Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

HUKUM JINAYAT, KERJASAMA UMAT BERAGAMA, DAN AKHLAK


DALAM ISLAM

Disusun Oleh:

Amara Elprida Sani (1810631030015)


Anggit Hesti Sutomo (1810631030096)
Fahlia Fiannisa (1810631030115)
Leyi Puspitasary (1810631030079)
Ray Maulana Alden (1910631030130)
Rinka Az-Zahra (1810631030168)
Ruddy Gustya D. P. (1610631030103)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang
Dosen Pengampu:
Dadan Ahmad Fadili, Drs., MM.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Hukum Jinayat,Kerjasama Umat Beragana,dan Akhlak dalam Islam” ini
tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Jinayat,hubungan umat
beragama,dan akhlak dalam islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada bapak Dadan Ahmad Fadili, Drs., MM., selaku
dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk
itu,penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian apabila banyak
kesalahan,penulis memohon maaf sebesar-besarnya.

Karawang, 04 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1. Latar Belakang.........................................................................................
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................
1.3. Tujuan.......................................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI.........................................................................
2.1. Tindak Pidana dan Jinayat.....................................................................
2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum......................................................
2.1.2. Macam-Macam Tindak Pidana....................................................
2.2. Kerjasama Umat Beragama...................................................................
2.2.1. Pengertian Kerjasama Umat Beragama......................................
2.3. Hubungan Intern Umat Islam................................................................
2.4. Hubungan Antar Umat Beragama.........................................................
2.5. Akhlak.......................................................................................................
2.5.1 Akhlak, Etika, dan Moral..............................................................
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................
3.1. Peradilan...................................................................................................
3.1.1. Pelaksanaan Hukuman atau Eksekusi.........................................
3.1.2. Hikmah Peradilan Islam...............................................................
3.2. Kerjasama Umat Beragama Menurut
Pandangan Islam.....................................................................................
3.2.1. Perbedaan Pendapat
dalam Ajaran Islam (Konflik Intern)....................................................
3.2.2. Hubungan Antar Umat Beragama Menurut Ketauhidan................
3.3. Akhlak Islam............................................................................................
BAB IV PENUTUP.........................................................................................
4.1. Kesimpulan...............................................................................................
4.2. Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hukum pidana mnurut syariat islam merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat islam
merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat
islam merupakan bagian ibadah kepaa Allah SWT. Namun dalam kenyataannya,
nasih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana
hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan hukum tersebut
seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Adanya ancaman
hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari kebinasaan
terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu: agama, jiwa, akal, harta, dan
keturunana atau harga diri. Seperti ketetapan allah tentang hukumam mati
terhadap tindak pembunuhan.
Pluralitas merupakan sesuatu yang tidak dapat disangkalatau dielakkan
keberadaanya di manapun dan oleh siapapun.Pluralitas dapat menyangkut
berbagai aspek kehidupan umat manusia seperti suku, bahasa, adat istiadat dan
juga agama. Terlebih dalam dunia global yang batas-batas geografis dan budaya
menjadi samar-samar, kehidupan manusia telah berubah menjadi komunitas yang
menuntut adanya kesadaran penuh terhadap pluralitas, khususnya pluralitas
agama. Berangkat dari kesadaran adanya fenomena keanekaragaman agama, dan
etnis yang merupakan fakta dan realitas yang dihadapi manusia saat ini, maka
harus ada kesadaran bahwa multikulturalisme dan pluralisme memang sungguh
fitrah kehidupan manusia. Sehingga diharapkan manusia mampu untuk dapat
menghargai keanekaragaman itu.Misalnya, saat ada upacara keagamaan dari salah
satu kelompok agama yang ada di Kota Semarang orang-orang yang memiliki
keyakinan yang berbada akan menunjukan sikap toleransi atau bentuk.
Akhlak dalam Islam menjadi sesuatu yang penting dan berguna bagi
umatnya. Akhlak menjadi suatu yang akan membuat seseorang mendapatkan
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Islam adalah agama yang sempurna yang
mengatur sedetail-detailnya segala sesuatu. Islam adalah agama yang selamat dan
juga menyelamatkan. Islam adalah agama yang sempurna dan agama yang
mengatatkan bagi siapa yang mengikuti ajarannya dengan benar sesuai yang
diperintahkan Allah dan Rasulnya. Islam sendiri berarti istislam penyerahan diri
kepada yang pemberi selamat, dan Islam juga berati salâm yang berarti
keselamatan. Keselamatan yang diberikan Allah kepada umat Islam bukan hanya
sekedar keselamatan di dunia semata akan tetapi keselamatan yang kekal abadi
juga Allah berikan kepada umat Islam, yaitu keselamatan di akhirat. Islam bukan
hanya sekedar penyerahan diri dan tunduksaja, tapi Islam juga memiliki
konsekwensi yang harusdilaksanakan oleh pemeluknya.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan jinayat?
2. Apa saja macam-macam jinayat?
3. Bagaimanakah pelaksanaan jinayat?
4.  Apa itu Kerjasama Antara Umat Beragama ?
5.  Bagaimanakah Kerjasama Sesama Muslim ?
6.  Bagaimanakah Kerjasama Umat islam Dengan Penganut Agama Lain ?
7. Bagaimanakah konsep etika, moral dan akhlaq?
8. Bagaimanakah aktualisasi akhlaq dalam kehidupan?

1.3. Tujuan
Tujuan dari ditulis nya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan yang dimaksud dengan jinayat
2. Menjelaskan macam-macam jinayat.
3. Menjelaskan tata cara pelaksanaan jinayat
4. Menjelaskan kerjasama Antara Umat Beragama
5. Menjelaskan Kerjasama Sesama Muslim
6. Menjelaskan Kerjasama Umat islam Dengan Penganut Agama Lain
7. Menjelaskan konsep etika, moral dan akhlak
8. Menjelaskan aktualisasi akhlak dalam kehidupan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tindak Pidana dan Jinayat
2.1.1 Pengertian dan Dasar hukum
Tindak pidana dalam ajaran Islam termasuk katagori jinayat, yaitu bentuk
bentuk perbuatan jahat yang berkaitan dengan jiwa manusia atau anggota tubuh
(pembunuhan dan pelukaan). Tindak pidana atau jinayat dibagi ke dalam tiga
aspek, yakni kejahatan yang dapat dikenai hukuran qishash (jaraimul qishsh),
kejahatan yang dikenai had atan hudud (jarmimul hudud), dan tindak kejahatan
yang dapat dikenal takzir (jaraimul takzir).

Tindak kejahatan atau tindak pidana yang dapat dikenai qishash (jarainal
qishash) dan diyat adalah:
1. Pembunuhan dengan sengaja
2. Pembunuhan tidak sengaja
3. Pembunuhan seperti sengaja
Tindak kejahatan yang dapat dikenai hukaman had (jaraimul had) adalah:
1. Zina
2. Menuduh zina
3. Mabuk
4. Mencuri
5. Memberontak
6. Murtad
7. Durhaka.
Adapun tidak pidana yang dikenai takzir antara lain, takzir atas maksiat,
kemaslahatan umum, dan pelanggaran-pelanggaran. Sedangkan jenis dan
hukumannya, bergantung pada keputusan hakim.Qishash adalah balasan yang
sepadan, yaitu hukuman dijatuhkan kepada pelaku seperti perbuatan yang telah
dilakukannya kepada korban. Misalnya, hukuman bagi pembunuh diqishash
dengan cara dibunuh lagi atau melukai yang menyebabkan orang lain cacat.
Diqishash seperti perbuatannya, yaitu qishash mata dengan mata, tangan dengan
tangan dan seterusnya. Diyat adalah ganti rugi akibat dari suatu perbuatan
pidana, Misalnya, orang yang membunuh dengan tidak sengaja dihukum dengan
diyat berupa memerdekakan hamba sahaya dan memhayar 100 ekor unta kepada
keluarga korban.

2.1.2. Macam-Macam Tindak Pidana

1. Tindak Pidana Yang Dikenai Qishash

Tindak pidana yang termasuk dalam jinayat dan dapat dikenai qishash atau
diyat adalah pembunuhan.

Pembunuhan adalah perbuatan menghilangkan nyawa oraing lain.


Pembunuhan pada asalnya terbagi dua macam, yaitu pembunuhan yang
diharamkan, seperti pembunuhan karena permusuhan dan pembunuhan Sang hak
atau dibolehkan seperti pembunuhan dalam perang atau pembunuhan terhadap
orang murtad yang diperkenankan hukum.

Pembunuhan yang termasuk pidana ada tiga macam, yaitu:

a. Pembunuhan yang Disengaja Pembunuhan yang disengaja adalah


pembunuhan yang diniatkan atau direncanakan dengan menggunakan alat atau
cara yang dapat menyebabkan orang lain terbunuh. Orang yang melakukan
pembunuhan secara disengaja dihukum setinggi-tingginya điqishash, yaitu
dibunuh. Namun, apabila keluarga (ahli waris) korban memaafkan, pembumuh
diharuskan membayar diyat (ganti rugi) dengan nilai ganti rugi senilai 100 ekor
unta secara total. Dapat dipahami bahwa hukuman bagi pembunuhan yang
disengaja adalah qishash atau diyat yang berat, bergantung kepada keinginan si
ahli waris korban. Jadi, hakim wajib mendengar pandangan ahli waris korban
untuk mengambil keputusannya atau menetapkan vonisnya.

b. Pembunuhan Tidak Disengaja Pembunuhan tidak disengaja adalah


pernbunahan yang tidak dimaksudkan membunuh, karena salah sasaran, atas
ketidaktahuan pelaku sehingga secara tidak sengaja menghilangkan nyawa orang
lain. Pembunuhan tidak sengaja tidak dikenai hukam qishash, tetapi
pembunuhannya diwajibkan membayar diyat (ranti rugi) dengan cara
memerdekakan hamba sahaya dan memberi 100 ekor unta kepada keluarga atau
ahli waris korban.

2. Keadilan Dalam Melaksanakan Had

Imraan bin Hushain mengkabarkan bahwa ada seorang perempuan


menghadap Rasulullah Saw dan mengadukan bahwa ia telah harnil dari hasil
berzina, ia memohon kepada Rasulullah untuk menjatuhkan hukum had atas
dirinya.

Setelah Rasulullah menerima pengakuan yang tak dapat ditolak lagi dari
perempuan itu, Rasul pun memanggil wali perempuan dan memerintahkan
kepadanya supaya berbuat baik kepada perempuan ini selama ia mengandung,
jika ia telah melahirkan hendaklah dibawa ke Rasul dan Rasulpun
memerintahkan orang untuk merajamnya, setelah perempuan itu
menghembuskan nafas terakhir lalu Rasul mensalatkan jenazahnya.

Menyaksikan-kejadian tersebut, Umar bertanya : Ya Rasulullah apakah


tuan bersembahyang atas jenazah perempuan yang mati karena dijatuhkan
hukaum had zina? . Bersabda Nabi: "la telah bertauhat yang apabila dibagi
taubatnya kepada tujuh puluh orang Madinah. dapatlah taubatnya melengkapi
orang tujah puluh tadi. Apakah engkau ya Umar bisa mendapati orang yang
lebih baik dari orang yang menghembuskan nafasnya karena Allah."

Dalam suatu riwayat lain Rasulul menangguhkan had terhadap perempuan


itu schingga ia selesai menyusukan anaknya (H.R. Muslim).

Jika kita renungkan betapa besarnya kerahmatan islam bagi orang yang
lemah. islam tidak menyiksa tetangga karena dosa orang lain, perempuan yang
berzina berhak menerima rajam tetapi janin di dalam perut tidak bersalah oleh
karena itu Rasulullah mempertangguhkan had dan memerintahkan sang wali
berlaku baik kepada perempuan tersebut untuk menjaga keselamatan anak yang
dikandungnya. Setelah anak dilahirkan dan disusukan ibunya barulah Rasulullah
melaksanakan hukum yang wajib dijalani perempuan pezina tersebut.
Demlkianlah keadilan Islam yang selalu memperhatikan keselamatan orang yang
salah.

Adapun tindak kejahatan yang dapat dikenai had dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Zina

Berzina termasuk dosa besar dan harus dihukum sesuai dengan ketentuan
hukum (had). Ada dua macam katagori berzina, yaitu vang dilakukan oleh orang
yang pernah menikah dan orang yang belum menikah. Pelaku zina yang pernah
menikah apabila terbukti dikenai bukuman setinggi-tingginya rajam. Bagi pezina
yang belum pemah menikah, hukumannya dipukul (jilid) seratus kali pukulan
dan diasingkan selama satu tahun.

Hukuman berat bagi pelaku perzinahan dan pelaksanaanya disaksikan


orang banyak, mengandung arti hukuman itu merupakan upaya melindungi
masyarakat, memberi pelajaran kepada masyarakat agar membenci perbuatan itu
serta membuat orang menjadi takut berbuat kejahatan serupa. Karena hukuman
yang dijatuhkan sangat berat. Dengan demikian, hukuman ini bersifat preventif
dan berfungsi memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Hukum Islam
lebih berpihak kepada ketentraman orang banyak daripada memberi
perlindungan kepada para pelaku kejahatan.

b. Tuduhan zina

Menuduh berzina kepada orang lain (qadzaf) apabila tuduhannya itu tidak
bisa dibuktikan, maka penuduh dapat dikenai hukuman delapan puluh kali
pukulan.

c. Homoseksual, lesbianisme dan bestiality

Homoseksual adalah melakukan hubungan seksual dengan sesama Jenis,


yaitu laki-laki dengan laki-laki Apabila perempuan melakukannya dengan
sesama perempuan disebut lesbianisme. Hukuman bagi para pelaku homosek
dan lesbianisme dikategorikan sama dengan melakukaan zina, karena itu, jika
dapat dibuktikan di pengadilan dapat diancam hukuman seperti halnya pelaku
zina.

Demikian pula melakulan hubungan sekual dengan binatang (bestiality)


termasuk perbuatan zina, yang dikenai hukuman sebagaimana orang berzina
Islam sangat tegas dalam menghukum para petaku perzinahan, karena
dampaknya besar sekali terhadap tatanan kehidupan masyarakarat. Zina
merupakan perbuatan merendahkan derajat kemanusiaan, merusak sistem dan
struktur masyarakat. yang beradab, bahkan menjadi sumber penyakit yang dapat
menghancurkan peradaban.

Menjelang abad 21 ini, perzinahan dan homoseksual mendatangkan pula


penyakit yang mengerikan, seperti AIDS yang mampu membunuh jutaan orang
pada waktu yang relatif singkat. hal ini merupakan tanda bahwa zina merupakan
perbuatan jahat yang siksanya diberikan Allah tidak hanya di akhirat, tetapi
sejak mereka masih hidup di dunia. Karena itu, untuk menghilangkan perzinahan
dan pelacuran, Islam menyuruh untuk bertindak tegas dengan menerapkan
hukuman yang berat kepada para pelakunya.

d. Permabukan

Khamr adalah minuman yang diharamkan, orang yang meminumnya


berdosa. Minum khamr di samping berdosa yang hukumannya ditentukan di
akhirat, juga dalam masyarakat muslim dipandang kejahatan yang patut
dihukum. Jika di pengadilan la dapat dibuktikan mabuknya, maka dikenai
hukuman jilid 40 sampai 80 kali. Hukuman yang berat bagi para peminum
khamr dan pemabuk dimuksudkan untuk membuat jera mengulanginya,
Masyarakat harus menjauhkan diri dari permabukan, karena dapat merusak
sistem syaraf sehingga pelakunya lepas dari kontrol kesadarannya. Dengan
demikian, mereka dengan mudah dan ringan melakukan kejahatan-kejahatan
lainnya, seperti pencurian, pembunuhan, perzinahan, dan pemerkosaan. Untuk
menghentikan kejahatan-kejahatan di masyarakat, Istam mengajarkan agar para
pemabuk dihukum dengan hukuman yang berat disamping mengharamkan pula
penjualan minuman-minuman yang memabukkan.

e. Pencurian

Pencurian adalah mengambil barang inilik orang lain tanpa izin


pemiliknya secara sembunyi untuk dimilikinya. Pencurian termasuk perbuatan
pidana dengan hukunan potong tangan.

Hukuman terberat bagi pencuri (apabila dapat dibuktikan pengadilan),


merupakan upaya pemeliharaan terhadap hak pemilikan barang oleh individu
maupun masyarakat. Islam menjamin hak pemilikan dan hukum wajib
memberikan perlindungan dan keamanan.Perbuatan mencuri merupakan
perbuatan buruk yarg harus dijauhkan dari masyarakat dengan cara membenci
dan memberlakukan hukuman yang berat terhadap para pencuri.

2.2. Kerjasama Umat Beragama


Dalam masyarakat prularisme seperti di Indonesia hubungan-hubungan
antar kelompok masyarakat yang berbeda adat maupun agama tidak bias
dihindarkan. Oleh karena itu, pemahaman tentang pola hubungan antar umat
beragama menurut ajaran Islam sangat penting sebagai landasan hidup
bermasyarakat.

2.2.1 Pengertian Kerjasama Umat Beragama

Kerjasama umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang


dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama
dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah
harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama,
di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam
mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas
keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah
daerah.Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi,
maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta
instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk
memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan
instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling
menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan
rumah ibadah.

Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di


Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas
melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat,
menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan
aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.

Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;

1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama

2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu

3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan

4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan

Negara atau Pemerintah.

Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat
beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa
dan bernegara.

2.3. Hubungan Intern Umat Islam

Hubungan sesama muslim digambarkan sebagai sesuati yang tak


terpisahkan, seperti halnya anggota tubuh yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadistnya:
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagaikan satu tubuh, apabila salah
satu anggota tubuh itu terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya.”
(HR. Muslim dan Ahmad)

Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk saling memberikan


perhatian dan kepedulian terhadap sesama, sehingga terwujud ukhuwwah
Islamiyah yang dilandasi kasih saying.

Ukhuwwah Islamiyah didasarkan pada hal-hal yang paling mendasar


dalam hidup, yaitu aqidah. Persamaan ini melahirkan adanya perhatian dan
keakraban sehingga derita yang dialami suatu pihak dirasakan oleh pihak yang
lain. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. Al Hujurat,49:10)

Kasih saying terlahir dari kesamaan iman merupakan dasar utama


pergaulan di kalangan umat Islam. Kasih sayang tersebut akan memancar dan
membentuk pola hubungan antar kaum muslimin dalam memandang orang lain
sebagaimana ia memandang dirinya sendiri. Nabi bersabda:

“Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai sasudaranya


seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dari Anas)

Kadang-kadang perbedaan melahirkan konflik tertentu di kalangan umat


Islam, sehingga ukhuwwah Islamiyah terganggu. Perbedaan yang biasa muncul
di kalangan umat Islam dalam pemahaman keislaman yang fiqiyah atau
furu’bukan persoalan-persoalan mendasar atau pokok (aqidah).

Perbedaan pemahaman adalauh sesuatu yang wajar dan manusiawi, Allah


menciptakan manusia dalam keadaan berbeda, baik latar belakang keturunan,
kemampuan, maupun harapan dan keinginan. Perbedaan tersebut akan
melahirkan peningkatan kualitas, yaitu mendorong umat untuk menggali ajaran
islam untuk memecahkan dan memenuhi kaingin tahuan akibat perbedaan
tersebut.
Dalam memantapkan ukhuwwah Islamiyah berkaitan dengan perbedaan
pemahaman dan pengamalan ajaran agama, para ulama menetapkan tiga konsep,
yaitu:

1. Konsep tanawwu al ibadah (keragaman cara beribadah)

Konsepnya ini mengakui adanyakeagamaan yang dipraktikan Nabi SAW,


dalam bidang pengalaman agama. Hal ini mengantarkan pada pengakuan akan
kebenaran semua praktik keagamaan, selama merujuk kepada Rasulullah SAW.

Keberagaman cara beribadah merupakan hasil terhadap perilaku rasul dalam


riwayat (hadist). Interpretasi melahirkan perbedaan-perbedaan. Dalam
menghadapi orang yang berbeda interpretasi, kita harus mengembangkan sikap
hormat dan toleransi melalui silaturahmi.

2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (Kesalahan dalam berijtihad


mendapat ganjaran)

Konsep ini berarti, bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulam,
ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran, walaupun hasil ijtihad yang
diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang dalam
menentukan yang kebenaran dan kesalahan bukan manusia, melainkan Allah
SWT, dan akan diketahui di hari akhir

Perbedaan-perbedaan dalam produk ijtihad adalah sesuatu yang wajar.


Perbedaan yang ada hendaknya tidak mengorbankan ukhuwwah Islamiyah yang
terbina di atas landasan keimanan yang sama.

3. Konsep la hukma lillahi wabla ijihad al mujtahid (Allah belum


menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid)

Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan hukum


yang belum diterapkan secara pasti, baik dalam Al Quran maupun sunnah Rasul,
Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu, umat Islam -Khususnya
para mujtahid dituntut untuk menetapkan hukum melalui ijtihad.
Dari kettiga konsep di atas dapat kita pahami bahwa ajaran Islam
mentolerir adanya perbedaan-perbedaan dalam pemahaman maupun
pengalaman. Kemtutlakan itu hanyalah Allah dan firman-firmanNya. Interpretasi
terhadap firman Allah Bersifat relative karena itu sangat dimungkinkan untuk
terjadi prebedaan. Interpretasi sangat berkaitan dengan berbagai faktor, seperti
lingkungan, budaya, pengetahuan dan pengalaman interpretator dan lain
sebagainya.Oleh karena itu, perbedadan tidak harus melahirkan pertentangan
dan permusuhan. Perbedaan harus disikapi dengan cara arif, sepanjang
perbedaan ini berdasarkan argumentasi yang benar dan merujuk kepada sumber
yang sama.

2.4.Hubungan Antar Umat beragama

Agama Islam diturunkan untuk manusia dengan segala keberagamannya.


Ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk berhubungan dengan umat
beragama lain.Dalam masyarakat sekarang ini hubungan antar para pemeluk
agama yang berbeda-beda tidak bisa dihindarkan, baik dalam bidang sosial,
ekonomi, politik maupun budaya. Bagi umat Islam hal ini tidak menjadi
halangan, sepanjang berkaitan dengan masalah sosial kemanusiaan atau
muamalah. Bahkan dalam berhubungan dengan mereka, umat Islam dituntut
untuk menampilkan perilaku yang baik sehingga dapat menarik minat mereka
untuk mengetahui ajaran Islam.

Dalam sejarah Rasul, kita dapat menemukan bahwa orang-orang kafir


masuk agama islam disebabkan sikap dan tingkah laku Nabi dalam berhubungan
dengan mereka. Karena, menampilkan perilaku yang Islami dalam hubungan
dengan pemeluk agama lain merupakan bagian yang tak terpisahkan dari misi
Islam yang disebut dakwah bil hal (mengajak dengan tingkah laku).

Dalam hubungan dengan umat beragama lain hendaknya seorang muslim


tetap menjaga aqidahnya, yaitu meyakini agama Islamlah yang diridhai Allah
SWT dan berusaha menyucikan aqidahnya.
Penghormatan terhadap orang lain yang berbeda agama merupakan wujud
kasih sayang seorang muslim terhadap sesama manusia. Kasih sayang
merupakan prinsip dasar ajaran agama Islam yang mendorong umatnya agar
terus mengembangkan dan menebar rahmat kepada seluruh makhluk.

Penataan pergaulan umat Islam dengan non-muslim dikaitkan pula dengan


kondisi yang ada. Pada kondisi umat Islam teraniaya di tengah dominasi kaum
non-muslim, Islam mengajarkan umatnya untuk sabar. Jika hal tersebut tidak
memungkinkan, hendaknya mereka hijrah ke tepat lain dalam rangka
menyelamatkan jiwa dan keyakinannya. Apabila hubungan antara mereka
dengan umaat Islam baik, maka hendaknya mengembangkan sikap yang lebih
baik dengan toleransi dan kerja sama dalam hal diluar aqidah

Hubungan baik umat Islam dengan umat agama lain telah dibuktikan
sepanjang sejarah Islam. Seperti ketika umat islam menguasai Mesir, pengikut
Kristen yang disebut kaum Koptik (qibtiyah) di Mesir dilindungi keberadaannya.
Mereka tidak dipaksa memeluk Islam apabila mereka menolak, bahkan
pemerintah Islam pada saat itu melindungi dan menjaga keamanan diri, harta
dan keyakinannya. Hari ini kaum Koptik di Mesir hidup dan berkembang
dengan aman.

Dengan demikian, dalam hubungan umat Islam dengan umat beragama


lain, Al Quran mengajarkan prinsip-prinsip toleransi sebagai rujukan. Prinsip-
prinsip tersebut adalah:

1.Dilarang melakukan pemaksaan dalam beragama baik secara halus apalagi


kasar. Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah:

“Tidak ada paksaan (memeluk sesuatu) agama karena telah jelas mana
yang benar dan mana yang salah.” (Al-Baqarah,2:256)

2.Manusia berhak memilih, memeluk agama, dan beribadat menurut


keyakinannya. Hal ini berdasarkan firman Allah:
“Katakanlah hai Muhammad bahwa telah datang kebenaran dari Tuhanmu,
oleh karena itu barangsiapa yang mau berimanlah, barang siapa yang tidak mau,
biarlah.” (QS. Al-Khafi,18:29)

3.Tidak berguna memkasa seseorang agar menjadi seorang muslim. Firman


Allah:

“Sesungguhnya kami telah memberi petunjuk kepada seorang (untuk)


mengikuti jalan (yang lurus). Adakalanya ia (orang itu) bersyukur, adakalanya ia
menolak jalan yang lurus itu.” (QS. Al-Insan,76:3)

“Dan apabila Tuhanmu menghendaki, orang yang ada di muka bumi ini
akan beriman seluruhnya. Apakah engkau hendak memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus,10:99)

4.Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan orang yang tidak sepaham
atau tidak seagama, selama tidak memusuhi Islam, firman Allah:

”Tuhan tidak melarang kamu berbuat kebaikan dan bersikap jujur terhadap
orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir
kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang jujur.”
(QS. Al-Mumtahannah,60:8).

2.5. Akhlak

Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong


oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang
berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.

2.5.1 Akhlak, Etika, dan Moral

Akhlak menurut bahasa berarti tingkah laku, perangai atau tabiat.


Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik
dan buruk, mengatur pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari
usaha dan pekerjaannya.Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang,
bersatu dengan perilaku atau perbuatan. Jika perilaku yang melekat itu buruk,
maka disebut akhak mazmumah. Sebaliknya apabila perilaku tersebut baik,
maka disebut akhlak mahmudah.

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethes” artinya adat kebiasaan. Etika
adalah ilmu yang menyelediki baik dan buruk dengan memperhatikan perbuatan
manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran. Persamaan antara akhlak
dengan etika adalah keduanya membahas baik dan buruk tingkah laku manusia.
Perbedaannya terletak pada dasarnya, etika bertitik tolak dari pikiran manusia,
sedangkan akhlak dari ajaran Allah Swt. Moral berasal dari kata “Mores” yang
berati adat kebiasaan. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-
ide umum (masyarakat) yang baik dan wajar. Moral dan etika memiliki
kesamaan dalam hal baik dan buruk. Bedanya etika bersifat teoritis, sedngkan
moral bersifat praktis. Menurut filsafat, etika memandang perbuatan manusia
secara universal (umum), sedangkan moral memandangnya secara lokal.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Peradilan

Dalam sejarah Islam, orang yang pertama memegang peradilan atau hakim
adalah Rasulullah sendiri selanjutnya sesual dengan kebutuhan umat Islam yang
berkembang terus menerus. Berkaitan dengan peradilan, ajaran Ialam memberikan
nilai nilai dasar yang harus dipegang oleh seorang hakim dalam memutuskan
perkara. Hakim dalam pandangan Islam dipandang sebagai mujtahid. Seorang
hakim dengan kekuasaanunya dapat menjalankan hukuman kepada seseorang
Karena itu, hakim dituntut bertindak adil dalam memutuskan perkara.

Dalam fikih islam kita menemukan balhwa suata perkara dapat digelar
apabila ada dakwaan yang memenuhi ketentuan. Dakwaan adalah sesuatu yang
menghubungkan kepada diri sendiri hak atas sesuatu yang ada pada orang lain
atau dalam tanggungan orang lain. dakwan diakui apabila dikuatkan dengan ikrar
(pengakuan), kesaksian, sumpah atau dengan dokumen yang sah.Ikrar adalah
pengakuan terhadap apa yang didakwakan dan ini merupakan dalil yang paling
kuat untuk menetapkan dakwaan.

Kesaksian adalah pemberitahuan sescorang tentang sesuatu yang dia


ketahui, Kesaksian dapat berupa pergetahuan melalui penglihatan atau
pendengaran. Kesaksian hukumnya menjadi fardu ain apabila dia dipanggil untuk
itu dan dikhawatirkan kebenaran akan hilang.Dalam ajaran Islam, kesaksian itu
harus oleh dua orang laki- laki, kecuali untuk kesaksian pada pidana zina atau
tuduhan zina, saksinya harus empat orang laki-laki.

Sumpah dalam hukum Islam dapat dijadikan bahan penetapan dakwaan


yang berkaitan dengan harta benda (perdata). Untuk pidana, sumpah tidak
diterima sebagai alat pembuktian.

Dalam menetapkan hukuman pidana, peradilan Islam sangat hati- hati. Kesalahan
dalam penetapan hukum dapat berakibat kerugian (untuk hukuman diyat)
kecacatan (untuk hukuman potong tangan) bahkan kematian seseorang (untuk
hukuman rajam atau qisash).

3.1.1. Pelaksanaan Hukuman atau Eksekusi

Apabila pengadilan telah menetapkan hukuman bagi para pelaku,


pelaksanaan hukuman diiakukan segera. Ketentuan hukuman itu dilaksanakan
secara terbuka, disaksikan orang banyak setelah selesai salat Jumat. Hal ini
dimaksudkan unnuk menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat tentang hukuman
bagi para pelaku kejahatan. Dengan demikian, tidak ada lagi orang yang mencoba
meniru atau mengulangi perbuatan jahat.

3.1.2. Hikmah Peradilan islam


Para pelaku kejahatan dalam ajaran islam dihukum sangat berat. Kejahatan
merupakan penyakit masyarakat yang harus diperangi, dengan membebani
hukuman yang berat.

Hukuman yang berat tidak dimaksudkan sebagai balas dendam kepada


para pelaku kejahatan, melainkan untuk menjaga (preventif) agar kehidupan
masyarakat aman dan tentram. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan hukuman
diumumkan kepada masyarakat agar peristiwa Itu berkesan dan berdampak.
Akibatnya anggota masyarakat yang hendak melakukan kejahatan berpikir
kembali, karena takut terneta hukuman yang berat itu. Dengan demikian hukum
berdampak bagi pendidikan masyarakatnya.

Hukuman mati (qishash) bukanlah hukuman yang tanpa


perikemanusiaan,Justru merupakan hukuman yang melindungi hak asasi manusia.
Para pelaku kejahatan itu telah menginjak-injak nilai-nilai kemanusiaan yang
tinggi dan mulia.Perlindungan terhadap anggota masyarakat yang berbuat baik
harus dijaga dengan jalan menegakkan hukum yang berat bagi para pelaku
kejahatan. Di sinilah Islam memberikan alternatif hukum yang dapat digunakan
masyarakat untuk melindungi dirinya dari kejahatan kejahatan yang dilakakan
sesama manusia

3.2. Kerjasama Umat Beragama Menurut Pandangan Islam

Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah


islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata
“Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai pengertian atau menjadi kata
benda abstrak persaudaraan, persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan.
Sedangkan Islaiyah berasal dari kata Islam yang dalam hal ini menjadi atau
memberi sifat Ukhuwah, sehingga jika dipadukan antara kata Ukhuwah dan
Islamiyah akan berarti persaudaraan islam atau pergaulan menurut islam.

Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah gambaran


tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai satu persaudaraan, dimana
antara yang satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan. Ada
hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesame islam
dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu
laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan
akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu
bangunan yang saling menunjang satu sama lain.

Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan dengan


masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu
yang masyru’ artinya diperintahkan oleh agama. Kata persatuan, kesatuan, dan
solidaritas akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah.
Apabila bila kata Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan
menggambarkan satu bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam merupakan potensi
yang obyektif. Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan
konseptual dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu sendiri
bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang menjelmakan
kerukunan hidup umat dan bangs, juga untuk kemajuan agama, Negara, dan
kemanusiaan.

“Janganlah bermusuh- musuhan, maka Allah menjinakan antara hatimu, lalu


menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali
Imran: 103)

Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai dan


berselisih sesudah dating keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali Imran 105).

3.2.1. Perbedaan Pendapat dalam Ajaran Islam (Konflik Intern)

Ukhuwah di kalangan umat Islam seringkali diganggu oleh adanya


perbedaan dalam pemahaman keislaman.Perbedaan yang memicu konflik intern
umat Islam biasanya menyangkut persoalan fiqhiyah. Perbedaaan pemahaman
keagamaan merupakan hal yang wajar dan manusiawi, karena adanya perbedaan
latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan perbedaan lainnya. Karena itu
perbedaan hendaknya disikapi secara wajar dan arif.

Adanya perbedaan dalam pemahaman agama akan selalu ada di tengah


umat Islam, karena al-Qur’an sebagai rujukan utama masih bersifat global dan
adanya keragaman pengamalan agama yang ditampilkan Nabi melalui hadis-
hadisnya. Keduanya memerlukan penafsiran dan ketika ditafsirkan ia menjadi
terbuka untuk berbeda penafsiran. Di samping itu adanya ijtihat dalam
menetapkan suatu hukum yang belum ditetapkan memungkinkan pula terjadinya
perbedaaan. Sikap yang sebaiknya ditampilkan umat Islam dalam menghadapi
perbedaan itu adalah menetapkan rujukan yang menurutnya atau menurut ahli
yang dipercayainya lebih dekat kepada maksud yang sebenarnya. Terhadap orang
yang berbeda penafsiran seyogyanya dikembangkan sikap toleran dan hormat-
menghormati, serta tetap menghubungkan silaturahmi.
Dengan demikian perbedaan yang ada di kalangan umat Islam tidak
menjadikan mereka terpecah-pecah. Kerja sama sesama umat Islam hendaknya
didasarkan atas kesamaan aqidah sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan
dalam meninggikan syiar Islam di muka bumi.

Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat


perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung
arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik
persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.

Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam, yaitu :


- Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada
Allah. - Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia
adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan
Hawa.

- Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan


kebangsaan.

- Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.

Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan


bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib
sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya
yang artinya ”Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh,
apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan
demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan
kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah
ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat
merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.
Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah
rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah.
Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam
adalah karena rendahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di
kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan
kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan
itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim
terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya
seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum
yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan
pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan
manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami
berbagai penafsiran.

Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan


ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :

1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui


adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang
mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan
selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil
dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).

2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam berijtihad pun
mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang
mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi
ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini
perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan
manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati
pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad
maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki
otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.

3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan


suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini
dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan
hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah
belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para
mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang
dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun
hasil ijtihad itu berbeda-beda.

Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam


mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang
mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap
firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi
perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di
sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan
yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi,
maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang
atau kelompok yang saling bertentangan.

3.2.2. Hubungan Antar Umat Beragama Menurut Ketauhidan

Rasional dan absurd. Sebagai misal, agama Islam melarang para


penganutnya berbantahan dengan para penganut kitab suci yang lain melainkan
dengan cara yang sebaik-baiknya, termasuk menjaga kesopanan dan tenggang rasa
-- disebutkan kecuali terhadap yang bertindak zalim -- dan orang Islam
diperintahkan untuk menegaskan bahwa kita semua, para penganut kitab suci yang
berbeda-beda itu, sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan sama-sama
pasrah kepada-Nya.(1) Bahkan biarpun sekiranya kita mengetahui dengan pasti
bahwa seseorang lain menyembah sesuatu obyek sembahan yang tidak
semestinya, bukan Tuhan Yang Maha Esa (sebagai sesembahan yang benar), kita
tetap dilarang untuk berlaku tidak sopan terhadap mereka itu. Sebab, menurut Al-
Qur'an, sikap demikian itu akan membuat mereka berbalik berlaku tidak sopan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesembahan yang benar, hanya karena dorongan
rasa permusuhan dan tanpa pengetahuan yang memadai.(2) Terhadap mereka
inipun pergaulan duniawi yang baik tetap harus dijaga dan disini berlaku adagium
"bagimu agamamu dan bagiku agamaku".(3) Ungkapan ini bukanlah pernyataan
yang tanpa peduli dan rasa putus asa, melainkan karena kesadaran bahwa agama
tidak dapat dipaksakan dan bahwa setiap orang, lepas dari soal agamanya apa,
tetap harus dihormati sebagai manusia sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Sebab Tuhan sendiripun menghormati manusia, anak cucu Adam dimana saja.(4)
Sementara demikian itu ajaran tentang hubungan dan pergaulan antarumat
beragama -- suatu hubungan dan pergaulan berdasarkan pandangan bahwa setiap
agama dengan idiom atau syir'ah dan minhaj masing-masing mencoba berjalan
menuju kebenaran (5) -- maka para penganut agama diharapkan dengan sungguh-
sungguh menjalankan agamanya itu dengan baik. Agaknya sikap yang penuh
inklusifisme ini harus kita fahami betul, karena akal membawa dampak kebaikan
bagi kita semua. Bahwa setiap pemeluk agama diharapkan mengamalkan ajaran
agamanya dengan sungguh-sungguh, dari sudut pandang Islam dapat dipahami
dari sederetan firman ,Tuhan tentang kaum Yahudi, Nasrani dan Muslim sendiri.

Kemudian untuk umat-umat yang lain, seperti telah diteladankan oleh para
'ulamb' dan umarb' Islam zaman klasik, dapat diterapkan penalran analogis. Untuk
kaum Yahudi telah diturunkan Kitab Taurat yang memuat petunjuk dan jalan
terang, dan yang digunakan sebagai sumber hukum bagi kaum Yahudi oleh
mereka yang pasrah kepada Tuhan dan oleh para pendeta dan sarjana keagamaan
mereka. Mereka harus menjalankan ajaran bijak atau hukm itu. Kalau tidak,
mereka akan tergolong kaum yang menolak kebenaran (kafir).(6) Juga diturunkan
hukum yang rinci kepada kaum Yahudi, seperti mata harus dibalas dengan mata,
hidung dengan hidung, dan telingan dengan telinga, dan mereka harus
menjalankan itu semua. Kalau tidak, mereka adalah orang-orang yang zalim.(7)
Kitab Taurat diturunkan Tuhan kepada kaum Yahudi lewat Nabi Musa as.
Sesudah Nabi Musa as. dan para Nabi yang lain yang langsung meneruskannya,
Tuhan mengutus Isa al-Masih as. dengan Kitab Injil (Kabar Gembira). Para
pengikut Isa al-Masih as. menyebut Injil itu "Perjanjian Baru", berdampingan
engan Kitab Taurat yang mereka sebut "Perjanjian Lama". Kaum Yahudi, karena
tidak mengakui Isa al-Masih as. dengan Injilnya, menolak mengakui keabsahan
kedua-duanya sekaligus. Al-Qur'an juga mengatakan bahwa Injil yang diturunkan
kepada Isa al-masih as. itu menguatkan kebenaran Taurat dan memuat petunjuk
dan cahaya serta nasihat bagi kaum yang bertakwa. Para pengikut Injil diharuskan
menjalankan ajaran dalam kitab Suci itu, sesuai dengan yang diturunkan Tuhan.
Kalau tidak, mereka adalah fasiq (berkecenderungan jahat).(8)

3.3. Akhlak Islam

1. Akhlak terhadap Allah

Akhlak yang baik kepada Allah berucap dan bertingkah laku terpuji
terhadap Allah Swt, baik melalui ibadah langsung kepada Allah, seperti sholat,
puasa, beramal saleh, dan sebagainya.

Berakhlak yang baik antara lain:

a.Beriman, yaitu meyakini wujud dan keesaan Allah Swt serta meyakini apa yang
difirmankan-Nya, seperti iman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari
kiamat, dan qadha dan qadar

b.Taat, yaitu patuh atas segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya

c.Ikhlas, yaitu melaksanakan perintah Allah Swt dengan pasrah dan tidak
mengharapkan sesuatu, kecuali keridhaan Allah Swt

d.Khusyuk, yaitu melaksanakan perintah Allah dengan sungguh-sungguh.

e.Husnudzan, yaitu berbaik sangka kepada Allah Swt

f.Tawakal, yaitu mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu


kegiatan atau rencana

g.Syukur, yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah
diberikan-Nya
h.Bertasbih, yaitu mensucikan Allah dengan ucapan, seperti memperbanyak
mengucapkan subhanallah (Maha Suci Allah), serta menjauhi perilaku yang dapat
mengotori nama Allah Swt

i.Istighfar, yaitu meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yang pernah
dibuat

j.Takbir, yaitu mengagungkan Allah dengan mengucapkan Allahu Akbar (Allah


Maha Besar)

k.Doa, yaitu meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan dengan cara yang
baik sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah.

2. Akhlak Terhadap Manusia

a.Akhlak terhadap diri sendiri

1.Setia (al-amanah), yaitu sikap pribadi setia, tulus hati danjujur dalam
melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, baik berupa harta, rahasia,
kewajiban, atau kepercayaan lainnya.

Kebalikan dari akhlak ini atau akhlak mazmumah adalah khianat yaitu menyalahi
kepercayaan dan kejujuran.

2.Benar (As-Shidqatu), yaitu berlaku benar dan jujur baik dalam perkataan
maupun perbuatan. Kebalikan dari benar adalah dusta, yaitu menyalahi kenyataan
yang sebenarnya

3.Adil (Al-adlu), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil terdiri atas
adil perseorangan, yaitu tindakan memberikan hak kepada yang mempunyai hak
tanpa menguranginya. Adil dari segi hukum atau masyarakat adalah memutuskan
suatu perkara sesuai dengan hukum, tanpa memandang latar belakang.Kebalikan
dari adil adalah zalim, yaitu menetapkan suatu keputusan hukum secara berat
sebelah atau tidak seimbang, merugikan pihak lain, memutar balikan fakta, atau
mengambil hak orang lain meolampaui batas.
4.Memelihara kesucian diri (al-ifafah), yaitu menjaga dan memelihara kesucian
dan kehormatan diri dari tindakan tercela, fitnah, dan perbuatan yang dapat
mengotori dirinya.

Kebalikan al-ifafah adalah budak nafsu, yaitu mengikuti keinginan hawa nafsu
dan emosinya, sehingga apa yang dilakukannya tanpa mempertimbangkan baik
atau buruk.

5.Malu (Al-haya). Yaitu malu terhadap Allah dan diri sendiri dari perbuatan
melanggar perintah Allah

6.Keberanian (As-syajaah), yaitu sikap mental yang menguasai hawa nafsu dan
berbuat menurut semestinya. Kebalikan dari keberanian adalah penakut, yaitu
tidak mau beresiko atau pengecut,

7.Kekuatan (Al-Quwwah), terdiri atas kekuatan fisik, jiwa atau semangat, dan
pikiran atau kecerdasan. Kekuatan fisik dipelihara melalui makanan dan
pemeliharaan kesehatan, kekuatan jiwa adalah ketangguhan menerima cobaan dan
kesiapan melakukan perjuangan, kekuatan pikiran adalah kesiapan dan semangat
mengembangkan pikiran.

8.Kesabaran (As-shabru), terdiri atas ketabahan ketika ditimpa musibah dan


kesabaran dalam mengerjakan sesuatu

9.Kasih sayang (Ar-rahman), yaitu sifat mengasihi terhadap diri sendiri, orang
lain, dan sesama makhluk. Kebalikan dari akhlak ini adalah kebencian, egoisme,
individualisme, bakhil, dendam, dan adu domba.

10.Hemat (Al-iqtishad), yaitu sikap hemat yang meliputi hemat terhadap harta,
hemat tenaga, dan hemat waktu. Kebalikan dari hemat adalah boros, yaitu baik
dalam hal uang, waktu, dan tenaga.
b.Akhlak terhadap keluarga

1.Akhlak terhadap orang tua

Orang tua menjadi sebab adanya anak, karena itu akhlak terhadap orang tua sangat
ditekankan oleh ajaran islam. Dosa kepada orang tua merupakan dosa besar yang
siksanya tidak hanya diperoleh di akhirat, tetapi juga di dunia.

Prinsip-prinsip dalam melakukan akhlak mahmudah terhadap orang tua adalah:

a.Patuh, yaitu mentaati perintah orang tua

b.Ihsan, yaitu berbuat baik kepada mereka sepanjang hidupnya

c.Lemah lembut baik dalam perkataan maupun perbuatan

d.Merendahkan diri dihadapannya

e.Berterimakasih

f.Mendoakan kedua orang tua

2.Akhlak terhadap suami-istri

Suami-istri merupakan ikatan yang menghubungkan kasih sayang laki-laki


dan perempuan. Dalam keluarga hubungan itu melahirkan komunikasi, baik kata-
kata maupun perilaku. Jika komunikasi itu didasari kasih sayang yang tulus, maka
akan lahir hubungan yang harmonis. Kasih sayang ditampilkan dalam bentuk
perhatian melalui perkataan atau perbuatan

3.Akhlak terhadap anak

Akhlak terhadap anak adalah memberinya perhatian dan kasih sayang


yang sangat dibutuhkan anak. Merawat, mengasuh, membimbing, dan
mengarahkan anak merupakan bagian yang sangat penting dalam
mengembangkan akhlak yang baik. Bergaul dengan anak pada dasarnya
merupakan pendidikan bagi anak.
c.Akhlak terhadap tetangga

Akhlak terhadap tetangga merupakan perilaku yang terpuji. Tetangga


merupakan orang yang paling dekat secara sosial, karena itu menjadi prioritas
untuk diperlakukan secara baik, sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis
dalam bentuk tolon menolong dan sebagainya.

Hak tetangga yaitu; kalau ia ingin meminjam hendaklah engkau


pinjamkan; kalau ia meminta tolong hendaklah engkau tolong; kalau ia sakit
hendaklah engkau lawat; kalau ia ada keperluan hendaklah engkau beri; kalau ia
miskin hendaklah engkau beri bantuan; kalau ia mendapat kesenangan hendaklah
engkau ucapkan selamat; kalau ia dapat kesusahan hendaklah engkau hibur; kalau
ia meninggal hendaklah engkau antar jenazahnya. Janganlah engkau bangun
rumah lebih tinggi dari rumahnya. Janganlah engkau susahkan ia dengan bau
masakanmu kecuali engkau berikan masakanmu untuknya. Jika engkau bila beli
buah-buahan hendaklah engkau hadiahkan kepadanya, dan kalau tidak kau beri
bawalah kedalam rumahmu dan sembunyi, dan jangan kau beri anakmu bawa
keluar buah-buahan itu, karena nanti anaknya inginkan buah-buahan itu.

3. Akhlak terhadap lingkungan

Seorang muslim memandang alam sebagai milik Allah yang wajib


disyukuri dengan cara mengelolanya dengan baik agar bermanfaat bagi manusia
dan alam itu sendiri. Pemanfaatan alam dan lingkungan hidup bagi kepentingan
manuusia hendaknya di sertai sikap tanggung jawab untuk menjaganya agar tetap
utuh.

Berakhlak kepada lingkungan alam adalah menyikapinya dengan cara


memelihara kelangsungan hidup dan kelestariannya. Agama islam menekankan
agar manusia mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam, sebab alam
yang rusak akan dapat merugikan bahkan menghancurkan kehidupan manusia
sendiri.

Seorang muslim dituntut untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan
lil alamin), yaitu memandang alam dan lingkungannya dengan rasa kasih sayang.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Secara etimologis (lughah) “jinayah”, berarti : perbuatan terlarang, dan
“jarimah”, berarti : perbuatan dosa. Secara termologis (ishtilah) “jinayah” atau
“jarimah’, adalah sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi : “Jarimah
adalah segala larangan syarak yang diancam hukuman had atau ta’zir’. Hudud
adalah penjatuhan sanksi yang berat atas sesorang yang telah ditentukan oleh Al-
Qur'an dan Hadis.

Kerjasama antar umat beragama sangat diperlukan. Karena kita


diperintahkan untuk senantiasa hidup berdampingan dengan umat agama lain. Dan
hal ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Dimana kita harus hidup
saling membantu dan bekerja sama sekalipun dia umat non-muslim. Kerjasama
umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Kerukunan umat beragama dalam islam yakni
Ukhuwah Islamiah. Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti
saudara, teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai
pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan, persahabatan, dan dapat
pula berarti pergaulan.

Akhlak merupakan sifat-sifat yang mencerminkan diri manusia. Akhlak


dibagi menjadi 2, yatu akhlak terpuji atau akhlak baik dan akhlak tercelak atau
bisa disebut akhlak yang tidak baik. Manusia di dunia ini adakalanya manusia
tersebut perbuatannya baik, berarti ia mempunyai akhlak yang baik, namun
sebaliknya, jika perbiatannya itu jelek maka ia mempunyai akhlak yang tidak baik
atau akhlak tercela.
4.2. Saran

Sebaiknya sebagai seorang muslim yang baik kita harus mempunyai


akhlak yang terpuji agar orang-orang lain dapat menghormati dan menghargai
kita, dan juga derajat dari orang tersebut akan diangkat oleh Allah SWT. Mungkin
didalam makalah yang kami buat ini, sungguh banyak kesalahan-kesalahan yang
membuat pembaca ataupun yang mendengar bacaan makalah ini tidak efektif, itu
adalah kesalahan kami yang sewajarnya kami di berikan keritikan dan di berikan
sara-saran untuk membuat atau memperbaiki makalah kedepannya. Dan juga di
dalam makalah ini banyak sekali yang kurangnya, baik dari segi tulisan ataupun
dari segi penyusunan kata-kata, karena kami masih belajar, mohon sara-saran dari
kawa-kawan untuk memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai