Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

Pengertian,sejarah,ruang lingkup,dan tujuan


sosiologi pendidikan islam

Dosen pendamping: Irma Noviyani M.Pd.I

Disusun oleh :-Widiana

-siti rohana

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH(STIT) AL-AZIZIYAH

KAPEK,GUNUNGSARI LOMBOK BARAT


Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, berkat limpahan Rahmat
dan Taufiq-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw., beserta keluarga, sahabat dan
pengikut beliau sampai akhir jaman.

Penulis mengucapkan dan menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Dosen Pengasuh Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Agama Islam,
yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis terutama tentang mata kuliah ini,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktunya.

Walaupun penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyempurnakan makalah


ini, penulis menyadari betul bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan
kemampuan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
serta masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah kita berserah diri dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, dan penulis khususnya, dan mudah-mudahan Allah selalu
memberikan Ridho-Nya, Amien Ya Rabbal 'Alamin

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.latar belakang…………………………………………,……………………………………. 1

B.rumusan masalah……………………………………………………………………........... 1

C.tujuan……………………………………………………………………................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2

A. Pengertian Sosiologi Pendidikan Agama Islam.................... 2

B. Sejarah Pendidikan Agama Islam.......................................... 3

C. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan Agama Islam.................. 5

D. Tujuan Sosiologi Pendidikan Agama Islam............................... 6

BAB III PENUTUP........................................................................................... 12

KESIMPULAN ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan Islam mempunyai peran aktif dalam menciptakan generasi yang mampu
berinteraksi sosial dengan baik, sebaliknya sosiologi memberikan informasi ke dalam dunia pendidikan
tentang nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pendidikan Agama Islam mengenalkan kepada peserta
didik tentang nilai-nilai yang terdapat dalam Agama Islam agar kelak ilmu yang dimiliki dan kemudian
diamalkan sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran keagamaan meskipun tidak secara
mayoritasmasyarakat Indonesia adalah islam akan terapi sebuah nilai.

Pendidikan islam bisa dianggap berhasil ketika peserta didik mempunyai kemampuan dan
potensi untuk dimanfaatkan oleh dirinya, masyarakat, agama, bangsa, dan negara. Di sinilah letak
hubungan fungsionalitas dan korelasi antar pendidikan islam dengan sosiologi, karena sosiologi
membahas tentang interaksi sosial di masyarakat. Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam tidak
hanya bisa ditentukan dengan struktur nilai yang disimbolkan dengan angaka, melainkan lebih
ditentukan oleh kehidupan interaksi social sehari-hari yang terjadi di sekolah, baik antar masyarakat,
sekolah maupun antara sekolah dengan masyarakat sekitar dengan nilai-nilai keislaman.
Oleh karena itu sosiologi mempunyai kontribusi penting bagi pendidikan Agama Islam dalam
kaitannya dengan penerapan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Sesungguhnya studi sosiologi
sangat penting untuk kita sebagai makhluk sosial. Diri kita sendirilah yang menjadi objek kajian
sosiologi karena kita selalu berinteraksi dengan orang lain. Kita juga sebagai manusia yang
berbudaya yang memiliki norma, nilai dan tradisi.

A.latar belakang

A. Latar Belakang
Pendidikan islam mempunyai peran aktif dalam menciptakan generasi yang mampu
berinteraksi sosial dengan baik, sebaliknya sosiologi memberikan informasi ke dalam
dunia pendidikan tentang nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pendidikan Agama
Islam mengenalkan kepada peserta didik tentang nilai-nilai yang terdapat dalam
Agama Islam agar kelak ilmu yang dimiliki dan kemudian diamalkan sesuai dengan
nilai-nilai dan ajaran keagamaan meskipun tidak secara mayoritasmasyarakat
Indonesia adalah islam akan terapi sebuah nilai.

Pendidikan islam bisa dianggap berhasil ketika peserta didik mempunyai


kemampuan dan potensi untuk dimanfaatkan oleh dirinya, masyarakat, agama,
bangsa, dan negara. Di sinilah letak hubungan fungsionalitas dan korelasi antar
pendidikan islam dengan sosiologi, karena sosiologi membahas tentang interaksi
sosial di masyarakat. Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam tidak hanya bisa
ditentukan dengan struktur nilai yang disimbolkan dengan angaka, melainkan lebih
ditentukan oleh kehidupan interaksi social sehari-hari yang terjadi di sekolah, baik
antar masyarakat, sekolah maupun antara sekolah dengan masyarakat sekitar
dengan nilai-nilai keislaman.

Oleh karena itu sosiologi mempunyai kontribusi penting bagi pendidikan Agama
Islam dalam kaitannya dengan penerapan agama dalam kehidupan
bermasyarakat. Sesungguhnya studi sosiologi sangat penting untuk kita sebagai
makhluk sosial. Diri kita sendirilah yang menjadi objek kajian sosiologi karena kita
selalu berinteraksi dengan orang lain. Kita juga sebagai manusia yang berbudaya
yang memiliki norma, nilai dan tradisi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini antara lain:

1. Apa pengertian sosiologi pendidikan islam?


2. Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi pendidikan islam?
3. Jelaskan ruang lingkup sosiologi pendidikan islam?
4. Apa saja tujuan sosiologi pendidikan islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam rumusan masalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian sosiologi pendidikan islam
2. Mengetahui sebab munculnya sosiologi pendidikan islam/sejarah
sosiologi pendidikan islamp
3. Mengetahui tujuan sosiologi pendidikan islam
4. Mengetahui bidang kajian sosiologi pendidikan islam

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosiologi Pendidikan Agama Islam

Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi


berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis” yang berarti ilmu. Secara
harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang perawanan atau pertemanan. Istilah
sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh August Comte (1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini
dipublikasikan elalui tulisannya yang berjudul “Cours de Philosphie Positive”.[1]

Sosiologi Pendidikan Islam terdiri dari tiga kata, yaitu Sosiologi yang diartikan sebagai
“Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, terutama di dalamnya
perubahan-perubahan sosial”[2],

Sedangkan pendidikan berasal dari kata didik , lalu kata ini mendapat awalan pe dan
akhiran an sehingga menjadi .pendidikan, yang artinya proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran
dan pelatihan ; atau proses perbuatan, cara mendidik.[3]

Adapun pengertian pendidikan menurut Muhibbin Syah, yaitu memelihara dan memberi
latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[4]

Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik)
artinya memberi peringatan (to elicit, to give rise to ) , dan mengembangkan (to evolve, to
develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau
proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.[5]

Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term at-Tarbiyah,
at-Ta’dib dan at-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang paling populer digunakan dalam
praktek pendidikan Islam ialah term at-tarbiyah, sedangkan term at-ta’dib dan at-ta’lim jarang
sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam.[6]

Menurut Prof. DR. S. Nasution, M.A., Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu agar lebih baik. Sedangkan menurut F.G. Robbins dan Brown, Sosiologi
Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman. [7]

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Sosiologi


Pendidikan Islam adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan
proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik sesuai
dengan ajaran agama Islam, mengatur bagaimana seorang individu berhubungan dengan
individu yang lain sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang akan mempengaruhi individu
tersebut dalam mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman

2.Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan Islam


1. Sejarah Perkembangan Sosiologi
Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut
berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai
tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai
perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.
Pemikiran dan perhatian intelektual terhadap masalah-masalah serta isu-isu yang
berhubungan dengan sosiologi sudah lama berkembang sebelum sosiologi itu lahir sebagai
disiplin Ilmu. Para ahli filsafat pencerahan (Enligtenment) pada abad ke- 18 sudah
menekankan peranan akal budi yang potensial dalam memahami perilaku manusia dan
dalam memberikan landasan untuk hokum-hukum dan organisasi Negara. Pemikiran
mereka lebih ditekankan pada dobrakan utama terhadap pemikiran abad pertengahan yang
bergaya skolastik atay dogmatis dimana perilaku manusia dan organisasi masyarakat itu
sudah dijelaskan dalam hubungannya dengan kepercayaan-kepercayaan agama.
Sejarawan dan filsuf sosial islam Tunisia, Ibn Khaldun (1332-1406), sudah merumuskan
suatu model tentang suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus
yang bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras . Karya Ibn Khaldun tersebut
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Al-Muqoddimah tentang sejarah dunia dan sosial
budaya yang dipandang sebagai karya besar di bidang tersebut . Dari kajiannya tentang
watak masyarakat manusia, Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan nomaden lebih
dahulu ada dibanding kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini memiliki
karakteristik tersendiri. Menurut pengamatannya, polotik tidak akan timbul kecuali dengan
penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas. Lebih jauh
lagi, ia mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan selalu senang mengekor ke
kelompok yang menang, baik dalam selogan, pakaian, kendaraan, dan tradisi. Selain itu,
salah satu watak seorang raja adalah sikapnya yang menggemari kemewahan, kesenangan,
dan kedamaian. Dan apabila hal-hal ini semuanya mewatnai sebuah Negara maka Negara
itu akan masuk dalam masa senja. Dengan demikian kebudayaan ttu adalah tujuan
masyarakat manusia dan akhir usia senja .
Pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia dijadikannya sebagai
landasan konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui
empat fase, yaitu fase primitive atau nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase
kemunduran yang mengantarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh
Ibn Khaldun sering disebut dengan fase pembangunan, pemberi kabar gembira, penurut,
dan penghancur.
Model masyarakat yang Khaldun gambarkan mengenai tipe-tipe social dan perubahan sosial
diwarnai oleh warisan khusus dari pengalaman dunia gurun pasir di Jazirah Arab.
Tujuannya tidak hanya untuk memberikan suatu derskripsi historis mengenai masyarakat-
masyarakat Islam Arab, tetapi untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-
hukum yang mengatur dinamika masyarakat dan proses perubahan social secara
keseluruhan. Semangat atau sikap ilmiahnya dalam menganalisis sosial budaya, pada
umumnya mendekati bentuk peneelitian ilmiah modern, dan isinya secara substantive
dapat disejajarkan dengan teori social modern. Namun demikian, karya Khaldun sudah
banyak diabaikan oleh para ahli teori social di Eropa dan Amerika, mungkin antara lain
karena dunia Arab saat itu mulai mundur, sedangkan Eropa dan Amerika semakin
mendominasi .
Kelahiran sosiologi, lazimya dihubungkan dengan seorang ilmuwan Perancis bernama
Auguste Comte (1798-1857), yang dengan kreatif telah menyusun sintesa berbagai macam
aliran pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu tentang masyarakat
dengan dasar filsafat empiris yang kuat. Ilmu tentang masyarakat itu pada awalnya
Auguste Comte diberi nama “social physics” (fisika sosial), kemudian dirubahnya sendiri
dengan “sociology” karena istilah fisika sosial tersebut dalam waktu yang bersamaan
digunakan oleh seorang ahli statistik sosial Belgia bernama Adophe Quetelet.
Banyaknya ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi
adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya,
Laeyendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis
yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang diidentifikasi Laeyendecker
adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15, perubahan-perubahan di bidang
sosial-politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya
individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri
sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis. Sosiologi
acapkali disebut sebagai “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena
membahas ikhwal atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan
yang timbul akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.
Sejak awal kelahirannya, sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial. Tetapi, berbeda
dengan filsafat sosial yang banyak dipengaruhi ilmu alam dan memandang masyarakat
sebagai “mekanisme” yang dikuasai hukum-hukum mekanis, sosiologi lebih menempatkan
warga masyarakat sebagai individu yang relatif bebas. Para filsuf sosial, seperti Plato dan
Aristoteles, umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan keteraturan dunia dan
masyarakat langsung berasal dari suatu tertib dan keraturan yang adimanusiawi, abadi,
tidak terubahkan, dan ahistoris. Sementara sosiologi justru mempertanyakan keyakinan
lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah keyakinan baru yang dipandang
lebih mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya. Para ahli sosiologi telah menyadari
bahwa bentuk kehidupan bersama, adalah ciptaan manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk
masyarakat, gejala pelapisan sosial, dan pola-pola interaksi yang berbeda, sekarang lebih
dilihat sebagai hasil inisiatif atau hasil kesepakatan manusia itu sendiri.
Sosiologi mulai memperoleh bentuk dan diakui eksistensinya sekitas abad ke-19, tidaklah
berarti bahwa baru pada waktu itu orang memperoleh tentang bagaimana masyarakat dan
interaksi sosial. Jauh sebelum Auguste Comte memproklamirkan kehadiran sosiologi,
orang-orang telah memiliki pengetahuan tentang kehidupannya yang diperoleh dari
pengalamannya. Namun, karena belum dirumuskan dengan metode yang mantap,
pengetahuan mereka disebut pengetahuan sosial, bukan pengetahuan ilmiah. Kemudian
Auguste Comte menulis buku-buku tentang berbagai pendekatan umum untuk mempelajari
masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan tertentu
berdasarkan logika dan setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk
mencapai tahap akhir, tahap ilmiah. Nama yang diberikan tatkala itu pada ilmu yang baru
tersebut pada tahun 1839 adalah “Sosiology” yang berasal dari bahasa Latin socius yang
berarti “kawan” dan bahasa Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara”. Jadi
Sosiologi berarti “berbicara mengenai masyarakat”.
Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat
yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula
bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang
semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di
tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang
bebas. Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa
perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan
masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan,
pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan
masyarakat sudah diantisipasi secara dini. Perubahan drastis yang terjadi semasa abad
revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan
besar dalam masyarakat. Artinya :
• Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja,
melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
• Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan
perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
• Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan
perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi
sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.
Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan
Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi
muncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara.
Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru,
bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar
masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk
sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi.
Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat
pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro
(lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari
mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat
ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari
betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.
Keadaaan semacam itu tidak sekedar melanda dalam sosilogi sebab sampai menjelang
pertengahan abad ke-19 hampir semua ilmu pengetahuan yang dikenal sekarang ini pernah
menjadi bagian dari filsafat dunia barat yang berperan sebagai induk dari ilmu
pengetahuan. Pada waktu itu, filsafat mencakup segala usaha-usah pemikiran mengenai
masyarakat. Lama-kelamaan, dengan perkembanmgan jaman dan tumbuhnya peradapan
manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memiskinkan
diri dan berkembang mengejar tujuan masing-masing. Astronomi (ilmu tentang
perbintangan), dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang paling awal
memisahkan diri, kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi, dan geologi. Pada abad ke-19
kemudian muncul dua imu pengetahuan baru, yaitu sosiologi dan psikologi. Begitu juga
Astronomi yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat yang bernamakan kosmologi,
sedangkan alamiah menjadi fisika, filsafat kejiwaan menjadi psikologi, dan filsafat social
menjadi sosiologi.
Kata atau istilah ”sosiologi” pertama-tama muncul dalam salah satu jilid karya tulis
Auguste Comte (1978 – 1857) yaitu di dalam tulisannya yang berjudul ”Cours de
philosophie Positive.” Oleh Comte, istilah sosiologi tersebut disarankan sebagai nama dari
suatu disiplin yang mempelajari ”masyarakat” secara ilmiah. Dalam hubungan ini, ia
begitu yakin bahwa dunia sosial juga ”berjalan mengikuti hukum-hukum tertentu”
sebagaimana halnya dunia fisik atau dunia alam.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang memfokuskan kajiannya pada relasi dalam
masyarakat. Ilmu ini lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan
(Science). Oleh karena itu, dalam sejarah perkembangannya sosiologi didasarkan pada
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan lain yang telah berkembangan
lebih dahulu. Istilah sosiologi pertama kali muncul dan digunakan oleh Auguste Comte
(1798-1857) untuk memberi nama suatu disiplin ilmu yang mempelajari masyarakat.
Kemudian pemikiran tersebut dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer (1982-1903) dan
Emile Durkheim (1858-1917).
Thomas Hobbes (1588-1697) dan Spinoza (1632-1677) memakai istilah “Fisika Sosial” di
dalam menelaah realitas kehidupan sosial manusia. Menurutnya, kehidupan bersama pada
dasarnya muncul (berasal) dari dorongan-dorongan aktif dalam diri manusia. Dorongan itu
pada hakikatnya adalah mengarah kepada individualisme ekstrem di mana tiap orang
adalah lawan orang lain. Akan tetapi, di lain pihak, harus diyakini bahwa terdapat
dorongan lainnya, yaitu adanya pengaruh akal budi. Sifat asali akal budi ini berfungsi
sebagai penyeimbang yang dapat membuat manusia mencari upaya untuk mencapai
kesepakatan dan bentuk-bentuk hidup bersama berdasarkan atas kewajiban-kewajiban
yang diakui bersama pula. Kemudian Montesquieu (1689-1755), yang melakukan telaah
terhadap kehidupan masyarakat dari sudut pandang hidup bermasyarakat menurut segi
hukum-hukum. Antara lain, dia mengajarkan bahwa: a. hukum-hukum yang berlaku di
suatu masyarakat menyatakan dan membuktikan cara berpikir dan bertindak suatu bangsa
pada umumnya. bentuk pemerintahannya berakar pada ciri-ciri itu; b. lembaga-lembaga
sosial, khususnya pemerintah, menjadi akibat keharusan hukum tertentu yang tak
terhindari; c. hukum-hukum yang berlaku di suatu masyarakat diisyaratkan oleh pelbagai
faktor iklim, tanah, agama, dan lain-lain.
Atas dasar pengaruh pemikiran tersebut, maka sejak akhir abad ke-19 sosiologi mulai
dikembangkan sebagai ilmu atau sains yang sejajar dengan ilmu-ilmu positif atau empirik
lainnya. Orang yang mula-mula menyebut nama “Sosiologi” adalah Auguste Comte (1798-
1857). Dahulu ia sendiri memakai nama “Fisika Sosial” dengan maksud untuk menegaskan
bahwa ilmu masyarakat sebangsa dengan natural science. Walaupun dalam praktiknya dan
karangan-karangannya Comte masih bersifat spekulatif dan deduktif. Oleh karena sifat
yang demikian, ia ditentang oleh seorang sosiologi berkebangsaan Italia Vilfredo Pareto
(1848-1923). Karya Pareto sendiri memang bersifat ilmiah-positif, tetapi untuk sebagian
besar termasuk “Psikologi Sosial”.
Banyak sosiolog berpendapat bahwa sebetulnya Emile Dukheim (1857-1917) harus diberi
gelar “Bapak Sosiolog”, sedangkan Auguste Comte berstatus sebagai Godfathernya.
Maksudnya gagasan sosiologi sebagai ilmu positif berasal dari Comte, tetapi penerapan
gagasan itu lebih lanjut dilakukan oleh Durkheim. Untuk pertama kali dalam bukunya yang
berjudul “Bunuh diri” (Suicide), Durkheim memakai metode penelitian dan analisis yang
kuantitatif, dan peralatan konseptual yang disusun ke dalam teori. Di samping itu, ia
membentuk dan merintis juga sosiologi ilmiah dengan memakai riset yang historis dan
kualitatif. Ia menggali baik masalah-masalah teori yang mendasari studi organisasi sosial
manusia, maupun masalah-masalah metodelogi. Fenomena yang dipelajari sosiologi adalah
“fakta sosial”. Kata “Fakta” berarti “kenyataan obyektif yang dapat diamati dan harus
diolah sama seperti “fakta alam”. Durkheim membawa pandangannya ini dalam buku The
Rules of Sociology Method (1895). Selama hidupnya ia tidak menduga bahwa di masa
mendatang justru permasalahan metoda itu akan mengganggu dan menyibukkan sosiologi.
Apakah betul bahwa status fenomena sosial sama dengan fenomena alam? Apakah perilaku
sosial manusia dapat diterjemahkan ke dalam bahasa matematika (angka-angka) seperti
halnya dengan kejadian-kejadian alam?
Apa yang dilakukan Durkheim tersebut bermula sejak abad ke-19, di mana Auguste Comte
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan-urutan tertentu berdasarkan
logika dan bahwa setiap penelitian dilakukan melalui tahapan tertentu dan kemudian
mencapai tahap akhir. Lebih lanjut, Comte juga berpendapat bahwa penelitian terhadap
masyarakat adalah suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri.
2. Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan
Sejarah sosiologi pendidikan tidak terlepas dari situasi sosiologi dari zaman ke zaman.
August Comte adalah seorang bapak sosiologi dunia yang menanamkan dasar-dasar
sosiologi yang kuat. Beberapa buku sosiologi telah ditulisnya, dan yang paling terkenal
adalah Positive Psychology. Dari beberapa buku yang telah ditulisnya berkaitan dengan
pendekatan-pendekatan untuk mempelajari masyarakat. Setengah abad kemudian,
sosiologi berkembang dengan cepat dalam abad 20, terutama di kawasan Perancis,
Jerman, dan Amerika. Sosiologi sangat berpengaruh setelah dikembangkan oleh beberapa
ahli diantaranya adalah, Karl Max (Jerman), Vil Fredo Pareto (Itali), Pitirin A. Sorotin
(Rusia), Laster F. Word (USA).
Lester Frank Word (1841-1913) adalah salah seorang pelopor sosiologi di Amerika Serikat
yang dianggap sebagai pencetus gagasan tentang lahirnya sosiologi pendidikan. Gagasan ini
tersusun dalam karyanya Applied Sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari
perubahan-perubahan masyarakat karena usaha manusia. Menurutnya, kekuatan dinamis
dalam gejala sosial adalah perasaan yang terdiri dari beberapa keinginan dan beberapa
kepentingan. Perasaan merupakan kekuatan individu karena interaksi, kemudian berubah
menjadi kekuatan sosial. Dari kekuatan sosial tersebut mempunyai kekuatan untuk
menggerakkan kecakapan-kecakapan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Gagasan Lester Frank Word tersebut dikembangkan oleh John Dewey(1859-1852) sebagai
ahli pendidikan dan sekaligus pelopor sosiologi pendidikan. Dalam karya termasyhurnya
yang berjudul Schol and Society yang terbit pada tahun 1899, menekan sekolah sebagai
institusi sosial. Ia memandang bahwa hubungan antara lembaaga pendidikan dan
masyarakat sangat penting. Dewey meneliti tentang kehidupan anak-anak kota yang
tampak acuh dan buta terhadap produk yang dimanfaatkan setiap hari, seperti pakaian,
gas, peralatan rumah tangga, dan sebagainya, mereka hanya tinggal memakai tanpa tahu
bagaimana cara membuatnya. Kondisi yang seperti ini dapat diperbaiki melalui dengan
jembatan lembaga pendidikan.
Salah seorang tokoh penting dalam khazanah perkembangan sosiologi pendidikan adalah
Emile Durkheim (1858-1917) terutama pandangannya terhadap pendidikan sebagai suatu
social thing (ikhtisar sosial). Atas dasar pandangan ini beliau mengatakan bahwa
“pendidikan itu bukanlah hanya satu bentuk, baik dalam artian ideal maupun aktualnya,
tetapi bermacam-macam. Keragaman bentuk dimaksud sebenarnya mengikuti banyaknya
perbedaan lingkungan di masyarakat sendiri”.
Dalam perkembangan selanjutnya, Menheim sebagai sosiolog yang memasuki dan menekuni
dunia pendidikan, memandang bahwa pendidikan adalah sebagai salah satu elemen
dinamis dalam sosiologi. Ia nyatakan dalam statemennya yang menyebutkan bahwa “ahli
sosiologi tidak memandang pendidikan semata-mata sebagai alat merealisasikan cita-cita
abstrak suatu kebudayaan atau sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai
suatu bagian dalam proses mempengaruhi manusia”. Terlebih lagi jika pendidikan
dihadapkan kepada kecenderungan perkembangan masyarakat yang sangat beragam sesuai
dengan tahap pertumbuhannya.
Seperti dinyatakan Max Weber (1864-1920) bahwa pendidikan pada masyarakat dan tahap
atau sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai suatu bagian dalam proses
mempengaruhi manusia”. Terlebih lagi jika pendidikan dihadapkan kepada kecenderungan
perkembangan masyarakat yang sangat beragam sesuai dengan tahap pertumbuhannya.
Seperti dinyatakan Max Weber (1864-1920) bahwa pendidikan pada masyarakat dan tahap
perkembangannya sangat beragam. Keadaan dan peran pendidikan pada masyarakat
praindustri jauh berbeda dengan masyarakat modern dewasa ini. Bila pendidikan pada
masyarakat praindustri menempatkan orang pada status sosial tertentu, pendidikan pada
masyarakat maju justru merupakan alat untuk mobilitas sosial vertikal. Menurut Menheim
penggunaan pendekatan sosiologis terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan, tidak
saja dapat membawa nilai positif di dalam perumusan tujuan pendidikan, akan tetapi
dapat pula membantu pada pengembangan konten dan metodologi.
Dalam perkembangan selanjudnya, mulai tahun 1938-1947 sosiologi pendidikan mengalami
kemandegan. Faktor penyebabnya adalah sosiologi pendidikan yang digantikan oleh kuliah-
kuliah dalam sosiologi. Dengan alasan bahwa bagi pendidikan guru lebih berguna bila
diberi sosiologi dari pada diberi kuliah khusus mengenai sosiologi pendidikan. Pada masa-
masa stagnan ini, yang dapat dilakukan hanya review of educational research pada tahun
1940.
Untuk membangkitkan kembali sosiologi pendidikan, maka pada tahun 1943 sampai dengan
1945, Institut sosiologi di London menyelenggarakan konferensi-konferensi tentang
sosiologi dan pendidikan. Berkat konferensi tersebut, pada tahun-tahun berikutnya muncul
begitu banyak buku pendidikan yang diwarnai sudut pandang sosiologi. Clarke menerbitkan
buku berjudul Freedom in the Educative Sociology pada tahun 1948. Kemudian pada tahun
1950 WAC. Steward menulis artikel penting yang dimuat pada Sociological Review, dengan
judul Philosophy and Sociology in The Training of Teacher, dimana artikel ini dijadikan
dasar pertimbangan dalam menetapkan kurikulum pendidikan guru.Dalam artikelnya,
steward menggunakan istilah-istilah yang biasa digunakan untuk sosiologi pendidikan,
seperti sociological approach to education, educational sociology, dan sociology of
education.
Pada tahun 1960 sosiologi mendapat perhatian yang luar biasa. Para mahasiswa melimpah
ruah, perekonomian melaju naik, dan pembaharuan dapat diraih melalui proses politik
yang ada. Pada tahun 1965 partai buruh di Inggris mempercepat proses peralihan yang
lamban ini ke arah pendidikan yang lebih komprehensif dalam rangka untuk menghilangkan
ketidaksamaan kesempatan.
Sosiologi pendidikan dikuliahkan pertama kali oleh Henry Suzzalo tahun 1910 di Teacher
College, Universitas Columbia. Tetapi baru tahun 1917 terbit texbook sosiologi pendidikan
yang pertama kali karya Walter R. Smith dengan judul “Introduction to Educational
Sosiologi”. Pada tahun 1916 di Universitas New York dan Columbia didirikan Jurusan
Sosiologi Pendidikan. Himpunan untuk studi sosiologi pendidikan dibentuk pada konggres
Himpunan Sosiologi Amerika dalam tahun 1923. sejak tahun itu diterbitkan buku tahunan
sosiologi pendidikan. Pada tahun 1928 terbitlah The Journal of Educational Sosiology di
bawah pimpinan E. George Payne. Majalah Sosial Education mulai terbit dalam tahun
1936. sejak tahun 1940 dalam Review of Educational Research dimuat pula artikel-artikel
yang mempunyai hubungan dengan sosiologi pendidikan.
Selama 40 tahun perkembangan sosiologi pendidikan berjalan lambat, tapi kokoh dan
pasti. Semula hanya buku “Educational Sosiology” yang menjadi “Sosiology of Education”.
Kemudian sejumlah buku sosiologi pendidikan yang ditulis bermunculan, seperti “An
Introduction to Education Sosiology”, “Foundation of Education Sosiology”, “Sosiology of
Teaching”, “The Teacher and Society”. Perkembangan sosiologi pendidikan di Inggris,
ketika diangkatnya Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi Kependidikan di London. Dia
sangat yakin bahwa konstribusi sosiologi kepada pendidikan sangatlah besar. Dan kemdian
ia menegaskan bahwa titik pijak sosiologi supaya diaplikasikan dalam dunia pendidikan.
Vembriarto menegaskan bahwa sosiologi pendidikan sebagai salah satu cabang dari
sosiologi khusus dapat diartikan sebagai sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang fundamental yang memusatkan perhatian pada
penyelidikan daerah yang saling dilingkupi antara sosiologi dengan ilmu pendidikan. Tugas
dari sosiologi pendidikan adalah melakukan penelitian dalam bidang pendidikan, terutama
dalam kaitan dengan struktur dan dinamika proses pendidikan. Pengertian struktur adalah
teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian, dan interelasinya
dengan tata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika adalah proses sosio dan kultural,
proses perkembangan kepribadian dalam hubungannya dengan proses pendidikan.
Menurut pendapat Drs. Ary H. Gunawan, bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri dari 4
fase, yaitu:
a. Fase pertama, dimana sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan
bersama filsafat umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya
adalah filsafat sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu
berdasarkan pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada
fase ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c. Sosiologi pada fase ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak
sosiologi”, karena ialah yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam
pembahasan tentang masyarakat. Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan”
bagi sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”. Dengan
ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot (1726-1781)
sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi menjadi tumbuh sendiri.
d. Pada fase yang keempat ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama
memberikan batas yang tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-
pengertian dan metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom
dalam metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche,
Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.

3. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam


Sejarah Pendidikan Islam pada masa Rasulullah periode Mekkah, yakni Sejak Nabi diutus
sebagai Rasul hingga hijrah ke Madinah-kurang lebih sejak tahun 611 M – 622 M atau
selama 12 tahun tahun 5 bulan 21 hari, sistem pendidikan islam lebih bertumpu kepada
Nabi. Bahkan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan
materi-materi pendidikan, selain Nabi.
Mahmud Yunus dalam Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan
islam pada masa Mekkah ini meliputi :
Pendidikan Keagamaan ,yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata,
jangan mempersekutukanNya dengan berhala, karena Dia Tuhan yang Maha Besar dan
Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jauhnya.
Pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah Sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang
disampaikan kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini Kamaruzzaman di dalam buku Sejarah
Pendidikan Islam membagi kepada 3 tahap :
a. Tahap pendidikan Islam secara Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama Al Quran surat Al Alaq ayat 1-5, Pola pendidikan yang
dilakukan adalah sembunyi-sembunyi mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil,
dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik
isterinya, Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk dari Allah, kemudian diikuti
oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib ( anak pamannya ) dan Zaid ibn Haritsah ( seorang
pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya ). Kemudian
sahabat karibya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan tersebut di sampaikan
secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy.
b. Tahap pendidikan Islam secara terang-terangan
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah
sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkau seruan dakwah, karena
diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk agama islam.
c. Tahap pendidikan Islam untuk Umum
Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat
beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “
internasional “ tersebut didasarkan kepada perintah Allah dalam surah Al Hijr ayat 94-95.
Materi pendidikan pada fase Mekkah yang diberikan oleh Rasulullah antara lain, yaitu :
Pendidikan Tauhid, Pelaksanaan atau praktek pendidikan tauhid tersebut diberikan oleh
Nabi Muhammad SAW kepada umatnya dengan cara yang sangat bijaksana yaitu dengan
menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan meniru pengertian tauhid yang di ajarkan,
dan sekaligus beliau memberikan teladan dan contoh bagaimana pelaksanaan ajaran
tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara kongkrit, kemudian beliau memerintahkan
agar umatnya mencontoh praktek pelaksanaan tersebut sesuai dengan apa yang
dicontohkanya. Berarti di sini Nabi Muhammad SAW telah mampu menyesuikan diri dengan
pola kehidupan masyarakat jahiliah dengan mengajarkan ilmu tauhid secara baik dengan
tanpa kekerasan.
Pendidikan Amal dan Ibadah, Pada awalnya Nabi sholatnya bersama sahabat-sahabatnya
secara sembunyi-sembunyi. Namun setelah Umar ibn Khattab masuk islam beliau
melakukannya secara terang-terangan. Pada mulanya sholat itu belum dilakukan sebanyak
lima kali sehari semalam kemudian setelah Nabi Isra’ dan Mi’raj barulah diwajibkan untuk
sholat lima waktu. Adapun zakat semasa di Mekkah diberikan kepada fakir miskin dan
anak-anak yatim serta membelanjakan
Pendidikan Akhlaq, Diantara akhlaq yang baik yang dianjurkan Nabi masa di Mekkah, yaitu
sebagai berikut : 1) Adil yang mutlak, meskipun terhadap keluarga atau diri sendiri 2)
Pemaaf 3) Menepati janji, tepat pada waktunya. 4) Takut kepada Allah semata dan tiada
takut kepada berhala 5) Berbuat kebaikan kepada kedua orangtua, dan sebagainya.
Pada fase Mekkah materi pengajaran Al Quran yang diberikan hanya berkisar pada ayat-
ayat Al Quran pada surah-surah yang diturunkan ketika Nabi sebelum Hijrah ke Madinah.
Surah yang diturun di Mekkah inilah yang kemudian dikenal dengan nama surah Makkiyah.
Pendidikan Islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup
manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sesuai
dengan nilai-nilai islam, sehingga terjadilah perubahan pribadinya sebagai makhluk
individual, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup.
Penulis Kamaruzzaman dalam buku Sejarah Pendidikan Islam, menyebutkan ada dua
tempat yang menjadi lembaga pendidikan Islam pada fase Mekkah, yaitu :
- Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin
beserta Rasulullah untuk belajar hukum – hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini
merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam islam,
adapun yang mengajar dalam lembaga tersebut adalah Rasulullah sendiri.
- Kuttab, Pendidikan di Kuttab pada awalnya lebih terfokus pada materi baca tulis sastra,
syair Arab, dan pembelajaran berhitung namun setelah datang Islam materinya ditambah
dengan materi baca tulis Al Quran dan memahami hukum-hukum Islam.

4. Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan di Indonesia


Sejak jaman kerajaan di Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudah
mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula para pujangga
Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro
dari Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang
berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi,
terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations).
Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya tulis orang berkebangsaan belanda
yang mengambil masyarakat Indonesai sebagai perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C.
Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsur-unsur
Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam
kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi
pada waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Dengan kata lain Sosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa
untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana
Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi
(1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu
Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang
baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua perguruan tinggi diberikan da;am bahasa
Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu
pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri dan
publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan memberikan kesempatan kepara
para mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada
beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi.
Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya revolus fisik. Buku tersebut
berjudul Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa
pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat. Selanjutnya
buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia yang
merupakan merupakan buku pelajaran pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat
bahan-bahan sosiologi yang modern.
Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas karya Mayor Polak,
seorang warga Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah
mendapat pelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di
Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan
politik terbit pada tahun 1967. Penulis lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social
Changes in Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi,
menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text book ilmu sosiologi dalam
bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia dirangkum
dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi terbit tahun 1964.
Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan
politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mngkhususkan
sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa
fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Sosiologi, suatu pengantar, Sri Paku Buwono IV
dari Surakarta (Solo) dapat dikatakan telah membicarakan Sosiologi dalam
karyanya”Wulang Reh”, walaupun sosiologi sebagai ilmu belum dikenal secara formal. Ki
Hajar Dewantara juga telah memberikan sumbangannya kepada sosiologi dengan konsep
kepemimpinan, pendidikan, serta kekeluargaan di Indonesia, dan kini menjadi inti dari
kepemimpinan Pancasila, yaitu”Ing ngarsasung tukladha, ing madya mangun karsa, tut
wuri handayani”.
Setelah Perang Dunia II, Mr. Djody Gondokoesoema telah menerbitkan buku Sosiolagi
Indonesia. Kemudian Hasan Shadily dengan bukunya Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia
telah memuat bahan-bahan sosiologi modern. Juga Mayor Polak dengan bukunya (disertasi)
Social Change In Yogyakarta (1962) merupakan sebuah karya ilmiah yanmg memaparkan
tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Yogyakarta sebagai akibat
revolusi politik dan sosial pada waktu pusat revolusi masih berada di Yogyakarta.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dengan bukunya bejudul Setangkai Bunga
Sosiologi (1964), adalah sebuah buku yang merupakan himpunan berbagai cuplikan dari
buku-buku teks ringkas dalam bahasa Indonesia, dan merupakan literatur wajib untuk
kuliah pengantar sosiologi pada berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Selanjutnya masih
banyak buku-buku sosiologi dalam bahsa Indonesia yang bermunculan menghiasi dan
menngisi kependidikan kita.
Perkembangan sosiologi pendidikan di Indonesia baru pada tahun 1967, sosiologi
pendidikan diberikan pertama kali di IKIP Negeri Yogyakarta Jurusan Didaktik Kurikulum.
Ditinjau dari usianya, lapangan penelitiannya serta struktur dan prosesnya, sosiologi
pendidikan merupakan disiplin yang masih sangat muda. Namun demikian, ilmu ini makin
lama makin berkembang menuju kepada statusnya yang lebih pasti dan memiliki lapangan
penelitian khusus.

C. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan Islam

Masalah-masalah yang diselidiki sosiologi pendidikan atau bidang kajian sosiologi


pendidikan meliputi pokok-pokok antara lain:

1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat, yang


meliputi:
a) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan

b) Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan

c) Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural, atau usaha
mempertahankan status quo

d) Hubungan pendidikan dengan sistem tingkat/status sosial

e) Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural, dan
sebagainya

2. Hubungan antar manusia di dalam sekolah, dalam hal ini yang menjadi kajian yaitu
menganalisis struktur sosial di dalam sekolah. Pola kebudayaan di dalam sistem sekolah berbeda
dengan apa yang terdapat di dalam masyarakat di luar sekolah. Bidang yang dapat dipelajari antara
lain:
a) Hakikat kebudayaan sekolah, sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan di luar
sekolah

b) Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang meliputi berbagai hubungan
antara berbagai unsur di sekolah, kepemimpinan dan hubungan kekuasaan, stratifikasi
sosial dan pola interaksi informal.

3. Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah, jadi yang
diutamakan adalah aspek proses pendidikan itu sendiri, bagaimana pengaruh sekolah terhadap murid.
Seperti peranan sosial guru, hakikat kepribadian guru, pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan
anak, dan fungsi sekolah dalam sosialisasi murid
4. Sekolah dalam masyarakat, yaitu menganalisis pola interaksi sekolah dengan kelompok sosial
dalam masyarakat di sekitarnya, meliputi:
a) Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah

b) Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat
luar sekolah

c) Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan


d) Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi
sekolah, yang perlu untuk memahami sistem pendidikan dalam masyarakat serta
integrasinya di dalam keseluruhan kehidupan masyarakat.[11]

Tujuan Sosiologi Pendidikan Islam

Dalam referensi lain disebutkan, bahwa tujuan sosiologi pendidikan terdiri dari
beberapa konsep berikut:

a. Sosiologi pendidikan sebagai analisis proses sosialisasi

Yaitu mengutamakan proses bagaimana kelompok-kelompok sosial


mempengaruhi kelakuan seorang individu. Francis Brown mengemukakan bahwa “sosiologi
pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan
cara individu memperoleh dan mengorganisasi pengalamannya”.

b. Sosiologi pendidikan sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat

L. A. Cook mengutamakan fungsi lembaga pendidikan dalam masyarakat dan


menganalisis hubungan sosial antara sekolah dengan berbagai aspek masyarakat, seperti
menyelidiki hubungan antara masyarakat pedesaan dengan sekolah rendah atau menengah. Juga
meneliti fungsi sekolah sehubungan dengan struktur status sosial dalam lingkungan masyarakat
tertentu.

c. Sosiologi pendidikan sebagai analisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat

Menganalisis pola-pola interaksi sosial dan peranan sosial dalam masyarakat sekolah dan
hubungan orang-orang di dalam sekolah dengan kelompok-kelompok di luar sekolah. Juga
menyelidiki hubungan dan partisipasi guru dalam kegiatan masyarakat. Peranan tenaga
pengajar di sekolah yang dapat menambah wawasan tentang kelompok-kelompok sosial
dalam sekolah. d. Sosiologi pendidikan sebagai alat kemajuan dan perkembangan sosial

Para ahli menganggap bahwa pendidikan sosial merupakan bidang studi yang
memberi dasar bagi kemajuan sosial dan pemecahan masalah-masalah sosial. Pendidikan
dianggap sebagai badan yang mampu memperbaiki masyarakat, alat untuk mencapai
kesejahteraan atau kemajuan sosial. Sedangkan sekolah dapat dijadikan sebagai alat kontrol
sosial yang membawa kebudayaan ke puncak yang setinggi-tingginya.

e. Sosiologi pendidikan sebagai dasar untuk menentukan tujuan pendidikan

Beberapa ahli memandang bahwa sosiologi pendidikan sebagai alat untuk


menganalisis tujuan pendidikan secara objektif. Mereka mencoba mencapai suatu filsafat
pendidikan berdasarkan analisis masyarakat dan kebutuhan manusia.

f. Sosiologi pendidikan sebagai sosiologi terapan

Sosiologi pendidikan merupakan aplikasi sosiologi terhadap masalah-masalah


pendidikan, misalnya kurikulum. Sosiologi bukan ilmu murni, akan tetapi merupakan ilmu
terapan yang diterapkan untuk mengendalikan pendidikan. Para ahli sosiologi pendidikan
menggunakan segala sesuatu yang diketahui dalam bidang sosiologi dan pendidikan yang
kemudian dipadukan dalam suatu ilmu baru dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi
kepada seluruh proses pendidikan.

g. Sosiologi pendidikan sebagai latihan bagi petugas pendidikan

Menurut F.G. Robbins dan Brown, sosiologi pendidikan merupakan ilmu yang
membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu
untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi pendidikan
mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya. Sedangkan menurut
E.G. Payne tujuan utama dari sosiologi pendidikan adalah memberikan latihan yang serasi dan
efektif kepada guru-guru, para peneliti dan orang-orang lain yang menaruh perhatian kepada
pendidikan sehingga dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih
mendalam tentang pendidikan.[12]

Jika teori di atas dikembangkan, beberapa konsep tentang tujuan sosiologi


pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Sosiologi pendidikan Islam sebagai proses sosialisasi


Dalam hal ini sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses bagaimana kelompok
social masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan bermacamnya kultur dan
struktur diharapkan dengan pendidikan Islam merupakan wadah bagi individu dalam
memperolehpengalamannya

b. Sosilogi pendidikan Islam sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat. Pada
poin ini lebih mengutamakan fungsi lembaga pendidikan Islam diadakan masyarakat dan
hubungan sekolah dengan masyarakat yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan
Islam tidak dapat menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya maka
manusia tidak sesuai cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam tidak bisa terwujud.

c. Sosiologi pendidikan Islam sebagai anilisis social di sekolah dan antara sekolah dan
masyarakat. Diharapkan terjadinya hubungan antara orang-orang dalam sekolah dengan
masyarakat lingkungan sekolah. Peranan social tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar
sekolah.

d. Sosiologi pendidikan Islam sebagai alat kemajuan perkembagan social


Pendidikan Islamn sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan tradisi budaya
moral yang Islami sehingga terwujud komunikasi social dalam masyarakat dan membawa
kebudayaan kepuncak yang setinggi-tingginya.

e. Sosiologi pendidikan Islam sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan


Diharapkan pendidikan Islam mampu mendasari jiwa generasi muda dengan iman dan takwa
serta berilmu pengetahuan sehingga dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai al-Quran.

f. Sosiologi pendidikan Islam sebagai sosiologi terapan


Sosiologi pendidikan dianggap bukan ilmu yang murni akan tetapi sebuah ilmu yang
diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi dengan pendidikan Islam
dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada seluruh pendidikan.

g. Sosiologi pendidikan Islam sebagai latihan


Bagi petugas pendidikan agar para pendidik memahani betul masyarakat dan latar belakang
social tempat anak disosialisi. Adakalanya agar pendidik memperbaiki teknik mengajarnya
agar selara dan dapat menjawab sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. [13]

Menurut pendapat lain, tujuan sosiologi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai
berikut:

a. Menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Dalam hal ini harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap
perkembangan pribadi anak.

b. Menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial. Banyak pakar yang beranggapan bahwa
pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan
memiliki ijazah atau gelar yang semakin tinggi, maka akan mampu menduduki jabatan yang
lebih tinggi pula yang juga akan menghasilkan penghasilan yang lebih banyak sehingga
kesejahteraan sosialpun tercapai. Di samping itu, banyaknya pengetahuan dan keterampilan
dapat mengembangkan aktivitas dan kreatifitas sosial.

c. Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan


dalam masyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan
itu berada. Sebagai contoh, perguruan tinggi didirikan di tingkat propinsi atau kabupaten yang
cukup animo mahasiswanya serta tersedia dosen yang bonafid.

d. Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan sosial. Peranan


warga yang berpendidikan sering menjadi ukuran tentang maju dan berkembangnya
kehidupan masyarakat. Sehingga sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan-segan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, terutama dalam memajukan kepentingan
masyarakat. Mereka harus mampu menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup
sosial.

e. Membantu menentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional harus sesuai dengan
falsafah hidup bangsa (Indonesia; Pancasila). Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak
pada keterkaitannya dengan GBHN yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam sidang
umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan
masyarakat dan kebutuhan manusia.

f. Menurut E.G. Payne, sosiologi pendidikan bertujuan memberikan latihan-latihan yang efektif
kepada guru-guru dalam bidang sosiologi.

g. Memahami hubungan antar manusia di sekolah serta struktur masyarakat.[14]

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Sosiologi Pendidikan Islam adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan
proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik sesuai dengan ajaran
agama Islam, mengatur bagaimana seorang individu berhubungan dengan individu yang lain sesuai
dengan kaidah-kaidah Islam yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan serta
mengorganisasikan pengalamannya.

2. (laun aku rangkumn)

3. Masalah-masalah yang diselidiki sosiologi pendidikan atau ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi
pokok-pokok antara lain:

a. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat, yang meliputi:

b. Hubungan antar manusia di dalam sekolah, dalam hal ini yang menjadi kajian yaitu menganalisis
struktur sosial di dalam sekolah. Pola kebudayaan di dalam sistem sekolah berbeda dengan apa
yang terdapat di dalam masyarakat di luar sekolah. Bidang yang dapat dipelajari antara lain:

c. Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah, jadi yang
diutamakan adalah aspek proses pendidikan itu sendiri, bagaimana pengaruh sekolah terhadap
murid. Seperti peranan sosial guru, hakikat kepribadian guru, pengaruh kepribadian guru terhadap
kelakuan anak, dan fungsi sekolah dalam sosialisasi murid

d. Sekolah dalam masyarakat, yaitu menganalisis pola interaksi sekolah dengan kelompok sosial
dalam masyarakat di sekitarnya, meliputi:

4. Tujuan sosiologi pendidikan terdiri dari beberapa konsep berikut:

a. Sosiologi pendidikan sebagai analisis proses sosialisasi

b. Sosiologi pendidikan sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat

c. Sosiologi pendidikan sebagai analisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat

d. Sosiologi pendidikan sebagai alat kemajuan dan perkembangan sosial

e. Sosiologi pendidikan sebagai dasar untuk menentukan tujuan pendidikan

f. Sosiologi pendidikan sebagai sosiologi terapan

g. Sosiologi pendidikan sebagai latihan bagi petugas pendidikan


DAFTAR PUSTAKA

Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta, Rineka Cipta, 2002, cet 1.

file:///E:/SOS%20pend/Ciri,%20Tujuan%20dan%20Sejarah%20Sosiologi%20Pendidikan%20_%20unsi
lster.htm

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua. Jakarta, Balai Pustaka,
2001, cet. ke-3.

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. ke-3.

http://aim-mualim.blogspot.com/2011/12/sosiologi-pendidikan-islam.html

http://yuliantihome.wordpress.com/2012/09/19/sosiologi-pendidikan-islam/

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2002, cet. ke-7.

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam , pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta : Ciputat
Pers, 2002, cet. ke-1.

Anda mungkin juga menyukai