Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AGAMA

PERTEMUAN 2 : FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

DOSEN PENGAMPU :

Yosi Aryanti,S.Ag.,M.Ag

Kelompok :

1. Ariza Putra (2214201105)


2. De’I Sepsidinata (2214201063)
3. Sherly veronika (2214201066)
4. Annisa fitri ms (2214201070)
5. Doli Marisa falentina (2214201090)
6. Loemongga Hanawa Salsabilla (2214201067)
7. Silvia Ningsih
8. Rendi Yosa Afrian
9. Farhani Aulia (2214201065)
10. Rahmatul Aisyah (2214201064)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama yaitu Ibu Yosi
Aryanti,S.Ag.,M.Ag yang memberikan tugas “Pertemuan 2 : sehingga kami bisa berbagi
pengetahuan dan diskusi mengenai materi tersebut.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Bukittinggi ,19 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. latar Belakang..........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. KONSEP AGAMA ISLAM MENGATUR BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN ..............6
B. ISLAM TIDAK MEMISAHKAN DUNIA DAN AKHIRAT ...............................................8
C. ISLAM TIDAK MEMAKSA KEHENDAK .........................................................................9
D. ISLAM AGAMA PEMERSATU .........................................................................................12
BAB III................................................................................................................................................15
PENUTUP...........................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek dalam

kehidupan manusia, baik aspek ibadah (hubungan manusia dengan Allah SWT)

maupun aspek muamalah (hubungan manusia dengan sesama manusia). Allah

SWT telah berfirman dalam al-Qur‟an bahwasannya agama Islam itu adalah

agama yang sempurna. Allah telah melimpahkan karunia nikmat-Nya secara

tuntas ke dalamnya. Islam dijadikan sebagai agama yang berlaku untuk semua

umat manusia. Pernyataan tersebut sesuai dengan segala waktu dan tempat,

serta untuk semua umat manusia dalam segala ras dan generasinya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan maslah dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Konsep agama islam?

2. Islam tidak memisahkan dunia dan akhirat?

3. Islam tidak memaksa kehendak?

4. Islam agama pemersatu


BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP AGAMA ISLAM MENGATUR ASPEK KEHIDUPAN


Islam adalah agama yang sempurna. Ajarannya meliputi segenap aspek
kehidupan manusia. Dari perkara yang besar sampai perkara yang paling kecil.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah,
dari sahabat Salman Al Farisi radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau pernah
ditanya oleh kaum musyrikin.

Mereka bertanya kepada Salman, “Sungguh nabi kalian telah mengajarkan


kalian segala sesuatunya sampai-sampai cara buang hajat?" Salman menjawab,
"Benar! Beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat baik ketika buang
air besar maupun buang air kecil dan melarang kami untuk beristinja'
(membersihkan kotoran) dengan batu kurang dari tiga biji, dan melarang kami
beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang." (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan tentang sempurnanya ajaran yang dibawa oleh


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh Allah ta‘ala telah
menjelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya tentang pokok dan
cabang dari agama ini. Allah ta’ala telah menjelaskan tentang tauhid,
kewajiban untuk mengesakan-Nya serta segala macam adab, etika dalam
perikehidupan manusia.

Islam adalah suatu agama yang mengatur segala aspek kehidupan yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk mengatur
hubungan manusia dengan diri sendiri, sesama manusia, alam semesta, dan
Tuhannya.

Berikut ini beberapa hal yang menckup islam mengatur aspek kehidupan
manusia :
1. SOSIAL

Islam adalah sebuah system sosial yang mencakup segala aspek kehidupan
manusia,islam tidak hanya membawa aqidah keagamaan yang benar semata-
mat atau ketentuan hal utama yang menjadi hal dasar masyarakat ,tetapi juga
mebawa serta syariat yang benar selagi adil,syariat inilah yang mengatur
manusia,perilaku dan hubungan-hubungannya satu sama lain dalam segala
aspek,baik bersifat individu,keluarga,hubungan individu dengan masyarakat
maupun hubungan negara islam dengan negara-negara lain.

2. POLITIK

Islam sebagai agama tidak hanya mengandung hal-hal berdimensi politik saja
tetapi juga memberikan pedoman kehidupan sosial,dalam hal inilah islam
mempunyai dimensi politik dan kenegaraan yang dikenal dengan Al-Islam Din
Wa’aldaulah yang mengisyaratkan kedekatan antara negara dan agama.

Sayib qutb salah seorang tokoh airan yang berpendapat bahwa islam adalah
agama yang sempurna dan amat lengkap bagi suatu sistem kehidupan yang
tidak saja meliputi tuntunan moral dan peribadatan tetapi juga sistem politik
dan bentuk ciri-cirinya seperti sistem pemerintahan,sistem ekonomi dan
sebagainya.

3. EKONOMI

Didalam agama islam juga mengatur aspek ekonomi dalam kehidupan yang
dikenal dengan “Ekonomi Islam” Adapun pengertian Ekonomi Islam yaitu
suatu ilmu pengetahuan sosial yang didalamnya mempelajari tentang masalah-
masalah ekonomi masyarakat yang berbasis islam dan didasari oleh empat
pengetahuan yaitu Al-Qur’an,sunnah,ijma dan Qiyas.

Oleh sebab itu, masyarakat dikendalikan bagaimana cara memenuhi kebutuhan


dan menggunakannya sesuai ajaran islam. Prinsip berbuat kebaikan dan
bersikap adil adalah prinsip yang diterapkan islam dalam hal ekonomi adapula
prinsip lain yang diterapkan dengan ekonomi islam yaitu
kerja,kompensasi,efesiensi,profesionalisme,kecakupan,kepenataan
kesempatan,kebebasan,kerja sama,persaingan sehat,keseimbangan,solidaritas
hingga informasi yang simetris.

Bahwa islam adalah sebuah system yang bukan hanya sebatas agama islam
adalah sebuah tatanan luas yang mengatur segala aspek kehidupan yang
mencakup ilmu,pemerintahan ,politik,ekonomi,sosial budaya,pertahanan
militer,hingga hukum.

B. ISLAM TIDAK MEMISAHKAN DUNIA DAN AKHIRAT

Setiap manusia di dunia memiliki jalan takdir hidupnya masing-masing. Dalam


sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah saw. menerangkan
bahwa nasib manusia pada hakikatnya sudah ditentukan, termasuk rezeki, ajal,
amal, kesedihan, dan kebahagiaannya. Hal ini seharusnya meniscayakan
adanya iman kepada Allah bahwa Dia lah satu-satunya yang berkuasa dan
tiadalah manusia melakukan sesuatu apapun kecuali ditujukan untuk
menggapai ridha-Nya.

Manusia memang diciptakan dengan berbagai macam watak dan karakter.


Berdasarkan tingkat kesadarannya, aktivitas yang dilakukan tentu juga akan
berbeda-beda. Seseorang dengan kesadaran bahwa kehidupan di dunia hanya
sementara, akan bisa menyeimbangkan kebutuhan duniawi dengan akhiratnya.
Sementara seseorang dengan tingkat kesadaran tidak berimbang, akan lebih
condong memprioritaskan salah satu dari keduanya.

Dari Anas ra. ia berkata, Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi saw.
untuk bertanya tentang ibadah beliau. Setelah diberitahukan, mereka
menganggap ibadah mereka sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada
apa-apanya dibandingkan Nabi saw., padahal beliau sudah diampuni dosa-
dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.” Salah seorang dari mereka
mengatakan, “Aku akan melakukan shalat malam seterusnya.” Lainnya
berkata, “Aku akan berpuasa seterunya tanpa berbuka.” Kemudian yang lain
juga berkata, “Sedangkan aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah.”
Melihat kepada potongan hadis di atas, tentu ada rasa kagum bagaimana
semangat ibadah para sahabat yang sangat tinggi. Namun ternyata, setelah
kabar ketiga sahabat tersebut sampai kepada Nabi saw., beliau memiliki
tanggapan yang berbeda. Beliau menegaskan bahwa telah berlebih-lebihan
dalam melakukan ibadah sehingga melupakan aspek kehidupan dunia, padahal
amalan yang demikian tidak dicontohkannya. Pada lanjutan hadis dijelaskan
bahwa Rasulullah saw. mendatangi mereka seraya bersabda, “Benarkah kalian
yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah
orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertaqwa kepada-Nya di
antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat (malam) dan
aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka siapa yang tidak menyukai
sunahku, ia tidak termasuk golonganku.”

Sebaliknya, terlalu memperhatikan dunia hingga melupakan akhirat tentu juga


tidak baik. Manusia memang diciptakan dengan akal dan dihiasi dengan
keinginan (syahwat) pada keindahan-keindahan duniawi. Allah swt berfirman
dalam surat Ali Imran ayat 14 yang artinya adalah, “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa wanita, anak, harta, kendaraan,
termasuk sawah ladang adalah keindahan dunia yang wajar jika manusia
condong kepadanya. Kecintaan terhadap beberapa hal tersebut pada dasarnya
adalah sah karena fitrah manusia memang diciptakan demikian. Namun
kemudian menjadi tidak wajar jika kecintaan yang timbul menjadi berlebihan,
apalagi menjadikan kesemuanya itu hanya sebagai tujuan hidup tanpa
memperhatikan urusan akhirat.

Dalam prinsip “seimbang dunia dan akhirat” terkandung makna bahwa porsi
dunia dan akhirat haruslah sama. Sehingga dalam prinsip ini dunia dan akhirat
mempunyai kedudukan yang sama. Bahkan prinsip ini juga menyeleweng
sehingga porsi dunia lebih besar

Islam menganjurkan keseimbangan dalam menyikapi kehidupan dunia dan


akhirat. Tidak berlebihan pada dunia, sebaliknya juga tidak berlebihan pada
akhirat. Dalam surat Al-Qashash ayat 77 Allah swt. berfirman, “Carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat memang telah disediakan
sebagai tempat kembali, namun sebelumnya manusia juga ditakdirkan hidup di
dunia. Dengan begitu, sebagaimana akhirat harus dipersiapkan, dunia juga
harus dijadikan tempat mempersiapkan hidup di akhirat kelak.

Dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa dunia adalah ladang akhirat (ad-
dunya mazra’at al-akhirah). Maksudnya adalah bagaimana kita harus bersikap
terhadap dunia untuk menjadikannya sebagai ladang di mana kita menanam
berbagai amal baik untuk dipanen nantinya di akhirat. Jika amal yang kita
tanam berasal dari bibit yang kurang baik, kita harus bersiap memanen hasil
yang kurang baik. Sebaliknya jika yang kita tanam berasal dari bibit yang baik,
maka kita akan bergembira dengan hasil yang baik pula di akhirat kelak. Allah
berfirman, “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun dia akan
melihat (balasan)nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun
dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Dalam prinsip “seimbang dunia dan akhirat” terkandung makna bahwa porsi
dunia dan akhirat haruslah sama. Sehingga dalam prinsip ini dunia dan akhirat
mempunyai kedudukan yang sama. Bahkan prinsip ini juga menyeleweng
sehingga porsi dunia lebih besar. Barang siapa tujuan hidupnya adalah dunia,
maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua
pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan
baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat,
Allâh Azza wa Jalla akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di
hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.[HR. Ibnu Mâjah
no. 4105]

Konsep sekularisme yaitu suatu paham yang menyangkut ideologi atau


kepercayaan yang mana senantiasa berpendirian bahwa paham agama tidak
boleh dimasukkan ke dalam urusan politik, negara, atau institusi publik
lainnya.

Sekularisme memiliki ciri yang meyakini bahwa nilai keagamaan haruslah


dibedakan dari nilai-nilai kehidupan dunia dan seluruh aspeknya. Ia
menyebarkan paham ideologisnya melalui prinsip pragmatisme dan
ulitarianisme, kegiatan yang sifatnya politis bebas dari pengaruh agama.

Bagi umat islam, sekularisme merupakan suatu paham atau ideologi yang
dianggap menyesatkan. Karena, agama tidak dapat mencampuri urusan
duniawi.

Di dalam sistem sekuler, pemerintah pun juga tidak dapat mencampuri urusan
agama bahkan sebaliknya. Munculnya paham sekularisme ini di benuar Eropa
karena pengalaman buruk daerah-daerah Eropa terhadap peran agama dalam
pemerintahan maupun kehidupan sosial keagamaan.

Penerapan sistem sekuler pada negara-negara Eropa menjadikan masyarakat


berkembang bebas dari kungkungan dogma-dogma agama yang pada waktu itu
sangatlah mendominasi.

Bentuk dari sekularisme di antaranya adalah tidak peduli dengan urusan agama,
landasan hukumnya adalah hak asasi manusia dan lain ideologi saintisme
sebagainya. Bahkan pada saat ini sekularisme bertumbuh menjadi sebuah trend
bagi anak muda dengan gaya hidup ala kebarat-baratan, jauh dari nilai sosial
budaya yang telah berlaku di Indonesia ini.
Sekularisme sangat menggoda penghayatan hidup manusia dalam aspek
keagamaan dan keimanan. Sekularisme menggoda manusia dalam hal godaan
materi,Sering sekali sekularisme menggoda diri manusia dan mendorong
manusia untuk bersikap melampaui batas yang telah ditentukan oleh ajaran
agama,Sehingga seolah-olah manusia beragama lupa apa saja yang telah
diajarkan agama dan menyesuaikan diri dengan ciri-ciri dari sekularisme.
Misalnya ketika kita sedang bekerja terdapat beberapa teman yang sudah
memiliki pengetahuan letak-letak yang bisa dijadikan celah untuk melakukan
kecurangan yaitu meraup materi yang lebih banyak. Di tempat itu itu namanya
korupsi sebagai godaan materi.

Bahkan dengan melebihkan isi tagihan nota yang tidak sesuai dengan harga
aslinya alias mark up. Namun karena kita menilai itu merupakan sesuatu yang
salah, maka kita tidak boleh mengikutinya. Banyak sekali hal-hal yang
mungkin dapat kita lakukan untuk menjadi seperti orang-orang di lingkungan
kantor kita lakukan namun karena tetap mengetahui bahwa itu adalah hal yang
salah, maka kita tidak serta mengikutinya dan tidak juga langsung menolak
secara terang-terangan. Karena kita menghargai mereka. Namun terkadang kita
tidak ingin mengikut campurkan urusan tersebut dengan mereka. Jadi jika
mereka sedang membahasnya kita harus langsung menghindar atau tidak
banyak bertanya lebih lanjut.

Dalam Islam, sekularisme tidak dapat diterima karena bertentangan dengan


ajaran Islam. Karena menurut pandangan Islam apabila sebuah urusan
dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan maka urusan itu akan bertabrakan
dengan nilai-nilai yang terdapat pada urusan yang lain. Misal kekuasaan yang
tidak dilandasi dengan nilai-nilai agama, maka akan terjadi kezaliman yang
seharusnya dilakukan sebagai seorang pemimpin untuk menjunjung sebuah
keadilan, hukum tidak berjalan sesuai dengan kaidah agama, timbul kerusuhan
sosial, ekonomi terganggu, dan seterusnya.
Jadi, dari sudut pandang Islam banyak sekali kerugian yang akan ditimbulkan
daripada keuntungannya. Islam memang menghargai paham yang dianut
orang, bangsa, negara, dan pemeluk agama lain. Namun Islam mewanti-wanti
orang agar tidak menyebarkan paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Untuk tetap teguh beriman di tengah derasnya arus zaman sekularisme yang
berpotensi melemahkan keimanan adalah menyibukkan diri dengan membaca
Kitab Suci Al-Qur’an beserta terjemahannya, membaca hadits disertai
maknanya, dan menyibukkan diri dengan menunaikan berbagai tugas ibadah
keagamaan.

Dengan demikian kepercayaan senantiasa bertambah kokoh dan lebih dalam


paham mengenai ilmu ajaran Islam. Kita juga perlu bergaul dengan orang-
orang sholeh kemudian memperhatikan perilaku mereka dan meneladaninya.
Mungkin dengan demikian kita tetap dapat teguh pendirian terhadap apa yang
kita anut. Karena jika dilihat dari segi ajaran semua agama melarang berbuat
atau berpaham sekularisme.

Namun dikarenakan personal/individunya tersebut memang memilih paham


sekularisme yang sesuai dengan hidupnya, maka itu tidak dipaksakan.

Kita perlu berpikir rasional berbasis nilai-nilai religius agama untuk menangkal
sekularisme. Kita manfaatkan hal-hal baik dari sekularisme untuk
mengembangkan karakter diri dan sikap iman kita yang semakin mendalam
kepada Allah dan juga membangun solidaritas dengan sesama manusia dan
cinta alam lingkungan.

C. ISLAM TIDAK MEMAKSAKAN KEHENDAK DUNIA DAN AKHIRAT

Setiap manusia di dunia memiliki jalan takdir hidupnya masing-masing. Dalam


sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah saw. menerangkan
bahwa nasib manusia pada hakikatnya sudah ditentukan, termasuk rezeki, ajal,
amal, kesedihan, dan kebahagiaannya. Hal ini seharusnya meniscayakan
adanya iman kepada Allah bahwa Dia lah satu-satunya yang berkuasa dan
tiadalah manusia melakukan sesuatu apapun kecuali ditujukan untuk
menggapai ridha-Nya.

Manusia memang diciptakan dengan berbagai macam watak dan karakter.


Berdasarkan tingkat kesadarannya, aktivitas yang dilakukan tentu juga akan
berbeda-beda. Seseorang dengan kesadaran bahwa kehidupan di dunia hanya
sementara, akan bisa menyeimbangkan kebutuhan duniawi dengan akhiratnya.
Sementara seseorang dengan tingkat kesadaran tidak berimbang, akan lebih
condong memprioritaskan salah satu dari keduanya.

Dari Anas ra. ia berkata, Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi saw.
untuk bertanya tentang ibadah beliau. Setelah diberitahukan, mereka
menganggap ibadah mereka sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada
apa-apanya dibandingkan Nabi saw., padahal beliau sudah diampuni dosa-
dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.” Salah seorang dari mereka
mengatakan, “Aku akan melakukan shalat malam seterusnya.” Lainnya
berkata, “Aku akan berpuasa seterunya tanpa berbuka.” Kemudian yang lain
juga berkata, “Sedangkan aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah.”

Melihat kepada potongan hadis di atas, tentu ada rasa kagum bagaimana
semangat ibadah para sahabat yang sangat tinggi. Namun ternyata, setelah
kabar ketiga sahabat tersebut sampai kepada Nabi saw., beliau memiliki
tanggapan yang berbeda. Beliau menegaskan bahwa telah berlebih-lebihan
dalam melakukan ibadah sehingga melupakan aspek kehidupan dunia, padahal
amalan yang demikian tidak dicontohkannya.

Pada lanjutan hadis dijelaskan bahwa Rasulullah saw. mendatangi mereka


seraya bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi
Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan
paling bertaqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan
berbuka, aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita.
Maka siapa yang tidak menyukai sunahku, ia tidak termasuk golonganku.”
Sebaliknya, terlalu memperhatikan dunia hingga melupakan akhirat tentu juga
tidak baik. Manusia memang diciptakan dengan akal dan dihiasi dengan
keinginan (syahwat) pada keindahan-keindahan duniawi. Allah swt berfirman
dalam surat Ali Imran ayat 14 yang artinya adalah, “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa wanita, anak, harta, kendaraan,
termasuk sawah ladang adalah keindahan dunia yang wajar jika manusia
condong kepadanya. Kecintaan terhadap beberapa hal tersebut pada dasarnya
adalah sah karena fitrah manusia memang diciptakan demikian. Namun
kemudian menjadi tidak wajar jika kecintaan yang timbul menjadi berlebihan,
apalagi menjadikan kesemuanya itu hanya sebagai tujuan hidup tanpa
memperhatikan urusan akhirat.

Dalam prinsip “seimbang dunia dan akhirat” terkandung makna bahwa porsi
dunia dan akhirat haruslah sama. Sehingga dalam prinsip ini dunia dan akhirat
mempunyai kedudukan yang sama. Bahkan prinsip ini juga menyeleweng
sehingga porsi dunia lebih besar islam menganjurkan keseimbangan dalam
menyikapi kehidupan dunia dan akhirat. Tidak berlebihan pada dunia,
sebaliknya juga tidak berlebihan pada akhirat.

Dalam surat Al-Qashash ayat 77 Allah swt. berfirman, “Carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Ayat ini menjelaskan
kepada kita bahwa akhirat memang telah disediakan sebagai tempat kembali,
namun sebelumnya manusia juga ditakdirkan hidup di dunia. Dengan begitu,
sebagaimana akhirat harus dipersiapkan, dunia juga harus dijadikan tempat
mempersiapkan hidup di akhirat kelak.

Dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa dunia adalah ladang akhirat (ad-
dunya mazra’at al-akhirah). Maksudnya adalah bagaimana kita harus bersikap
terhadap dunia untuk menjadikannya sebagai ladang di mana kita menanam
berbagai amal baik untuk dipanen nantinya di akhirat. Jika amal yang kita
tanam berasal dari bibit yang kurang baik, kita harus bersiap memanen hasil
yang kurang baik. Sebaliknya jika yang kita tanam berasal dari bibit yang baik,
maka kita akan bergembira dengan hasil yang baik pula di akhirat kelak. Allah
berfirman, “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun dia akan
melihat (balasan)nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun
dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Dalam prinsip “seimbang dunia dan akhirat” terkandung makna bahwa porsi
dunia dan akhirat haruslah sama. Sehingga dalam prinsip ini dunia dan akhirat
mempunyai kedudukan yang sama. Bahkan prinsip ini juga menyeleweng
sehingga porsi dunia lebih besar

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-


beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia
mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa
yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh Azza wa Jalla akan
mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan
mendatanginya dalam keadaan hina.[HR. Ibnu Mâjah no. 4105

Konsep sekularisme yaitu suatu paham yang menyangkut ideologi atau


kepercayaan yang mana senantiasa berpendirian bahwa paham agama tidak
boleh dimasukkan ke dalam urusan politik, negara, atau institusi publik
lainnya.

Sekularisme memiliki ciri yang meyakini bahwa nilai keagamaan haruslah


dibedakan dari nilai-nilai kehidupan dunia dan seluruh aspeknya. Ia
menyebarkan paham ideologisnya melalui prinsip pragmatisme dan
ulitarianisme, kegiatan yang sifatnya politis bebas dari pengaruh agama.

Bagi umat islam, sekularisme merupakan suatu paham atau ideologi yang
dianggap menyesatkan. Karena, agama tidak dapat mencampuri urusan
duniawi.

Di dalam sistem sekuler, pemerintah pun juga tidak dapat mencampuri urusan
agama bahkan sebaliknya. Munculnya paham sekularisme ini di benuar Eropa
karena pengalaman buruk daerah-daerah Eropa terhadap peran agama dalam
pemerintahan maupun kehidupan sosial keagamaan.

Penerapan sistem sekuler pada negara-negara Eropa menjadikan masyarakat


berkembang bebas dari kungkungan dogma-dogma agama yang pada waktu itu
sangatlah mendominasi.

Bentuk dari sekularisme di antaranya adalah tidak peduli dengan urusan agama,
landasan hukumnya adalah hak asasi manusia dan lain ideologi saintisme
sebagainya. Bahkan pada saat ini sekularisme bertumbuh menjadi sebuah trend
bagi anak muda dengan gaya hidup ala kebarat-baratan, jauh dari nilai sosial
budaya yang telah berlaku di Indonesia ini.

Sekularisme sangat menggoda penghayatan hidup manusia dalam aspek


keagamaan dan keimanan. Sekularisme menggoda manusia dalam hal godaan
materi.

Sering sekali sekularisme menggoda diri manusia dan mendorong manusia


untuk bersikap melampaui batas yang telah ditentukan oleh ajaran agama.

Sehingga seolah-olah manusia beragama lupa apa saja yang telah diajarkan
agama dan menyesuaikan diri dengan ciri-ciri dari sekularisme. Misalnya
ketika kita sedang bekerja terdapat beberapa teman yang sudah memiliki
pengetahuan letak-letak yang bisa dijadikan celah untuk melakukan kecurangan
yaitu meraup materi yang lebih banyak. Di tempat itu itu namanya korupsi
sebagai godaan materi.
Bahkan dengan melebihkan isi tagihan nota yang tidak sesuai dengan harga
aslinya alias mark up. Namun karena kita menilai itu merupakan sesuatu yang
salah, maka kita tidak boleh mengikutinya. Banyak sekali hal-hal yang
mungkin dapat kita lakukan untuk menjadi seperti orang-orang di lingkungan
kantor kita lakukan namun karena tetap mengetahui bahwa itu adalah hal yang
salah, maka kita tidak serta mengikutinya dan tidak juga langsung menolak
secara terang-terangan. Karena kita menghargai mereka. Namun terkadang kita
tidak ingin mengikut campurkan urusan tersebut dengan mereka. Jadi jika
mereka sedang membahasnya kita harus langsung menghindar atau tidak
banyak bertanya lebih lanjut.

Dalam Islam, sekularisme tidak dapat diterima karena bertentangan dengan


ajaran Islam. Karena menurut pandangan Islam apabila sebuah urusan
dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan maka urusan itu akan bertabrakan
dengan nilai-nilai yang terdapat pada urusan yang lain. Misal kekuasaan yang
tidak dilandasi dengan nilai-nilai agama, maka akan terjadi kezaliman yang
seharusnya dilakukan sebagai seorang pemimpin untuk menjunjung sebuah
keadilan, hukum tidak berjalan sesuai dengan kaidah agama, timbul kerusuhan
sosial, ekonomi terganggu, dan seterusnya.

Jadi, dari sudut pandang Islam banyak sekali kerugian yang akan ditimbulkan
daripada keuntungannya. Islam memang menghargai paham yang dianut
orang, bangsa, negara, dan pemeluk agama lain. Namun Islam mewanti-wanti
orang agar tidak menyebarkan paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Untuk tetap teguh beriman di tengah derasnya arus zaman sekularisme yang
berpotensi melemahkan keimanan adalah menyibukkan diri dengan membaca
Kitab Suci Al-Qur’an beserta terjemahannya, membaca hadits disertai
maknanya, dan menyibukkan diri dengan menunaikan berbagai tugas ibadah
keagamaan.

Dengan demikian kepercayaan senantiasa bertambah kokoh dan lebih dalam


paham mengenai ilmu ajaran Islam. Kita juga perlu bergaul dengan orang-
orang sholeh kemudian memperhatikan perilaku mereka dan meneladaninya.
Mungkin dengan demikian kita tetap dapat teguh pendirian terhadap apa yang
kita anut. Karena jika dilihat dari segi ajaran semua agama melarang berbuat
atau berpaham sekularisme.

Namun dikarenakan personal/individunya tersebut memang memilih paham


sekularisme yang sesuai dengan hidupnya, maka itu tidak dipaksakan.

Kita perlu berpikir rasional berbasis nilai-nilai religius agama untuk menangkal
sekularisme. Kita manfaatkan hal-hal baik dari sekularisme untuk
mengembangkan karakter diri dan sikap iman kita yang semakin mendalam
kepada Allah dan juga membangun solidaritas dengan sesama manusia dan
cinta alam lingkungan.

D. ISLAM AGAMA PEMERSATU

Ilmu perbandingan agama bukanlah ilmu unuk membanding-bandingkan


kebenaran iman antara agama yang satu dengan agama yang lain. Prasangka
atau pemikiran seperti itu perlu kita buang jauh-jauh karena terkadang
pemikiran seperti ini menjerumuskan orang kedalam penilaian baik tidaknya
satu agama dalam usaha untuk membanding-bandingkan seakan-akan agama
yang satu lebih baik daripada agama yang lain. Tentu saja persoalan
baiktidaknya penilaian terhadap suatu agama sama sekali tidak menjadi
kopetensi ilmu perbandingan agama untuk menjawabnya. Kata ‘Perbandingan”
yang disandangkan pada ilmu agama perlu dikembalikan kedalam asal usul
historis mengapa kata itu dipakai disana.

Ilmu perbandingan agama yang bertolak dari semangat relevan untuk


lingkungan agama dan kebudayaan yang prulalitas di tanah air kita, apabila kita
menyaksikan kenyataan keadaan bangsa kesatuan kita, yaitu bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia yang selama ini terkenal dengan berbagai macam agama
dalam praktek keagamaannya masing-masing, meskipun demikian banyak
sekali kata-kata bahasa Indonesia menunjukkan dan memperlihatkan kepada
kita semua bahwa dalam penghayatan keagamaan kita menyandang di dalam
diri kita warisan kebudayaan dan warisan agama yang sama. Salah satu contoh
kecil saja misalnya kata “kebaktian” yang dapat dikenakan kedalam kebaktian
Katolik, kebaktian Islam, kebaktian Hindu, dll.

Dengan menggunakan kata tersebut yang menggunaka bahasa sankrit “Bhakti”


(penyerahan diri) dan daari keagamaan Hindu, kita turut mewarisi tradisi awal
itu di dalam penghayatan agama kita masing-masing; begitu juga masing-
masiang kata “umat” (umat Kristen, umat Islam, umat Hindu dsb), ang berasal
dari kata arap “Umma (rakyat, bangsa) dan pada awalnya ditunjukan pada umat
yang beriman Islam, tetapi dalam penerimaan sejarah bangsa kita kata “umat”
berlaku untuk dikenakan kepada umat dari penganut iman yang beda-beda.

Dengan demikian kata-kata dalam Indonesia baik dari kata-kata yang berasal
dari bahasa sankrit oleh karena pengaruh kebudayaan hindu maupun kata-kata
yang berasal dari bahasa arab berkat pengaruh kebudayaan Islam sungguh
mencerminkan bahwa kedua kebudayaan itu secara tidak sadar ditrima sebagai
bagian internal yang terwaris dalam penghayatan keagamaan yang berbeda
pada manusia Indonesia dewasa ini. Ilmu perbandingan agama dengan bertiti
tolak dengan semangat asli ini justru mempertemukan kita yang berbeda dalam
agama kepada satu warisan sama yang tak terpisaahkan dari lingkungan
penghayatan keagamaan kita.

Dalam ilmu perbandingan agama semua disuguhkan dengan sebuah kritik


terhadap kritik agama itu sendiri. Di hadapan ilmu dan rasio, agama bukanlah
hal yang tabu lagi untuk dikritik. Sejarah kritik agama sendiri sudah ada dalam
kitab suci perjanjian lama yang dilakukan oleh para nabi. Kritik agama sendiri
dibagi menjadi dua yaitu kritik imanen dan kritik ekstern (bisa berasal dari
dalam dan luar). Kritik radikal dan tersamar sifatnya bisa destraktif tetapi bisa
juga positif terhadap hal-hal yang irasional.

Kritik agama dengan dasar filosofis-anthropologis yang radikal sebagai ukuran.


Gagasan dasar mengenai filosofis-antripologis tentang manusia ialah bahwa
manusia itu menjadi titik pusat segala sesuatu. Dia memandang dirinya sebagai
manusia yang bebas. Agama sendiri karena adanya manusia; agama diciptakan
oleh manusia. Untuk menampilkan diri sebagai manusia yang bebas, manusia
harus membebaskan dirinya dari semua hal yang membelenggu hidupnya.
Manusia yang bebas adalah ukuran untuk semua hal. Apa yang dikatakan
sebagai ungkapan kesadaran religius itu tidak lain dari manusia itu sendiri.
Kesadaran religius yang diungkapkan dalam pentuk sebuah pengalaman
perasaan ketergantungan, dalam bentuk gagasan-gagasan seperti gagasan
tentang Allah dan tentang kekekalan jiwa, dan dalam bentuk gambaran-
gambaraan hanyalah sebuah hasil proyeksi atau ciptaan manusia itu sendiri.

Di dalam agama sendiri sebetulnya dijumpai hakekat manusia itu sendiri.


Kritik agama dengan titik tolak filosofis-antropologis secara radikal dilontarkan
oleh filusuf Feuerbach, Nietzsche dan sartre. Nietzsche misalnya dia
berpendirian bahwa manusia manusia yang bebas dan berdaulat atas dirinya
adalah manusia super yang diistilahkan dengan “Umbermensch”. Manusia
sendiri berkuasa atas segala-galanya dan mempunyai kehendak untuk berkuasa.
Konsekuensinya adalah bahwa tidak ada sessuatu di luar diri manusia untuk
mencapai tujuannya, yaitu menjadikan diri sebagai manusia super. Agama,
dalam dalam hal ini kekristenan, dan apa yang diajarkan dalam agama
merupakan rintangan pokok untuk mencapai tujuan itu. Kritik Agama yang
datang dari cabang ilmu pengetahuan tentu hal tersebut tampil dalam hasil
analisa ilmu pengetahuan itu yang dapat dijelaskan, meluruskan dan
mengoreksi satu dua gejala keagamaan atau juga membawa suatu pencerahan
bagi manusia.

Kita bisa mengambil contoh kritik agama dengan titik tolak sosiologi Emile
Durkhem. Dalam penelitian sosiologinya, ternyata asal usul agama itu bukan
berasal dari suatu wahyu Allah. Agama berasal dari masyarakat, dan tercipta
karen adanya masyarakat. Kehadiran Agama ini sendiri terbaca karena adanya
aturan-aturan semua tingkah laku sosial.

Agama diciptakan dengan ritus-ritus dan simbol-simbol tentang masyarakat


denan maksud untuk memperkokoh kesatuan kelompok sosial untuk memberi
daasar bagi institusi kelompok sosial itu (Dewantara, 2018:54-55) Ilmu
perbandingan agama atau sebuah kritik agama bukanlan ilmu untuk mencari
agama yang baik dan yang buruk melainkan untuk mencari titik temu atara
agama yang satu dengan agama yang lainnya. Apabila masyarakat memiliki
kemampuan untuk memahaminya tentu saja perbedaan agama bukanlah suatu
hambatan untuk membagi kasih antar umat beragama.

Dengan pemahaman mengenai ilmu perbandingan agama yang baik tentu saja
masyarakat akan lebih dewasa dalam menyikapI keragaman beragama sehingga
dapat terhindar dari terjadinya persaingan agama. yang mengundang beribu
kontroversi yang mampu menimbulkan suatu konflik dalam masyarakat
beragama saat ini.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek dalam
kehidupan manusia, baik aspek ibadah (hubungan manusia dengan Allah SWT)
maupun aspek muamalah (hubungan manusia dengan sesama manusia). Allah
SWT telah berfirman dalam al-Qur‟an bahwasannya agama Islam itu adalah
agama yang sempurna. Allah telah melimpahkan karunia nikmat-Nya secara
tuntas ke dalamnya. Islam dijadikan sebagai agama yang berlaku untuk semua
umat manusia. Pernyataan tersebut sesuai dengan segala waktu dan tempat,
serta untuk semua umat manusia dalam segala ras dan generasinya.
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnalpencerahan.org/index.php/jp/article/view/27

http://digilib.uinsby.ac.id/12782/4/Bab%201.pdf

Anda mungkin juga menyukai