Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIMBINGAN KONSELING

“BIMBINGAN BAGI ANAK BERPERILAKU MASALAH”

Dosen Pengampu: Jan Bobi Barus S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK V

1. MAYA MASITHAH (1715010092)


2. SETTRY BOLLO RIA TAMBA (1715010064)
3. SUSI ANGRENI SIPAYUNG (1715010061)
4. YULI LORENTA BANGUN (1715010063)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS QUALITY BERASTAGI
BERASTAGI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “BIMBINGAN BAGI ANAK
BERPERILAKU MASALAH” dengan lancar. Dalam pembuatan makalah ini, penulis
mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu mata kuliah Manajemen
Berbasis Sekolah, yang telah bersedia meminjamkan buku buku tentang Manajemen
Pendidikan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuataan makalah ini masih
jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

2.1 Pengertian dan Karakteristik Anak Berperilaku Bermasalah ....................... 2

2.2 Penyebab Anak Berperilaku Masalah ........................................................... 3

2.3 Klasifikasi Anaka Berperilaku Masalah ....................................................... 4

2.4 Bimbingan bagi Anak Berperilaku Masalah ................................................. 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 13

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 13

3.2 Saran .............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perilaku bermasalah adalah suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian guru.
Bukan semata-mata perilaku ini destruktif atau menggangguproses pembelajaran melainkan
suatu bentuk perilaku agresif maupun paif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam kerja
sama dengan teman merupakan perilaku yang dapat menimbulkan masalah belajar pesera
didik dan hal itu merupakan perilaku bermasalah. Guru hendaknya menyingkap jauh dibalik
perilaku yang Nampak, agar memiliki pemahaman tentang karakteristik perilaku murid yang
sesungguhnya.

Murid SD merupakan individu yang khas, penghampiran terhadap masalah individu


merupakan penanganan yang berbeda. Teknik-teknik membantu murid bermasalah
memberikan wawasan dalam memberikan bantuan terhadap murid bermasalah. Pendekatan
bimbingan perkembangan membawa implikai bahwa penghampiran pada perilaku murid
bermasalah dapat dilakukan dengan mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan
karakteristik perkembangan murid.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut;

1. Apa pengertian anak berperilaku bermasalah?


2. Apa penyebab anak berperilaku bermasalah?
3. Bagaimana klasifikasi anak berperilaku masalah?
4. Bagaimana teknik bimbingan pada siswa berperilaku bermasalah?

1.3 Tujuan Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahuai pengertian anak berperilaku bermasalah


2. Untuk mengetahui penyebab anak berperilaku bermasalah
3. Untuk memahami klasifikasi anak berperilaku masalah
4. Untuk memahami teknik bimbingan pada anak berperilaku bermasalah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Karakteristik Anak Berperilaku Masalah (Tunalaras/Perilaku


Asosial)
Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah emosional dan
penyesuaian emosional walaupun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku
bermasalah yang kronis. Maka, peserta didik bermasalah ialah seseorang yang
memiliki masalah lebih banyak atau lebih mendalam yang menjadikan dia menderita
karenanya.
Menurut Hallahan & Kauffman (Dalam Mohammad Efendi, 2006 : 142)
“Sebutan anak berkelainan perilaku (Tunalaras) didasarkan pada realitanya bahwa
penderita kelainan perilaku mengalami problema intrapersonal dan/atau interpersonal
secara ekstrem.”
Menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan
No.12 Tahun 1952, anak tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku
menyimpang/berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap
peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang
mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh
oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam Dokumen Kurikulum SLB Bagian E Tahun 1977, yang disebut Tuna
laras adalah :
1. Anak yang mengalami gangguan/hambatan emosi dari tingkah laku sehingga
tidak/kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat
2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma-norma yang berlaku di
masyarakat
3. Anak yang melakukan kejahatan.
2.2 Penyebab Anak Berperilaku Masalah
Dipandang secara teoritik, penyebab anak berperilaku masalah yaitu,
 Teori biofisika
Teori ini timbul berdasarkan asumsi bahwa gangguan emosi (emosional
disturbance) disebabkan factor factor biofisika atau kelainan kimia tubuh. Factor ini
dapat terjadi sebelum anak lahir.
 Teori Psikodinamika
Teori psikologi Freud didasarkan atas keyakinan dalam diri manusia terdapat
dorongan yang kuat yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan merupakan energi
psikis yang dinamik.
 Teori Behavior
Tokoh Behaviorisme yang mempelajari tingkah laku percaya bahwa tingkah
laku manusia baik dalam keadaan normal maupun menyimpang dapat dipelajari dan
dimodifikasi dan penyimpangan terjadi karena hasil belajar.
 Teori Tingkah Kognitip (cognitive Behavioral)
Para psikolog mempergunakan istilah kognitif untuk menerangkan kegiatan
mental misalnya penggunaan bahasa, berpikir, menalarkan, memecahkan masalah,
membuat konsep mempelajari materi yang rumit dan mengingat.
 Teori Sosiologi
Teori ini memberikan pengertian yang bernilai tentang bagaimana factor-faktor
social mempengaruhi cara berpikir tentang individu yang sesungguhnya berbeda-beda.
Model-model secara sosiologi yang berfokus pada penyimpangan tingkah laku
seseorang dirasakan dalam suatu konteks social khusus.
 Teori Ekologi
Berfokus pada interaksi antara individu-individu dan lingkungannya. Individu
diterima secara normal jika mereka dengan elemen-eelemen social dari ekosistem
mereka bekerjasama didalam suatu cara yang seimbang, lalu cocok antara tingkahlaku
seseorang individu dengan tuntutan dari lingkungan. Jika keseimbangan tidak
terrcapai, suatu hasil yang tidak cocok, maka seorang individu dinamakan tingkah laku
menyimpang.
2.3 Klasifikasi Anak Berperilaku Masalah (Tuna Laras)
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang
mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang
mengalami gangguan emosi. Tiap jenis anak tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan
besar dan ringannya kelainan yang dialaminya.
Sehubungan dengan itu, William M. Cruickshank (1975 : 567) mengemukakan
bahwa mereka yang mengalami hambatan sosial dapat diklasifikasikan kedalam kategori
sebagai berikut :
 The semi-socialize child
Anak yang termasuk kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial, tetapi
terbatas pada lingungan tertentu, misalnya : keluarga dan kelompoknya. Keadaan ini
terjadi pada anak yang datang dari lingkungan yang menganut norma-norma
tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma-norma yang berlaku
di masyarakat.
 Children arrested at a primitive level or socialization
Anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level
atau lingkaran yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat
bimbingan ke arah sikap sosial dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan
apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari
orang tua yang berakibat dari perilaku anak kelompok ini cenderung dikuasai oleh
dorongan nafsu saja.
 Children with minimum socialization capacity
Anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar
sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan kelainan atau anak tidak pernah
mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersifat
apatis dan egois.
Demikian pula anak yang mengalami gangguan emosi dapat diklasifikasikan
menurut berat/ringannya masalah atau gangguan yang dialaminya. Anak ini mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan tingkah laku dengan lingkungan sosialnya karena ada
tekanan-tekanan dari dalam dirinya, adapun anak yang mengalami gangguan emosi
diklasifikasikan sebagai berikut :
 Neorotic behaviour (perilaku neurotik)
Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi
mereka mempunyai permasalahan pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka
sering dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, cemas dan
agresif, serta rasa besalah. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh keadaan
atau sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta
pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan
belajar yang besar.
 Children with psychotic processes
Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga
memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari
kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki
identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf
sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.
Sedangkan, bentuk umum dari perilaku bermasalah dapat diuraikan antara lain :
 Rasionalisasi
Ditunjukkan dalam bentuk memberikan penjelasan atas perilaku yang dilakukan oleh
individu; penjelasanyang tampak biasanya cukup logis dan rasional tetapi pada
dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan penyebab nyata karena dengan
penjelasan tersebut sebenarnya idividu bermaksud menyembunyikan latar belakang
perilakunya.
 Sikap bermusuhan yang berwujud dalam perilaku agresif, menyerang, mengganggu,
dan mengecam lingkungan.
 Menghukum diri sendiri, berwujud mencela diri sebagai penyebab utama kesalahan
atau kegagalan. Perilaku menghukum diri ini terjadi karena individu cemas bahwa
orang lain tidak akan menyukai dia sekiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti
inni memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai yang amat kuat.
 Represi, ditunjukkan dalam bentuk menyembunyikan dan menekan penyebab yang
sebenarnya keluar batas kesadaran. Individu berupaya melupakan hal-hal yang
menimbulkan penderitaan hidupnya.
 Konformitas yang ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan atau
terhadap harapan-harapan orang lain. Dengan memenuhi harapan orang lain, maka
dirinya akan terhindar dari kecemasan. Orang seperti ini memilki harapan sosial dan
ketergantungan yang tinggi.
 Sinis
Perilaku sinis muncul dari ketidakberdayaan individu untuk berbuat atau berbicara
dalam kelompok.

2.4 Bimbingan Bagi Murid Berperilaku Masalah (Tuna Laras/Perilaku Asosial)


Secara formal kedudukan bimbingan dalam sistem pendidikan di Indonesia telah
digariskan dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beseta perangkat
Peraturan Pemerintahannya. Hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan dasar dibicarakan
secara khusus dalam PP No. 28/1989. Pada pasal 25 dalam PP tersebut dikatakan bahwa:
(1) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan;
(2) Bimbingan dilakukan oleh guru pembimbing.
Pengakuan secara formal ini berarti bahwa layanan bimbingan di Sekolah Dasar
perlu dilaksanakan secara terprogram dan ditangani oleh orang yang memiliki
kemampuan untuk itu. Oleh karena itu, guru Sekolah Dasar dikehendaki memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk menyelenggarakan layanan bimbingan. Serta,
kebutuhan memberikan bimbingan ini pula diperlukan atas dasar kebutuhan dan masalah
perkembangan siswa Sekolah Dasar yang menyangkut aspek perkembangan fisik,
kognitif, pribadi, dan sosial.
Bagi guru sekolah dasar yang berperan sebagai guru kelas sekaligus sebagai guru
pembimbing, penanganan dan pencegahan perilaku bermasalah dapat ditempuh dengan
mengembangkan kondisi pembelajaran yang dapat memperbaiki kesehatan mental peserta
didik. Dalam jenis-jenis layanan/bimbingan ini akan dikemukakan beberapa hal, seperti
berikut.
1. Mengurangi atau Menghilangkan Kondisi yang Tidak Menguntungkan yang
Menimbulkan atau Menambah Adanya Gangguan Perilaku
Adapun kondisi yang tidak menguntungkan itu adalah sebagai berikut.
 Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan
 Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten
 Guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik
 Kurikulum yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak
 Metode dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak dapat
mengakibatkan anak bosan dan merasa lelah.
2. Menentukan model-model dan teknik pendekatan
a. Model pendekatan
1) Model biogenetik
2) Model behavioral (tingkah laku)
3) Model psikodinamika
4) Model ekologis
b. Teknik
1) Membimbing kedisiplinan
2) Memberikan kesibukan sebagai pemanfaatan waktu luang
3) Membantu pengembangan kesadaran dan konsep diri yang positif
4) Menghindarkan mereka dari ketergantungan dan penguatan ketidakberdayaan
5) Memanfaatkan pengajaran kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok.
6) Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok dalam melakukan bimbingan.
Misalnya dengan guru menggunakan metode yang bervariasi yang
memungkinkan peserta didik mengembangkan keterampilan kehidupan
kelompok. Seperti sosiometri, diskusi, dan bermain peran yang sekaligus
memungkinkan peserta didik terlatih dalam kegiatan psikomotorik.
7) Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan para guru dan/atau orang tua
murid.
8) Menjadikan segi kesehatan mental sebagai salah satu segi evaluasi yang tidak
hanya menekan pada segi hasil belajar tapi juga perlu memperhatikan
perkembangan kepribadian peserta didik.
9) Memasukkan aspek-aspek hubungan insaniah ke dalam kurikulum sebagai
bagian terpadu dari bahan ajaran yang harus disajikan guru.
10) Menaruh kepedulian khusus terhadap faktor-faktor psikologis yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran
3. Tempat Layanan
a. Tempat integrasi (terpadu)
Dari banyak jenis anak tunalaras, ada 3 jenis, yaitu hyperactive,
distraktibilitas, dan impulsitas yang kemungkinan banyak dijumpai di sekolah biasa
(umum), di mana mereka belajar bersama-sama dengan anak normal. Oleh sebab itu,
pada uraian berikut akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan layanan terhadap
anak-anak tersebut.
1) Hiperaktif
Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik yang dikemukakan oleh Quay
(Hallahan & Kauffman, 1986), hiperaktif termasuk dalam dimensi anak yang bertingkah
laku kacau (conduct disorder).
Berdasarkan faktor-faktor penyebab tersebut maka dapat diasumsikan beberapa
cara/teknik dalam mengadakan layanan, antara lain medikasi/ penggunaan obat, diet,
modifikasi tingkah laku, lingkungan yang terstruktur, pengendalian diri, modeling dan
biofeedback. Adapun pelaksanaan dari teknik-teknik tersebut diadaptasikan dari
Kauffman (1985) sebagai berikut.
 Medikasi sering dipakai adalah obat-obat perangsang saraf terutama yang ada
kaitannya dengan penenangan.
 Diet yang dianjurkan adalah pantangan berbagai macam makanan, termasuk makanan
yang mengandung zat pewarna atau penyedap rasa tiruan yang dapat menyebabkan
hiperaktif.
 Modifikasi tingkah laku, dengan teknik yang perlu diperhatikan berbagai prinsip
antara lain: menentukan kapan harus memberi hadiah, kapan harus memberi
hukuman, serta jenis penguat apa yang pantas dipakai.
 Lingkungan yang terstruktur menekankan pengaturan lingkungan belajar anak
sehingga tidak menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif, misalnya dengan
mengurangi objek/benda/warna/suara di kelas yang dapat mengganggu perhatian
anak, penjelasan secara terperinci jenis perilaku yang dapat/tidak dapat dilakukan
anak di kelas, pemberian konsekuensi (hadiah, hukuman) yang sangat konsisten,
dan sistem pembelajaran yang sangat terstruktur.
 Modeling. Prosedur yang dipakai adalah dengan menyuruh anak normal di kelas
untuk memberi contoh perilaku yang baik.
 Biofeedback yang pelaksanaannya, antara lain anak dilatih untuk mengendalikan
aktivitas otot-ototnya dengan memantau sendiri tekanan ototnya
2) Distrakbilitas
Distrakbilitas merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara
efisien. Ada beberapa cara yang digunakan dalam memberi layanan kepada anak-anak
tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut.
 Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali, yakni
(1) Dinding dan langit-langit yang kedap suara;
(2) Pemasangan karpet di lantai;
(3) Jendela ditutup dengan kain atau kaca baru;
(4) Lemari dan rak buku ditata sehingga isinya tidak tampak;
(5) Tidak ada dekorasi pada papan tulis atau majalah dinding, kecuali pada saat-saat
tertentu;
(6) Disediakan meja tulis yang tertutup di depan dan sampingnya sehingga anak dapat
bekerja sendiri tanpa gangguan;
(7) Kegiatan sehari-hari berjalan secara rutin dengan hanya sedikit variasi;
(8) Tetapkanlah apa yang diharapkan dari anak dan jelaskan hal itu;
(9) Pemberian konsekuensi (hadiah, hukuman) secara konsisten.
 Modifikasi materi dan strategi pembelajaran
Modifikasi materi yang disarankan adalah pada pengaturan materi
pembelajaran, misalnya dengan memisahkan gambar dengan bacaan. Dalam hal ini
dianjurkan menggunakan model pembelajaran langsung atau terarah (direct
instruction) yang ditandai dengan fokus pada guru, pengarahan dan harapan yang
jelas dan eksplisit, serta pemantauan dan evaluasi dilakukan secara rutin. Selain itu
perlu penggunaan label verbal sebagai stimulus dan pengulangan secara verbal materi
yang telah diajarkan, seperti yang sudah dijelaskan di depan.
 Modifikasi tingkah laku, seperti yang sudah dijelaskan di depan.
3) Impulsivitas

Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan


terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial maupun tugas-
tugas akademik. Anak impulsif lebih berhati-hati dan lebih teliti pada waktu
menghadapi soal akademik daripada menghadapi gambar.
Adapun beberapa metode untuk mengendalikan impulsif, diantaranya:
 Melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya;
 Modifikasi tingkah laku;
 Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak, antara lain keterampilan
memusatkan perhatian, menghindari gangguan/ stimulan pengganggu,
mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan;
 Mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri untuk memperoleh
pemahaman akan masalah perilaku anak itu;
 Wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi untuk melihat apa yang telah
terjadi, mengapa terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
masalah.
b. Tempat khusus
Tempat ini dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E). Sama halnya
dengan sekolah luar biasa yang lain SLB-E memiliki kurikulum dan struktur
pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang diterima pada
lembaga khusus ini biasanya anak yang mengalami gangguan perilaku yang sedang dan
berat. Maksudnya perilaku anak telah mengarah pada tindakan kriminal dan sangat
mengganggu lingkungannya. Pelaksanaan pendidikan anak tunalaras dapat Anda baca pada
pelaksanaan pendidikan anak luar biasa jenis lain karena pada prinsipnya adalah sama.
Secara umum, jenis bimbingan pula diuraiakan sebagai berikut:
(1) Bimbingan Fisik
Hal ini semakin dirasakan pentingnya bila kita semua ingat satu prinsip yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara gangguan dalam segi pisik
dengan yang bersifat psihis. Dengan bantuan pembimbing, dokter, dan petugas kesehatan,
anak berkebutuhan khusus hendaknya diberi bimbingan sekitar:
(2) Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar di berikan kepada anak berkebutuhan khusus pada umumnya,


khususnya kepada siswa yang pada suatu saat membutuhakan bantuan untuk memecahkan
masalah atau kesulitan yang berhubungan dengan kegiatan belajar, baik itu disekolah, di
asrama, di luar sekolah ataupun di luar asrama.
Pembimbing berkewajiban membantu siswa dalam memecahkan masalah pengajaran
diatas dengan berbagai bentuk bimbingan. Usaha pembimbing diarahkan kepada siswa
untuk membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri secara memadai dalam situasi belajar.
Upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan jalan mempekuat motif positif yang sudah
ada pada diri siswa, memperjelas tujuan belajar, merumuskan tujuan-tujuan sementara
yang segera dapat dicapai, membina situasi persaingan yang sehat dan kalau perlu
membeikan rangsangan baik dengan kata-kata pujian atau sesekali dalam bentuk hadiah
berupa benda.
Pemberian informasi sebagai salah satu teknik dalam bimbingan belajar akan sangat
membantu siswa. Informasi tentang cara belajar yang efektif, bagaimana cara melakukan
diskusi yang baik, cara-cara mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dan cara
menghilangkan kebiasaan belajar yang buruk.
(2) Bimbingan Penyesuaian Diri
Siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya, baik dengan dirinya sendiri,
dengan keluarga, dengan lingkungan sekolah, dengan teman sebaya dan dengan
masyarakat luas.
(3) Bimbingan Vokasional
Bimbingan Vokasional atau lebih khusus lagi bimbingan kerja untuk anak
berkebutuhan khusus mempunyai peranan yang sangat penting. Bimbingan
Vokasional/kerja terutama ditunjukan untuk:
 Membantu anak berekebutuhan khusus dalam menialai kemampuan dasar yang
dimilkinya, minatnya, sikap serta kecakapan khusus yang mereka miliki.
 Mengarahkan anak berkebutuhan khusus kepada kemungkinan-kemungkinan
pekerjaan yang sesuai dengan keterbatasan yang ditimbulkan karena kecacatan
yang disandangnya.
 Memberikan bimbungan khusus bagi anak luar biasa yang mendapat kesulitan
dalam menentukan kariernya dimasa yang akan datang.
 Memberikan bantuan dan petunjuk bagi anak berkebutuhan khusus tentang
kemungkinan-kemungkinan lapangan kerja yang dapat dimasuki dan dimana
mereka dapat menyalurkan keinginan bila telah selesai mengikuti latihan kerja
tertentu.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah emosional dan


penyesuaian emosional walaupun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku
bermasalah yang kronis. Maka, peserta didik bermasalah ialah seseorang yang memiliki
masalah lebih banyak atau lebih mendalam yang menjadikan dia menderita karenanya.
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami
gangguan emosi. Tiap jenis anak tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan besar dan
ringannya kelainan yang dialaminya.
Secara formal kedudukan bimbingan dalam sistem pendidikan di Indonesia telah
digariskan dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beseta perangkat
Peraturan Pemerintahannya. Hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan dasar dibicarakan
secara khusus dalam PP No. 28/1989. Pada pasal 25 dalam PP tersebut dikatakan bahwa:
(3) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan;
(4) Bimbingan dilakukan oleh guru pembimbing.

3.2 Saran

Sepanjang uraian yang telah pemakalah paparkan dalam makalah ini, pemakalah
menyadari tidak lepas dari kekurangan dan kekhilafan. Di samping itu barangkali masih jauh
dari kesempurnaan. Maka pemakalah sangat mengharapkan ide-ide yang cemerlang dari
pembaca untuk memberikan kritikan dan saran yang mendukung makalah ini. Supaya tercapai
apa yang kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, Bandi. 2007. Pembelajaran Untuk anak Dengan Kebutuhan Khusus. Bandung:
Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat ketenagaan.
Kartadinata, Sunaryo. 1999. Bimbingan Di Sekolah Dasar. Bandung: Depdikbud Dirjen Dikti
Proyek PGSD.
Suparno, dkk. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Program Peningkatan Mutu
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Subdin Bina Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan
Propinsi Kalimantan Selatan.
Tim Penulis. 1995. Etiologi dan Terapi Anak Tunalaras. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti
Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Dieza. Januari 2011. Anak Tunalaras, (online), http://www.dieza.web.id/2011/01/anak-
tunalaras.html, diakses pada 18 September 2012.
Achmad Shidiq Permana. 02 Maret 2012. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (online),
http://achmadblue.blogspot.com/2011/03/bimbingan-anak-berkebutuhan-khusus.html, diakses
pada 18 September 2012.
Kelompok 10. 2009. Bimbingan Konseling, (online),
http://ml.scribd.com/doc/45663555/Bimbingan-Bagi-Murid-Berkelainan, diakses pada 18
Sepetember 2012.

Anda mungkin juga menyukai