti laki-laki yang bersiul ketika melihat perempuan berjalan,
dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar dan lumrah bagi kaum laki-laki. Wanita
dianggap sebagai objek yang dapat digoda, sedangkan laki-laki dianggap sebagai
penggoda. Pakaian perempuan terkadang dijadikan sebagai alibi untuk
membenarkan tindakan kekerasan seksual itu sendiri.

2. Matriarki
Matriarki adalah dominasi kepemimpinan perempuan. Dalam masyarakat atau
kelompok yang menganut matriaki, otoritas menurun dari garis ibu, berbeda dengan

4
patriarki yang nerupakan dominasi kepemimpinan laki-laki.matriarki cukup umum
dutemukan di negara-negara Asia dan Afrika.
Matriarki mengimplementasikan adanya negoisasi kekuasaan di antara
perempuan dan laki-laki sebagai upaya menentang tradisi patriarki dimana laki-laki
lebih dominan dalam membuat keputusan-keputusan penting. Matriarki
menentukan bentuk-bentuk kultural, khususnya dalam persoalan agama dan
keluarga. Perempuan akan mempunyai pilihan dari pasangan suaminya dan anak
akan mengikuti nama keluarga ibunya serta warisan diturunkan menurut garis ibu.
Keluarga ibu berhak akan anak-anak dan dapat melakukan klaim terhadap
pemeliharaan keluarga.walau begitu laki-laki tertua dari keluarga memainkan peran
sebagai kepala keluarga dan karenanya dapat dilakukan negoisasi kekuasaan dalam
suatu keluarga.
Salah satu masyarakat matriarki terbesar di dunia merupakan suku
Minangkabau di Sumatera Barat. Kaum wanita dalam suku Minangkabau memiliki
keistimewaan khusus serta dapat mengambil peranan penting di dalan komunitas.
Peranan-peranan tersebut termasuk peran sebagai pemilik harta warisan, penerus
keturunan, serta manjer bagi keluarga masing-masing. Dalam sistem sosial
matriarki di Minangkabau, seorang laki-laki bagaikan “orang luar” dari keluarga
matrilineal istrinya. Anak-anak sari suatu keluarga secara otomatis akan menjadi
keluarga ibu mereka karena sustem matrilineal, memakai nama suku ibu alih-alih
nama suku ayah. Sederhananya masyarakat matriarki ialah masyarakat yang tak
memandang sebelah mata perempuan karena mereka perempuan. Dalam mayarakat
seperti ini, kuasa dibagi secara adil di antara gender sementara seorang ibu
menempati posisi sentral dalam kebudayaan matriarki.

C. Hegemoni Maskulinitas Dalam Kehidupan Perempuan


Hegemoni laki-laki dalam masyarakat tampaknya merupakan fenomena
universal dalam sejarah peradaban manusia di masyarakat manapun di dunia. Secara
tradisional manusia di berbagai belahan dunia menata diri atau tertata dalam bangunan
masyarakat patriarkis. Pada masyarakat seperti ini, laki-laki diposisikan superior
terhadap perempuan di berbagai sektor kehidupan, baik domestik ataupun publik.
Hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial,
agama, hukum negara, dan sebagainya, dan tersosialisasi secara turun-temurun, dari
generasi ke generasi.
Maskulinitas adalah suatu stereotype tentang laki-laki yang dapat
dipertentangkan dengan feminimitas sebagai stereotype perempuan. Maskulin vs
feminim adalah dua kutub sifat yang berlawanan dan membentuk suatu garis lurus yang
setiap titiknya menggambarkan derajat kelaki-lakian (maskulinitas) atau
keperempuanan (feminimitas). Seorang laki-laki yang memiliki karakteristik yang
identik dengan stereotype maskulin disebut laki-laki maskulin, jika karakteristik
berlebihan disebut laki-laki super maskulin, jika kurang disebut laki-laki kurang
maskulin atau laki-laki feminim. Demikian sebaliknya, jika dibaca variasi sifat seorang
perempuan.

5
Stereotype maskulinitas dan feminimitas mencakup berbagai aspek
karakteristik individu, seperti karakter atau kepribadian, perilaku peranan, okupasi,
penampakan fisik, ataupun orientasi seksual. Jadi misalnya laki-laki dicirii oleh watak
yang terbuka, kasar, agresif, dan rasional, sementara perempuan bercirikan tertutup,
halus, afektif dan emosional. Dalam hubungan individu laki-laki diakui
maskulinitasnya jika terlayani oleh perempuan, sementara perempuan terpuaskan
feminitasnya jika dapat melayani laki-laki. Dalam hal okupasi pekerjaan yang
mengandalkan kekuatan dan keberanian seperti tentara, sopir, petinju, dsb, disebut
sebagai pekerjaan maskulin, sementara pekerjaan yang memerlukan kehalusan,
ketelitian, dan perasaan seperti salon kecantikan, juru masak, menjahit, dsb, dinamakan
pekerjaan feminim.

D. Pandangan Laki-Laki Terhadap Perempuan & Pandangan Perempuan Terhadap


Laki-Laki
Realitas berbicara bahwa hanya ada dua kodrat yang pasti mengenai eksistensi
manusia, ialah pria dan wanita, Masing-masing memiliki Ciri khusus, kelebihan dan
kelemahan tersendiri. Ada wilayah wanita yang pria tidak dapat memasukinya, begitu
sebaliknya. Pendapat bahwa pria memiliki kelebihan dari pada wanita kiranya harus
dilihat konteksnya. Pria diberi derajat sedikit lebih tinci dari wanita, bukan berarti pria
dapat sewenang-wenang memperlakukan wanita. Banyak berita mengenai perkosaan
terhadap wanita, banyak pembantu-pembantu perempuan luka berat akibat perlakuan
yang sadis oleh majikannya, banyak suami-suami memperlakukan isterinya seperti
pembantu, dan tidak sedikit wanita-wanita pekerja hanya mendapat posisi kerja yang
rendah dengan gaji yang minim. Namun dengan kelemahan wanita juga tidak berarti
bahwa wanita harus selalu menuruti permintaan laki-laki dengan segala resikonya tanpa
memperhatikan kodratnya sebagai wanita. Demikian wanita terhadap pria, bukan
karena alasan kelemahannya maka wanita harus selalu tunduk terhadap pria. Juga
bukan karena kebebasannya maka wanita dapat berbuat sekehendak hatinya untuk
melampiaskan dendam yang berkepanjangan terhadap pria.
Perbedaan pria dan wanita justru bukan sebagai lawan dalam kehidupan ini. Pria
dan wanita sesun8uhnya sebagai pasangan Yang dapat saling mengisi, Masing-masing
hidup dalam kebebasannya, dan keterbatasan kebebasannya itu dibatasi dengan
kebebasan orang Iain. Bukan tidak mungkin sekarang wanita dapat mengerjakan apa
yang dulu hanya boleh dilakukan oleh priae Bahkan dewasa ini sangat banyak wanita
yang sukses dalam hidupnya. Ini bukan semata-mata wanita insin dihargai oleh pria,
namun sudah saatnya bahwa wanita patut diakui eksistensinya.
Orang cenderung tidak memperhatikan Sisi hati nurani wanita dalam kehidupannya.
Wanita diangap harus tahu dapur dan segala aktivitasnya, wanita harus lebih banyak
tingal di rumah, wanita harus dapat mengerjakan pekerjaan seperti mengurus anak,
mencuci pakaian, memasak, dan sebagainya.
Banyak sudah penelitian yang dilakukan oleh para pakar dan filsuf mengenai
wanita Namun penelitian dimaksudkan bukan untuk menuding kebodohan wanita
karena tidak mampu mengangkat diri, atau bahkan mengutuk kaum pria karena
menindas martabat wanita. Tradisi tindas menindas dan guling-menguling kedudukan

6
bukanlah suatu penyelesaian agar wanita kembali muncul dalam singgasana yang
semestinya. Emansipasi barangkali saat ini pun sedikit mengalami Pergeseran terutama
bagi kaum wanita yang memilih karir sebagai alternatif mengangkat martabatnya.
Emansipasi tidak dimaksudkan mensejajarkan pria dan wanita sedernikian sehingga
wanita dan pria sama. Wanita dan pria tidak akan pernah sama , bagaimanapun juga
Karena hal ini sudah digariskan Tuhan dałam wilayahnya sendiri-sendiri. Sejajar tidak
selalu harus sama, tetapi cenderung diukur dengan parameter kemampuan dan masing-
masing. Misalnya suami harus bertanggung jawab terhadap keluarganya, ia harus
mencari nafkah. Pernyataan ini tidak berarti wanita tidak boleh mencari penghasilan di
luar rumah. Di sinilah kiranya yang dinamakan emansipasi harus dapat digunakan
setepat-tepatnya, tidak karena dibumbui emosi-emosi.
Adapun yang hal yang nyata dan kerap di temukan adalah antara laki-laki dan
perempuan sejatinya mempunyai perbedaan yang sangat spesifik, baik secara fisik
maupun cara pandang terhadap lawan jenisnya. Perbedaan cara pandang tersebut
didasari oleh kebiasaan laki-laki dan perempuan yang tidak selalu sama.Sehingga tak
jarang saat perempuan dan laki-laki menikah, terjadi percekcokan dalam rumah tangga
akibat dari cara pandang yang berbeda ini.Ada kebiasaan laki-laki yang tidak disukai
perempuan karena berbagai alasan dan begitu pula sebaliknya.Hal sederhananya ketika
kebiasaan laki-laki yang tidak disukai perempuan, yaitu laki-laki sering kali
menganggap enteng pendapat perempuan,alasannya perempuan tidak rasional dan lebih
mengutamakan perasaan. Maka dari itu terkadang suara perempuan jarang didengar
sekalipun mereka berkata benar. Laki-laki juga menganggap remeh kebiasaan
perempuan dalam melayani, alasannya karena prioritas perempuan pada hal-hal teknis,
bukan teoritis. Biasanya kalau ada masalah, laki-laki lebih memilih diam dan tidak mau
mengatakan kepada perempuan. Alasanya karena ada waktu tersendiri untuk
mengatakannya, yaitu setelah masalah selesai. Laki-laki sangat tidak suka dikritik atau
diberi masukan oleh perempuan karena menganggap hal itu dapat merendahkan
dirinya. Namun, laki-laki tidak mampu mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu
waktu (multitask) sebagaimana yang dilakukan oleh wanita seperti memasak sambil
menelepon, dan menggendong anak dengan alasan jika dikerjakan bersamaan tidak
akan selesai semua.
Adapun kebiasaan yang tidak disukai tersebut ialah perempuan kalau
menghadapi masalah berat, mudah menangis, alasannya menangis dapat meringankan
beban. Dia juga emosional dalam menghadapi masalah karena menurut perempuan
tidak ada salahnya mengungkapkan emosi, itu sehat.Perempuan sering mengintervensi
laki-laki yang dianggapnya itu sebuah masukan atau saran. Ketika mengambil
keputusan cenderung independen secara sepihak karena menganggap itu adalah haknya
perempuan.Selain itu, perempuan juga kuat dalam mengontrol laki-laki yang
dianggapnya sebagai bentuk kepedulian terhadap laki-laki. Pengontrolan ini biasanya
membuat laki-laki merasa hilang kebebasannya sehingga memunculkan rasa tidak suka
terhadap perempuan.

7
E. Makna Laki-Laki Dalam Budaya Patriarki
Budaya patriarki merupakan budaya dimana laki-laki mempunyai kedudukan
lebih tinggi dari perempuan. Dalam budaya ini, ada perbedaan yang jelas mengenai
tugas dan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya
dalam keluarga. Budaya patriarki secara turun temurun membentuk perbedaan perilaku,
status dan otoritas antara laki-laki dan perempuan di masyarakat yang kemudian
menjadi hirarki gender.
Laki-laki sebagai pemimpin atau kepala keluarga memiliki otoritas yang
meliputi kontrol terhadap sumber daya ekonomi, dan suatu pembagian kerja secara
seksual dalam keluarga. hal ini menyebabkan perempuan memiliki akses yang lebih
sedikit di sektor publik dibandingkan laki-laki.
Sistem sosial patriarki menjadikan laki-laki memiliki hak istimewa terhadap
perempuan. Dominasi mereka tidak hanya mencakup ranah personal saja, melainkan
juga dalam ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan, ekonomi,
sosial, hukum dan lain-lain.
Jadi dapat dikatakan bahwa dalam budaya patriarki laki-laki menjadi kepala
keluarga sekaligus dia pencari nafkah untuk keluarganya, dan di lingkungan keluarga
isteri hanya sebatas bekerja di domestik di rumah tangga saja, walaupun sekarang
perempuan mulai memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan. Hal ini sejalan
dengan agama Islam, bahwa perempuan itu sangat di muliakan tanpa ada sekat di antara
mereka.

8
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Hegemoni bisa didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap
kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang
didiktekan oleh kelompok dominan terhadao kelompok yang didominasi diterima
sebagai sesuatu yang wajar (common sense).
Hegemoni laki-laki dalam masyarakat tampaknya merupakan fenomena
universal dalam sejarah peradaban manusia di masyarakat manapun di dunia. Secara
tradisional manusia di berbagai belahan dunia menata diri atau tertata dalam bangunan
masyarakat patriarkis. Pada masyarakat seperti ini, laki-laki diposisikan superior
terhadap perempuan di berbagai sektor kehidupan, baik domestik ataupun publik.
Hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial,
agama, hukum negara, dan sebagainya, dan tersosialisasi secara turun-temurun, dari
generasi ke generasi.
Budaya patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki
sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan
politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan property. Sedangkan budaya
matriarki adalah dominasi kepemimpinan perempuan. Dalam masyarakat atau
kelompok yang menganut matriaki, otoritas menurun dari garis ibu, berbeda dengan
patriarki yang nerupakan dominasu kepemimpinan laki-laki.

2. Saran
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai
macam budaya, sosial, etnis dan bahasa. Perbedaan ini bukanlah untuk saling
menjatuhkan, tetapi juga untuk bersama-sama dalam satu tujuan sebagai umat manusia
di bumi. Dengan kedudukannya sebagai manusia, masyarakat harus memiliki
pemahaman bersama bahwa antara laki-laki dan perempuan itu sama, sama-sama
memiliki peran sosial, ekonomi, dan terutama pendidikan.

9
Daftar Pustaka

Konsep Hegemoni. (2011, April 13). Retrieved from Sosiologi Budaya:


https://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/04/13/hegemoni/
Maharani, S. D. (n.d.). Pandangan Leo Tolsoy Terhadap Wanita. 2016.
Pusaka, J. (2017). Budaya Patriarki dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jurnal Khazanah
Keagamaan, 146.
Siswati, E. (2017). Anatomi Teori Hegemoni Antonio Gramsci .
Wahyuni, F. (2021, Agustus 14). Perempuan, Budaya Patriarki, dan Kemiskinan. Retrieved
from Kumparan: https://kumparan.com/fitrywahyuni43/perempuan-budaya-patriarki-
dan-kemiskinan-1wJgjT0VQ7i/1

10
Kumpulan Soal dan Jawabannya

1. Maria Mies menyatakan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan bersifat
patriakhat karena ....
a. didasarkan pada pemisahan struktur dan subordinasi manusia yaitu laki-laki yang
terpisah dari perempuan
b. second s3x
c. perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh faktor
biologis ke dua jenis manusia
d. pandangan yang kuat mengenai perempuan di rumah tangga dan laki-laki di luar
rumah

2. Apabila seorang pria dan wanita mengaktualisasikan diri mereka dalam masyarakat
mereka dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan......
a. sistem dan budaya masyarakat yang mengikuti garis laki-laki, dalam studi sosiologi
gender keberadaan sistem ini ikut membantu memperkuat ketidakadilan gender .
b. anggapan yang diberikan oleh masyarakat kepada kelompok perempuan.
Perempuan didudukkan sebagai kelas dua karena posisi perempuan sebagai
subordinat
c. interaksi antara diri pria dan wanita tersebut sebagai aktor dengan masyarakat
sebagai audiens
d. terpinggirkan secara ekonomi yang disebabkan oleh sesuatu sistem atau kebijakan

3. Zimmerman dalam teori etnometodologi menfokuskan pada pernyataan bahwa ......


a. Gender tidak melekat pada diri seseorang tetapi dicapai melalui interaksi dalam
situasi tertentu
b. perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan ini disebabkan oleh faktor
biologis ke dua jenis manusia .
c. perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan terbentuk karena proses
belajar yang dilalui dalam lingkungan di mana mereka hidup
d. peran yang dideterminasi oleh nilai, norma dan aturan yang ada di dalam
masyarakat atau dengan kata lain peran yang dikonstruksi secara sosial.

4. Konsep Feminisme mempunyai arti sebagai......


a. tempat di mana terjadi proses sosialisasi sekunder termasuk di dalamnya mengenai
perbedaan gender atau peran gender yang kemudian menjadi konstruk masyarakat
yang terpola
b. sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan
hak dengan kaum pria
c. pembagian kerja secara seksual
d. pola tradisional dan pola kontemporer

11
5. Helene Cixous banyak mengkritisi logosentrisme, juga tidak menerima esensialisme,
hal ini diungkapkan dalam bukunya yaitu......
a. pembagian kerja secara seksual
b. husbands and Wives
c. the laugh of Medusa
d. gender dan pembangunan

6. Naomi wolf adalah tokoh dari aliran feminisme........


a. Radikal
b. post modern
c. anarkhis
d. liberal

7. Beverly Lindsay mengungkapkan dalam bukunya : Comparative Perspective on Third


word women : The impact of Rise, Sex and class menjelaskan dengan gamblang tentang
aliran feminisme......
a. post kolonial
b. liberal
c. radikal
d. post modern

8. Aliran feminis radikal ternyata menimbulkan dampak negatif seperti krisis demografis
seperti pada negara Jerman, Jepang dan Singapore karena .....
a. banyak wanita yang mencegah hamil dan menggugurkan kandungan
b. aliran feminisme yang mengkritik keberadaan budaya patriarkhi yang paling kuat
c. aliran feminisme yang menawarkan ideologi perjuangan separatis perempuan
d. gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan dengan
kaum pria

9. Mayling mengungkapkan bahwa perubahan pola kerja wanita karena 3 faktor berikut
ini, kecuali.....
a. pertumbuhan penduduk usia kerja
b. kecepatan pertumbuhan ekonomi
c. kemajuan ekonomi dapat pula mendorong perubahan sosial
d. menambah penghasilan keluarga

10. Ketidakadilan gender terhadap perempuan yang dapat diamati di Extended Family
yakni ......
a. faham feminis yang berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan
b. aliran feminis yang memiliki pandangan untuk menempatkan perempuan yang
memiliki kebebasan secara penuh dan individual
c. menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun
mentalitas masyarakat

12
d. perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tetapi secara beban
pekerjaan perempuan terlibat secara penuh

Kunci Jawaban

1. A. didasarkan pada pemisahan struktur dan subordinasi manusia yaitu laki-laki yang
terpisah dari perempuan
2. C. interaksi antara diri pria dan wanita tersebut sebagai aktor dengan masyarakat
sebagai audiens
3. A. Gender tidak melekat pada diri seseorang tetapi dicapai melalui interaksi dalam
situasi tertentu
4. B. sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan
hak dengan kaum pria
5. C. the laugh of Medusa
6. D. liberal
7. A. post kolonial
8. A. banyak wanita yang mencegah hamil dan menggugurkan kandungan
9. D. menambah penghasilan keluarga
10. D. perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tetapi secara beban
pekerjaan perempuan terlibat secara penuh

13

Anda mungkin juga menyukai