Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMBELAJARAN UNTUK ANAK DENGAN HAMBATAN PERILAKU DAN


EMOSI
Tugas ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pembimbing: Anis Rofi Hidayah, M. Pd. I

Disusun oleh:
Dina Auliya Rahma (2103805092094)
Nur Irma Fatis (2003805091047)

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT
yangtelah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan
menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu,
penulis juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya
baikiman maupun islam
. Penulis menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-
kekurangan dan kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan
dikemudian hari.
Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para
pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Amin.
DAFTAR ISI
Cover …………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar……………………………………………………………….. ii
Daftar Isi……………………………………………………………………….. iii
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………… 4
A. Latar Belakang……………………………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………… 4
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………….. 4
Bab II Pembahasan………………………………………………………….. 5
A. Pengertian Hambatan Perilaku dan Emosi…………………………………. 5
B. Hiperaktif dan tunalaras…………………………………………………….. 7
C. Karakteristik Anak dengan Hambatan Prilaku dan Emosi ……………… 7
D. Layanan untuk anak dengan Hambatan Perilaku dan Emosi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 9
Bab III PENUTUP…………………………………………………………… 12
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 12
Daftar pustaka……………………………………………………………….. 13

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nakal Istilah itu sudah sangat bersahabat dengan kita. Dalam kehidupansehari-
hari, istilah tersebut sering kita dengar bahkan kita gunakan untukmenggambarkan
perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan nilai dan normayang berlaku
masyarakat.Dahulu, perilaku nakal dikalangan masyarakat hanya dianggap sebagai
halwajar saja, adapun sangsi yang diberikan masyarakat untuk para pelakunya
adalahdengan mengucilkan mereka dari lingkungan sekitar.
 Namun di zaman modern ini, para pelaku kenakalan tersebut sudah mulaimendap
atkan perhatian dari berbagai kalangan. Biasanya kenakalan mereka dikajiterlebih
dahulu apa penyebabnya untuk selanjutnya mengkatagorikan apakahkenakalannya
adalah kenakalan yang normal ataukah kenakalan yang harusmendapatkan pendidikan
khusus. Apabila mereka memerlukan pendidikankhusus, maka mereka termasuk
kategori anak dengan hambatan emosi-perilaku.Dalam mendidik anak dengan
hambatan emosi-perilaku tersebut pun harusdikategorikan lagi berdasarkan ciri-ciri,
kebiasaan, perkembangan dan lainsebagainya agar didapatkan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan hambatan perilaku dan emosi?
2. Apa yang dimaksut dengan hiperaktif dan tunalaras?
3. Apa saja karakteristik anak dengan hambatan prilaku dan emosi ?
4. Layanan apa saja untuk anak dengan hambatan perilaku dan emosi?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengatahui hamabtan perilaku dan emosi pada anak
2. Untuk mengetahui pengertian hiperaktif dan tunalaras
3. Untuk mengetahui karakteristik anak dengan hambatan perilaku dan emosi
4. Untuk mengetahui layanan apa saja untuk anak dengan gangguan tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hambatan Prilaku dan Emosi


Hambatan prilaku dan emosi adalah anak yang terus menerus melakukan
penyimpangan tingkah laku yang berat dan sangat mempengaruhi proses belajar anak
tersebut meskipun telah menerima layanan belajar khusus dan bimbingan sama seperti
anak yang lain, ketidak mampuan menjalin interaksi sosial dengan orang lain dan
gangguan belajarnya tidak disebebkan oleh kelainan fisik, syaraf dan intelegensi.
Istilah resmi “Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial” baru dikenal
dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB). Istilah dengan Gangguan Emosi, Perilaku,
dan Sosial berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” berarti sesuai. Jadi,
pengertian tersebut berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan
lingkungan. Perilakunya sering bertentangandengan norma-norma yang 166 Agus
Pratomo Andi Widodo, M.Pd terdapat di dalam masyarakat tempat ia berada.
Penggunaan istilah sangat bervariasi berdasarkan sudut pandang tiap-tiap ahli yang
menanganinya, seperti halnya pekerja sosial menggunakan istilah social
maladjustment terhadap anak yang melakukan penyimpangan tingkah laku. Para ahli
hukum menyebutnya dengan juvenile delinquency.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa dengan gangguan
emosi, perilaku, dan sosial adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku
sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Sementara itu masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah
anak nakal. Seperti halnya istilah, definisi mengenai dengan gangguan emosi,
perilaku, dan sosial juga beraneka ragam.
Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai
berikut.
1. Public Law 94-242 (Amerika Serikat) mengemukakan pengertian dengan
gangguan emosi, perilaku, dan sosial dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan
emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala-gejala
berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang
mempengaruhi prestasi belajar:
a. ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan,
pengindraan atau kesehatan;
b. ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru .
c. bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal
d. perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus
e. cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah
sekolah.
2. Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang dengan gangguan emosi,
perilaku, dan sosial adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi
dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau
secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang
secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.
3. Sechmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak dengan gangguan emosi,
perilaku, dan Sosial adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus
menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses
belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan, seperti anak lain.
Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain dan gangguan
belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, sarafatau inteligensia.
4. Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang muriddikatakan
menyimpang jika: 168 Agus Pratomo Andi Widodo, M.Pd
a. menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia
dan jenis kelaminnya.
b. penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi;
c. penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Dari beberapa definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa membuat definisi atau batasan mengenai dengan
gangguan emosi, perilaku, dan Sosial sangatlah sulit karena definisi tersebut harus
menggambarkan keadaan Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial
secara jelas. Beberapa komponen yang penting diperhatikan adalah:
1) Adanya penyimpangan perilaku yang terusmenerus menurut norma yang berlaku
sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri
2) Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar serta
bimbingan.
Berdasarkan beberapa pengertisn diatas dapat disimpulkan bahwa Anak dengan
gangguan emosi, perilaku, dan sosial adalah seorang anak yang mengalami
gangguan atau hambatan emosi dan sosial yang sangat berpengaruh pada
penyimpangan perilaku yang dapat merugikan orang lain dan dirinya sendiri, juga
tidak dapat beradabtasi dengan lingkungannya, lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat sekitar. Anak dengan gangguan emosi, perilaku, dan sosial mempunyai
kebiasaan yang tak terkendalikan seperti melanggar norma dan peraturan yang ada
dimasyarakat serta melanggar nilai kebudayaan dan sopan santun yang berlaku
dikehidupan sehari-hari, termasuk sopan santun dalam berbicara dengan orang lain.

B. Pengertian Hiperaktif dan Tunalaras


Hiperaktif merupakan suatu kondisi dimana seseorang menjadi lebih aktif dari
biasanya. Kondisi ini dapat ditandai dengan adanya peningkatan gerakan, perilaku
agresif, prilaku implusif, dan mudah terusik . orang dengan hiperaktif umumnya dapat
mengalami masalah lainnya akibat dari kesulitan yang dialami untuk duduk dengan
tenang dan berkonsentrasi. Misalnya hiperaktif dapat menyebabkan kesulitan
beraktifitas diekolah. Hiperaktif bukanlan sebuah penyakit tersendiri, melainkan salah
satu tanda dan gejala dari suatu kondisi kesehatan.
Anak tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan emosi dan tingkah
laku, sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya
Walaupun kondisi demikian, anak tunalaras merupakan peserta didik dan bagian dari
pemajuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, perlu diadakannya pendidikan yang
tepat bagi mereka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pendidikan yang tepat
untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku( tunalaras). Penelitian ini
menggunakan penelitian metode kualitatif yang merupakan penelitian tentang riset
dan bersifat deskriptif.

C. Karakteristik Dengan Hambatan Prilaku dan Emosi


 
Hallahan dan Kauffman (1986), berdasarkan dimensi tingkah laku anak
denganhambatan emosi-perilaku adalah sebagai berikut:
Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku, memperlihatkan ciri-ciri:1.
 
1. Suka berkelahi, Memukul, Menyerang;
2. Mengamuk
3. Membangkang, Menantang;
4. Merusak milik sendiri atau orang lain
5. Kurang ajar, lancang, melawan;
6. Tidak mau bekerja sama, tidak mau memperhatikan, memecah belah,ribut.
7. Tidak bisa diam, menolak arahan
8. Cepat marah, menganggap enteng, sok aksi, ingin menguasai orang lain.
9. Mengancam, pembohong, tidak dapat dipercaya, suka bebicara kotor.
10. Cemburu, suka bersoal jawab, tak sanggup berdikari, mencuri,mengejek;
11. Menyangkal berbuat salah, egois;
12. Mudah terpengaruh untuk berbuat salah;
13. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri:
a. Khawatir, cemas, ketakutan, kaku; 
b. Pemalu, segan
c. Menarik diri, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu,rendah diri,
dingin, malu, kurang percaya diri, mudah bimbang,sering menangis, pendiam, suka
berahasia.
14. Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri
a. Pelamun, kaku, berangan-angan; 
b. Pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan dan kotor.
15. Anak yng agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri:
a. Mempunyai komplotan penjahat, mencuri bersama kelompoknya,loyal terhadap
teman nakal;
b. Berkelompok dengan geng, suka diluar rumah sampai larut malam, bolos sekolah,
dan minggat dari rumah.
1. Karakteristik akademi
a. Pencapaian hasil belajar jauh dibawah rata-rata;
b. Sering kali tidak naik kelas atau bahkan keluar sekolahnya
c. seringkali mebolos sekolah
d. Lebih sering di kirim ke klinik bimbingan
e. Orang tua sering mendpat panggilan kesekolah
2. Karakteristik sosial
a. Perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya dan
perilaku melanggar aturan keluarga
b. Agresif
c. Melakukan kejahatan remaja
d. Tekanan batin dan rasa cemas
e. Rasa gelisah seperti rasa malu, rendah diri, dan sangat sensitif
3. Karakteristik fisik
a. Gangguan makan, gangguan tidur gangguan gerakan
b. Mudah mendapat kecelakaan merasa cemas terhadap kesehatannya
c. Merasa seolah-olah sakit
d. Gagap, buang air tidak terkendali, sering ngompol dan jorok.

D. Layanan Pendidikan Sesuai untuk Anak dengan hambatan Prilaku dan


Emosi
Model Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebututuhan Khusus dengan Gangguan
Emosi dan Perilaku
Dalam menentukan model layanan pendidikan yang sesuai maka identifikasi sangat
penting dilakukan oleh seorang guru khususnya guru di sekolah dasar dalam
menemukenali keberadaan anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Identifikasi
juga menjadi kunci keberhasilan proses pendidikan anak. Dalam program pendidikan,
kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus memiliki lima fungsi yaitu
penjaringan (screening), yaitu menandai gejala anak dengan gangguan emosi dan
perilaku di lingkungan kelas atau sekolah dengan menggunakan alat identifikasi yang
telah ditetapkan, sehingga akan dapat dibedakan antara
anak dengan gangguan emosi dan perilaku dengan siswa-siswa normal atau
berkebutuhan khusus lain.

1.  Layanan Pendidikan Segregrasi


Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari
sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem
segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara
khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. ada empat
bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu: sekolah luar biasa
untuk tunalaras (slb-e), sekolah luar biasa untuk tunalaras (slb-e), berasrama kelas
jauh/kelas kunjung, dan sekolah dasar luar biasa (sdlb)
Bagi Anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang perlu dipisah belajarnya
dengan anak yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan anak
sebayanya.
Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Sekolah Luar Biasa
Berasrama (SLB-E) merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas
asrama sehingga anak dengan gangguan emosi dan perilaku akan tinggal diasrama.
Pada
SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di
sekolah
dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di
sekolah.
Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi anak dengan
gangguan emosi dan perilaku yang berasal dari luar daerah karena mereka terbatas
fasilitas
antar jemput.

2. Layanan Pendidikan Terpadu atau Terintegrasi


Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi
dan
perilaku untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum
Dengan demikian, melalui sistem
integrasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku bersama-sama dengan anak
normal
belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan
terpadu,
yaitu sistem pendidikan yang membawa anak dengan gangguan emosi dan perilaku
kepada
suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat
menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan
khusus dengan gangguan emosi dan perilaku dalam satu kelas maksimal 10 % dari
jumlah
siswa keseluruhan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak dengan
gangguan
emosi dan perilaku, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK).
GPK
dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak dengan
gangguan emosi dan perilaku itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai
pembimbing
di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus. Terdapat tiga bentuk
keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dengan
gangguan
emosi dan perilaku yaitu bentuk kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan
khusus
bentuk kelas khusus.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan perilaku diartikan sebagai
anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak
sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat
pada
umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya
memerlukan
pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.
Kedua,
karakteristik anak dengan gangguan perilaku dan emosi yaitu inteligensi dan prestasi
belajar,
karakteristik sosial dan emosi. agresif, acting-out behavior (externalizing), dan
immature,
withdrawl behavior (internalizing). Ketiga, beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya
gangguang emosi dan perilaku yaitu faktor biologi, faktor lingkungan atau keluarga,
faktor
sekolah, dan faktor masyarakat. Keempat, beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
dalam usaha mengatasi permasalahan anak dengan gangguan emosi dan perilaku
yaitu:
pendekatan biomedis, pendekatan psikodinamik, pendekatan perilaku, pendekatan
pendidikan, dan pendekatan ekologi. Kelima, model layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu: bentuk
layanan pendidikan segregrasi; bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi, dan
pendidikan inklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Pratama, A. w.(2018) Anak dengn Hambatan Prilaku , Emosi dan Sosial
Nizamia learning center
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/absorbent_mind/article/view/1436
https://www.google.co.id/books/edition/Toddlercare/5wC7yXCwndgC?
hl=en&gbpv=0
https://www.academia.edu/40534717/
Konsep_dan_Perkembangan_Anak_yang_Mengalami_Hambatan_Emosi_dan_Perilak
u
https://www.researchgate.net/publication/
342910413_Layanan_Pendidikan_Anak_Berkebutuhan_Khusus_Dengan_Gangguan_
Emosi_dan_Perilaku

Anda mungkin juga menyukai