Anda di halaman 1dari 48

TUGAS

“BAHAN AJAR, PENGAYAAN DAN REMEDIAL”

Dosen Pengampu :

Prof. Drs. H. Rustam Effendi, M.Pd., Ph.D

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
Kelas: 3B PGSD

Rini Wahyuni 1910125120042


Tazkiatul Mahfuzah 1910125220012
Ade Ahmadianur 1910125310087
Maya Aulia 1910125320042
Siti Uswatun Khasanah 1910125320062
Aulianti 1910125320072

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

BANJARMASIN

2020
A. Membuat Bahan Ajar
1. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar adalah
segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa
bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Dalam website Dikmenjur dikemukakan pengertian bahwa, bahan ajar


merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang
disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bahan ajar memungkinkan
siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara runtut dan sistematis
sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan
terpadu.

Lebih lanjut disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai:

a. Pedoman bagi Guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya


dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi
kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.
b. Pedoman bagi Siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya
dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi
kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya.
c. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan


guru/instruktor untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.  Bahan
yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak
tertulis.   (National Center for Vocational Education Research
Ltd/National Center for Competency Based Training).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disarikan bahwa bahan ajar adalah
merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta
lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.  

Sebuah bahan ajar paling tidak  mencakup antara lain :

a. Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)


b. Kompetensi yang akan dicapai
c. Content atau isi  materi pembelajaran
d. Informasi pendukung
e. Latihan-latihan
f. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
g. Evaluasi
h. Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi

2. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar


a. Tujuan, Bahan ajar disusun dengan tujuan:
1) Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa,
yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik
dan setting atau lingkungan sosial siswa.
2) Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di
samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
b. Manfaat, Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila
seorang guru mengembangkan bahan ajar sendiri, yakni antara
lain; pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum
dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, kedua, tidak lagi
tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk
diperoleh, ketiga, bahan ajar menjadi labih kaya karena
dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi, keempat,
menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam
menulis bahan ajar, kelima, bahan ajar akan mampu membangun
komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa
karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
Di samping itu, guru juga dapat memperoleh manfaat lain, misalnya
tulisan tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit
ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
Dengan tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka siswa akan
mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih
menarik.  Siswa akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk
belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap
kehadiran guru.  Siswa juga akan mendapatkan kemudahan dalam
mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.

Prinsip Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip


pembelajaran. Di antara prinsip pembelajaran tersebut adalah:

1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang
kongkret untuk memahami yang abstrak
Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila
penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret,
sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka. Misalnya untuk
menjelaskan konsep pasar, maka mulailah siswa diajak untuk berbicara
tentang pasar yang terdapat di tempat mereka tinggal. Setelah itu, kita
bisa membawa mereka untuk berbicara tentang berbagai jenis pasar
lainnya.
2. Pengulangan akan memperkuat pemahaman
Dalam pembelajaran, pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih
memahami suatu konsep. Dalam prinsip ini kita sering mendengar
pepatah yang mengatakan bahwa 5 x 2 lebih baik daripada 2 x
5. Artinya, walaupun maksudnya sama, sesuatu informasi yang
diulang-ulang, akan lebih berbekas pada ingatan siswa. Namun
pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus disajikan secara tepat
dan bervariasi sehingga tidak membosankan.
3. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman
siswa
Seringkali kita menganggap enteng dengan memberikan respond yang
sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal respond yang diberikan oleh
guru terhadap siswa akan menjadi penguatan pada diri siswa. Perkataan
seorang guru seperti ’ya benar’ atau ‚’ya kamu pintar’ atau,’itu benar,
namun akan lebih baik kalau begini...’ akan menimbulkan kepercayaan
diri pada siswa bahwa ia telah menjawab atau mengerjakan sesuatu
dengan benar. Sebaliknya, respond negatif akan mematahkan semangat
siswa. Untuk itu, jangan lupa berikan umpan balik yang positif
terhadap hasil kerja siswa.
4. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan belajar
Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih
berhasil dalam belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru dalam
melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi)
agar siswa mau belajar. Banyak cara untuk memberikan motivasi,
antara lain dengan memberikan pujian, memberikan harapan, menjelas
tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun menceritakan sesuatu
yang membuat siswa senang belajar, dll.
5. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya
akan mencapai ketinggian tertentu.
Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan.
Untuk mencapai suatu standard kompetensi yang tinggi, perlu
dibuatkan tujuan-tujuan antara. Ibarat anak tangga, semakin lebar anak
tangga semakin sulit kita melangkah, namun juga anak tangga yang
terlalu kecil terlampau mudah melewatinya. Untuk itu, maka guru perlu
menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai dengan
karakteristik siswa. Dalam bahan ajar, anak tangga tersebut dirumuskan
dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.
6. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus
mencapai tujuan
Ibarat menempuh perjalanan jauh, untuk mencapai kota yang dituju,
sepanjang perjalanan kita akan melewati kota-kota lain. Kita akan
senang apabila pemandu perjalanan kita memberitahukan setiap kota
yang dilewati, sehingga kita menjadi tahu sudah sampai di mana dan
berapa jauh lagi kita akan berjalan. Demikian pula dalam proses
pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan. Pemandu perjalanan
yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai,
bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati,
dan memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi
perjalanan. Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota
tujuan dengan selamat. Dalam pembelajaran, setiap anak akan
mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka
semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang
berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.

Pembuatan Bahan Ajar Teks

1. Analisis Kebutuhan Bahan Ajar

Untuk mendapatkan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kompetensi


yang harus dikuasai oleh peserta didik, diperlukan analisis terhadap SK-KD,
analisis sumber belajar, dan penentuan jenis serta judul bahan ajar. Analisis
dimaksud dijelaskan sebagai berikut:

a. Analisis SK-KD

Analisis SK-KD dilakukan untuk menentukan kompetensi-


kompetensi mana yang memerlukan bahan ajar. Dari hasil analisis ini
akan dapat diketahui berapa banyak bahan ajar yang harus disiapkan
dalam satu semester tertentu dan jenis bahan ajar mana yang dipilih.
Berikut diberikan contoh analisis SK-KD untuk menentukan jenis
bahan ajar.
Contoh: Analisis SK-KD

Mata Pembelajaran                 :  Kimia

Kalas                                       :  X

Semester                                :  2

Standar Kompetensi         :  Mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode


pengukuran dan terapannya

Jenis
Kompetensi Materi Kegiatan
Indikator B.
Dasar Pembelajaran Pembelajaran
Ajar

·   Menguji ·   Merancang ·   Larutan ·   Menyusun Buku,


daya hantar percobaan uji elektrolit dan rancangan LKS
listrik elektrolit non elektrolit percobaan untuk
berbagai mengidentifikasi
·   Menyimpulkan ciri ·   Ciri-ciri
larutan untuk larutan elektrolit
-ciri hantaran arus elektrolit dan
membedakan dan non
lsitrik dalam berbagai non elektrolit
larutan elektrolit
larutan berdasarkan
elektrolit dan ·    ...........dst
hasil pengamatan ·   Diskusi
non elektrolit
informasi
tentang hasil
rancangan
LKS
percobaan.

·   Melakukan
percobaan daya
hantar listrik
untuk
menentukan
ciri-ciri  larutan
yg bersifat
elektrolit dan
non elektrolit

Kebutuhan bahan ajar dapat dilihat dari analisis di atas, jenis bahan
ajar  dapat diturunkan dari pengalaman belajarnya. Semakin jelas
pengalaman belajar diuraikan akan semakin mudah guru menentukan
jenis bahan ajarnya. Jika analisis dilakukan terhadap seluruh SK, maka
akan diketahui berapa banyak bahan ajar yang harus disiapkan oleh
guru.

b. Analisis Sumber Belajar

Sumber belajar yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan


bahan ajar perlu dilakukan analisis.  Analisis dilakukan terhadap
ketersediaan, kesesuaian, dan kemudahan dalam memanfaatkannya.
Caranya adalah menginventarisasi ketersediaan sumber belajar yang
dikaitkan dengan kebutuhan

c. Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar

Pemilihan dan penentuan bahan ajar dimaksudkan untuk memenuhi


salah satu kriteria bahwa bahan ajar harus menarik, dapat membantu
siswa untuk mencapai kompetensi. Sehingga bahan ajar dibuat sesuai
dengan kebutuhan dan kecocokan dengan KD yang akan diraih oleh
peserta didik.  Jenis dan bentuk bahan ajar ditetapkan atas dasar analisis
kurikulum dan analisis sumber bahan sebelumnya.

d. Penyusunan Peta Bahan Ajar

Peta kebutuhan bahan ajar disusun setelah diketahui berapa banyak


bahan ajar yang harus disiapkan melalui analisis kebutuhan bahan ajar.
Peta Kebutuhan bahan ajar sangat diperlukan guna mengetahui jumlah
bahan ajar yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan bahan ajarnya
seperti apa.  Sekuensi bahan ajar ini sangat diperlukan dalam
menentukan prioritas penulisan. Di samping itu peta dapat digunakan
untuk menentukan sifat bahan ajar, apakah dependen (tergantung) atau
independen (berdiri sendiri). Bahan ajar dependen adalah bahan ajar
yang ada kaitannya antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang
lain, sehingga dalam penulisannya harus saling memperhatikan satu
sama lain, apalagi kalau saling mempersyaratkan.  Sedangkan bahan
ajar independen adalah bahan ajar yang berdiri sendiri atau dalam
penyusunannya tidak harus memperhatikan atau terikat dengan bahan
ajar yang lain. 

e. Struktur Bahan Ajar

Dalam penyusunan bahan ajar terdapat perbedaan dalam


strukturnya antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lain.
Guna mengetahui perbedaan-perbedaan dimaksud dapat dilihat pada
matrik berikut ini:

Bahan Ajar Cetak (Printed)

No Wc F/ Mo/
Komponen Ht Bu Ml LKS Bro Lf
. h Gb M

1. Judul √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Petunjuk belajar - √ √ - - - - -

3. KD/MP - √ √ √ √ √ ** ** **

4. Informasi √ √ √ √ √ ** ** **
pendukung

5. Latihan - √ √ - - - - - -

6. Tugas/langkah - √ √ - - - ** **
kerja

7. Penilaian - √ √ √ √ √ ** ** **

Ht: handout, Bu:Buku, Ml:Modul, LKS:Lembar Kegiatan Siswa,


Bro:Brosur, Lf:Leaflet, Wch:Wallchart, F/Gb:Foto/ Gambar, Mo/M:
Model/Maket

2. Penyusunan Bahan Ajar Cetak


Bahan ajar dapat berupa handout, buku, lembar kegiatan siswa (LKS),
modul, brosur atau leaflet, Wallchart, Foto/Gambar, Model/Maket. Dalam
menyusun bahan yang perlu diperhatikan adalah bahwa judul atau materi yang
disajikan harus berintikan KD atau materi pokok yang harus dicapai oleh peserta
didik, di samping itu menurut Steffen-Peter Ballstaedt bahan ajar cetak harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

 Susunan tampilan, yang menyangkut: Urutan yang mudah, judul


yang singkat, terdapat daftar isi, struktur kognitifnya jelas,
rangkuman, dan tugas pembaca.
 Bahasa yang mudah, menyangkut: mengalirnya kosa kata, jelasnya
kalimat, jelasnya hubungan kalimat, kalimat yang tidak terlalu
panjang.
 Menguji pemahaman, yang menyangkut: menilai melalui
orangnya, check list untuk pemahaman.
 Stimulan, yang menyangkut: enak tidaknya dilihat, tulisan
mendorong pembaca untuk berfikir, menguji stimulan.
 Kemudahan dibaca, yang menyangkut: keramahan terhadap mata
(huruf yang digunakan tidak terlalu kecil dan enak dibaca), urutan
teks terstruktur, mudah dibaca.
 Materi instruksional, yang menyangkut: pemilihan teks, bahan
kajian, lembar kerja (work sheet).

a. Handout

Istilah handout memang belum ada padanannya dalam bahasa


Indonesia.  Handout biasanya merupakan bahan ajar tertulis yang diharapkan
dapat mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan dari guru. Steffen-Peter
Ballstaedt mengemukakan dua fungsi dari handout yaitu:

1) Guna membantu pendengar agar tidak perlu mencatat.


2)  Sebagai pendamping penjelasan si penceramah/guru.

Sebuah handout harus memuat paling tidak:


1) Menuntun pembicara secara teratur dan jelas
2) Berpusat pada pengetahuan hasil dan pernyataan padat.
3) Grafik dan tabel yang sulit digambar oleh pendengar dapat dengan
mudah didapat.

Sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas bahwa handout disusun atas
dasar KD yang harus dicapai oleh peserta didik.  Dengan demikian maka handout
harus diturunkan dari kurikulum.  Handout biasanya merupakan bahan tertulis
tambahan yang dapat memperkaya peserta didik dalam belajar untuk mencapai
kompetensinya.

Langkah-langkah menyusun handout adalah sebagai berikut:

1) Melakukan analisis kurikulum


2) Menentukan judul handout, sesuaikan dengan KD dan materi
pokok yang akan dicapai.
3) Mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan.  Upayakan
referensi terkini dan relevan dengan materi pokoknya.
4)   Menulis handout, dalam menulis upayakan agar kalimat yang
digunakan tidak terlalu panjang, untuk siswa SMA diperkirakan
jumlah kata per kalimatnya tidak lebih dari 25 kata dan dalam satu
paragraf usahakan jumlah kalimatnya antara 3 – 7 kalimat saja.
5) Mengevaluasi hasil tulisan dengan cara dibaca ulang, bila perlu
dibaca orang lain terlebih dahulu untuk mendapatkan masukan.
6)  Memperbaiki handout sesuai dengan kekurangan-kekurangan yang
ditemukan.
7) Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi
handout misalnya buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.
b. Buku

Sebuah buku biasanya akan berisi tentang sesuatu yang menjadi buah
pikiran dari seorang pengarangnya.  Jika seorang guru menyiapkan sebuah buku
yang digunakan sebagai bahan ajar maka buah pikirannya harus diturunkan dari
KD yang tertuang dalam kurikulum, sehingga buku akan memberi makna sebagai
bahan ajar bagi peserta didik yang mempelajarinya.
Sebuah buku akan dimulai dari latar belakang penulisan, definisi/
pengertian dari judul yang dikemukakan, penjelasan ruang lingkup pembahasan
dalam buku, hukum atau aturan-aturan yang dibahas, contoh-contoh yang
diperlukan, hasil penelitian, data dan interpretasinya, berbagai argumen yang
sesuai untuk disajikan.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam menulis


buku adalah sebagai berikut:

1) Mempelajari kurikulum dengan cara menganalisisnya


2) Menentukan judul buku yang akan ditulis sesuai dengan SK yang
akan disediakan bukunya.
3) Merancang outline buku agar isi buku lengkap mencakup seluruh
aspek yang diperlukan untuk mencapai suatu kompetensi.
4) Mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan, upayakan untuk
menggunakan referensi terkini dan relevan dengan bahan
kajiannya.
5) Menulis buku dilakukan dengan memperhatikan penyajian kalimat
yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman pembacanya. Untuk
siswa SMA upayakan untuk membuat kalimat yang tidak terlalu
panjang, maksimal 25 kata per kalimat dan dalam satu paragraf  3 –
7 kalimat.
6) Mengevaluasi/mengedit hasil tulisan dengan cara membaca
ulang.  Jika ada kekurangan segera dilakukan penambahan.
7) Memperbaiki tulisan.
8) Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi
misalnya buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.
c. Modul

Modul adalah seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis


sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang
fasilitator/guru.  Dengan demikian maka sebuah modul harus dapat dijadikan
sebuah bahan ajar sebagai pengganti fungsi guru.  Kalau guru memiliki fungsi
menjelaskan sesuatu maka modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan
bahasa yang mudah diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan
usianya.

Dalam menulis bahan ajar khususnya modul terdapat beberapa tahapan


yang harus dilalui, yaitu:

1) Analisis SK dan KD

Analisis dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana


yang memerlukan bahan ajar.  Dalam menentukan materi dianalisis
dengan cara melihat inti dari materi yang akan diajarkan, kemudian
kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa dan hasil belajar kritis yang
harus dimiliki oleh siswa (critical learning outcomes) itu seperti apa.

2) Menentukan judul-judul modul

Judul modul ditentukan atas dasar KD-KD atau materi


pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Satu kompetensi dapat
dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu
besar, sedangkan besarnya kompetensi dapat dideteksi antara lain
dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok mendapatkan
maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai
satu judul modul. Namun apabila diuraikan menjadi lebih dari 4
MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah misalnya
menjadi 2 judul modul.

3) Pemberian kode modul

Kode modul sangat diperlukan guna memudahkan dalam


pengelolaan modul. Biasanya kode modul merupakan angka-angka
yang diberi makna, misalnya digit pertama, angka satu (1) berarti
IPA, (2) : IPS. (3) : Bahasa. Kemudian digit kedua merupakan
klasifikasi/kelompok utama kajian atau aktivitas atau spesialisasi
pada jurusan yang bersangkutan. Misalnya jurusan IPA, nomor 1
digit kedua berarti Fisika, 2 Kimia, 3 Biologi dan seterusnya.

Penulisan modul dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1) Perumusan KD yang harus dikuasai

Rumusan KD pada suatu modul merupakan spesifikasi


kualitas yang seharusnya telah dimiliki oleh siswa setelah ia
berhasil menyelesaikan modul tersebut. KD yang tercantum dalam
modul diambil dari pedoman khusus kurikulum 2004.  Apabila
siswa tidak berhasil memiliki tingkah laku sebagai yang
dirumuskan dalam KD itu, maka KD pembelajaran dalam modul
itu harus dirumuskan kembali. Dalam hal ini barangkali bahan ajar
yang gagal, bukan siswa yang gagal. Kembali pada terminal
behaviour, jika terminal behaviour diidentifikasi secara tepat, maka
apa yang harus dikerjakan untuk mencapainya dapat ditentukan
secara tepat pula.

Contoh Rumusan KD yang harus dikuasai:

Anda mampu menguji daya hantar listrik berbagai larutan


untuk membedakan larutan elektrolit dan non elektrolit hasilnya
memenuhi kriteria sebgai berikut:

 Ada rancangan percobaan elektrolit .


 Terdapat kesimpulan ciri-ciri hantaran arus listrik dalam
berbagai larutan berdasarkan hasil pengamatan.
 Mengelompokkan larutan ke dalam larutan elektrolit dan
non elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.
 Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit
menghantarkan arus listrik.
 Menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa
senyawa ion dan senyawa kovalen polar.

2) Menentukan alat evaluasi/penilaian

Criterion items adalah sejumlah pertanyaan atau tes yang


digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
menguasai suatu KD dalam bentuk tingkah laku. Karena
pendekatan pembelajarannya yang digunakan adalah kompetensi,
dimana sistem evaluasinya didasarkan pada penguasaan
kompetensi, maka alat evaluasi yang cocok adalah menggunakan
pendekatan Panilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion
Referenced Assesment.

Evaluasi dapat segera disusun setelah ditentukan KD yang


akan dicapai sebelum menyusun materi dan lembar kerja/tugas-
tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Hal ini dimaksudkan agar
evaluasi yang dikerjakan benar-benar sesuai dengan apa yang
dikerjakan oleh siswa.

Contoh evaluasi dari contoh KD di atas:

No (75% kriteria keberhasilan)*) Ya Tdk

1. Ada rancangan percobaan elektrolit.

2. Terdapat kesimpulan ciri-ciri hantaran arus listrik dalam


berbagai larutan berdasarkan hasil pengamatan.

3. Mengelompokkan larutan ke dalam larutan elektrolit dan


non elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.

4. Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit


menghantarkan arus listrik.

5. Menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa


ion dan senyawa kovalen polar.

Total

Catatan *) :      Jika 75% dari ke-5 kriteria terpenuhi, maka dinyatakan lulus.

3) Penyusunan Materi

Materi atau isi modul sangat tergantung pada KD yang


akan dicapai. Materi modul akan sangat baik jika menggunakan
referensi–referensi mutakhir yang memiliki relevansi dari berbagai
sumber misalnya buku, internet, majalah, jurnal hasil
penelitian.  Materi modul tidak harus ditulis seluruhnya, dapat saja
dalam modul itu ditunjukkan referensi yang digunakan agar siswa
membaca lebih jauh tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis
secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal
yang seharusnya siswa dapat melakukannya.  Misalnya tentang
tugas diskusi. Judul diskusi diberikan secara jelas dan didiskusikan
dengan siapa, berapa orang dalam kelompok diskusi dan berapa
lama. Kalimat yang disajikan tidak terlalu panjang. Gambar-
gambar yang sifatnya mendukung isi materi sangat diperlukan,
karena di samping memperjelas penjelasan juga dapat menambah
daya tarik bagi siswa untuk mempelajarinya.

4) Urutan pembelajaran

Urutan pembelajaran dapat diberikan dalam petunjuk


menggunakan modul.  Misalnya  dibuat petunjuk  bagi guru yang
akan mengajarkan materi tersebut dan petunjuk bagi siswa.
Petunjuk siswa diarahkan kepada hal-hal yang harus
dikerjakan  dan yang tidak boleh dikerjakan oleh siswa, sehingga
siswa tidak perlu banyak bertanya, guru juga tidak perlu terlalu
banyak menjelaskan atau dengan kata lain guru berfungsi sebagai
fasilitator.

5) Struktur bahan ajar/modul

Struktur modul dapat  bervariasi, tergantung pada karakter


materi yang akan disajikan, ketersediaan sumberdaya dan kegiatan
belajar yang akan dilakukan.  Secara umum modul harus memuat
paling tidak:

 Judul
 Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru)
 Kompetensi yang akan dicapai
 Informasi pendukung
 Latihan-latihan
 Petunjuk kerja, dapat berupa lembaran kerja (LK)
 Evaluasi/penilaian
d. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran


berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan siswa akan
memuat paling tidak; judul, KD yang akan dicapai, waktu penyelesaian,
peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat,
langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.

Dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa dapat dilakukan dengan


langkah-langkah sebagai berikut:

1)  Analisis kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi


mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan
materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman
belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus
dimiliki oleh siswa.

2)  Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah


LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya juga dapat
dilihat. Sekuens LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan
prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber
belajar.

3)  Menentukan judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau


pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat
dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar,
sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila
diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapatkan maksimal 4 MP,
maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun
apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka perlu dipikirkan kembali
apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.

4)  Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebaga


berikut:

5)  Perumusan KD yang harus dikuasai

Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari dokumen


SI.

6)  Menentukan alat Penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta


didik.  Karena pendekatan pembelajar-an yang digunakan adalah
kompetensi, dimana penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompeten-
si, maka alat penilaian yang cocok adalah menggunakan pendekatan
Panilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assesment.
Dengan demikian guru dapat menilainya melalui proses dan hasil
kerjanya.

7)  Penyusunan Materi

Materi LKS  sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi


LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang
lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai
sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian. Agar
pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat, maka dapat saja dalam LKS
ditunjukkan referensi yang digunakan agar siswa membaca lebih jauh
tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi
pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang seharusnya siswa dapat
melakukannya, misalnya tentang tugas diskusi. Judul diskusi diberikan
secara jelas dan didiskusikan dengan siapa, berapa orang dalam kelompok
diskusi dan berapa lama.

8) Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:

 Judul
 Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)
 Kompetensi yang akan dicapai
 Informasi pendukung
 Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
 Penilaian
e. Brosur

Brosur adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang


disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman
dan dilipat tanpa dijilid atau selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat
tetapi lengkap tentang perusahaan atau organisasi (Kamus besar Bahasa
Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1996).   

Dalam menyusun sebuah brosur sebagai bahan ajar, brosur paling tidak
memuat antara lain:

1) Judul diturunkan dari KD atau materi pokok sesuai dengan besar


kecilnya materi.
2) KD/materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari SI dan SKL.
3) Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik
memperhatikan penyajian kalimat yang disesuaikan dengan usia
dan pengalaman pembacanya.  Untuk siswa SMA upayakan untuk
membuat kalimat yang tidak terlalu panjang, maksimal 25 kata per
kalimat dan dalam satu paragraf 3 – 7 kalimat.
4) Tugas-tugas dapat berupa tugas membaca buku tertentu yang
terkait dengan materi belajar dan membuat resumenya. Tugas dapat
diberikan secara individu atau kelompok dan ditulis dalam kertas
lain.
5) Penilaian dapat dilakukan terhadap hasil karya dari tugas yang
diberikan.
6) Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi
misalnya buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.
f. Leaflet

A separate sheet of printed matter, often folded but not stitched (Webster’s
New World, 1996). Leatlet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang
dilipat tapi tidak dimatikan/dijahit.  Agar terlihat menarik biasanya leaflet didesain
secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang
sederhana, singkat serta mudah dipahami.   Leaflet sebagai bahan ajar juga harus
memuat materi yang dapat menggiring peserta didik untuk menguasai satu atau
lebih KD. 

Dalam membuat leaflet secara umum sama dengan membuat brosur,


bedanya hanya dalam penampilan fisiknya saja, sehingga isi leaflet dapat dilihat
pada brosur di atas. Leaflet biasanya ditampilkan dalam bentuk dua kolom
kemudian dilipat.

g. Wallchart

Wallchart adalah bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau


grafik yang bermakna menunjukkan posisi tertentu.  Misalnya tentang siklus
makhluk hidup binatang antara ular, tikus dan lingkungannya atau proses dari
suatu kegiatan laboraturium. Dalam mempersiapkannya wallchart paling tidak
berisi tentang:

1. Judul diturunkan dari KD atau materi pokok sesuai dengan besar


kecilnya materi.
2. Petunjuk penggunaan wallchart, dimaksudkan agar wallchart tidak
terlalu banyak tulisan.
3. Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik dalam
bentuk gambar, bagan atau siklus.
4. Tugas-tugas ditulis dalam lembar kertas lain, misalnya berupa tugas
membaca buku tertentu yang terkait dengan materi belajar dan
membuat resumenya. Tugas lain misalnya menugaskan siswa untuk
menggambar atau membuat bagan ulang. Tugas dapat diberikan
secara individu atau kelompok.
5. Penilaian dapat dilakukan terhadap hasil karya dari tugas yang
diberikan.
6. Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya
materi  misalnya buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.

h. Foto/Gambar

Foto/gambar memiliki makna yang lebih baik dibandingkan dengan


tulisan. Foto/gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperlukan satu rancangan yang
baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar siswa dapat
melakukan sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih KD.

Dalam menyiapkan sebuah gambar untuk bahan ajar dapat dilakukan


dengan langkah sebagai berikut:

1) Judul diturunkan dari KD atau materi pokok sesuai dengan besar


kecilnya materi. Jika foto, maka judulnya dapat ditulis dibaliknya.
2) Buat desain tentang foto/gambar yang dinginkan dengan membuat
storyboard.  Storyboard foto tidak akan sebanyak untuk video/film.
3) Informasi pendukung diambilkan dari storyboard secara jelas, padat,
menarik ditulis dibalik foto. Gunakan sumber lain yang dapat
memperkaya materi misalnya foto, internet, buku.  Agar foto enak
dilihat dan memuat cukup informasi, maka sebaiknya foto/gambar
berukuran paling tidak 20-R.
4) Pengambilan gambar dilakukan atas dasar stroryboard.  Agar
hasilnya baik dikerjakan oleh orang  yang menguasai penggunaan
foto, atau kalau gambar digambar oleh orang yang terampil
menggambar.
5) Editing terhadap foto/gambar dilakukan oleh orang yang menguasai
substansi/isi materi video/film.
6) Agar hasilnya memuaskan, sebaiknya sebelum digandakan
dilakukan penilaian terhadap program secara keseluruhan baik
secara substansi, edukasi maupun sinematografinya.
7) Foto/gambar biasanya tidak interaktif, namun tugas-tugasnya
dapat diberikan pada akhir penampilan gambar, misalnya untuk
pembelajaran bahasa Inggris siswa diminta untuk menceritakan ulang
secara oral tentang situasi dalam foto/gambar. Tugas-tugas dapat
juga ditulis dalam lembar kertas lain, misalnya berupa menceritakan
ulang tentang foto/ gambar yang dilihatnya dalam bentuk tertulis.
Tugas dapat diberikan secara individu atau kelompok.
8) Penilaian dapat dilakukan terhadap penampilan siswa dalam
menceritakan kembali foto/gambar yang dilihatnya atau cerita
tertulis dari foto/gambar yang telah dilihatnya.

i. Model/Maket

Model/maket yang didesain secara baik akan memberikan makna yang


hampir sama dengan benda aslinya. Weidermann mengemukakan bahwa dengan
meilhat benda aslinya yang berarti dapat dipegang, maka peserta didik akan lebih
mudah dalam mempelajarinya. Misalnya dalam pembelajaran biologi siswa dapat
melihat secara langsung bagian-bagian tubuh manusia melalui sebuah model.
Biasanya model semacam ini dapat dibuat dengan skala 1:1 artinya benda yang
dilihat memiliki besar yang persis sama dengan benda aslinya atau dapat juga dengan
skala yang lebih kecil, tergantung pada benda apa yang akan dibuat modelnya. Bahan
ajar semacam ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus dibantu dengan bahan
tertulis agar memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran maupun siswa
dalam belajar. Dalam memanfaatkan model/maket sebagai bahan ajar harus
menggunakan KD dalam kurikulum sebagai acuannya.

1) Judul diturunkan dari kompeternsi dasar atau materi pokok sesuai


dengan besar kecilnya materi.
2) Membuat rancangan sebuah model yang akan dibuat baik
substansinya maupun bahan yang akan digunakan sebagai model.
3) Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik pada
selembar kertas. Karena tidak mungkin sebuah model memuat
informasi tertulis kecuali keterangan-keterangan singkat saja.
Gunakan berbagai sumber yang dapat memperkaya informasi
misalnya buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.
4) Agar hasilnya memuaskan, sebaiknya pembuatan model atau maket
dilakukan oleh orang yang memiliki keterampilan untuk
membuatnya.  Bahan yang digunakan tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan keuangan dan kemudahan dalam mencarinya.
5) Tugas dapat diberikan pada akhir penjelasan sebuah model,
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan oral. Tugas-tugas dapat
juga ditulis dalam lembar kertas lain, misalnya berupa tugas
menjelaskan secara tertulis tentang misalnya untuk pembelajaran
biologi, fungsi jantung bagi kehidupan manusia. Tugas dapat
diberikan secara individu atau kelompok.
6) Penilaian dapat dilakukan terhadap jawaban lisan atau tertulis dari
pertanyaan yang diberikan.

Evaluasi dan Revisi

Setelah selesai menulis bahan ajar, selanjutnya yang perlu Anda lakukan
adalah evaluasi terhadap bahan ajar tersebut. Evaluasi ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah bahan ajar telah baik ataukah masih ada hal yang perlu
diperbaiki. Teknik evaluasi bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
evaluasi teman sejawat ataupun uji coba kepada siswa secara terbatas.
Respondenpun bisa anda tentukan apakah secara bertahap mulai dari one to
one, group, ataupun class.

Komponen evaluasi mencakup kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan


kegrafikan.

1) Komponen kelayakan isi mencakup, antara lain:


 Kesesuaian dengan SK, KD
 Kesesuaian dengan perkembangan anak
 Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar
 Kebenaran substansi materi pembelajaran
 Manfaat untuk penambahan wawasan
 Kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial
2) Komponen Kebahasaan antara lain mencakup:
 keterbacaan
 kejelasan informasi
 kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar
 pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)
3) Komponen Penyajian antara lain mencakup:
 Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai
 Urutan sajian
 Pemberian motivasi, daya tarik
 Interaksi (pemberian stimulus dan respond)
 Kelengkapan informasi
4) Komponen Kegrafikan antara lain mencakup:
 Penggunaan font; jenis dan ukuran
 Lay out atau tata letak
 Ilustrasi, gambar, foto
 Desain tampilan

Komponen-komponen penilaian di atas dapat Anda kembangkan ke dalam


format instrumen evaluasi. Contoh format evaluasi adalah sebagai berikut:

Contoh Format Instrumen Evaluasi Formatif Bahan Ajar

INSTRUMEN EVALUASI FORMATIF

Judul Bahan Ajar      : …........

Mata Pelajaran         : …........


Penulis                     : …........

Evaluator                  : …........

Tanggal                    : …........

Petunjuk pengisian

Berilah tanda check (v) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian Anda.

1 = sangat tidak baik/sesuai

2 = kurang sesuai

3 = cukup

4 = baik

5 = sangat baik/sesuai

No Komponen 1 2 3 4 5

KELAYAKAN ISI

1 Kesesuaian dengan SK, KD

2 Kesesuaian dengan kebutuhan siswa

3 Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar

4 Kebenaran substansi materi

5 Manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan

6 Kesesuaian dengan nilai-nilai, moralitas, sosial

KEBAHASAAN

7 Keterbacaan

8 Kejelasan informasi
9 Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia

10 Penggunaan bahasa secara efektif dan efisien

SAJIAN

11 Kejelasan tujuan

12 Urutan penyajian

13 Pemberian motivasi

14 Interaktivitas (stimulus dan respond)

15 Kelengkapan informasi

KEGRAFISAN

16 Penggunaan font (jenis dan ukuran)

17 Lay out, tata letak

18 Ilustrasi, grafis, gambar, foto

19 Desain tampilan

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, selanjutnya Anda dapat melakukan revisi atau
perbaikan terhadap bahan ajar yang Anda kembangkan. Setelah itu, bahan ajar
siap untuk Anda manfaatkan dalam proses pembelajaran.

Komentar/saran evaluator:

..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

Pembuatan Bahan Ajar Non Teks (Computer Based)


1. E-Learning

Salah satu kosa kata yang muncul dan populer bersamaan dengan hadirnya
TIK dalam dunia pembelajaran adalah elearning. Elearning merupakan
kependekan dari elektronik learning. Secara generik elearning berarti belajar
dengan menggunakan elektronik. Kata elektronik sendiri mengandung pengertian
yang spesifik yakni komputer atau internet, sehinga elearning sering diartikan
sebagai proses belajar yang menggunakan komputer atau internet.

Sesungguhnya pengertian elearning sendiri mempunyai makna yang


sangat luas dan masih dipersepsikan secara berbeda-beda. Pengertian elearning
mencakup sebuah garis kontinum dari mulai menambahkan komputer dalam
proses belajar sampai dengan pembelajaran berbasis web. Sebuah kelas yang
dilengkapi dengan satu unit komputer untuk memutar sebuah CD pembelajaran
interaktif, dalam batasan yang minimal telah dapat disebutkan bahwa kelas
tersebut telah menerapkan elearning. Namun menurut batasan UNESCO,
elearning paling tidak harus didukung oleh sejumlah syarat-syarat yang harus
dipenuhi, yaitu mencakup; ketersediaan software bahan belajar berbasis TIK,
ketersediaan software aplikasi untuk menjalankan pengelolaan proses
pembelajaran tersebut, adanya SDM guru dan tenaga penunjang yang menguasai
TIK, adanya infrastruktur TIK, adanya akses internet, adanya dukungan training,
riset, dukungan daya listrik, serta dukungan kebijakan pendayagunaan TIK untuk
pembelajaran. Apabila elemen-elemen tersebut telah tersedia, maka program dan
pengelolaan elearning akan dapat dijalankan.

2. Software Bahan Ajar

Teknologi selalu mencakup hardware dan software. Hardware akan


berguna apabila tersedia software di dalamnya, demikian pula sebaliknya software
baru akan dapat bermanfaat apabila ada hardware yang menjalankannya.

Software dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu software


operating sistem (OS), software aplikasi, dan software data atau konten. OS
adalah software yang berfungsi sebagai sistem operasi, seperti DOS, Windows,
Linux, dan Unix. Aplikasi adalah software yang digunakan untuk membangun
atau menjalankan proses sesuai dengan perintah-perintah pemrograman, misalnya
office, LMS, CMS, dll. Sedangkan data atau bahan ajar termasuk ke dalam
kelompok software konten, misalnya bahan ajar baik berupa teks, audio, gambar,
video, animasi, dll.

Dalam pengertian yang paling sederhana, suatu proses belajar akan terjadi
apabila tersedia sekurang-kurangnya dua unsur, yakni orang yang belajar dan
sumber belajar. Sumber belajar mencakup orang (narasumber), alat (hardware),
bahan (software), lingkungan (latar, setting), dll. Bahan ajar adalah salah satu
jenis dari sumber belajar.

Bahan belajar merupakan elemen penting dalam elearning. Tidak ada


elearning tanpa ketersediaan bahan belajar. Untuk itu, maka kemampuan seorang
guru dalam mengembangkan bahan belajar berbasis web menjadi sangat penting.

3. Bahan Ajar Berbasis ICT/Web

Sebagaimana sebutannya, bahan ajar berbasis web adalah bahan ajar yang
disiapkan, dijalankan, dan dimanfaatkan dengan media web. Bahan ajar sering
juga disebut bahan ajar berbasis internet atau bahan ajar on line. Terdapat tiga
karakteristik utama yang merupakan potensi besar bahan ajar berbasis web, yakni;
menyajikan multimedia, menyimpan, mengolah, dan menyajikan infromasi,
hyperlink

Karena sifatnya yang online, maka bahan ajar berbasis web mempunyai
karakteristik khusus sesuai dengan karakteristik web itu sendiri. Salah satu
karakteristik yang paling menonjol adalah adanya fasilitas hyperlink. Hyperlink
memungkinkan sesuatu subjek nge-link ke subjek lain tanpa ada batasan fisik dan
geografis, selama subjek yang bersangkutan tersedia pada web. Dengan adanya
fasilitas hyperlink maka sumber belajar menjadi sangat kaya. Search engine
sangat membantu untuk mencari subjek yang dapat dijadikan link.

Unsur-Unsur Bahan Ajar

Bahan ajar setidak tidaknya harus memiliki enam unsur, yaitu mencakup
tujuan, sasaran, uraian materi, sistematika sajian, petunjuk belajar, dan evaluasi.
Sebuah bahan ajar harus mempunyai tujuan. Tujuan harus dirumuskan secara jelas
dan terukur mencakup kriteria ABCD (audience, behavior, criterion, dan degree).
Sasaran perlu dirumuskan secara spesifik, untuk siapa bahan belajar itu ditujukan.
Sasaran bukan sekedar mengandung pernyataan subjek orang, Namun juga harus
mencakup kemampuan apa yang menjadi prasyarat yang harus sudah mereka
kuasai agar dapat memahami bahan ajar ini.

Langkah-Langkah Pengembangan

Secara makro, pengembangan bahan ajar mencakup langkah-langkah


analisis kebutuhan, perancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi.
Secara mikro, langkah-langkah pengembangan bahan ajar berbasis web dimulai
dari penentuan sasaran, pemilihan topik, pembuatan peta materi, perumusan
tujuan, penyusunan alat evaluasi, pengumpulan referensi, penyusunan bahan,
editing, upload, dan testing.

1. Penentuan sasaran

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sebuah bahan


ajar adalah menentukan secara jelas siapa sasaran bahan ajar tersebut. Di dalam
kelas konvensional, sasaran telah sangat terstruktur, misalnya mahasiswa semester
pertama. Pernyataan tersebut telah mengandung indikasi yang jelas tentang siapa
mereka, kemampuan apa yang harus mereka kuasai, serta di mana kedudukan
bahan belajar yang akan disajikan dalam keseluruhan kurikulum sekolah.
Demikian pula pada penyusunan bahan belajar berbasis web sasaran harus
dicantumkan secara spesifik.

2. Pemilihan topik

Setelah sasaran ditentukan, langkah selanjutnya adalah memilih topik yang


sesuai dengan kebutuhan sasaran tersebut. Pemilihan topik dapat dilakukan
dengan pertimbangan, antara lain; materi sulit, penting diketahui, bermanfaat,
merupakan sesuatu yang baru, sesuatu yang belum banyak diketahui, atau bahasan
dari sudut pandang lain, dll.

3. Pembuatan peta materi


Peta materi sangat membantu dalam merumuskan keluasan dan kedalaman
materi yang akan dibahas. Membuat peta materi dapat diibaratkan menggambar
sebuah batang pohon yang bercabang dan beranting, semakin banyak cabang
maka semakin luas bahasan materi. Sedangkan apabila kita menghendaki bahasan
yang fokus dan spesifik, maka kembangkanlah bagian ranting-ranting.

4. Perumusan tujuan

Gambar peta materi akan sangat bermanfaat untuk menentukan tujuan.


Setiap ranting dapat dirumuskan menjadi sebuah indikator tujuan yang spesifik.
Sedangkan cabang menjadi besaran tujuan tersebut. Tujuan besar (cabang) dapat
dicapai dengan memenuhi semua tujuan yang spesifik (ranting).

5. Penyusunan alat evaluasi

Setelah merumuskan tujuan, langsung diikuti dengan perumusan alat


evaluasi. Alat evaluasi dimaksudkan untuk mejawab dengan cara bagaimana kita
dapat mengetahui sesuatu tujuan itu telah tercapai. Setiap indikator tujuan harus
dapat diukur keberhasilannya. Sebuah rumusan tujuan dapat diukur dengan satu
butir alat evaluasi. Dapat satu set alat evaluasi mengukur serangkai tujuan
(Cognitif, Psikomotor, dan Afektif). Misalnya kita merumuskan tujuan ”mampu
mengendari sepeda motor”, maka alat evaluasi yang mungkin adalah lembar
observasi tentang kemampuan mengendarai sepeda motor.

6. Pengumpulan referensi

Tidak ada bahan ajar yang berdiri sendiri tanpa sumber referensi.
Referensi digunakan untuk memberi dukungan teoretis, data, fakta, ataupun
pendapat. Referensi juga dapat memperkaya khasanah bahan belajar, sehingga
pembaca yang menginginkan pendalaman materi yang dibahas dapat mencari dari
sumber yang disebutkan. Dalam web, pembaca dapat dengan mudah diberikan
link ke sumber referensi tersebut.

7. Penyusunan bahan

Setelah bahan-bahan pendukung siap, maka penulisan dapat dimulai.


Penulisan bahan hendaklah konsisten dengan peta materi dan tujuan yang telah
disusun. Secara umum struktur penulisan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga
bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutupan. Pada pendahuluan kita harus sudah
menyampaikan secara ringkas apa yang akan dibahas pada bahan belajar ini.
Sedangkan bagian isi menguraikan secara gamblang seluruh materi. Agar lebih
jelas, uraian bisa dilengkapi dengan contoh-contoh. Untuk mengecek pemahaman,
pada bagian ini dapat pula diberikan latihan-latihan. Pada bagaian penutup
sampaikan kembali secara ringkas apa yang telah dibahas. Proses selanjutnya
adalah editing, testing, lalu penghidangan (dalam Blog, Situs Lembaga).

Proses Pembuatan Presentasi

1. Tentukan Tema/Judul; Pertama-tama tentukan tema dan judul untuk


presentasi Power Point yang akan Anda buat.
2. Kumpulkan Bahan/Materi; Pada tahap ini Anda bisa mulai
mengumpulkan bahan-bahan dan materi untuk presentasi Anda.Materi
dan bahan tersebut bisa anda peroleh dari beberapa sumber, misalnya:
Buku, yaitu text dan gambar atau internet Internet, yaitu text, gambar,
video, suara
3. Simpan Materi; Setelah mendapatkan materi presentasi, simpanlah
materi tersebut pada komputer Anda. Buatlah folder baru dimana seluruh
materi ditempatkan
4. Buat Presentasi Power Point; Setelah seluruh materi telah lengkap dan
tersimpan pada komputer, Anda siap membuat Presentasi dengan Ms.
Power Point.

B. Membuat Program Pengayaan


1. Pengertian Program Pengayaan

Program pengayaan adalah salah satu upaya untuk membantu siswa yang
sudah mencapai ketuntasan belajar untuk memperluas pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimilikinya (Izzati.2015, p.57-58).

Pengayaan merupakan program pembelajaran yang diberikan kepada


peserta didik yang telah melampaui KKM. Fokus pengayaan adalah pendalaman
dan perluasan dari kompetensi yang dipelajari. Pengayaan biasanya diberikan
segera setelah peserta didik diketahui telah mencapai KKM berdasarkan hasil PH.
Pembelajaran pengayaan biasanya hanya diberikan sekali, tidak berulang kali
sebagaimana pembelajaran remedial (Tim Direktorat Pembinaan SMP.2017, p.24-
30)

Menurut Depdiknas (2015, p.21-22) Dalam kurikulum dirumuskan secara


jelas Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai
peserta didik. Penguasaan KI dan KD setiap peserta didik diukur dengan
menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik
mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai
ketuntasan. Oleh karena itu program pengayaan dapat diartikan :memberikan
tambahan/perluasan pengalaman atau kegiatan peserta didik yang teridentifikasi
melampaui ketuntasan belajar yang ditentukan oleh kurikulum. Metode yang
digunakan dapat bervariasi sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan
belajar yang dialami peserta didik.Dalam program pengayaan, media belajar harus
betul-betul disiapkan guru agar dapat memfasilitasi peserta didik dalam
menguasai materi yang diberikan.

Dengan memperhatikan prinsip perbedaan individu (kemampuan awal,


kecerdasan, kepribadian, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, gaya belajar)
tersebut, maka program pengayaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan/hak
anak.   Dalam program pengayaan, guru memfasilitasi peserta didikuntuk
memperkaya wawasan dan keterampilannya serta  mampu mengaplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.

Dalam kurikulum dirumuskan secara jelas Kompetensi Inti (KI) dan


Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan KI dan
KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem Penilaian Acuan
Kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik telah berhasil mencapai nilai yang
dijadikan PAK maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.

Oleh karena itu, program pengayaan dapat diartikan: memberikan


tambahan/perluasan pengalaman atau kegiatan peserta didik yang teridentifikasi
melampaui ketuntasan belajar yang ditentukan oleh kurikulum.
Metode yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan sifat, jenis dan
latar belakang kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Dalam program
pengayaan, media belajar harus betul-betul disiapkan guru agar dapat
memfasilitasi peserta didik dalam menguasai materi yang diberikan (Ibrahim
Bafadhal, 2013).

Program pengayaan ketika peserta didik teridentifikasi telah melampaui


ketuntasan belajar yang ditentukan oleh kurikulum. Guru perlu mengantisipasi
dengan menyiapkan program-program atau aktivitas yang sesuai KD untuk
memfasilitasi peserta didik. Program pengayaan diberikan kepada peserta didik
yang telah melampaui ketuntasan belajar dengan memerlukan waktu lebih sedikit
daripada temanteman lainnya. Waktu yang masih tersedia dapat dimanfaatkan
peserta didik untuk memperdalam/memperluas atau mengembangkan hingga
mencapai tahapan networking (jejaring) dalam pendekatan ilmiah (scientific
approach). Guru dapat memfasilitasi peserta didik dengan memberikan berbagai
sumber belajar, antara lain: perpustakaan, majalah atau koran, internet,
narasumber/pakar, dll. (Depdiknas. 2013, p.21-22).

2. Jenis-Jenis Program Pengayaan

Menurut Depdiknas (2013, p.20-22) ada beberapa jenis-jenis program


pengayaan, yaitu sebagai berikut :

a. Kegiatan eksploratori yang masih terkait dengan KD yang sedang


dilaksanakan  yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik.
Sajian yang dimaksud contohnya : bisa berupa peristiwa sejarah,
buku, narasumber, penemuan, uji coba, yang secara regular tidak
tercakup dalam kurikulum.
b. Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar
berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap
topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.
c. Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang
memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan
masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.
 Pemecahan masalah ditandai dengan :

a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;


b. Penentuan focus masalah/problem yang akan dipecahkan;
c. enggunaan berbagai sumber;
d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;
e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.

3. Pelaksanaan Program Pengayaan

Menurut Izzati (2015, p.57-58) Bentuk-bentuk pelaksanaan program


pengayaan diantaranya adalah:

a. Menugaskan siswa membaca materi pokok dalam kompetensi


dasar selanjutnya
b. Memfasilitasi siswa melakukan percobaanpercobaan, soal latihan,
menganalisa gambar, dan sebagainya
c. Memberikan bahan bacaan untuk didiskusikan guna menambah
wawasan para siswa
d. Membantu guru membimbing teman-temannya yang belum
mencapai standar ketuntasan belajar minimum.

Menurut Tim Direktorat Pembinaan SMP (2017, p.24-30) Bentuk


pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan melalui:

a. Belajar kelompok, yaitu sekelompok peserta didik yang memiliki


minat tertentu diberikan tugas untuk memecahkan permasalahan,
membaca di perpustakaan terkait dengan KD yang dipelajari pada
jam pelajaran sekolah atau di luar jam pelajaran sekolah.
Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik berupa
pemecahan masalah nyata. Selain itu, secara kelompok peserta
didik dapat diminta untuk menyelesaikan sebuah proyek atau
penelitian ilmiah.
b. Belajar mandiri, yaitu secara mandiri peserta didik belajar
mengenai sesuatu yang diminati, menjadi tutor bagi teman yang
membutuhkan. Kegiatan pemecahan masalah nyata, tugas proyek,
ataupun penelitian ilmiah juga dapat dilakukan oleh peserta didik
secara mandiri jika kegiatan tersebut diminati secara individu.

Pendidik dapat menyelenggarakan penilaian terhadap peserta didik yang


mengikuti program pengayaan. Mekanisme dan pengolahan hasil penilaian dalam
program pengayaan diserahkan kepada pendidik dan atau satuan pendidikan.
Pemanfaatan hasil penilaian dapat digunakan sebagai bagian dari portofolio
peserta didik.

Pembelajaran Remedial dan Pengayaan merupakan tindak lanjut guru


terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Proses dan hasil belajar dapat
berupa kesulitan penguasaan peserta didik terhadap satu atau dua kompetensi
dasar, dan tidak bersifat permanen. Jika pada kompetensi inti pengetahuan dan
keterampilan, peserta didik belum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
prosedur yang benar dan hasil yang baik, maka peserta didik tersebut tidak
diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya (Ibrahim Bafadhal, 2013).

Sebaliknya, mungkin saja kompetensi dasar tersebut terlalu mudah bagi


peserta didik, dan juga tidak bersifat permanen. Untuk iru setiap setelah ulangan
atau mengerjakan tugas, hasil kerja peserta didik ditentukan, apakah mereka perlu
remedial, pengayaan atau tidak perlu perlakuan khusus.

Ketuntasan belajar harus mengakomodir perbedaan individual peserta


didik. Karena asumsi yang digunakan dalam belajar apapun, hanya waktu yang
dibtuuhkan yang berbeda. Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih
lama untuk materi yang sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya. Untuk
peserta didik yang lamban, diperlukan langkah-langkah dan pemberian materi
serta penanganan yang berbeda dengan peserta didik yang cepat.

4. Prinsip-Prinsip Program Pengayaan

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengonsep program


pengayaan menurut Khatena (1992) yang dikutip Ibrahim Bafadhal (2013) adalah:
a. Inovasi, Guru perlu menyesuaikan program yang diterapkannya
dengan kekhasan peserta didik, karakteristik kelas serta lingkungan
hidup dan budaya peserta didik.
b. Kegiatan yang Memperkaya, Dalam menyusun materi dan
mendesain pembelajaran pengayaan, kembangkan dengan kegiatan
yang menyenangkan, membangkitkan minat, merangsang
pertanyaan, dan sumber-sumber yang bervariasi dan memperkaya.
c. Merencanajan metodologi yang luas dan metode yang lebih
bervariasi, Misalnya dengan memberikan project, pengembangan
minat  dan aktivitas-aktivitas menggugah (playful). Menerapkan
informasi terbaru, hasil-hasil penelitian atau kemajuan program-
program pendidikan terkini.

Sedangkan Passow (1993) dalam Ibrahim Bafadhal (2013) menyarankan


bahwa dalam merancang program pengayaan, penting untuk memerhatikan tiga
hal:

a. Keluasan dan keadalaman dari pendekatan yang digunakan


Pendekatan dan materi yang diberikan tidak hanya berisi
yang luarnya (kulit-kulitnya) saja tetapi diberikan dengan lebih
menyeluruh dan lebih mendalam. Contoh: membahas mengenai
prinsip Phytagoras dan bagaimana penerapan prinsip tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tempo dan kecepatan dalam membawakan program
Sesuaikan cara pemberian materi dengan tempo dan
kecepatan peserta didik dalam menangkap materi yang diajarkan.
Hal ini berkaitan dengan kecepatan daya tangkap yang dimiliki
peserta didik sehingga materi dapat diberikan dengan lebih
mendalam dan lebih dinamis untuk menghindari kebosanan karena
peserta didik yang telah menguasai materi pelajaran yang diberikan
dikelas.
c. Memerhatikan isi dan tujuan materi yang diberikan
Hal ini bertujuan agar kurikulum yang dirancang lebih
tepat guna dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik.
Renzulli (1979) menyatakan bahwa program pengayaan dirancang
dengan lebih memerhatikan keunikan dan kebutuhan individual
dari peserta didik.
5. Langkah-Langkah Program Pengayaan

Langkah-langkah dalam program pengayaan tidak terlalu jauh berbeda


dengan program pembelajaran remedial. Diawali dengan kegiatan identifikasi,
kemudian perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Guru tidak perlu menunggu
diperolehnya penilaian autentik terhadap kemampuan peserta didik. Apabila
melalui observasi dalam proses pembelajaran, peserta didik sudah terindikasi
memiliki kemampuan yang lebih dari teman lainnya, bisa ditandai dengan:
penguasaan materi yang cepat dan membutuhkan waktu yang lebih singkat.
Sehingga peserta didik seringkali memiliki waktu sisa yang lebih banyak,
dikarenakan cepatnya dia menyelesaikan tugas atau menguasai materi. Disinilah
dibutuhkan kepekaan guru dalam merencanakan dan memutuskan untuk
melaksanakan program pengayaan.

C. Membuat Program Remidial


1. Pengertian Program Remedial

Menurut Izzati (2015, p.57) Remedial berarti hal-hal yang berhubungan


dengan perbaikan. Program remedial merupakan implikasi dari teori belajar tuntas
yang memerlukan upaya tambahan untuk mengatasi dan membantu siswa yang
belum mencapai ketuntasan belajar. Salah satunya adalah dengan mengadakan
program remedial untuk membantu siswa yang belum mencapai ketuntasan
belajar.Program remedial harus memperhatikan perbedaan latar belakang dan
kesulitan yang dihadapi masing-masing siswa agar perbaikan yang dilakukan bisa
lebih optimal

Program remedial adalah salah satu upaya untuk membantu siswa yang
belum mencapai ketuntasan belajar, berupa kegiatan perbaikan yang mencakup
segala bantuan bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk meningkatkan hasil
belajar agar mencapai ketuntasan belajar yang diharapkan (Izzati.2015, p.57)
Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial,
terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa KTSP yang diberlakukan berdasarkan
Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007
menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan
sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas SK dan KD yang
harus dikuasai peserta didikJika seorang peserta didik mencapai standar tertentu
maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan. Dengan diberikannya
pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan
belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka
yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian
kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial (Sumiyati.2010)

Program Remedial adalah program pembelajaran yang diberikan kepada


peserta didik yang belum mencapai kompentensi minimalnya dalam satu
kompetensi dasar tertentu. Metode yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan
sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan
tujuan pembelajarannya pun dirumuskan sesuai dengan kesulitan yang dialami
peserta didik. Pada program pembelajaran remedial, media belajar harus betul-
betul disiapkan guru agar dapat mempermudah peserta didik dalam memahami
pelajaran yang dirasa sulit.Alat evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran
remedial pun perlu disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami peserta
didik (Departemen Pendidikan Nasional.2013, p.7).

Pembelajaran remedial merupakan kelanjutan dari pembelajaran regular di


kelas, perbedaan hanya terletak pada siswa yang masih memerlukan pembelajaran
tambahan. Dengan pembelajaran remedial, siswa yang lambat dalam belajar akan
dibantu dengan menyiapkan kegiatan belajar dan pengalaman langsung sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Di samping itu, perlu dirancang
pembelajaran secara individual untuk membangun konsep dasar, meningkatkan
kepercayaan diri, dan menguatkan efektifitas belajar. Melalui pembelajaran
remedial, guru menyiapkan latihan yang mengembangkan generic skills, meliputi:
hubungan antar personal, komunikasi, pemecahan masalah, mengelola kreatifitas,
dan penggunan teknologi sebagai sumber belajar (Slamet.2015, p.103).
Remedial merupakan program pembelajaran yang diperuntukkan bagi
peserta didik yang belum mencapai KKM dalam satu KD tertentu. Pembelajaran
remedial diberikan segera setelah hasil penilaian dianalisis oleh guru dan hasil
tersebut diberikan padapeserta didik sehinga dapat dipergunakan untuk
mengetahui kelemahan dan kesulitannya. Pembelajaran remedial dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan/hak peserta didik. Dalam pembelajaran remedial, pendidik
membantu peserta didik untuk memahami kesulitan belajar yang dihadapi secara
mandiri, mengatasi kesulitan dengan memperbaiki sendiri cara belajar dan sikap
belajarnya yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal. Dalam
hal ini, penilaian merupakan assessment as learning (Tim Direktorat Pembinaan
SMP.2017, p.27)

2. Karakteristik Program Remedial dan Prinsip-Prinsip Program Remidial

Menurut Sumiyati (2010) Berdasarkan teori belajar tuntas, maka seorang


peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai
kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan
pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta
didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65%, sekurang-
kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut. Sekolah
perlu memberikan perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mendapat
kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik cemerlang diberikan
kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya melalui kegiatan
pengayaan. Kedua program itu diberlakukan oleh sekolah karena
lebih mengetahui dan memahami kemajuan belajar setiap peserta didik
(Mulyasa.2008, p.151).

Menurut  Slamet (2015, p.103) Di samping itu, latihan yang diberikan


guru juga membantu siswa untuk belajar sepanjang hayat (life-long learning),
membantu mengembangkan sikap positif, dan pengembangan nilai-nilai untuk
bekal belajar selanjutnya dan pengembangan karir. Siswa yang harus dimasukkan
ke dalam kelompok pembelajaran remedial biasanya mengalami kesulitan dalam
hal, sebagai berikut:

a. Kemampuan mengingat relative kurang


b. Perhatian yang sangat kurang dan mudah terganggu dengan sesuatu
yang lain di sekitarnya pada saat belajar
c. Relatif lemah dalam memahami secara menyeluruh.
d. Lemah dalam memecahkan masalah
e. Sering gagal dalam menyimak suatu gagasan dari sumber
informasi
f. Mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep yang abstrak.
g. Gagal menghubungkan suatu konsep dengan konssep lainnya yang
relevan
h. Memerlukan waktu relatif lebih lama dalam menyelesaikan tugas.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial


sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:

a. Adaptif
Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik
untuk belajar sesuai dengan daya tangkap, kesempatan, dan gaya
belajar masing-masing.
b. Interaktif
Pembelajaran remedial hendaknya melibatkan keaktifan guru untuk
secara intensif berinteraksi dengan peserta didik dan selalu
memberikan monitoring dan pengawasan agar mengetahui
kemajuan belajar peserta didiknya. 
c. Fleksibilitas dalam metode pembelajaran dan penilaian
Pembelajaran remedial perlu menggunakan berbagai metode
pembelajaran dan metode penilaian yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik.
d. Pemberian umpan balik sesegera mungkin
Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik
mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin
agar dapat menghindari kekeliruan belajar yang  berlarut-larut.
e. Pelayanan sepanjang waktu
Pembelajaran remedial harus berkesinambungan dan programnya
selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya
sesuai dengan kesempatan masing-masing.
3. Tujuan dan Fungsi Program Remedial

Tujuan pengajaran remedial menurut Abu Ahmadi dan Widodo


Supriono secara umum tidak berbeda dengan pengajaran dalam rangka mencapai
tujuan belajar yang telah ditetapkan. Secara khusus pengajaran perbaikan
bertujuan agar siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi
belajar yang diharapkan melalui proses perbaikan.8 Tujuan pembelajaran remedial
adalah untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan
memperbaiki prestasi belajarnya.

Adapun fungsi pengajaran remedial antara lain:

a. Fungsi korektif

Fungsi korektif adalah dapat dilakukan pembetulan atau perbaikan


terhadap hal-hal yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan
dalam proses pembelajaran.9 Sebelum proses belajar mengajar dimulai,
guru membuat perencanaan pembelajaran agar memperoleh hasil yang
diharapkan. Dengan demikian, guru dapat mengetahui perbedaan
individual siswa dan kesulitan belajar siswa tersebut.

b. Fungsi pemahaman

Fungsi pemahaman yaitu memungkinkan guru, siswa dan pihak


lain dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap pribadi
siswa.10 Kepribadian siswa sangat mempengaruhi hasil belajarnya. Oleh
karena itu, guru atau pihak lain dapat memahami kepribadian pada diri
siswa atau perbedaan pada masing-masing siswa.

c. Fungsi penyesuaian

Fungsi penyesuaian yaitu pengajaran remedial dapat membentuk


siswa untuk bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya
sehingga peluang untuk mencapai hasil lebih baik lebih besar. Tuntutan
disesuaikan dengan jenis, sifat, dan latar belakang kesulitan sehingga
termotivasi untuk belajar. Adapun pelaksanaan program ini dapat
dilakukan secara relevan dengan tingkat yang dimiliki siswa dikarenakan
faktor individual siswa dalam memahami suatu bidang studi. Maka fungsi
penyesuaian ini memungkinkan individual siswa dengan karakter tertentu
dapat termotivasi untuk belajar.

d. Fungsi pengayaan

Fungsi pengayaan yaitu dapat memperkaya proses belajar


mengajar. Pengayaan dapat melalui atau terletak dalam segi metode yang
dipergunakan dalam pengajaran remedial sehingga hasil yang diperoleh
lebih banyak, lebih dalam atau dengan singkat prestasi belajarnya lebih
kaya. Adanya daya dukung fasilitas teknis, serta sarana penunjang yang
diperlukan. Sasaran pokok fungsi ini  ialah agar hasil remedial itu lebih
sempurna dengan diadakannya pengayaan.11 Semakin banyak hasil
belajar yang diperoleh dan semakin dalam ilmu yang didapat, maka
prestasi belajarnya pun semakin meningkat.

e. Fungsi terapetik

Fungsi terapetik yaitu secara langsung ataupun tidak, pengajaran


perbaikan dapat memperbaiki atau menyembuhkan kondisi kepribadian
yang menyimpang. Penyembuhan ini dapat menunjang penyampaian
prestasi belajar dan pencapaian prestasi yang baik dapat mempengaruhi
pribadi.

4. Langkah-Langkah Program Remedial

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2013, p.7-12) ada beberapa


langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran remedial, yaitu sebagai berikut:

a. Identifikasi Permasalahan Pembelajaran

Penting untuk memahami bahwa “tidak ada dua individu yang


persis sama di dunia ini”, begitu juga penting untuk memahami bahwa
peserta didik pun memiliki beragam variasi baik kemampuan, kepribadian,
tipe dan gaya belajar maupun latar belakang sosial-budaya. Oleh
karenanya guru perlu melakukan identifikasi terhadap keseluruhan
permasalahan pembelajaran.

Secara umum identifikasi awal bisa dilakukan melalui :

 Observasi (selama proses pembelajaran)


 Penilaian otentik (bisa melalui tes/ulangan harian atau penilaian
proses) Permasalahan pembelajaran bisa dikategorikan ke dalam
3 fokus perhatian
b. Permasalahan  pada keunikan peserta didik

Keberagaman individu dapat membedakan hasil belajar dan


permasalahan belajar pada peserta didik.Ada peserta didik yang cenderung
lebih aktif dan senang praktik secara langsung, ada yang cenderung
mengamati, ada yang lebih tenang dan suka membaca. Di kelas, guru juga
perlu memiliki wawasan lebih menyeluruh mengenai latar belakang
keluarga dan sosial budaya.Peserta didik yang dibesarkan dalam keluarga
pedagang, tentu memiliki keterampilan berbeda dengan keluarga petani
atau nelayan.

c. Keadaan Peserta Didik

Peserta didik yang berasal dari keluarga yang terpecah mungkin


berbeda dengan peserta didik yang berasal dari keluarga harmonis dan
mendukung kegiatan belajar.

d. Permasalahan pada Materi Ajar

Rancangan pembelajaran telah disiapkan dalam buku guru dan


buku siswa.Pada praktiknya, tidak semua yang disajikan dalam materi ajar,
sesuai dengan kompetensi peserta didik.Guru bisa sajamenemukan bahwa
materi ajar (KD) yang disajikan dalam buku terlalu tinggi bagi peserta
didik tertentu.  Oleh karena itu perlu disiapkan berbagai alternatif contoh
aktivitas pembelajaran yang bisa digunakan guru untuk mengatasai
permasalahan pembelajaran ini. (contoh dan alternatif aktivitas untuk
siswa yang merasa kesulitan terhadap materi ajar,  bisa dilihat dalam buku
“Panduan Teknis Penggunaan Buku Guru dan Siswa)  

e. Permasalahan pada Strategi Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya tidak hanya terpaku


pada satu strategi atau metode pembelajaran saja.  Dikarenakan tipe dan
gaya belajar peserta didik sangat bervariasi termasuk juga minat dan
bakatnya, maka guru perlu mengidentifikasi apakah kesulitan peserta didik
dalam menguasai materi disebabkan oleh strategi atau metode belajar yang
kurang sesuai.

5. Perencanaan

Setelah melakukan identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak,


guru telah memperoleh pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai
untuk membuat perencanaan.

Dengan melihat bentuk kebutuhan dan tingkat kesulitan yang dialami


peserta didik, guru bisa merencanakan kapan waktu dan cara yang tepat untuk
melakukan pembelajaran remedial.  Pada prinsipnya pembelajaran bisa dilakukan

a. Segera setelah guru mengidentifikasi kesulitan peserta didik dalam


proses pembelajaran
b. Menetapkan waktu khusus di luar jam belajar efektif.

Dalam perencanaaan guru perlu menyiapkan hal-hal yang mungkin


diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial, seperti :

a. Menyiapkan Media Pembelajaran


b. Menyiapkan contoh-contoh dan alternatif aktifitas 
c. Menyiapkan materi-materi dan alat pendukung

6. Pelaksanaan

Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan


program pembelajaran remedial.  Ada 3 fokus penekanan :
a. Penekanan pada keunikan peserta didik
b. Penekanan pada alternative contoh dan aktivitas terkait materi ajar
c. Penekanan pada strategi/metode pembelajaran

7. Penilaian Otentik

Penilaian otentik dilakukan setelah pemebalajaran remedial selesai


dilaksanakan. Berdasarkan hasil penilaian, bila peserta didik belum mencapai
kompetensi minimal (tujuan) yang ditetapkan guru, maka guru perlu meninjau
kembali strategi pembelajaran remedial yang diterapkannya atau melakukan
identifikasi (analisa kebutuhan) terhadap peserta didik dengan lebih seksama.
Apabila peserta didik berhasil mencapai atau melampaui tujuan yang ditetapkan,
guru berhasil memberikan pembelajaran yang kaya dan bermakna bagi peserta
didik, hal ini bisa dipertahankan sebagai bahan rujukan bagi rekan guru lainnya
atau bisa lebih diperkaya lagi. Apabila ternyata ditemukan kasus khusus di luar
kompetensi guru, guru dapat menkonsultasikan dengan orang tua untuk
selanjutnya dilakukan konsultasi dengan ahli.

8. Teknik Program Remedial

Teknik pembelajaran remedial bisa diberikan secara individual maupun


secara berkelompok (bila terdapat beberapa peserta didik yang mengalami
kesulitan pada KD yang sama). Beberapa metode pembelajaran  yang dapat
digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial yaitu : pembelajaran
individual, pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, dan tutor
sebaya. Aktivitas guru dalam pembelajaran remedial, antara lain : memberikan
tambahan penjelasan atau contoh, menggunakan strategi pembelajaran yang
berbeda dengan sebelumnya, mengkaji ulang pembelajaran yang lalu,
menggunakan berbagai jenis media.Setelah peserta didik mendapatkan perbaikan
pembelajaran,ia perlu menempuh penilaian, untuk mengetahui apakah peserta
didik sudah menguasai kompetensi dasar yang diharapkan (Departemen
Pendidikan Nasional. 2013, p.7-12)

9. Pelaksanaan Program Remedial


Menurut Tim Direktorat Pembinaan SMP (2017, p.30) Pelaksanaan
pembelajaran remedial disesuaikan dengan jenis dan tingkat kesulitan peserta
didik yang dapat dilakukan dengan cara:

a. Pemberian bimbingan secara individu. Hal ini dilakukan apabila


ada beberapa anak yang mengalami kesulitan yang berbedabeda,
sehingga memerlukan bimbingan secara individual. Bimbingan
yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang dialami
oleh peserta didik.
b. Pemberian bimbingan secara kelompok. Hal ini dilakukan apabila
dalam pembelajaran klasikal ada beberapa peserta didik yang
mengalami kesulitan sama.
c. Pemberian pembelajaram ulang dengan metode dan media yang
berbeda. pembelajaran ulang dilakukan apabila semua peserta didik
mengalami kesulitan dengan cara penyederhanaan materi, variasi
cara penyajian, pemberian tes atau pertanyaan yang menarik secara
lisan maupun tulisan.
d. Pemanfaatan utor sebaya, yaitu peserta didik dibantu oleh teman
sekelas yang telah mencapai KKM, baik secara individu maupun
kelompok.

Pembelajaran remedial diakhiri dengan penilaian untuk melihat


pencapaian peserta didik pada KD yang diremedial. Pembelajaran remedial pada
dasarnya difokuskan pada KD yang belum tuntas dan dapat diberikan
berulangulang sam pai mencapai KKM dengan waktu hingga batas akhir
semester. Apabila hingga akhir semester pembelajaran remedial belum bisa
membantu peserta didik mencapai KKM, pembelajaran remedial bagi peserta
didik tersebut dapat dihentikan. Pen didik tidak boleh memaksakan untuk
memberi nilai tuntas (sesuai KKM) kepada peserta didik yang belum mencapai
KKM.

Pemberian nilai KD bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran


remedial yang dimasukkan sebagai hasil penilaian harian (PH), dapat dipilih
beberapa alternatif berikut.
a. Alternatif 1

Peserta didik diberi nilai sesuai capaian yang diperoleh peserta didik
setelah mengikuti remedial. Misalkan, suatu matapelajaran (IPA) memiliki
KKM sebesar 64. Seorang peserta didik, Andi memperoleh nilai PH1 (KD
3.1) sebesar50. Karena Andi belum mencapai KKM, maka Andi mengikuti
remedial untuk KD 3.1. Setelah Andi mengikuti remedial dan diakhiri dengan
penilaian, Andi memperoleh hasil penilaian sebesar 80. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka nilai PH1 (KD 3.1) yang diperoleh Andi adalah sebesar 80.

Keuntungan menggunakan ketentuan ini:

1) Meningkatkan motivasi peserta didik selama mengikuti


pembelajaran re-medial karena peserta didik mempunyai
kesempatan untuk memperoleh nilai yang maksimal.
2) Ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip belajar tuntas (mastery
learning).

Kelemahan menggunakan ketentuan ini:

Peserta didik yang telah tuntas (misalnya, Wati dengan nilai 75) dan
nilainya dilampaui oleh peserta didik yang mengikuti remedial (misalnya,
Andi dengan nilai 80), kemungkinan Wati mempunyai perasaan diperlakukan
“tidak adil” oleh pendidik. Oleh karena itu, pendidik disarankan memberikan
kesempatan yang sama pada peserta didik yang telah mencapai KKM untuk
memperoleh nilai yang maksimal.

a. Alternatif 2

Peserta didik diberi nilai dengan cara meratarata antara nilai capaian
awal (sebelum mengikuti remedial) dan capaian akhir (setelah mengikuti
remedial), dengan ketentuan, apabila nilai ratarata lebih dari KKM, maka nilai
akhirnya adalah nilai ratarata tersebut; sedangkan jika nilai ratarata kurang
dari KKM, maka nilai akhirnya adalah sebesar nilai KKM.

Contoh:
1) Badar memperoleh nilai awal 60. Nilai KKM 64. Setelah
remedial Badar memperoleh nilai 90. Ratarata nilai awal dan
remedial sebesar 75 (melebihi KKM), maka Badar memperoleh
nilai akhir 75.
2) Badar memperoleh nilai awal 50. Nilai KKM 64. Setelah
remedial Badar memperoleh nilai 70. Ratarata nilai awal dan
remedial sebesar 60 (di bawah KKM), maka Badar
memperoleh nilai akhir sebesar KKM yaitu 64.

Alternatif 2 ini sebagai upaya untuk mengatasi kelemahan


Alternatif 1, meskipun Alternatif 2 ini tidak memiliki dasar teori, namun
lebih mengedepankan faktor kebijakan pendidik. Upaya lain, untuk
mengatasi kelemahan Alternatif 1, yaitu dengan memberikan kesempatan
yang sama bagi semua peserta didik untuk mengikuti tes, namun dengan
catatan perlu diinformasikan kepada peserta didik bahwa konsekuensi nilai
yang akan diambil adalah nilai hasil tes tersebut atau nilai terakhir.

Referensi

http://rinisiski13.blogspot.com/2018/12/makalah-konsep-pengayaan-dan-
konsep.html

http://abiavisha.blogspot.com/2015/06/bahan-ajar-penyusunan-bahan-ajar-
bagi.html

Anda mungkin juga menyukai