Anda di halaman 1dari 29

ULASAN TEMA KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Jumatre
NIM : E1Q020027
Fakultas & prodi : FKIP- pendidikan fisika
Semester : 1 (ganjil)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas ini.
Dengan karunia-Nyalah penulisa dapat menyelesaikan tugas tentang “artikel tema keislaman”
ini yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas
rahmat dan karunia-Nya beserta keluarganya, para sahabatnya dan semua umatnya yang
istiqomah hingga akhir zaman.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah membimbing kami.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat untuk berbagai pihak dan juga sedia
kiranya pembaca memberikan umpan balik berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penyusun, Mataram, 14 oktober 2020


Nama : Jumatre
NIM : E1Q020027

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I Tauhid : Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam…...1
BAB II Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits…………………………….. 5
BAB II Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits ……………………………………………10
BAB IVPengertian Salaf Menurut Al-Hadits …………………………………………… 16
Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum…………………. 18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..25
LAMPIRAN………………………………………………………………………………….26

iii
BAB I
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
A. Pendahuluan
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi yang nyata dan
Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi
semesta alam.
Secara etimologis kata Allah (‫ )هللا‬diderivasi dari kata ilah (‫ ) إله‬yang berarti menyembah (‫) عبد‬.
Kata Allah (‫ )هللا‬juga dapat diderivasi dari kata alih (‫ ) أله‬yang berarti ketenangan (‫كن‬QQ‫) س‬,
kekhawatiran (‫ ) فزع‬dan rasa cinta yang mendalam (‫) ولع‬. Ketiga makna kata alih (‫ ) أله‬mengarah
kepada makna keharusan untuk tunduk dan mengagungkan.
Kata pertama yang dicatat sejarah dalam pengekspresian ketuhanan adalah kata ilahah (‫) إالهة‬.
Kata ini merupakan nama bagi dewa matahari yang disembah oleh masyarakat Arab. Kata
ilahah (‫ ) إالهة‬selanjutnya digunakan untuk mengekspresikan sifat-sifat matahari.Salah satunya
adalah kata ulahah (‫ ) األلهة‬yang berarti terik matahari yang panas.Kata ilahah (‫ ) إالهة‬juga tidak
lepas dari makna keagungan, ketundukan dan bahkan penyembahan.Sebagaimana dicatat oleh
Ibnu Manzhur bahwa masyarakat menamakan matahari dengan ilahah (‫ ) إالهة‬karena mereka
menyembah dan mengagungkan matahari.
Bahkan secara tegas Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai dirinya Allah. Seperti
dalam surat Thaha ayat 14 yaitu:

Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha: 14).
Dia juga dalam al-Qur’an yang bertanya:
Artinya: Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut
disembah)?
Dari beberapa pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata Allah adalah kata khusus
yang tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya, ia adalah kata yang sempurna huruf-hurufnya,
sempurna maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya, kerena hanya
Tuhan Yang Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut,
selain-Nya tidak ada, bahkan tidak boleh. Hanya Dia juga yang berhak memperoleh keagungan
dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya itu.
1. Sejarah Pemikiran manusia tentang Tuhan
Pemikiran Manusia di sini adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran manusia baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniyah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun
pengalaman bathin.

1
Max muller EB taylor robertson smith

A. Pemikiran Barat
Teori Ketuhanan dalam pemikiran barat berangkat dari teori Evolusionisme yang pada awal
mulanya dikemukakan oleh Max Muller, EB. Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens.
Menurut teori ini konsep Ketuhanan berangkat dari kepercayaan :
1. Dinamisme Yaitu pola kepercayaan manusia terhadap adanya kekuatan yang maha dasat
yang berpengaruh dalam kehidupan. Kekuatan tersebut diyakini bersemayam dalam benda-
benda.
2. Animisme merupakan Pola kepercayaan masyarakaat terhadap roh gaib yang diyakini
memiliki peran besar dalam kehidupan manusia.
3. Politeisme yaitu Pola kepercayaan terhadap dewa-dewa
4. Henoteisme yakni Pola kepercayaan yang diusung atas motif ketidak puasan atas
keberadaan dewa-dewa yang jumlahnya banyak sehingga diperlukan pengkultusan terhadap
beberapa dewa saja
5. Monoteisme yaitu Konsep kepercayaan terhadap satu Tuhan.

Andrew Lang
Teori ini ditentang oleh Andrew Lang (1898), Bagi Adrew Lang Konsepsi EB. Taylor tentang
Evolusionisme sulit untuk dipertahankan, sebab kepercayaan Monotheisme pada dasarnya
sudah terbangun sejak zaman masyarakat primitif.

2
Dengan munculnya pandangan Adrew lang ini, para sarjana Barat mulai meyakini bahwa
kepercayaan terhadap Tuhan bukan datang secara Evolusionisme melainkan dengan jalan
agama melalui wahyu.

2. Pemikiran Umat Islam


Pemikiran terhadap Tuhan di kalangan umat Islam timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad
Saw. Secara garis besarnya terdiri dari:
Mu’tazilah: orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di
antara posisi mukmin dan kafir (manzilah baina manzilatain).
Qodariah: manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri
yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin.
Jabariah: manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Semua
tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
Asy’ariyah dan Maturidiyah: pendapat kedua aliran ini berada di antara Qodariah dan
Jabariah.
Pada prinsipnya aliran-aliran di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Umat Islam
yang memilih aliran mana saja sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar
dari Islam.

3. Tuhan menurut Ajaran Islam


Tuhan dalam konsep Alquran adalah Allah (Q.S. Ali Imran, 3:62)

‫ُز ْٱل َح ِكي ُم‬ ‫َو ْٱل َع ِزي‬ ُ‫ٍه إِاَّل ٱهَّلل ُ ۚ َوإِ َّن ٱهَّلل َ لَه‬ َ‫ا ِم ْن إِ ٰل‬ ُّ
‫ق ۚ َو َم‬ ‫صُ ْٱل َح‬ َ َ‫َو ْٱلق‬
‫ص‬ ُ‫َذا لَه‬ َ‫إِ َّن ٰه‬
Terjemah Arti: Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
( Shad, 38:35),

ُ‫ك أَنتَ ْٱل َوهَّاب‬


َ َّ‫ى ۖ إِن‬
ٓ ‫ِد‬ ‫ٍد ِّم ۢن بَ ْع‬ ‫ا اَّل يَ ۢنبَ ِغى أِل َ َح‬ ‫رْ لِى َوهَبْ لِى ُم ْل ًك‬ ِ‫ا َل َربِّ ٱ ْغف‬ َ‫ق‬
Terjemah Arti: Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan
yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Pemberi".
Muhammad, 47; 19).

‫َو ٰى ُك ْم‬ ِ َ‫ْؤ ِم ٰن‬


‫ت ۗ َوٱهَّلل ُ يَ ْعلَ ُم ُمتَقَلَّبَ ُك ْم َو َم ْث‬ ‫ْؤ ِمنِينَ َو ْٱل ُم‬ ‫ك َولِ ْل ُم‬
َ ِ‫َذ ۢنب‬ ِ‫تَ ْغفِرْ ل‬ ْ ‫هَ إِاَّل ٱهَّلل ُ َو‬
‫ٱس‬ َ‫ٱ ْعلَ ْم أَنَّهۥُ ٓاَل إِ ٰل‬ َ‫ف‬
Terjemah Arti: Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan)
selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-
laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
Ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada para nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan
“Allah” juga (Q.S. Hud, 11; 84, dan Al-Maidah, 5; 72). Allah adalah Esa (Q.S. Al-Ankabut, 29;
46, Thaha, 20; 98 & Shad, 38; 4).

3
Menurut informasi Alquran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah
sebutan ”Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan dari wahyu yang
datang dari Allah sendiri. Keesaan Allah adalah mutlak, tidak dapat disejajarkan dengan yang
lain.
Kebenaran tentang Tuhan yang datang dari Tuhan sendiri merupakan kebenaran yang bersifat
mutlak. Informasi yang benar tentang Tuhan harus melalui Rasul yang dipercaya dan dipilih
Tuhan untuk menerangkan tentang diri-Nya. Alquran menegaskan Nabi Muhammad Saw.
sebagai Rasul terakhir (Q.S. An-Najm, 53; 2-4).

4. TEORI PEMBUKTIAN TUHAN


1. Keberadaan alam semesta raya

ِ ‫ت أِّل ُ ۟ولِى ٱأْل َ ْل ٰ َب‬ٍ ‫ار َل َءا ٰ َي‬ ٰ ْ ‫ض َو‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
ِ ‫إِنَّ فِى َخ ْل ِق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
‫ب‬ ِ ‫ٱخ ِتلَفِ ٱلَّي ِْل َوٱل َّن َه‬
‫ َذا ٰ َبطِ اًل‬Q‫ت ٰ َه‬
َ ‫ا َخ َل ْق‬QQ‫ا َم‬QQ‫ض َر َّب َن‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
ِ ‫ ٰ َم ٰ َو‬Q‫ٱلس‬
َّ ‫ق‬Qِ Q‫ُون فِى َخ ْل‬
Qَ ‫وب ِه ْم َو َي َت َف َّكر‬Q َ ‫ذ ُكر‬Qْ Q‫ِين َي‬
ِ Q‫و ًدا َو َعلَ ٰى جُ ُن‬QQ‫ُون ٱهَّلل َ قِ ٰ َيمًا َوقُ ُع‬ َ ‫لَّذ‬
ِ ‫اب ٱل َّن‬
‫ار‬ َ ‫ُسب ٰ َْح َن َك َفقِ َنا َع َذ‬
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
Neraka. (QS. Ali Imron : 190-191).
2. Pendekatan Astronomi
Dalam al-Qur’an S. al-A’raf :54 Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam “

4
BAB II

Sains dan teknologi dalam qur’an dan hadist

A. Pendahuluan
Pendidikan Islam yang mengalami masa tunas pada masa Dinasti Bani Umayyah mencapai
puncaknya pada masa Dinasti Bani Abbasiyah. Kemajuan pendidikan Islam pada masa ini
dikarenakan penguasa dari Dinasti Bani Abbasiyah mengambil kebijakan dengan mengangkat
orang-orang Persia menjadi pejabat-pejabat penting di istana, terutama dari keluarga
Baramikah, sebuah keluarga yang telah lama bersentuhan dengan filsafat dan ilmu
pengetahuan Hellenisme yang mempengaruhi umat Islam untuk belajar dan mengembangkan
pemikiran Islam. Hal ini semakin nyata setelah penguasa dari Dinasti ini memproklamirkan
aliran Mu’tazilah, sebuah aliran teologi rasional sebagai mazhab resmi negara. Pada masa ini
pendidikan Islam mencapai zaman keemasannya. Filsafat Islam, ilmu pengetahuan, sains dan
pemikiran Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat sehingga menjadikan Islam sebagai
pusat keilmuan yang tiada tandingnya di dunia dan filsafat serta ilmu pengetahuannya menjadi
kiblat dunia pada saat itu. Perseteruan antara agama dan ilmu pengetahuan (sains) merupakan
isu klasik yang sampai saat ini masih berkembang di dunia Barat dalam wujud sekularisme.
Tetapi, Islam tidak mendekati persoalan sains ini dari perspektif tersebut karena al-Qur’an dan
al-Sunnah telah memberikan sistem yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau penyelidikan-penyelidikan ilmiah.
Jadi, kegiatan ilmiah merupakan bagian yang integral dari keseluruhan sistem Islam di mana
masing-masing bagian memberikan sumbangan terhadap yang lainnya. Al-Qur’an sangat
menekankan pentingnya membaca gejala alam dan merenungkannya. AlQur’an mengambil
contoh dari kosmologi, fisika, biologi, ilmu kedokteran dan lainnya sebagai tanda kekuasaan
Allah untuk dipikirkan oleh manusia. Tidak kurang dari tujuh ratus lima puluh ayat, sekitar
seperdelapan al-Qur’an yang mendorong orang beriman untuk menelaah alam, merenungkan
dan menyelidiki dengan kemampuan akal budinya serta berusaha memperoleh pengetahuan
dan pemahaman alamiah sebagai bagian dari hidupnya. Kaum muslim zaman klasik
memperoleh ilham dan semangat untuk mengadakan penyelidikan ilmiah di bawah sinar
petunjuk al-Qur’an, di samping dorongan lebih lanjut dari karya-karya Yunani dan sampai batas-
batas tertentu oleh terjemahan naskah-naskah Hindu dan Persia. Dengan semangat ajaran al-
Qur’an, para ilmuwan muslim tampil dengan sangat mengesankan dalam setiap bidang ilmu

5
pengetahuan. Pengaruh al-Qur’an ini tidak saja diakui oleh kalangan ilmuwan muslim zaman
dahulu, seperti al-Ghazali, (1983:45-48 ) dan al-Suyuthi, ( Dhahabi, 1961: 420) bahkan sarjana
Baratpun mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400) (1975: 400) dan George Sarton. (tt:23).

1. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an


Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu sama lain. Sains,
menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai
konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang
kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam.
Sedangkan teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses
pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang
produktif ekonomis (Baiquni, 1995: 58-60).
Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari pandangan al-Qur’an
tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada tingkatan yang hampir sama dengan
iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah ayat 11: “… niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat.”
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi ilmuwan begitu
banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya,
mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir: 27; al-Hajj: 5;
Luqman: 20; alGhasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30), membaca (al- ‘Alaq: 1-5) supaya
mengetahui suatu kejadian (al-An’am: 97; Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15),
menjadi yang berpikir atau yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101; al-Ra’d:
4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7; 190-191;
al-Zumar: 18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3).
Sedangkan pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi, dapat diketahui dari wahyu
pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia
Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS al-‘Alaq: 1-5).
Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa langkah/proses sebagai berikut.
Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara seksama alam
sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di dalamnya.
Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.
۟ ‫قُ ِل ٱنظُر‬
َ‫ت َوٱلنُّ ُذ ُر عَن قَوْ ٍم اَّل ي ُْؤ ِمنُون‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
ُ َ‫ض ۚ َو َما تُ ْغنِى ٱلْ َءا ٰي‬ ِ ‫ُوا َما َذا فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
Terjemah Arti: Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman".
Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak sekedar memperhatikan dengan
pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan
makna dari gejala alam yang diamati (Baiquni, 1997:20). Perintah ini tampak lebih jelas lagi di
dalam firman Allah di surat al-Ghasyiyah ayat 17-20: “Maka apakah mereka tidak
memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia

6
diangkat. Dan gunung-gunung bagaimana mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia
dibentangkan.”
Kedua, al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran terhadap
gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat al-Qamar ayat 149. “Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.”
Ketiga, al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap fenomena alam
melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai kesimpulan yang rasional.
Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat 11- 12. “Dia menumbuhkan bagimu, dengan
air hujan itu, tanamantanaman zaitun, korma, anggur, dan segala macam buahbuahan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.” Tiga
langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang sesungguhnya yang dijalankan oleh
sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik
kesimpulan (hukum-hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran itu.

2. Prinsip-Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an


1. Prinsip Istikhlaf
Prinsip istikhlaf merupakan salah satu prinsip dasar yang digariskan oleh al-Qur’an
dalam mendukung dan memantapkan kegiatan imiah. Konsep istikhlaf ini berkaitan erat
dengan fungsi kekhalifahan manusia. Dalam Islam, konsep kekhalifahan memiliki sifat
yang multi dimensional.
Pertama, konsep kekhalifahan telah menempatkan manusia sebagai pengatur dunia
ini dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu, imanusia dibekali dengan
dua kekuatan pokok, wahyu Allah dan kemampuan berpikir (akal). Apabila dua kekuatan
itu dipergunakan sebagaimana mestinya, maka manusia akan meraih keberhasilan
dalam kehidupan kini dan kehidupan nanti. Kedua, sebagai khalifah Allah, manusia
adalah makhluk yang paling bertanggung jawab terhadap Allah dibandingkan makhluk-
makhluk lainnya. Tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari anugerah
kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya. Ketiga, sebagai khalifah Allah, manusia
adalah makhluk yang memiliki peranan penting untuk mengolah potensipotensi alam
semesta. Manusia paling berperan dalam mengelola seluruh aspek kehidupan, baik
aspek fisik, sosial, dan spiritual yang didasarkan pada hukum-hukum Allah.
2. Prinsip Keseimbangan
Prinsip dasar lainnya yang digariskan oleh al-Qur’an adalah keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, spiritual dan material. Prinsip ini dibahas secara
luas dan mendalam di dalam al-Qur’an dengan mengambi berbagai bentuk ungkapan.
Manusia disusun oleh Allah dengan susunan dan ukuran tertentu, lalu diperuntukkan
bumi ini dengan kehendak-Nya untuk memenuhi kebutuhan susunan yang membentuk
manusia itu. Dengan demikian, al-Qur’an menghendaki terwujudnya keseimbangan
yang adil antara dua sisi kejadian manusia (spiritual dan material) sehingga manusia
mampu berbuat, berubah dan bergerak secara seimbang.
3. Prinsip Taskhir
Taskhir juga merupakan prinsip dasar yang membentuk pandangan al-Qur’an tentang
alam semesta (kosmos). Dan, tidak dapat dipungkiri, manifestasi prinsip ini ke dalam
kehidupan riil manusia harus ditopang oleh ilmu pengetahuan. Alam semesta ini (langit,
bumi, dan seisinya) telah dijadikan oleh Allah untuk tunduk kepada manusia. Allah telah
menentukan dimensi, ukuran, dan sunnah-sunnah-Nya yang sesuai dengan fungsi dan

7
kemampuan manusia dalam mengelola alam semesta secara positif dan aktif. Tetapi,
bersamaan dengan itu, al-Qur’an juga meletakkan nilai-nilai dan norma-norma yang
mengatur hubungan antara manusia dan alam semesta. Oleh sebab itu, al-Qur’an
sangat mengecam ekspoitasi yang melampaui batas. Prinsip taskhir yang ditopang oleh
penguasaan ilmu pengetahuan dan metodologinya merupakan faktor kondusif bagi
manusia dalam membangun bentuk-bentuk peradaban yang sesuai dengan cita-cita
manusia dan kemanusiaan.
4. Prinsip Keterkaitan antara Makhluk dengan Khalik
Prinsip penting lainnya adalah keterkaitan antara sistem penciptaan yang
mengagumkan dengan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Ilmu pengetahuan adalah
alat yang mutlak untuk memberikan penjelasan dan mengungkapkan keterkaitan itu.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim klasik telah menghabiskan sebagian besar umurnya untuk
mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap fenomena alam dan akhirnya mereka
sampai kepada kesimpulan yang pasti dan tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya
di balik semua realitas yang diciptakan (makhluk) pasti ada yang menciptakan. Proses
penciptaan yang berada pada tingkat sistem yang begitu rapih, teliti, serasi, tujuannya
telah ditentukan, dan keterikatannya terarah, pastilah bersumber dari kehendak Yang
Maha Tinggi, Maha Kuasa, dan Maha Mengatur. Berdasarkan empat prinsip di atas,
maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan (sains dan teknologi) merupakan kebutuhan
dasar manusia yang Islami selama manusia melakukannya dalam rangka menemukan
rahasia alam dan kehidupan serta mengarahkannya kepada Pencipta alam dan
kehidupan tersebut dengan cara-cara yang benar dan memuaskan.
3. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan Epistemologis
sejak awal kemunculannya, sains telah mengembangkan suatu pola di mana
rasionalisme dan empirisme menjadi pilar utama metode keilmuan (scientific method).
Pola berpikir sains ini ternyata telah berpengaruh luas pada pola pikir manusia di hampir
semua bidang kehidupannya. Sehingga, penilaian manusia atas realitasrealitas – baik
realitas sosial, individual, bahkan juga keagamaan – diukur berdasarkan kesadaran
obyektif di mana eksperimen, pengalaman empiris, dan abstraksi kuantitatif adalah cara-
cara yang paling bisa dipercaya. Akibatnya, seperti pengalaman AB Shah (1987)
(ilmuwan India) yang ingin memanfaatkan sains untuk memajukan masyarakat India,
sains telah memungkinkan manusia untuk memandang setiap persoalan secara obyektif
dan membebaskan manusia dari ikatan-ikatan takhayul. Akan tetapi, sayangnya, sains
juga membebaskan manusia dari agamanya. Tampaknya, menurut AB Shah, dunia
pengalaman kita sudah semakin sempit. Yang nyata adalah yang empiris, rasional.
Selain itu, termasuk agama, adalah mitos, obsesi dan khayalan. Di samping itu, sains
juga membawa nilai-nilai sekularisme. Sains memisahkan secara jelas antara dunia
material dengan spiritual, antara pengamat dengan yang diamati, antara subyek dengan
obyek, antara manusia dengan alam. Akibatnya, karena sains hanya mengamati fakta
dan aspek yang dapat diukur, sifat ruhaniah dari alam dan bendabenda yang ada di
dalamnya dihilangkan. Inilah yang disebut sekularisme oleh Naquib al-Attas. (1991).
sia Barat.” Perangkap epistemoogi peradaban (termasuk di dalamnya sains dan
teknologi) Barat demikian kuatnya yang, tampaknya, tidak memungkinkan bagi siapapun
untuk menghindar darinya. Bagi umat Muslim, sungguhpun belum mampu menciptakan
epistemologi alternatif sebagai tandingan, dalam kapasitas kemampuan masing-masing
umat harus kembali kepada al-Qur’an seraya mencermati pesan-pesan ilahiyah yang
terkandung dalam fenomena alam semesta. Harus diyakini sepenuhnya bahwa semua
yang diciptakan oleh Allah memiliki kerangka tujuan ilahiyah. Berpijak pada ajaran
Tauhid – di mana Allah adalah Pencipta alam semesta, segala sesuatu berasal dari-Nya
dan kembali kepada-Nya – seyogyanya setiap langkah yang diambil ditujukan untuk
memperoleh keridlaan-Nya dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Penyelidikan untuk

8
menyingkap rahasia alam semesta tanpa terkecuali terkait dengan kerangka tujuan ini.
Al-Qur’an tidak menghendaki penyelidikan terhadap alam semesta hanya untuk
pemuasan keinginan (science for science), seperti yang berlaku di Barat. Menurut al-
Qur’an, sains hanyalah alat untuk mencapai tujuan akhir. Pemahaman seseorang
terhadap alam harus mampu membawa kesadarannya kepada Allah Yang Maha
Sempurna dan Maha Tak Terbatas. Dalam perspektif inilah al-Qur’an menampakkan
dimensi spiritual dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. di dalam surat al-An’am: 76-79.

9
BAB III
Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

NABI Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) menjelaskan kurun beliau dan kurun para
sahabatnya ialah sebaik-baik kurun secara mutlak. Tidak ada kurun yang lebih baik daripada
kurun mereka. Barang siapa mengatakan selain itu, maka ia termasuk zindîq (orang sesat).
Dalam hadis ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Seorang lelaki bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Siapakah sebaik-baik manusia?’ Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: ‘(Yaitu) kurun, yang aku hidup saat ini, kemudian kurun berikutnya,
kemudian kurun berikutnya’.” Abu Burdah meriwayatkan dari ayahnya, bahwasanya ia berkata:
Kami mengerjakan salat Maghrib bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selepas
salat, kami berkata: “Bagaimana kalau kita duduk menunggu untuk mengerjakan ‘Isyâ bersama
beliau?” Maka kami pun sepakat duduk menunggu. Lalu beliau keluar menemui kami, beliau
berkata: “Apakah kalian masih di sini?” Kami menjawab: “Wahai Rasulullah, kami
mengerjakan salat Maghrib bersamamu, kemudian kami duduk menunggu di sini agar dapat
mengerjakansalat ‘Isyâ bersamamu”. “Bagus, sungguh tepat yang kalian lakukan itu!” sahut
beliau.
Kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, biasanya beliau sering menengadahkan
wajah ke langit. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫ت‬ ِ ‫إِ َذا َذ َه َب‬EE‫مَاءِ َف‬E‫ِلس‬ ٌ ‫ال ُّن ُجو ُم أَ َم َن‬
َّ ‫ة ل‬E
َ ‫إِ َذا َذه‬E‫ة أِل ُ َّمتِي َف‬E
‫َب‬ ٌ ‫ َحابِي أَ َم َن‬E‫ص‬
ْ َ‫ دُونَ َوأ‬E‫ا ُيو َع‬E‫ َحابِي َم‬E‫ص‬ ْ َ‫إِ َذا َذ َه ْبتُ أَ َتى أ‬E‫ َحابِي َف‬E‫ص‬ ْ َ ‫ة أِل‬E
ٌ ‫ا أَ َم َن‬E‫ ُد َوأَ َن‬E‫ا ُتو َع‬E‫ َما َء َم‬E‫الس‬
َّ ‫و ُم أَ َتى‬E‫ال ُّن ُج‬
َ‫ دُون‬EEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE‫ا ُيو َع‬EEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE‫ابي أَ َتى أ ُ َّمتِي َم‬ ْ َ‫أ‬
ِ ‫ َح‬EEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE‫ص‬
“Sesungguhnya bintang-bintang itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-bintang itu
lenyap, maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku adalah pengaman bagi
sahabatku, jika aku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas sahabatku.
Dan sahabatku adalah pengaman bagi umatku, jika sahabatku telah pergi maka akan datang
apa yang telah dijanjikan atas umatku” Rasulullah bersabda
‫ ُث َّم الَّذِين‬،‫و َن ُه ْم‬EEُ‫ ُث َّم الَّذِينَ َيل‬،‫رنِي‬E
ْ E‫اس َق‬
ِ ‫ ُر ال َّن‬E‫ َخ ْي‬:َ‫ال‬EE‫لَّ َم َق‬E‫س‬ َ ‫ ِه َو‬E‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬َ ‫ َع ِن ال َّنبِ ِّي‬،ُ‫َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ بن مسعود َرضِ َي هَّللا ُ َع ْنه‬
‫لم‬EE‫ ومس‬،‫اري‬EE‫ رواه البخ‬.ُ‫ َهادَ َته‬E ‫ش‬ َ َ ُ‫ ِبق‬E ‫وا ٌم َت ْس‬Eَ E‫ ُث َّم َي ِجي ُء أَ ْق‬،‫و َن ُه ْم‬EEُ‫ َيل‬Dari Abdullah bin
َ ‫ ُه‬E ‫ َو َيمِي ُن‬،ُ‫ ه‬E‫ ِد ِه ْم َيمِي َن‬E‫ َها َدةُ أ َح‬E ‫ش‬
Mas’ud, dari Nabi bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah masaku, lalu orang-orang sesudah
mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Selanjutnya datang kaum-kaum yang
kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului
kesaksiannya” (HR al-Bukhari dan Muslim)
A. Definisi Qarn
Qarn di antaranya didefinisikan dengan mi’atu sanah. Yakni seratus tahun atau satu abad.
Dalam bahasa kita disebut kurun.Dapat juga dimaknai masa atau waktu.Dan hadis di atas
menjelaskan tentang kurun manusia yang terbaik yaitu masa Rasulullah dengan para sahabat
beliau. Selanjutnya masa setelah sahabat adalah masa tabi’in, pengikut para sahabat. Setelah

10
itu adalah masa tabi’ut tabi’in yakni pengikut tabi’in, dan seterusnya. Begitulah penjelasan Imam
an-Nawawi rahimahullah.
Dalam al-Quran kata qarn ini menjadi peringatan kepada setiap hamba dan bahkan kaum, di
mana tatkala mereka banyak melakukan perbuatan dosa akan dibinasakan atau dihancurkan
olehAllahSWT.
ٰ
ۡ‫ج ِري مِن َت ۡحتِ ِهم‬ E ۡ ‫ َر َت‬E‫ا ٱأۡل َ ۡن ٰ َه‬EE‫س َمآ َء َعلَ ۡي ِهم ِّم ۡد َر ٗارا َو َج َع ۡل َن‬
َّ ‫س ۡل َنا ٱل‬ ِ ‫أَلَمۡ َي َر ۡو ْا َكمۡ أَ ۡهلَ ۡك َنا مِن َق ۡبلِ ِهم ِّمن َق ۡر ٖن َّم َّك َّن ُهمۡ فِي ٱأۡل َ ۡر‬
َ ‫ض َما لَمۡ ُن َم ِّكن َّل ُكمۡ َوأَ ۡر‬
َ‫اخ ِرين‬ َ ‫ش ۡأ َنا م ِۢن َب ۡع ِدهِمۡ َق ۡر ًنا َء‬ َ ‫وب ِهمۡ َوأَن‬ ٰ
ِ ‫َفأ َ ۡهلَ ۡك َن ُهم ِب ُذ ُن‬
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan
sebelum mereka. Padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu. Dan Kami curahkan hujan yang
lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami
binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi
yang lain. (QS al-An’am 6).
1. Pengertian Sahabat

Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam
keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati dia pernah murtad
seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan berjumpa dalam pengertian ini
lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya, berjalan bersama, terjadi pertemuan walau
tanpa bicara, dan termasuk dalam pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi atau orang
tersebut) pernah melihat yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut
sahabat (lihat Taisir Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151)

Dalil-dalil Al Kitab tentang keutamaan para Sahabat

1. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah beserta orang-
orang yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling
menyayangi sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud senantiasa
mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath)
2. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin
yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena
mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang yang
tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-
orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada
rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan
saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam
kesulitan.” (QS. Al Hasyr : 8-9)

11
3. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang
yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah
pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka.
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka
dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18)
4. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa
kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha
mepada Allah. dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At Taubah : 100)
5. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari dimana Allah tidak akan menghinakan
Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka bersinar di
hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. At Tahrim :) (lihat Al Is’aad, hal. 77-78)

Dalil-dalil dari As Sunnah tentang keutamaan para Sahabat

1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela seorang


pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah
satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak
akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar
genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih)
2. Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat),
kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang
yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
3. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang itu adalah amanat bagi
langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat yang dijanjikan
akan menimpa langit. Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila
aku telah pergi maka tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para
sahabatku. Sedangkan para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila
para sahabatku telah pergi maka akan datanglah sesuatu (perselisihan dan
perpecahan, red) yang sudah dijanjikan Allah akan terjadi kepada umatku ini.” (HR.
Muslim)
4. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencela para
sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan
laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah : 234)
5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang
para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah : 24) (lihat Al Is’aad, hal. 78)

Urutan keutamaan para Sahabat


Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Para sahabat itu memiliki keutamaan
yang bertingkat-tingkat.
[1] Yang paling utama di antara mereka adalah khulafa rasyidin yang empat; Abu
Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali, radhiyallahu’anhum al jamii’. Mereka adalah orang
yang telah disabdakan oleh Nabi ‘alaihi shalatu wa salam, “Wajib bagi kalian untuk
mengikuti Sunnahku dan Sunnah khulafa rasyidin yang berpetunjuk sesudahku,
gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”

12
[2] Kemudian sesudah mereka adalah sisa dari 10 orang yang diberi kabar gembira
pasti masuk surga selain mereka, yaitu : Abu ‘Ubaidah ‘Aamir bin Al Jarrah, Sa’ad bin
Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Zubeir bin Al Awwaam, Thalhah bin Ubaidillah dan
Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhum.
[3] Kemudian diikuti oleh Ahlul Badar,
[4] Ahlu Bai’ati Ridhwan, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah
ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji
setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan
membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18).
[5] Kemudian para sahabat yang beriman dan turut berjihad sebelum terjadinya Al
Fath. Mereka itu lebih utama daripada sahabat-sahabat yang beriman dan turut
berjihad setelah Al Fath. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tidaklah sama antara
orang yang berinfak sebelum Al Fath di antara kalian dan turut berperang. Mereka itu
memiliki derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang berinfak sesudahnya dan
turut berperang, dan masing-masing Allah telah janjikan kebaikan (surga) untuk
mereka.” (QS. Al Hadid : 10). Sedangkan yang dimaksud dengan Al Fath di sini adalah
perdamaian Hudaibiyah.
[6] Kemudian kaum Muhajirin secara umum,
[7] kemudian kaum Anshar. Sebab Allah telah mendahulukan kaum Muhajirin sebelum
Anshar di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu berfirman (yang artinya), “Bagi orang-
orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan
meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan
keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-
orang yang benar.” (QS. Al Hasyr : 8). Mereka itulah kaum Muhajirin. Kemudian Allah
berfirman tentang kaum Anshar, Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri
tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh
terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya
daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan.
Dan barangsiapa yang dijaga dari rasa bakhil dalam jiwanya maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr : 9). Allah mendahulukan kaum Muhajirin
dan amal mereka sebelum kaum Anshar dan amal mereka yang menunjukkan
bahwasanya kaum Muhajirin lebih utama. Karena mereka rela meninggalkan negeri
tempat tinggal mereka, meninggalkan harta-harta mereka dan berhijrah di jalan Allah,
itu menunjukkan ketulusan iman mereka…” (Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah yang dicetak
bersama Syarah ‘Aqidah Thahawiyah Darul ‘Aqidah, hal. 492-494)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sebab berbedanya


martabat para sahabat adalah karena perbedaan kekuatan iman, ilmu, amal shalih dan
keterdahuluan dalam memeluk Islam. Apabila dilihat secara kelompok maka kaum
Muhajirin paling utama kemudian diikuti oleh kaum Anshar. Allah ta’ala berfirman yang
artinya, “Sungguh Allah telah menerima taubat Nabi, kaum Muhajirin dan kaum Anshar.”
(QS. At Taubah : 117). Hal itu disebabkan mereka (Muhajirin) memadukan antara hijrah
meninggalkan negeri dan harta benda mereka dengan pembelaan mereka (terhadap
dakwah Nabi di Mekkah, pent). Sedangkan orang paling utama di antara para sahabat
adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Hal itu berdasarkan ijma’. Kemudian ‘Utsman,
kemudian ‘Ali. Ini menurut pendapat jumhur Ahlis Sunnah yang sudah mantap dan mapan
setelah sebelumnya sempat terjadi perselisihan dalam hal pengutamaan antara Ali
dengan ‘Utsman. Ketika itu sebagian ulama lebih mengutamakan ‘Utsman kemudian diam,
ada lagi ulama lain yang lebih mendahulukan ‘Ali kemudian baru ‘Utsman, dan ada pula

13
sebagian lagi yang tawaquf tidak berkomentar tentang pengutamaan ini. Orang yang
berpendapat bahwa ‘Ali lebih utama daripada ‘Utsman maka tidak dicap sesat, karena
memang ada sebagian (ulama) Ahlus Sunnah yang berpendapat demikian.” (Mudzakkirah
‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 77)

2. generasi tabiin

Generasi setelah sahabat ini disebut tabi’in. Menurut ulama hadits, semisal seperti dicatat
oleh Imam as Suyuthi dalam Tadribur Rowi, definisi tabi’in yang masyhur adalah: orang-
orang yang berjumpa dengan sahabat dalam keadaan Muslim, serta wafat juga dalam
keadaan Muslim. Disebabkan sanad adalah salah satu elemen penting sebuah hadits,
maka mengenal generasi tabi’in dan cara penyandaran hadits mereka kepada Nabi
maupun generasi sahabat menjadi patut dicermati. Nabi Muhammad dan generasi sahabat
yang notabene menjumpai beliau, dan mengamalkan Islam sebagaimana mereka ketahui
sendiri dari Nabi, adalah rujukan berislam generasi setelahnya. Ajaran-ajaran Nabi yang
tercatat dalam hadits mesti dilakukan penelusuran riwayat, demi mengetahui
keabsahannya. Ulama hadits dan sejarah menilai pentingnya membagi kelompok generasi
sahabat, tabi’in, dan generasi-generasi setelahnya, salah satunya sebagai cara menilai
kesahihan suatu hadits baik segi ketersambungan sanad atau pribadi perawinya. Masa
para tabi’in ini merentang dari pasca wafatnya Nabi, sampai sekitar 150 H. Pakar rijalul
hadits atau biografi perawi membuat klasifikasi tentang tabi’in ini. Secara garis besar,
pembagian tabiin ini dibagi menjadi generasi tabi’in tua (akbarut tabi’in) dan generasi tabi’in
yang lebih muda (shigharut tabi’in) salah satunya berdasarkan kedekatan dengan masa
Nabi. Sosok tabi’in yang masyhur dari kalangan tua semisal Said bin Musayyib, Hasan Al
Basri, dan Uwais al Qarni, yang di daerahnya masing-masing dinilai sebagai tabi’in paling
istimewa.Kemudian dari golongan tabi’in muda yang lebih jauh dari masa Nabi, semisal
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas.Tokoh yang membuat klasifikasi tabi’in antara
lain Imam Muslim, Imam Ibnu Sa’ad, dan Imam al Hakim. Nama yang disebut terakhir
membuat sampai 15 tingkatan tabi’in, dan di urutan pertama adalah tabi’in yang berjumpa
sepuluh orang yang dikabarkan masuk surga (al-‘asyarah mubasysyarun bil jannah).
Mengenali posisi generasi seorang perawi itu penting karena berkaitan erat dengan
kesahihan hadits. Jika seorang pengkaji hadits belum mengidentifikasi tokoh perawi dalam
sanad, maka penilaian atas hadits tersebut bisa kurang tepat. Mengapa sedemikian urgen
mengenal generasi ini? Terkait posisi tabi’in, dikenal istilah hadits mursal dan hadits
maqthu’. Patut diketahui bahwa berdasarkan penyandarannya dalam sanad dan matan,
hadits dibagi menjadi tiga: marfu’, yaitu hadits-hadits yang disandarkan pada Nabi;
kemudian hadits mauquf, yaitu hadits yang disandarkan kepada sahabat; dan kemudian
hadits maqthu’, yang riwayatnya disandarkan pada perilaku tabi’in. Jika riwayat yang
disandarkan kepada tabi’in ini tidak menunjukkan adanya keterkaitan dengan Nabi atau

14
generasi sahabat, maka mayoritas ulama tidak menjadikannya hujjah suatu hukum.
Meskipun generasi tabi’in hanya berselisih satu generasi dengan Nabi, namun karena
masih terpaut kalangan sahabat, perkataan tabi’in yang disandarkan langsung kepada Nabi
secara umum dinilai terputus sanadnya. Oleh para ulama hadits keadaan ini disebut hadits
mursal, yaitu hadits yang perawi dari kalangan sahabat tidak disebutkan, dan kebanyakan
ulama menilainya sebagai hadits dla’if. Demikian dari sudut pandang ilmu hadits, mengenal
tabi’in itu penting.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Taqrib at-Tahdzib membagi para tabiin


menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan sumber periwayatannya, yaitu:

 Para tabiin kelompok utama/senior (kibar at-tabi'in), yang telah wafat sekitar tahun
95 H/713 M. Mereka seangkatan dengan Said bin al-Musayyab (lahir 13 H - wafat 94
H),
 Para tabiin kelompok pertengahan (al-wustha min at-tabi'in), yang telah wafat sekitar
tahun 110 H/728 M. Mereka seangkatan dengan Al-Hasan al-Bashri (lahir 21 H -
wafat 110 H) dan Muhammad bin Sirin (lahir 33 H - wafat 110 H),
 Para tabiin kelompok muda (shighar at-tabi'in) yang kebanyakan meriwayatkan
hadis dari para tabiin tertua, yang telah wafat sekitar tahun 125 H/742 M. Mereka
seangkatan dengan Qatadah bin Da'amah (lahir 61 H - wafat 118 H) dan Ibnu
Syihab az-Zuhri (lahir 58 H - wafat 124 H),
 Para tabiin kelompok termuda yang kemungkinan masih berjumpa dengan
para sahabat nabi dan para tabiin tertua walau tidak meriwayatkan hadis dari
sahabat nabi, yang telah wafat sekitar tahun 150 H/767 M. Mereka seangkatan
dengan Sulaiman bin Mihran al-A'masy (lahir 61 H - wafat 148 H).

3. Generasi Tabi'ut Tabi'in

Tabi'ut Tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫ )تابع التابعين‬adalah generasi setelah Tabi'in,


artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak
mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Tabi'ut Tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi
terbaik dalam sejarah Islam, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut Tabi'in disebut juga murid
Tabi'in.
Menurut banyak literatur Hadis: Tabi'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah
bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang

15
menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena
Tabi'in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah[1].
Tabi'in sendiri serupa seperti definisi di atas hanya saja mereka bertemu dengan Sahabat.
Sahabat yang terakhir wafat sekitar 80-90 Hijriah.

BAB IV
PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)

ُ َ‫سل‬
A. Definisi Salaf (‫ف‬ َّ ‫)ال‬

Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( ُ‫ ) اَل َّس َلف‬artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih
tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (‫)سلَفُ الرَّ ج ُِل‬ َ salaf seseorang,
maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2] Menurut istilah (terminologi), kata
Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para
Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun
(generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‫اس َقرْ نِيْ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم‬
ِ ‫خ ْي ُر ال َّن‬.
َ “Sebaik-baik
manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya
(masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).” Menurut al-Qalsyani:
“Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat
dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya.
Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan menegak-kan
agama-Nya”Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah
bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi
waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman
Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.). Barangsiapa yang
pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya
menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda
masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia
bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
dalam sebuah hadis juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan salaf pertama kali adalah
sahabat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sebaik-baik manusia adalah pada masa
ku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang
sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in). Demikian juga yang dikatakan oleh para ulama
bahwasannya yang dimaksud dengan salaf adalah para sahabat.

Akan tetapi pembatasan secara waktu tidaklah mutlak tepat karena kita mengetahui bahwa
beberapa sekte bid’ah dan sesat sudah muncul pada masa-masa tersebut. Karena itulah
keberadaan mereka pada masa-masa itu (tiga kurun yang dimuliakan) tidaklah cukup untuk
menghukumi bahwa dirinya berada diatas Manhaj Salaf, selama dirinya tidak mengikuti
sahabat radhiyallahu ‘anhum dalam memahami Al Quran dan Assunnah. Karena itulah ulama
memberi batasan As-Salaf Ash-Shalih (pendahulu yang shalih).

Imam al Auza’i rahimahullah (wafat th.157 H) seorang Imam Ahlu Sunnah dari Syam berkata,
“Bersabarlah dirimu diatas sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat tegak
diatasnya. Katakanlah sebagai mana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa
yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan salafush shalih karena akan
mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka.”

16
Berdasarkan keterangan diatas, menjadi jelaslah bahwa kata salaf muthlak ditujukan untuk
para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, semoga Allah Ta’ala meridhai mereka semua. Maka barang siapa yang
mengikuti mereka semua dalam agama yang haq ini, maka ia adalah generasi penerus dari
sebaik-baik pendahulu yang mulia.

B. Adakah dalil yang menunjukkan kewajiban untuk mengikuti


mereka?

Dalil-dalil dari Al Quranul Karim dan As Sunnah yang menunjukkan bahwa Manhaj Salaf
adalah hujjah yang wajib diikuti oleh kaum muslimin:

 Firman Allah Ta’ala, yang artinya,”Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia (karena kamu menyuruh) berbuat yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah…” (Ali ‘Imran : 10 )Syaikhul
Islam IbnuTaimiyah rahimahullah dalam kitabnya Naqdul Mantiq  menjelaskan: kaum
muslimin telah sepakat bahwa umat ini adalah sebaik-baik umat dan paling sempurna,
dan umat yang paling sempurna dan utama adalah generasi yang terdahulu yaitu
generasi para Sahabat.
 Firman Allah Jalla Jalaaluhu, yang artinya,  ”Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan-jalan orang-
orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang Telah dikuasainya itu
dan kami masukkan ia kedalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.”  (An Nisaa: 115 )Imam Ibnu Abi Jamrah rahimahullah mengatakan, ”Para
ulama telah berkata mengenai makna dalam firman Allah, ”Dan mengikuti jalan yang
bukan jalan-jalan orang yang beriman”  yang dimaksud adalah (jalan) para Sahabat
generasi pertama.
 Diriwayatkan dari Sahabat al- ‘Irbadh bin sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,”Suatu
hari Rasulullah shalallah ‘alaihi wasallam pernah shalat bersama kami kemudian
beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan
nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka
seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang
yang akan berpisah, maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,‘Aku wasiatkan kepada kalian supaya
tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang
memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh orang yang hidup
diantara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib
atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang
mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan
jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena
sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
itu adalah sesat.” HR Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no.4607), at-Tirmidzi
(no.2676), ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah  (I/205), al Hakim
(I/95)Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas terdapat perintah untuk
berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin
sepeninggal beliau.

17
BAB V

ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN


PENEGAKAN HUKUM

A. Islam
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah
menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang
harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam.

Allah ta’ala berfirman,

َ ِّ ‫م ال َّنبِ ِّيينَ َو َكانَ هَّللا ُ بِ ُكل‬Eَ ‫ هَّللا ِ َو َخا َت‬Eَ‫سول‬


ً ‫ء َعلِيما‬Eٍ ‫ش ْي‬ ُ ‫َّما َكانَ ُم َح َّم ٌد أَ َبا أَ َح ٍد ِّمن ِّر َجالِ ُك ْم َولَكِن َّر‬

“Muhammad itu bukanlah seorang ayah dari salah seorang lelaki diantara kalian, akan tetapi
dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)

Allah ta’ala juga berfirman,

ً ‫م دِينا‬Eَ َ‫م اإلِ ْسال‬Eُ ‫ َو َرضِ يتُ لَ ُك‬E‫م ن ِْع َمتِي‬Eْ ‫م َوأَ ْت َم ْمتُ َعلَ ْي ُك‬Eْ ‫ا ْل َي ْو َم أَ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِي َن ُك‬

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan
nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.”  (QS. Al
Maa’idah: 3)

Allah ta’ala juga berfirman,

‫إِنَّ ال ِّدينَ ِعن َد هّللا ِ اإلِ ْسالَ ُم‬

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)

Allah ta’ala berfirman,

َ‫ُو فِي اآلخ َِر ِة مِنَ ا ْل َخاسِ ِرين‬Eَ ‫ ِم ْن ُه َوه‬Eَ‫غ َغ ْي َر اإلِ ْسالَ ِم دِينا ً َفلَن ُي ْق َبل‬Eِ ‫َو َمن َي ْب َت‬

“Dan barang siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan pernah diterima
darinya dan di akhirat nanti dia akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)

18
Allah ta’ala mewajibkan kepada seluruh umat manusia untuk beragama demi Allah dengan
memeluk agama ini. Allah berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Eِ ‫آ ِم ُنو ْا بِاهّلل‬EE‫و ُي ْحيِـي َو ُيمِيتُ َف‬E َ E‫ ُه‬Eَّ‫ض ال إِلَـ َه إِال‬ ِ ‫ت َواألَ ْر‬ ِ ‫ َم َاوا‬E‫الس‬َّ ‫ ُك‬E‫ لَ ُه ُم ْل‬E‫ الَّ ِذي‬Eً‫م َجمِيعا‬Eْ ‫ هّللا ِ إِلَ ْي ُك‬Eُ‫سول‬ ُ ‫ أَ ُّي َها ال َّن‬E‫ َيا‬Eْ‫قُل‬
ُ ‫اس إ ِ ِّني َر‬
َ‫م َت ْه َتدُون‬Eْ ‫ َو َكلِ َماتِ ِه َوا َّتبِ ُعوهُ لَ َعلَّ ُك‬Eِ ‫ه ال َّنبِ ِّي األ ُ ِّم ِّي الَّذِي ُي ْؤمِنُ بِاهّلل‬Eِ ِ‫سول‬
ُ ‫َو َر‬

“Katakanlah: Wahai umat manusia, sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah bagi kalian
semua, Dialah Dzat yang memiliki kekuasaan langit dan bumi, tidak ada sesembahan yang
haq selain Dia, Dia lah yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kalian kepada
Allah dan Rasul-Nya seorang Nabi yang ummi (buta huruf) yang telah beriman kepada Allah
serta kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia supaya kalian mendapatkan hidayah.”  (QS. Al
A’raaf: 158)

Di dalam Shahih Muslim terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalur Abu


Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda yang
artinya, “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangannya. Tidaklah ada seorang manusia
dari umat ini yang mendengar kenabianku, baik yang beragama Yahudi maupun Nasrani
lantas dia meninggal dalam keadaan tidak mau beriman dengan ajaran yang aku bawa
melainkan dia pasti termasuk salah seorang penghuni neraka.”

Agama Islam adalah agama yang benar. Sebuah agama yang telah mendapatkan jaminan
pertolongan dan kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa saja yang berpegang teguh
dengannya dengan sebenar-benarnya. Allah ta’ala berfirman,

َ‫ش ِر ُكون‬ ِ ‫ِين ا ْل َحقِّ لِ ُي ْظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّد‬


ْ ‫ ا ْل ُم‬E‫و َك ِر َه‬Eْ َ‫ين ُكلِّ ِه َول‬ ِ ‫ َود‬E‫سولَ ُه ِبا ْل ُه َدى‬ َ ‫ُه َو الَّذِي أَ ْر‬
ُ ‫سل َ َر‬

“Dia lah Zat yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Petunjuk dan Agama yang
benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama-agama yang ada, meskipun orang-orang
musyrik tidak menyukainya.” (QS. Ash Shaff: 9)

Allah ta’ala berfirman,

E‫م دِي َن ُه ُم‬Eْ ‫م َولَ ُي َم ِّك َننَّ لَ ُه‬Eْ ‫ف الَّذِينَ مِن َق ْبلِ ِه‬
َ َ‫ َت ْخل‬E‫اس‬ ِ ‫ َت ْخلِ َف َّن ُهم فِي اأْل َ ْر‬E‫ت لَ َي ْس‬
ْ ‫ا‬EE‫ض َك َم‬ َّ ‫ الَّذِينَ آ َم ُنوا مِن ُك ْم َو َع ِملُوا‬Eُ ‫َو َع َد هَّللا‬
ِ ‫ال َِحا‬E‫الص‬
َ‫م ا ْل َفاسِ قُون‬Eُ ‫ش ْيئا ً َو َمن َك َف َر َب ْع َد َذلِ َك َفأ ُ ْولَئِ َك ُه‬ ْ ‫ اَل ُي‬E‫د َخ ْوفِ ِه ْم أَ ْمنا ً َي ْع ُبدُو َننِي‬Eِ ‫ضى لَ ُه ْم َولَ ُي َب ِّدلَ َّن ُهم ِّمن َب ْع‬
َ E‫ش ِر ُكونَ بِي‬ ْ ‫الَّذِي‬
َ ‫ار َت‬

“Allah benar-benar telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman serta beramal salih
diantara kalian untuk menjadikan mereka berkuasa di atas muka bumi sebagaimana orang-
orang sebelum mereka telah dijadikan berkuasa di atasnya. Dan Allah pasti akan
meneguhkan bagi mereka agama mereka, sebuah agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka peluk. Dan Allah pasti akan menggantikan rasa takut yang sebelumnya menghinggapi
mereka dengan rasa tenteram, mereka menyembah-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku
dengan sesuatu apapun. Dan barangsiapa yang ingkar sesudah itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (QS. An Nuur: 55).

Secara umum dapat dikatakan bahwasanya Islam memerintahkan semua akhlak yang mulia
dan melarang akhlak yang rendah dan hina. Islam memerintahkan segala macam amal salih
dan melarang segala amal yang jelek. Allah ta’ala berfirman,

َ‫م َت َذ َّك ُرون‬Eْ ‫م لَ َعلَّ ُك‬Eْ ‫شاء َوا ْل ُمن َك ِر َوا ْل َب ْغي ِ َي ِع ُظ ُك‬
َ ‫ ا ْلقُ ْر َبى َو َي ْن َهى َع ِن ا ْل َف ْح‬E‫ ِذي‬E‫ان َوإِي َتاء‬ َ ‫ل َواإلِ ْح‬Eِ ْ‫إِنَّ هّللا َ َيأْ ُم ُر بِا ْل َعد‬
Eِ ‫س‬

19
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, ihsan dan memberikan nafkah kepada
sanak kerabat. Dan Allah melarang semua bentuk perbuatan keji dan mungkar, serta
tindakan melanggar batas. Allah mengingatkan kalian agar kalian mau mengambil
pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)

B. BERBAGI

Bersedekah adalah suatu ibadah yang dapat kita lakukan kapan saja. Bersedekah sangat
dianjurkan dalam Islam. Dengan bersedekah, hubungan bersosial bisa menjadi lebih baik.
Bersedekah juga menjauhkan diri dari sikap sombong dan angkuh. Memberikan sesuatu
dengan ikhlas kepada oang lain dapat meringankan beban mereka. Sedekah berasal dari
bahasa Arab "shadaqoh" yang artinya adalah suatu pemberian dari seorang muslim kepada
orang lain secara sukarela tanpa adanya batasan waktu dan jumlah tertentu. Allah berfirman
dalam surat An-Nisa ayat 114 yang menyuruh umat muslim untuk senantiasa berbuat kebaikan
salah satunya dengan bersedekah.

۞ ِ ‫ت ٱهَّلل‬
ٰ ٰ ْ ‫ف أَ ْو إ‬
ٍ ‫ ُرو‬E‫دَ َق ٍة أَ ْو َم ْع‬E‫ص‬
ِ ‫ا‬E‫ض‬َ ‫ٓا َء َم ْر‬E‫ َك ٱ ْبتِ َغ‬Eِ‫ لْ َذل‬E‫اس ۚ َو َمن َي ْف َع‬
ِ ‫لَ ۭ ٍح َب ْينَ ٱل َّن‬E‫ص‬ ِ َ ‫ َو ٰى ُه ْم إِاَّل َمنْ أَ َم‬E‫ِير ِّمن َّن ْج‬
َ ‫ر ِب‬E ٍ ‫لَّا َخ ْي َر فِى َكث‬
َ
‫ف ُن ْؤتِي ِه أ ْج ًرا َعظِ ي ًما‬
َ ‫س ْو‬ َ
َ ‫ف‬
Terjemah Arti: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

DALIL-DALIL TENTANG BERSEDEKAH


Ajaran Islam untuk berbagi ini tercantum dalam QS Ali Imran ayat 92.

‫ َعلِي ٌم‬ ‫بِهِۦ‬ َ ‫ٱهَّلل‬  َّ‫إِن‬EEEEEEEEEEEEE‫ َف‬  ٍ‫ ْىء‬EEEEEEEEEEEEE‫ش‬ ۟


َ  ‫مِن‬ ‫وا‬EEEEEEEEEEEEE ۟
ُ‫ ُتنفِق‬ ‫ َو َما‬  ۚ َ‫ ُت ِح ُّبون‬ ‫ ِم َّما‬ ‫وا‬EEEEEEEEEEEEEُ‫ ُتنفِق‬ ‫ َح َّت ٰى‬ ‫ر‬EEEEEEEEEEEEE
َّ ۟ ُ‫ال‬EEEEEEEEEEEEE‫ َت َن‬ ‫لَن‬
ِ‫ٱ ْلب‬ ‫وا‬
Artinya:
"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha
Mengetahui."
al-Baqarah (2) : 195. "Dan berinfaklah kamu (bersedekah atau nafakah) di jalan Allah dan
janganlah kamu mencampakkan diri kamu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah kerana
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik".

al-Baqarah (2) : 245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran

20
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

C. Keadilan dalam penegakan hukum

Adil adalah salah satu sifat mulia yang harus dimiliki oleh setiap manusia dalam rangka
menegakkan kebenaran kepada siapa saja tanpa terkecuali, walaupun kebenaran itu nantinya
akan merugikan dirinya sendiri. Prinsip keadilan (al-adl) inilah yang dijunjung tinggi dalam
hukum islam, yakni tidak memihak atau tidak berat sebelah, karena yang dijadikan pegangan
adalah kebenaran.

Dalam konteks hukum, keadilan harus ditegakkan dengan menghukum siapapun yang bersalah
tanpa pandang bulu. Karena keadilan berarti menempatkan semua manusia sama di depan
hukum. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah kasus hukum yang pernah
terjadi ketika itu.

Dikisahkan bahwa suatu ketika seorang wanita Bani Mahzum kedapatan mencuri. Pada masa
itu, Bani Mahzum adalah salah satu kelompok yang sangat terpandang dari suku Quraisy. Demi
menutupi aib dan rasa malu, para pemuka mereka kemudian meminta bantuan kepada Usamah
yang memiliki hubungan dekat dengan Nabi untuk melakukan pendekatan dan lobi kepada
Rasulullah. Ternyata usaha Usamah gagal total. Rasulullah justru menghardik dan memberi
peringatan keras kepadanya untuk tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.

Kasus itulah yang menjadi latar belakang sabda Rasulullah SAW dalam salah satu
hadisnya, “Kalau Fatimah, putriku, mencuri, pastilah akan aku potong tangannya.” (HR Bukhari
dan Muslim)

Kiranya, kisah tersebut bisa memberikan inspirasi dan teladan yang agung, terutama bagi
masyarakat di zaman sekarang yang mendambakan kejujuran dan tegaknya hukum yang adil
bagi semua orang. Melalui kasus tersebut, Nabi mengajarkan tentang beberapa masalah
mendasar yang perlu diperhatikan oleh para pemangku kekuasaan, khususnya kepada
penegak hukum, untuk berlaku adil.

Dalil ayat al-qur’an tentang keadilan dalam menegakkan hukum

21
 Sebagai seorang muslim, tentu saja kita harus bisa menyerap pesan-pesan keadilan yang
tersebar dalam ayat-ayat alquran. Berikut ini beberapa ayat alquran tentang perintah
menegakkan hukum secara adil yang penting untuk kita ketahui.

‫ِيعا‬ َ َ‫اس أَنْ َت ْح ُك ُموا بِا ْل َعدْ ِل إِنَّ هَّللا َ ِن ِع َّما َي ِع ُظ ُك ْم بِ ِه إِنَّ هَّللا َ َكان‬
ً ‫م‬E ‫س‬ ِ ‫إِنَّ هَّللا َ َيأْ ُم ُر ُك ْم أَنْ ُت َؤدُّوا اأْل َ َما َنا‬
ِ ‫ت إِلَى أَهْ لِ َها َوإِ َذا َح َك ْم ُت ْم َب ْينَ ال َّن‬
ً ِ‫َبص‬
‫يرا‬

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. – (Q.S An-Nisa: 58)

‫يرا َفاهَّلل ُ أَ ْولَى‬E


ً Eِ‫ا أَ ْو َفق‬EE‫ش َه َدا َء هَّلِل ِ َولَ ْو َعلَى أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ ِو ا ْل َوالِ َد ْي ِن َواأْل َ ْق َر ِبينَ إِنْ َي ُكنْ َغنِ ًّي‬
ُ ِ‫َيا أَ ُّي َها الَّذِينَ آ َم ُنوا ُكو ُنوا َق َّوامِينَ ِبا ْلق ِْسط‬
ً ‫ضوا َفإِنَّ هَّللا َ َكانَ ِب َما َت ْع َملُونَ َخ ِب‬
‫يرا‬ ُ ‫ِب ِه َما فَاَل َت َّت ِب ُعوا ا ْل َه َوى أَنْ َت ْع ِدلُوا َوإِنْ َت ْل ُووا أَ ْو ُت ْع ِر‬

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap kedua orangtua dan kaum kerabatmu.
Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (untuk
kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan untuk menjadi saksi,
maka ketahuilah bahwa Allah Mahateliti terhadap segala sesuatu yang kamu kerjakan. – (Q.S
An-Nisa: 135)

‫وا‬EEُ‫وى َوا َّتق‬Eَ E‫ب لِل َّت ْق‬ َ E‫اع ِدلُوا ه َُو أَ ْق‬
ُ ‫ر‬E ْ ‫ش َنآنُ َق ْو ٍم َعلَى أَاَّل َت ْع ِدلُوا‬
َ ‫اء ِبا ْلق ِْسطِ َواَل َي ْج ِر َم َّن ُك ْم‬ ُ ِ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذِينَ آ َم ُنوا ُكو ُنوا َق َّوامِينَ هَّلِل‬
َ ‫ش َه َد‬
‫هَّللا‬
َ‫َ إِنَّ َ َخ ِبي ٌر ِب َما َت ْع َملُون‬ ‫هَّللا‬

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penegak keadilan karena Allah, (ketika)
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. –
(Q.S Al-Maidah: 8)

َ‫ ْي ًئا َوإِنْ َح َك ْمت‬E‫ش‬ ُ ‫ض َع ْن ُه ْم َف َلنْ َي‬


َ ‫ ُّرو َك‬E‫ض‬ ْ ‫ ِر‬E‫اح ُك ْم َب ْي َن ُه ْم أَ ْو أَ ْع‬
ْ ‫ ِر‬E‫ض َع ْن ُه ْم َوإِنْ ُت ْع‬ ْ ‫ت َفإِنْ َجا ُءو َك َف‬ ُّ ‫ب أَ َّكالُونَ لِل‬
ِ ‫س ْح‬ ِ ‫س َّما ُعونَ لِ ْل َك ِذ‬
َ
ْ ْ
َ‫ِب ال ُمقسِ طِ ين‬ ‫هَّللا‬ ْ َ ُ
ُّ ‫احك ْم َب ْين ُه ْم ِبالق ِْسطِ إِنَّ َ ُيح‬ َ
ْ ‫ف‬

Mereka sangat suka mendengar berita bohong, lagi banyak memakan (makanan) yang haram.
Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka
berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka. Dan jika engkau berpaling dari
mereka maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun, tetapi jika engkau
memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang adil. – (Q.S Al-Maidah: 42)

‫ َع َها َوإِ َذا ُق ْل ُت ْم‬E‫ا إِاَّل ُو ْس‬E‫س‬ ً ‫ف َن ْف‬ُ ِّ‫طِ اَل ُن َكل‬E‫يزانَ بِا ْلق ِْس‬E َ E‫ش َّدهُ َوأَ ْوفُوا ا ْل َك ْيل َ َوا ْل ِم‬
ُ َ‫سنُ َح َّتى َي ْبلُ َغ أ‬
َ ‫ِيم إِاَّل ِبالَّتِي ه َِي أَ ْح‬
ِ ‫َواَل َت ْق َر ُبوا َمال َ ا ْل َيت‬
َّ ‫اع ِدلُوا َولَ ْو َكانَ َذا ُق ْر َبى َو ِب َع ْه ِد هَّللا ِ أَ ْوفُوا َذلِ ُك ْم َو‬
َ‫صا ُك ْم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َّك ُرون‬ ْ ‫َف‬

22
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran serta timbangan dengan
adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu
berbicara, bicaralah sejujurnya sekalipun dia kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah.
Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.” – (Q.S Al-An’am: 152)

ْ‫و َو َمن‬Eَ E‫ َت ِوي ُه‬E‫ لْ َي ْس‬E‫ر َه‬E


ٍ E‫ت ِب َخ ْي‬ َ ‫ض َر َب هَّللا ُ َمثَاًل َر ُجلَ ْي ِن أَ َح ُد ُه َما أَ ْب َك ُم اَل َي ْق ِد ُر َعلَى‬
ِ ْ‫ش ْيءٍ َوه َُو َكل ٌّ َعلَى َم ْواَل هُ أَ ْي َن َما ُي َو ِّج ْه ُه اَل َيأ‬ َ ‫َو‬
‫ِيم‬ ‫ق‬ َ
‫ت‬ ‫س‬ ‫م‬ ٍ‫اط‬ ‫ر‬ ِ‫ص‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ُو‬ ‫ه‬‫و‬ ‫ل‬ ْ‫د‬‫ع‬‫ل‬ْ ‫ا‬‫ب‬ ‫ر‬ ‫م‬ْ ‫أ‬‫ي‬
ٍ ْ ُ َ َ َ َ ِ َ ِ ُُ َ

Dan Allah (juga) membuat perumpamaan dua orang laki-laki, salah seorang dari keduanya
adalah seorang yang bisu, ia tidak dapat berbuat sesuatu dan dia menjadi beban bagi
penanggungnya, ke mana saja ia disuruh (oleh penanggungnya itu), ia sama sekali tidak dapat
mendatangkan suatu kebaikan. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat
keadilan, dan ia berada di jalan yang lurus?. – (Q.S An-Nahl: 76)

َ‫شاءِ َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْل َب ْغيِ َي ِع ُظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َّك ُرون‬


َ ‫ان َوإِي َتاءِ ذِي ا ْلقُ ْر َبى َو َي ْن َهى َع ِن ا ْل َف ْح‬
ِ ‫س‬َ ‫إِنَّ هَّللا َ َيأْ ُم ُر ِبا ْل َعدْ ِل َواإْل ِ ْح‬

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan. Dia memberimu pengajaran agar kamu dapat mengambil pelajaran. – (Q.S An-
Nahl: 90)

َ‫اب ِرين‬
ِ ‫ِلص‬ َ ْ‫َوإِنْ َعا َق ْب ُت ْم َف َعاقِ ُبوا ِب ِم ْث ِل َما ُعوقِ ْب ُت ْم ِب ِه َو َلئِن‬
َّ ‫ص َب ْر ُت ْم لَ ُه َو َخ ْي ٌر ل‬

Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang serupa dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang bersabar. – (Q.S An-Nahl: 126)

ْ‫لُّونَ َعن‬E‫ض‬ ِ ‫يل هَّللا ِ إِنَّ الَّذِينَ َي‬ َ ْ‫لَّ َك َعن‬E ‫ض‬
ِ ‫ ِب‬E ‫س‬ ِ ‫وى َف ُي‬Eَ E‫اس ِبا ْل َحقِّ َواَل َت َّت ِب ِع ا ْل َه‬
ِ ‫اح ُك ْم َب ْينَ ال َّن‬ ِ ‫َيا دَ ُاوو ُد إِ َّنا َج َع ْل َنا َك َخلِي َف ًة فِي اأْل َ ْر‬
ْ ‫ض َف‬
ِ ‫ِسا‬
‫ب‬ َ ‫سوا َي ْو َم ا ْلح‬
ُ ‫شدِي ٌد ِب َما َن‬ َ ‫اب‬ ٌ ‫يل هَّللا ِ لَ ُه ْم َع َذ‬
ِ ‫س ِب‬
َ

(Allah berfirman), “Wahai Dawud, Sesungguhnya engkau Kami jadikan sebagai khalifah
(penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia secara adil dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu sehingga akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan azab yang berat
disebabkan karena mereka melupakan hari perhitungan.” – (Q.S Shad: 26)

‫ا‬EE‫ا َو َر ُّب ُك ْم لَ َن‬EE‫ ِدل َ َب ْي َن ُك ُم هَّللا ُ َر ُّب َن‬E‫رتُ أِل َ ْع‬E ٍ ‫ا‬EE‫زل َ هَّللا ُ مِنْ ِك َت‬E
ْ E‫ب َوأ ُ ِم‬ َ E‫ا أَ ْن‬EE‫لْ آ َم ْنتُ ِب َم‬Eُ‫اس َتقِ ْم َك َما أُم ِْرتَ َواَل َت َّت ِب ْع أَهْ َوا َء ُه ْم َوق‬
ْ ‫َفل َِذلِ َك َفادْ ُع َو‬
‫هَّللا‬ َ َ
‫أ ْع َمالُ َنا َولَ ُك ْم أ ْع َمالُ ُك ْم اَل ُح َّجة َب ْي َن َنا َو َب ْي َن ُك ُم ُ َي ْج َم ُع َب ْي َن َنا َوإِلَ ْي ِه ا ْل َمصِ ي ُر‬ َ

Karena itu, serulah (mereka untuk beriman) dan istiqamahlah sebagaimana diperintahkan
kepadamu (Muhammad) dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah,
“Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan untuk berlaku adil di
antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amalan-amalan kami dan bagi

23
kamu amalan-amalan kamu. Tidak (perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) kembali.” – (Q.S As-Syura: 15)

َ ‫َوأَقِي ُموا ا ْل َو ْزنَ بِا ْلق ِْسطِ َواَل ُت ْخسِ ُروا ا ْلم‬
َ‫ِيزان‬

dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. – (Q.S
Ar-Rahman: 9)

‫اس‬ِ ‫افِ ُع لِل َّن‬E‫دِي ٌد َو َم َن‬E‫ش‬ َ ‫س‬ ٌ ْ‫أ‬E‫ ِه َب‬E‫دَ فِي‬EE‫اس ِبا ْلق ِْسطِ َوأَ ْن َز ْل َنا ا ْل َحدِي‬
ُ ‫ِيزانَ لِ َيقُو َم ال َّن‬ َ ‫ت َوأَ ْن َز ْل َنا َم َع ُه ُم ا ْل ِك َت‬
َ ‫اب َوا ْلم‬ ِ ‫سلَ َنا ِبا ْل َب ِّي َنا‬ َ ‫لَ َقدْ أَ ْر‬
ُ ‫س ْل َنا ُر‬
‫ي َع ِزي ٌز‬ ٌّ ‫ب إِنَّ هَّللا َ َق ِو‬
ِ ‫سلَ ُه ِبا ْل َغ ْي‬ ُ ‫َولِ َي ْعلَ َم هَّللا ُ َمنْ َي ْن‬
ُ ‫ص ُرهُ َو ُر‬

Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami
turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan
Kami menciptakan besi yang memiliki kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan
agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun
(Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. – (Q.S Al-Hadid:
25)

PENUTUP

Setiap orang yang percaya akan kebesaran Tuhan yang menciptakan alam semesta ini mereka
akan selalu memuja atas rahmat-Nya. Setiap daerah, setiap agama dan setiap agama
mempunyai cara-cara tersendiri untuk mendekatkan diri dan memuja kepada Tuhan.       Yang
jelas dan yang paling dapat diterima adalah bagi agama monoteisme, yakni Tuhan yang bersifat
Ar-Rahman Ar-Rahim, yaitu Tuhan yang menyayangi dan menentramkan. Tuhan yang
memenuhi jiwa manusia. Manusia dengan jalannya sendiri-sendiri selalu berusaha untuk
mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak tahu dimana tuhan itu berada, dan
bagaimana bentuknya, rasaNya, bauNya. Kita tahu itu tahu itu semua. Tetapi yang jelas tuhan
itu ada, dan kita mempercayainya.

24
Daftar pustaka

https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com/resourcedocs/54d3775e84d96.pdf

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

http://pdf.nsc.ac.id/1-KONSEP%20KETUHANAN%20DALAM%20ISLAM%20-20140907.pptx

http://myseainah.blogspot.com/2017/09/makalah-kel1-pai-fhukum-konsep.html#:~:text=Islam
%20menitik%20beratkan%20konseptualisasi%20Tuhan,Tuhan%20sang%20Pencipta%20alam
%20semesta.

https://core.ac.uk/download/pdf/297921818.pdf
https://www.pta-padang.go.id/detailpost/ayat-sains-dan-teknologi
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/3048
https://www.kompasiana.com/alifah97/57d754f2db22bd1e0751ef9d/ilmu-pengetahuan-dan-
teknologi-dalam-al-quran?page=all
http://digilib.uin-suka.ac.id/36253/
http://digilib.uinsby.ac.id/20014/
https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html
https://umma.id/article/share/id/1002/272772
https://adoc.pub/meneladani-sahabat-nabi-generasi-terbaik-islam.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Salafiyah#:~:text=Istilah%20salafy%20ini%20telah
%20digunakan,Bertakwalah%20kepada%20Allah%20(wahai%20Fathimah
https://muslim.or.id/7259-ini-dalilnya-2-jadikan-manhaj-salaf-sebagai-rujukan.html
https://muslimah.or.id/1185-mengenal-manhaj-salaf.html
https://rumaysho.com/3105-mengenal-salaf-dan-salafi.html
https://jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/article/download/122/38

25
https://mediaindonesia.com/read/detail/166818-kembali-ke-fitrah-keadilan-dalam-perspektif-
islam-dan-kebangsaan
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/11/25/oh6pth313-4-pesan-rasulullah-untuk-
penegak-hukum
https://nasional.okezone.com/read/2018/10/24/337/1968200/konsep-keadilan-menurut-
perspektif-islam

LAMPIRAN

Robertson smith EB Taylor max muller

Gambar tabiin
Gambar sahabat nabi
Gambar penegakkan hukum

26

Anda mungkin juga menyukai