PROPOSAL
OLEH
1910125220097
BANJARMASIN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di abad 21 dunia pendidikan global yang berkembang pesat
mendorong adanya perubahan yang harus diimbangi dengan pendidikan di
negara kita. Untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang peserta didik
haruslah dibekali oleh kemampuan dasar yang sekarang dikenal istilah 6C
(Critical Thinking, Collaboration, Communication, Creativity, Citizenship,
Character) yang diharapkan mampu mengimbangi permintaan dunia global
di masa depan (Afif, Sunismi, & Alifiani, 2021). Maka seiring dengan
perkembangan keterampilan, seperti keterampilan membaca, menulis, dan
berhitung tidak lagi menjadi satu-satunya keterampilan yang harus dimiliki
siswa.
Keterampilan abad 21 harus diajarkan di semua jenjang pendidikan,
terutama di sekolah dasar, karena siswa telah mengalami perubahan zaman
yang sangat cepat. Cara mengajarkan keterampilan tersebut adalah dengan
mempraktekkannya secara langsung dalam proses pembelajaran dengan
prinsip-prinsip pembelajaran abad 21. Tujuannya tersebut supaya siswa
terbiasa dengan komunikasi yang baik, bekerjasama secara kompak, kritis
terhadap masalah dan mampu menyelesaikannya, dan kritis dan inovatif
dalam menghasilkan inovasi – inovasi baru. Hal ini membuat siswa akan
mahir dengan berbagai keterampilan dan mampu menyesuaikan dengan
kebutuhan ketika sudah lulus dari sekolah (Widodo & Wardani, 2020).
Keterampilan berpikir kritis mampu memecahkan suatu masalah
berarti menimbang semua informasi dengan ukuran yang logis dan
bertanggung jawab. Informasi harus memiliki pendapat atau sudut pandang
yang disertai dengan alasan dan data yang jelas. Jadi berpikir kritis tidak
hanya aktif, tetapi juga alasan yang diungkapkan dapat diterima oleh
pikiran. Hal ini sejalan dengan pembelajaran abad 21 (Tohir, 2019), yaitu
pembelajaran yang menuntut siswa untuk memiliki kompetensi dalam
berpikir kritis, berpikir kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Berpikir kritis
berdasarkan keterampilan abad 21 menuntut seseorang untuk terampil
dalam berpikir.
Sejalan dengan pendapat (Dewi Kurniawati dan Arta Ekayanti)
mengatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir menggunakan penalaran
secara rasional, sitematis, mengumpulkan informasi atau data yang ingin
diketahui dan menyelesaikan masalah atau memilih tindakan yang
semestinya dilakukan untuk dapat menyelesaikan dan memahami suatu
masalah yang dihadapi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
tahun 2006 (BNSP, 2006) menegaskan bahwa keterampilan berpikir kritis
diperlukan agar peserta didik dapat mengelola dan memanfaat-kan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif. Hal ini menjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis
merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikembangkan
mulai dari jenjang pendidikan yang paling dasar.
Salah satu tujuan berpikir kritis menurut Najla (2016) adalah dapat
membantu siswa membuat kesimpulan dengan mempertimbangkan data
dan fakta yang terjadi di lapangan.” Berdasarkan beberapa pendapat para
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah menyimpulkan
apa yang diketahui, mengetahui cara menggunakan informasi untuk
memecahkan suatu permasalahan dan mampu mencari sumber informasi
yang relevan sebagai pendukung pemecahan masalah. Berpikir kritis juga
dianggap sebagai kemampuan yang perlu dikembangkan agar
meningkatnya kualitas terhadap diri dan hasil belajar siswa.
Berhubungan dengan hal tersebut sejumlah tantangan dan peluang
harus dihadapi siswa dan guru agar dapat bertahan dalam abad 21 ini
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Karena Saat ini,
pendidikan berada di masa pengetahuan (knowledge age) dengan
percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Pendidikan di abad
ke-21 menjadi semakin penting untuk menjamin siswa memiliki motivasi
belajar, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta
dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup
(life skills) (Anggraeni MD, 2018: 10-11).
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai
motivasi dalam belajar. Oleh karena itu, guru perlu menumbuhkan motivasi
belajar siswa. Motivasi adalah salah satu faktor yang memiliki pengaruh
besar dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi untuk belajar akan
meningkat kemampuan berpikir kritis dan mendapatkan hasil belajar yang
baik. Berdasarkan Alkaz dalam (Alannasir, 2016) motivasi adalah upaya
untuk menyebabkan perilaku seseorang terdorong untuk bertindak
melakukan sesuatu untuk mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar, siswa yang belajar
tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan maksimal.
Menurut Hamzah & Nurdin (2015) indikator motivasi belajar siswa
meliputi: (1) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil; (2) adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan
yang menarik dalam belajar; dan 6) adanya lingkungan belajar yang
kondusif sehingga memungkinkan siswa belajar dengan baik.
Dalam proses pembelajaran motivasi mempunyai peranan besar
untuk meningkatkan prestasi. Sebab tanpa adanya motivasi dalam belajar
tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi belajar perlu
untuk diteliti agar siswa pada saat proses pembelajaran sudah memahami
tujuan pembelajaran yang akan diajarkan oleh guru dengan rasa semangat
yang tinggi dalam belajar. Dengan adanya motivasi belajar, maka proses
yang akan terlihat dari meningkatnya motivasi belajar siswa bukan hanya
terletak pada aktivitas saja tetapi juga ada pada keterampilan berpikir kritis
dan hasil belajar siswa. Motivasi belajar akan menjadi penunjang yang
sangat penting terhadap perkembangan sikap dan pola berpikir kritis siswa
terhadap pembelajaran sehingga sehingga mempengaruhi pada pencapaian
hasil belajar siswa.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Menurut Rusmono (2017) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif,
dan pisikomotorik. Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa
menyelesaikan pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber
belajar dan lingkungan belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar diantaranya kecerdasan siswa, kesiapan atau kematangan siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar, minat siswa dalam belajar, model
penyajian materi pembelajaran yang disediakan oleh guru, dan suasana
belajar yang menyenangkan sehingga membuat siswa menjadi lebih senang
dalam pembelajaran (Susanto, 2013).
Menurut Sudjana (2013) hasil belajar yang dicapai siswa melalui
proses pembelajaran yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang
berciri sebagai berikut: (1) kepuasan dan kebanggaan yang dapat
menumbuhkan motivasi belajar; (2) menambah keyakinan dan kemampuan
diri; (3) hasil belajar yang dicapainya bermakna; (4) hasil belajar diperoleh
mencakup ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotoris; dan (5)
kemampuan siswa untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan yang diperoleh ketika terjadi suatu
proses pembelajaran. Sehingga hasil dari pembelajaran IPA yang dapat di
tunjukkan dari hasil perubahan dan tidak bisa menjadi bisa, atau
peningkatan pengetahuan, pemahaman dan sikap (Riwahyudin, 2015).
Sehingga salah satu indikator untuk melihat tingkat keberhasilan
pengembangan kemampuan peserta didik dalam bidang IPA adalah hasil
belajar IPA siswa. Hasil belajar IPA ini nantinya akan menunjukkan tingkat
penguasaan IPA dari siswa. Oleh karena pentingnya IPA, maka peningkatan
hasil belajar IPA secara berkesinambungan sudah menjadi pekerjaan rumah
bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan
(Juniati & Widiana, 2017).
Sebagaimana dikemukakan (Aslamiah & Agusta, 2015) dalam
(Depdiknas 2006:48) menyatakan bahwa “Pembelajaran IPA didasarkan
pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, kerja
ilmiah dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru dengan
berorientasi kepada tujuan kurikulr pembelajaran IPA. Salah satu tujuan
kurikulum IPA di sekolah dasar adalah mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan”.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan tentang pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat. Mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelidiki alam sekitar. Disamping itu memecahkan masalah
dan membuat keputusan, meningkatkan kesadaran untuk berperan serta
dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam
meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam. (Nur Jannah, 2020).
Menurut standar isi (BSNP, 2020) pembelajaran IPA sekolah dasar
lebih menekankan pada interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitar,
sehingga topik-topik penting di semua kelas SD/MI yang berkaitan dengan
lingkungan sekitar siswa perlu ditemukenali oleh guru. Dengan begitu,
topik-topik tersebut perlu mendapatkan penekanan yang lebih besar. Setelah
guru mengenali gagasan IPA yang penting dalam pembelajaran serta
berkaitan erat dengan pengetahuan lain atau topik-topik lain, guru dapat
merancang rangkaian kegiatan pembelajaran di kelas dengan lebih
terstruktur dan sistematis. Salah satu pokok bahasan pembelajaran IPA yang
di pelajari di sekolah dasar yaitu perubahan wujud benda. Materi ini sangat
dekat dengan lingkungan keseharian siswa, dimana siswa mampu
memahami fenomena yang mungkin terjadi di lingkungan yang
berhubungan dengan perubahan wujud.
Pembelajaran yang ideal merupakan pembelajaran yang berpusat
pada siswa, yakni agar pembelajaran siswa lebih aktif belajar dengan
mempertimbangkan karakteristik pada diri siswa. Karakteristik siswa
digunakan sebagai dasar dalam perancangan proses pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan penilaian pembelajaran. Pada pembelajaran
tersebut terlihat bahwa peserta didik berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga keadaan seperti itu yang diharapkan agar proses
pembelajaran dapat berpikir kritis dan mendapatkan hasil belajar yang di
inginkan. Sehingga siswa diharapkan dapat mendorong keterampilan
berpikir kritis siswa, kreativitas, membuat siswa aktif, mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam kondisi menyenangkan.
Sejalan dengan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang
difokuskan pada keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah
secara familiar kita ketahui dilakukan dengan interaksi langsung dengan
menggali permasalahan secara terbuka. (Ahmad Suriansyah, Agusta, &
Setiawan, 2021).
Harapan pembelajaran sejalan dengan teori yang dikemukan oleh
(Hosnan, 2016) bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah idealnya perlu
diimplementasikan sedemikian rupa dengan memperhatikan beberapa aspek
indikator yaitu : (1) Berpusat pada siswa, (2) mengembangkan kreativitas
siswa, (3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, (4)
bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestetik, (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam. Bertolak dari keadaan yang diharapkan
diatas, peneliti melihat bahwa kenyataan atau kondisi dilapangan ini masih
belum dapat terlaksana sepenuhnya dengan baik, dan masih menjadi
permasalahan dalam pengimplementasian pembelajaran.
Berdasarkan data tahun 2020/2021 dimuat dalam data referensi
kementerian pendidikan & kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan
terdapat 55.643 siswa yang berjenjang sekolah dasar di Provinsi Kalimantan
Selatan Kota Banjarmasin. Berdasarkan data populasi siswa SDN Kelayan
Selatan 10 yang akan dilakukan penelitian berkisar jumlah 42 orang,
Adapun sampel yang digunakan penelitian tindakan kelas ini adalah kelas
V yang berjumlah 21orang.
Dari hasil observasi dan wawancara pada Jum’at, 9 September 2022,
bahwa Ibu Rizki Amelia, S.Pd selaku wali kelas VA menyatakan saat proses
pembelajaran IPA menunjukkan bahwa berpikir kritis dan hasil belajar pada
siswa masih rendah hal ini dilihat dari siswa masih sering kesulitan untuk
memahami materi yang di sampaikan oleh guru, hal ini mengakibatkan
siswa tidak termotivasi untuk aktif dalam menemukan atau mencari
informasi sendiri, sesuai dengan konsep materi. Rendahnya pemahaman
konsep siswa dapat dijadikan salah satu faktor rendahnya tingkat berpikir
kritis yang berdampak pada hasil belajar siswa. Selain hasil observasi dan
wawacara diperoleh juga nilai yang dicapai siswa kelas V pada mata
pelajaran IPA juga belum maksimal sesuai dengan KKM yang ditetapkan.
Hal ini dilihat dari hasil ulangan 2020/2021 kelas V SDN Kelayan Selatan
10 Kota Banjarmasin terlihat bahwa proses pembelajaran masih banyak
siswa yang mendapatkan nilai pada mata pelajaran IPA di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 60 dengan nilai standar KKM tuntas
belajar 14% (3 orang) tuntas belajar, sedangkan sebanyak 86% (18 orang)
belum tuntas belajar. Hal ini disebabkan karena dalam pembelajaran masih
abstrak dan belum berkaitan dengan pengalaman kehidupan sehari-hari
sehingga berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa.
Sehingga pada kenyataannya di lapangan pembelajaran IPA kelas V
di SDN Kelayan Selatan 10, perlu di tingkatkan pengembangan
pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep - konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari -hari. Kurangnya
keinginan siswa dalam memiliki rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat. Siswa masih belum terlatih dalam
menggali informasi melalui pertanyaan, masih terpaku pada kebiasaan lama
yakni hanya mengandalkan informasi yang tersedia dibuku dan menunggu
arahan dari guru dalam memecahkan masalah. Hal ini membuat siswa
kesulitan dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan, kegiatan
pembelajaran pun terlihat masih bersifat monoton saat di berikan
pertanyaan. Mengakibatkan rendahnya kesadaran untuk berperan serta
dalam memelihara, menajaga dan melestarikan lingkungan alam. Hingga
menunjukkan bahwa implementasi kurikulum 2013 di tingkat sekolah dasar
belum dapat dikategorikan maksimal dan berhasil seutuhnya.
Pembelajaran IPA masih menitik beratkan pada pemahaman konsep
siswa saja. Siswa jarang di latih untuk memecahkan masalah, siswa hanya
mendengar, menulis dan menghapal apa yang sudah di terangkan dari
perintah guru. Kurangnya pemanfaatan media pembelajaran di karenakan
tidak tersedia media yang cocok di sekolah tersebut. Guru juga sering
mengabaikan kemampuan berpikir kritis pada siswa di karenakan guru
masih cenderung diam saat siswa tidak ada bertanya. Ketika pembelajaran
IPA berlangsung siswa kurang mampu menganalisis masalah di sekitarnya.
Ketika siswa diberikan masalah siswa belum menunjukan rasa ingin
menjawab dan menyelesaikannya masih kurang mampu. Berdasarkan hasil
pengamatan SDN Kelayan Selatan 10 Kota Banjarmasin cocok sebagai
lokasi penelitian karena strategi pembelajaran dalam berpikir kritis masih
sulit dilaksanakan. Saat pembelajaran cenderung pemberian tugas saja tanpa
adanya meminta siswa untuk menganalisis permasalahan. Penelitian
tindakan kelas ini perlu dilaksanakan di SDN Kelayan Selatan 10 Kota
Banjarmasin dikarenakan permasalahan yang dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis pada siswa.
Adapun dampak yang terjadi rendahnya kualitas pembelajaran IPA,
menuntut dilakukan perbaikan segera terhadap proses pembelajaran IPA di
tingkat Sekolah Dasar dan perubahan dalam masyarakat yang dinamis
menuntut adanya penyesuaian dalam proses pendidikan yang senantiasa
berada dalam satu dinamika perubahan dan perkembangan (Salsiah, 2015).
Kondisi tersebut masih belum sesuai dengan indikator berpikir kritis yaitu
siswa dapat bertanya dengan jelas, dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru, dapat menganalisis argumen, dapat menyelesaikan
suatu masalah yang telah diberikan kepada mereka, dapat mengevaluasi
kekurangan untuk dipecahkan. masalah dan mengevaluasi hasil observasi
dan observasi. mampu menarik kesimpulan.
Siswa masih belum mampu berpikir kritis terhadap pembelajaran
akibat proses perubahan sistem pembelajaran dari pemberani, sehingga
pada saat pembelajaran berani siswa hanya mendengarkan penjelasan guru
dan diberikan berbagai tugas dari jarak jauh, hal ini menyebabkan siswa
tidak terlatih . kritis dalam memecahkan masalah yang diberikan.
Siswa juga belum terbiasa berkelompok ketika belajar memecahkan
suatu masalah dan setiap siswa masih memiliki ego yang tinggi saat
mengemukakan pendapat. Hal ini juga berkaitan dengan siswa yang masih
belum berani mengemukakan pendapat sehingga siswa tetap terlalu pasif
dalam pembelajaran berlangsung, hal ini dapat menjadi masalah dalam
pembelajaran.
Jika masalah ini dibiarkan dengan kenyataan di lapangan, siswa
masih cenderung pasif atau pembelajar satu arah, siswa belum mampu
berpikir kritis dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, kemampuan
berpikir kritis rendah karena kurangnya inovasi dalam pembelajaran,
sehingga siswa belum terlatih untuk memecahkan masalah secara mandiri
dan kritis. Pembelajaran menjadi kurang bermakna dan hanya berupa
ingatan jangka pendek. Siswa dalam pemecahan masalah jarang melakukan
kegiatan hands-on, yang membuat siswa lambat dalam memecahkan
masalah. Siswa cenderung menunggu guru menyelesaikan masalah yang
dihadapinya dan tidak ada upaya untuk menggali dan menemukan jawaban
dari masalah yang disajikan kepada mereka. Sehingga lingkungan belajar
tampak monoton tanpa adanya variasi dalam pembelajaran.
Oleh karena itu, sebaiknya guru mengembangkan metode
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, yang berkaitan
dengan peningkatan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA. Guru
hendaknya memperhatikan kegiatan yang dapat menumbuhkan berpikir
kritis dan semangat belajar siswa agar menyenangkan. Selain itu, dalam
kegiatannya siswa tidak hanya terlibat secara individu tetapi juga secara
kelompok untuk melatih kerjasama antar siswa dan meningkatkan berpikir
kritis pada siswa.
Berdasarkan hal tersebut akan berdampak pada rendahnya
kemampuan berpikir siswa. Oleh karena itu di temukan pembelajaran yang
mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa yang dapat
mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan di dunia nyata.
Kombinasi model pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa
untuk menemukan pengetahuannya sendiri dalam mata pelajaran IPA
materi perubahan wujud benda yaitu dengan model Inquiry Learning,
metode Eksperimen, dan model Teams Games Tournament. Dengan
demikian, salah satu alternatif pemecahan masalah diatas adalah dengan
menggunakan kombinasi model pembelajaran (Inquiry Learning, metode
Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) yang merupakan
kombinasi dari 3 model pembelajaan yaitu Model Inquiry Learning, Metode
Eksperimen , dan Teams Games Tournament. Hal tersebut didukung oleh
hasil penelitian yang menyatakan bahwa model pembelajaran inquiry dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, namun model ini masih
sulit dilaksanakan karena tahapan tersebut membutuhkan waktu yang lama
dan pembelajarannya masih bepusat pada siswa. Sehingga untuk itu
dipadukan dengan model pembelajaran Teams Games Tournament yang
dapat saling menutupi kekurangan satu sama lain. Maka dapat dikatakan
model pembelajaran inquiry, ekperimen di padukan dengan Teams Games
Tournament dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada
pembelajaran IPA, model pembelajaran Model Inquiry Learning karena
model ini meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan dan
memproses serta menggali bahan pelajarannya adalah model pembelajaran
inkuiri. Menurut (Jumintri, Aziz, & Mukti, 2021) model inkuiri adalah salah
satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat mencari pemecahan masalah
dengan cara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah -
langkah yang menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung
oleh data atau kenyataan.
Sehingga model Inquiry adalah model pembelajaran yang
berorientasi pada proses meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi,
merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber
informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi,
mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau
eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data,
menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan
mengkomunikasikan hasilnya (Kencana Sari, Kristin, & Anugraheni, 2019).
Kemudian peneliti memilih Metode eksperimen adalah Suatu cara
mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Penggunaan
teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan
sendiri berbagai jawaban atau persoalan - persoalan yang dihadapinya
dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara
berpikir yang alamiah. Dengan eksperiman siswa menemukan bukti
kebenaran dari teori sesuatu yang dipelajari. (Juita, 2019).
Metode pembelajaran eksperimen adalah metode pembelajaran yang
menekankan agar siswa melakukan eksperimen sistematis melalui cara
kerja ilmiah. Metode experiential learning menuntut siswa untuk
memahami konsep melalui aliran ilmiah, sesuai dengan konsep sains.
Team Games Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran
kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang
terdiri tiga sampai lima siswa yang heterogen. Dengan adanya kelompok
heterogen inilah peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya, belajar dan
bersama-sama mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sehingga
ketika ada anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota kelompok lainnya dapat membantu
menjelaskannya. Team Games Tournament adalah model yang digunakan
untuk mengimbangi pembelajaran secara ilmiah yang dikombinasikan
games secara berkelompok untuk meningkatkan minat siswa dalam
pembelajaran.
Dipilihnya kombinasi model (Inquiry Learning, metode
Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) karena berdasarkan
pada ketiga karakteristik model tersebut yang menuntut siswa aktif dalam
pembelajaran sehingga semua materi yang disampaikan guru dapat
dipahami dengan baik dan tidak ada siswa yang asik sendiri atau tidak
memperhatikan guru, dari pandangan tersebut peneliti menggunakan ketiga
model tersebut untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan materi
perubahan wujud benda di kelas V Sekolah Dasar. Berdasarkan latar
belakang yang telah penulis paparkan, maka untuk mencapai keberhasilan
siswa terutama dalam pelajaran IPA sangatlah dipengaruhi oleh model
pembelajaran IPA dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Dan Motivasi Belajar Siswa Dengan Kombinasi Model Inkuiri,
Eksperimen, Dan TGT Siswa Sekolah Dasar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Aktivitas Guru dalam melaksanakan pembelajaran
menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry Learning,
metode Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) pada Siswa
Kelas V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin ?
2. Bagaimana Aktivitas Siswa dalam pembelajaran menggunakan
Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry Learning, metode
Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) pada Siswa Kelas
V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin ?
3. Apakah terjadi peningkatan berpikir kritis pada siswa setelah dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran
(Inquiry Learning, metode Eksperimen, dan model Teams Games
Tournament) pada Siswa Kelas V SDN Kelayan Selatan 10
Banjarmasin ?
4. Apakah terdapat peningkatan motivasi belajar siswa setelah dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran
(Inquiry Learning, metode Eksperimen, dan model Teams Games
Tournament) pada Siswa Kelas V SDN Kelayan Selatan 10
Banjarmasin ?
5. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar pada siswa setelah dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kombinasi
Model Pembelajaran (Inquiry Learning, metode Eksperimen, dan model
Teams Games Tournament) pada Siswa Kelas V SDN Kelayan Selatan
10 Banjarmasin ?
C. Rencana Pemecahan Masalah
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran IPA adalah model pembelajaran inkuiri. Dalam model
pembelajaran Inkuiri ini, Anda memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan dapat merangsang
siswa untuk berpikir dan menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan kepada mereka, maupun pertanyaan-pertanyaan
yang muncul dari diri mereka sendiri dalam pembelajaran. kaitannya
dengan lingkungan di sekitar mereka. terutama jika menyangkut binatang.
dan tumbuhan sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap
hasil belajar siswa. Dan siswa dituntun untuk menemukan sendiri jawaban
dari permasalahan yang dihadapi untuk meningkatkan keaktifan siswa
dalam belajar. (Kusumah, Walid, Pitaloka, Dewi, dan Agustriana, 2020).
Pada pembelajaran ini menggunakan metode eksperimen untuk
memberi kesempatan pada siswa melakukan, menganalisis membuktikan,
dan menarik kesimpulan sendiri sehingga kegiatan pembelajaran lebih
menyenangkan dan siswa mengalami pengalaman belajar. Penerapan
metode eksperimen diharapkan hasil belajar siswa mengalami
peningkatan.(Hurit & Wati, 2020).
Dengan menggunakan metode eksperimen tentunya dapat
memaksimalkan penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri dengan
pembelajaran di kelas. Sehingga dengan model ini, dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan kemahiran
pengetahuan pada isi materi ilmiah.
Selain kedua model di atas, agar siswa belajar secara variatif, aktif
dan menyenangkan, serta untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam
pembelajaran, juga digunakan model TGT (Team Games Tournament).
Turnamen Team Game merupakan interaksi positif dan melibatkan aktivitas
semua siswa tanpa perbedaan status dan melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta memperkuat hasil
belajar siswa.
Sebagus apapun model pembelajaran, tidak akan banyak berguna
jika guru dan sekolah tidak mengamalkannya. Agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara optimal, ada beberapa model pembelajaran yang
paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, ketika
memilih model pembelajaran yang tepat, siswa harus memperhatikan
kondisi siswa, seperti bahan ajar, sarana komunikasi yang tersedia, dan
kondisi guru itu sendiri. Sehingga seorang guru perlu melakukan observasi
atau penelitian untuk menentukan model pembelajaran yang tepat untuk
diterapkan.
Dalam proses pembelajaran di SDN Kelayan Selatan 10
Banjarmasin, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingkat berpikir
kritis siswa masih rendah. Salah satunya adalah dengan menggunakan
model pembelajaran yang paling jarang digunakan untuk menarik perhatian
dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru
sering menggunakan metode teacher centered reading, yang membuat siswa
pasif dan kurang aktif dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran, diperlukan suatu model pembelajaran
yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan suatu
masalah.
Langkah – langkah Pembelajaran (Inquiry Learning, metode Eksperimen,
dan model Teams Games Tournament) :
1) Guru melalukan orientasi (Inquiry)
Langkah ini dapat mengatasi masalah pembelajaran IPA terkait siswa
yang mengalami kesulitan belajar karena kurang memahami materi dan
membuat siswa kurang aktif, kurang berani mengemukakan pendapat
sendiri atau belum mandiri karena selalu meminta bimbingan guru.
Selain itu, juga mengatasi masalah pembelajaran yang hanya berupa
teori dan pembelajaran yang biasanya dengan metode ceramah. Dengan
adanya langkah ini siswa akan mudah memahami konsep pembelajaran,
meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan sebab disini pembelajaran tidak hanya
mendengarkan, dan mencatat saja tetapi mendapatkan contoh secara
kontekstual, menggunakan media pembelajaran dan merangsang
kemampuan psikomotorik siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wina Sanjaya Pembelajaran berorientasi aktivitas siswa
dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh
hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang. Dari konsep tersebut ada dua hal yang
harus dipahami; pertama, dipandang dari sisi proses pembelajaran,
pembelajaran berorientasi aktivitas siswa menekankan pada aktivitas
siswa menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental,
termasuk emosional dan aktivitas intelektual; kedua, dipandang dari sisi
hasil belajar, pembelajaran berorientasi aktivitas siswa menghendaki
hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor), artinya,
dalam pembelajaran berorientasi aktivitas siswa pembentukan siswa
secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran.
2) Guru membagi siswa menjadi kelompok kecil secara heterogern (TGT)
Langkah ini dapat mengatasi masalah bagi siswa yang mengalami
hambatan dalam belajar karena dengan berkelompok dapat memotivasi
siswa satu dengan siswa lainnya. Langkah ini penting karena dengan
pembagian kelompok secara heterogen mengajarkan kepada siswa
untuk dapat bekerja sama dengan siapapun tanpa harus memandang latar
belakang maupun kondisinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Septian
et al., (2020) dengan adanya diskusi kelompok siswa akan lebih
memahami materi dengan penjelasan temannya sendiri dan kelompok
yang dibentuk secara heterogen dimana di dalamnya terdapat anggota
dengan kemampuan yang beragam. Sehingga siswa yang kemampuan
belajarnya tinggi bertanggung jawab membantu teman satu
kelompoknya untuk dapat lebih memahami materi.
3) Siswa mengajukan rumusan masalah (Inquiry)
4) Siswa berdiskusi untuk merumuskan hipotesis (Inquiry)
Langkah ini dapat mengatasi masalah siswa yang kurang aktif atau
hanya diam dan kurang percaya diri dalam mengomunikasikan
pendapatnya karena pembelajaran tidak diperoleh dari eksplorasi
langsung, siswa kurang mencoba menyelesaikan soal matematika
terlebih dahulu dengan caranya maupun pemahamannya sendiri tetapi
guru yang cenderung menjelaskan terlebih dahulu, contoh dan soal
sehingga dampaknya siswa sulit untuk membuat generalisasi. Dengan
langkah ini siswa termotivasi untuk menyelesaikan suatu permasalahan
yang diberikan secara kontekstual dan bekerja sama dengan
kelompoknya untuk menyelesaikan masalah dengan berbagai cara
sehingga muncullah konsep pembelajaran yang dapat dipahami siswa.
Hal ini sejalan dengan penelitian Septian et al., (2020) menyatakan
bahwa dengan adanya diskusi kelompok memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertukar pendapat, menanggapi pemikiran siswa
yang lain, saling bekerja sama dan meningkatkan pemahaman konsep
matematika siswa. Selain itu, menurut Laurens et al., (2018)
menyatakan bahwa model ini dapat membuat siswa membangun model
sendiri dalam penyelesaian masalah, meningkatkan kontribusi dan
aktivitas siswa karena guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memecahkan masalah dan menyampaikan jawabannya.
5) Guru meminta siswa melakukan ekperimen untuk menguji hipotesis
(Eksperimen dan Inquiry)
Dengan metode eksperimen siswa lebih bergairah belajar serta aktif,
sehingga siswa tidak ada kesempatan untuk bermain, yang tidak ada
hasilnya atau tidak ada siswa yang mengobrol atau melamun, mereka
semua diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen sesuai petunjuk
dari guru pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Didalam praktek mereka
meneliti langsung benda-benda yang ada dihadapannya dan mereka
langsung mengenal alat-alat satu demi satu mereka juga termotivasi
dalam menerima pelajaran dan Ilmu Pengetahuannya juga bertambah
dengan seketika. Disinilah guru Pengetahuan Alam harus pandai
memilih metode, jangan hanya menggunakan metode ceramah saja,
yang banyak membuat siswa mengantuk dan membosankan. Hal ini
sesuai dengan penelitian Jamilah, Ngatiyo dan Aunurrahman (2013)
menyatakan bahwa metode eksperimen merupakan salah satu metode
pembelajaran yang dilakukan siswa melalui percobaan, agar siswa
belajar tidak hanya sekedar teori dari buku tetapi juga hasil dari
percobaan yang dilakukan.
6) Guru membimbing setiap kelompok untuk mengumpulkan data (Inquiry
dan Eksperimen)
7) Guru meminta siswa menyampaikan hasil diskusi (Inquiry)
Langkah ini dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
kepercayaan diri siswa dan rasa takut siswa terhadap pembelajaran
matematika karena sering dijumpai siswa merasa kesulitan terlebih
dahulu sebelum mencoba sehingga timbullah rasa malas malas untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut, takut salah dan menganggap
matematika sulit serta persoalan tentang kesulitan dalam hal
komunikasi. Dengan langkah ini akan menumbuhkan percaya diri siswa
karena bersama kelompoknya melakukan presentasi terhadap hasil
diskusi mereka dan mereka yakin bahwa kelompok mereka itu bisa
menjadi terbaik sehingga timbullah usaha pada masing-masing individu
untuk mencoba. Hal ini sejalan dengan penelitan Septian et al., (2020)
bahwa dengan adanya presentasi di depan kelas berperan dalam
meningkatkan pemahaman siswa. Hal ini dikarenakan, ketika siswa
mempresentasikan hasil belajar kelompoknya didepan kelas dengan
bahasanya sendiri, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman
siswa terhadap materi yang dipelajari. Apabila terjadi kesalahpahaman
terhadap konsep, maka guru dapat segera meluruskan kesalahan
tersebut. Selain itu, membuat siswa lebih aktif dalam belajar, memiliki
motivasi yang tinggi, dan berani untuk mempresentasikan hasil kerjanya
di depan kelas.
8) Guru mengarahkan siswa bermain Teams Games (TGT)
Langkah ini dapat mengatasi masalah kurangnya penguasaan materi
oleh siswa, siswa bersifat pasif karena pembelajaran yang di dominasi
oleh guru. Dengan langkah ini siswa akan menjadi lebih aktif dan
menguasai materi karena mereka belajar sambil bermain sehingga
membuat siswa tertantang untuk menyelesaikan suatu pertanyaan atau
permasalahan yang diberikan guru, disini siswa mencari pasangan kartu
pertanyaan atau jawaban, sehingga secara tidak langsung juga melatih
kemampuan berpikir siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggraeni
et al., (2019) siswa akan lebih bersemangat karena model pembelajaran
tersebut terdapat unsur permainannya, selain itu siswa pun dilibatkan
langsung dalam pembelajaran. Teknik ini mampu menciptakan kondisi
kelas yang interaktif, efektif sebagai sarana untuk melatih keberanian
siswa, serta mampu menghilangkan kebosanan siswa ketika
pembelajaran berlangsung.
9) Guru meminta siswa mengumpulkan hasil jawaban kelompok ( TGT)
10) Guru Bersama siswa menarik kesimpulan hasil eksperimen
(Eksperimen)
Langkah ini dapat mengatasi permasalahan kurangnya penguasaan
materi dan komunikasi siswa. Dengan adanya kesimpulan yang
diberikan siswa, maka diharapkan siswa tersebut dapat memahami
materi dan juga meningkatkan keterampilan komunikasinya karena
berani mangungkapkan pendapatnya. Hal ini sejalan dengan penelitian
(Kusuma & Ayunitis, 2019) yang menyatakan bahwa dengan
menerapkan pendekatan ini pada pembelajaran IPA di kelas, terutama
karakteristik interaktivitas atau interaksi dimana proses belajar
seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga bersamaan
menjadi suatu proses sosial, proses belajar siswa akan menjadi lebih
bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan
gagasan mereka, sehingga kemampuan komunikasi siswa dapat
berkembang.
11) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik presentasinya
juga kepada kelompok lain (TGT)
Langkah ini dapat mengatasi masalah siswa yang pasif, karena dengan
adanya penghargaan siswa merasa tertantang untuk menumbuhkan
semangat pada dirinya bahwa dirinya bisa. Hal ini sejalan dengan
penelitian Septian et al., (2020) dengan adanya kegiatan penghargaan
kelompok, dimana kelompok yang berhasil mendapatkan skor tertinggi
akan mendapatkan hadiah. Oleh karena itu, membuat siswa lebih
termotivasi untuk memperbaiki kualitas belajar mereka di siklus
berikutnya.
Menurut langkah-langkah model di atas dengan memperhatikan
keselarasan model tersebut serta saling berkaitan dan sistematis dengan
penggunaan media, maka dapat dikatakan bahwa model dan media ini
dapat meningkatkan aktivitas siswa melalui pemecahan masalah yang
beraneka ragam, adanya interaksi dengan bekerja sama di dalam
kelompok serta terjalinnya komunikasi baik antar siswa, guru maupun
mengomunikasikan persoalan-persoalan IPA.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dirumuskan di
atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan
pembelajaran menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry
Learning, metode Eksperimen, dan model Teams Games Tournament)
pada Siswa Kelas V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin.
2. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa pada saat mengikuti
pembelajaran menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry
Learning, metode Eksperimen, dan model Teams Games Tournament)
pada Siswa Kelas V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin.
3. Menganalisis peningkatan berpikir kritis pada siswa menggunakan
Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry Learning, metode
Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) pada Siswa Kelas
V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin.
4. Menganalisis peningkatan motivasi belajar pada siswa menggunakan
Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry Learning, metode
Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) pada Siswa Kelas
V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin.
5. Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar pada menggunakan
Kombinasi Model Pembelajaran (Inquiry Learning, metode
Eksperimen, dan model Teams Games Tournament) pada Siswa Kelas
V SDN Kelayan Selatan 10 Banjarmasin.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Bagi Kepala Sekolah
Dapat membimbing, sekaligus mengawasi, memberikan masukan
kepada guru dalam memilih model dan mengembangkan konten
pembelajaran IPA inovatif lainnya..
2. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan model
pembelajaran yang inovatif untuk pembelajaran IPA dan sebagai salah
satu cara untuk mengembangkan model yang sudah ada untuk membuat
model pembelajaran.
3. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi
dan dokumentasi yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian
selanjutnya. Sehingga selalu ada inovasi untuk lebih maju dengan
penelitian-penelitian yang dianggap relevan dan dapat membantu
penelitian-penelitian lain dengan masalah yang sama.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah siswa melakukan suatu percobaan
tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil
percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas
dan dievaluasi oleh guru, eksperimen merupakan keterampilan yang
banyak dihubungkan dengan sains ilmu pengetahuan (Khaeriyah,
Saripudin, & Kartiyawati, 2018).
Dalam eksperimen atau percobaan dapat dikatakan bagaimana
mereka dapat mengetahui cara atau proses terjadinya sesuatu dan
mengapa sesuatu dapat terjadi serta bagaimana mereka dapat
menemukan solusi terhadap permasalahan yang ada dan pada
akhirnya mereka dapat membuat sesuatu yang bermanfaat dan
kegiatan tersebut Tujuan utama adalah supaya siswa mampu
mencapai dan menemukan sendiri jawaban atas masalah yang
diberikan. Siswa juga terlatih cara berpikir yang ilmiah (scientific
thinking). Siswa akan menemukan bukti kebenaran dari teori yang
sedang dipelajari.
Kelebihan Metode Eksprimen:
Menurut Mulyani (2015:47) dalam (Zakiya, Amin, & Lovisia, 2019)
a) Kelebihan Metode Eksperimen
1. Membuat siswa percaya atas kesimpulan yang sesuai dengan
hasil eksperimennya. Mereka dapat membuat kesimpulan
sendiri, namun maknanya sama dengan yang sebenarnya.
2. Membina siswa untuk membuat terobosan baru dengan
penemuan dari eksperimennya dan menjadi manfaat bagi
sesama. Karena metode pembelajaran ini menyenangkan, tak
menutup kemungkinan siswa melakukan percobaan atau
eksperimennya sendiri di rumah, tanpa harus diberi tugas
terlebih dahulu.
3. Hasil dari percobaan siswa dapat dimanfaatkan untuk sekolah
dan masyarakat.
4. Melatih ketelitian dan keuletan siswa ketika melakukan
eksperimen.
b) Kekurangan Metode Eksperimen
1. Metode ini lebih sesuai dengan pelajaran berdasar ilmu sains
dan teknologi.
2. Memerlukan fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu
mudah diperoleh dan terkadang harganya cukup mahal.
3. Menguji kesabaran guru dan siswa.
4. Eksperimen tidak selalu menghasilkan hasil yang diharapkan.
Bisa jadi ada faktor-faktor tertentu di luar jangkauan
kemampuan yang tidak sesuai.
3. Model TGT
Model pembelajaran TGT adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan
peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan
dan reinforcement.
Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri tiga sampai lima siswa yang heterogeny, baik
dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam
TGT digunakan turnamen akademik, di mana siswa aberkompetisi
sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang
mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu yang lalu.
Komponen-komponen TGT adalah penyajian materi, tim, game,
turnamen, dan penghargaan kelompok.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam
pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja
sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
Ada lima komponen utama dalam komponen utama dalam TGT.
a. Penyajian Kelas
b. Kelompok (teams)
c. Game
d. Turnament
e. Team Recognize (penghargaan kelompok)
Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran TGT:
a. Penyajian kelas, pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi
biasanya dilakukan dengan ceramah, diskusi yang dipimpin langsung
oleh guru.
b. Belajar dalam Kelompok (teams), kelompok biasanya terdiri dari 4
sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogeny dilihat dari prestasi
akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik.
c. Permainan (Game), terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
belajar kelompok.
d. Pertandingan atau Lomba (Turnament), biasanya tournament dilakukan
pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan
presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.
e. Penghargaan Kelompok (Team Recognize), guru kemudian
mengumumkan kelompok yang menang, tim atau kelompok mendapat
sertifikat atau hadiah.
Permasalahan
Rendahnya kemampuan berpikir kritis
siswa dan motivasi belajar siswa
Dampak : Penyebab :
1. Siswa merasa bosan 1. Pembelajaran monoton
2. Siswa menjalani 2. Belum mampu siswa
pembelajaran secara dalam belajar secara
pasif ilmiah
3. Siswa kurang mampu 3. Dorongan yang belum
berfikir secara ilmiah muncul dalam
pembelajaran
Hasil
Jika penerapan pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam materi tema perubahan
Tidak
Berhasil pada benda diterapkan melalui kombinasi
model pembelajaran (Inkuiri, Eksperimen, dan Berhasil
Teams Games Tournament ) maka
kemampuan berpikir kritis siswa dan motivasi
belajar siswa akan meningkat.
K. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang diuraikan diatas, maka hipotesis dalam
penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Jika proses pembelajaran menggunakan kombinasi model
pembelajaran (Inquiry Learning, metode Eksperimen, dan model
Teams Games Tournament), maka keterampilan berpikir kritis siswa
akan meningkat.
2. Jika proses pembelajaran menggunakan kombinasi model
pembelajaran (Inquiry Learning, metode Eksperimen, dan model
Teams Games Tournament), maka motivasi belajar siswa akan
meningkat.