Anda di halaman 1dari 167

PENGEMBANGAN MEDIA BUKU BERGAMBAR LORONG WAKTU

NUSANTARA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR


KRITIS SISWA KELAS V SD SE KECAMATAN KRANGGAN

Oleh :

NUNUNG LUSIANA

21112251056

Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagai persyaratan untuk mendapat gelar
Magister

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Situasi pada abad ke 21 menuntut siswa untuk memiliki 4 kemampuan

untuk dikembangkan. Salah satu kemampuan yang perlu dimiliki siswa sekolah

dasar adalah kemampuan berpikir kritis. Pada abad 21 kemampuan berpikir

kritis dikaitkan dalam pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis adalah salah

satu perangkat kemampuan dalam hidup pada abad 21 yang perlu dimiliki dan

dikembangkan melalui proses pendidikan terutama pada pendidikan dasar.

Kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa adalah kemampuan 4C.

Kemampuan tersebut adalah kemampuan kreativitas, kemampuan berpikir

kritis, kolaborasi dan kemampuan komunikasi (Almerich et al., 2018; Bedir,

2019; Kozikoglu & Altunova, 2018). Kemampuan berpikir kritis sangat

penting dan semakin dibutuhkan, terutama untuk menghadapi kompleksitas

masalah yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan teknologi dan gerakan

sosial di era ini (Ali & Awan, 2021; Ulger, 2018).

Pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dilakukan sebagai

upaya untuk menentukan kesuksesan hidup anak kelak sebagai sumbangsih

kemampuan pada abad 21. Fisher (2008) mendefinisikan mengenai

kemampuan berpikir kritis sebagai sebuah situasi dimana kegiatan yang dapat

mengasah hidup terampil yang menuntut interpretasi dan evaluasi observasi,

komunikasi, dan sumber informasi yang berpedoman pada standar intelektual

dalam kejelasan, relevansi, kecukupan, dan koherensi.

2
Kemampuan berpikir kritis pada anak menjadi situasi krusial bagi anak.

Hal ini dikarenakan skill berpikir kritis mendalami peran sebagai sebuah proses

dalam menganalisis dan mengevaluasi pemikiran untuk memperbaiki dan

menghasilkan sebuah kemandirian dalam berpikir, berdisiplin, pemantauan,

dan sebagai sebuah koreksi diri (Paul, 2008). Selanjutnya, kemampuan berpikir

kritis krusial bagi anak usia sekolah dasar karena dalam pengembangan

kemampuan berpikir kritis siswa dilatih melalui proses berpikir yang

membutuhkan proses kognitif yang tinggi (Suwono et al, 2018).

Menganalisis sebuah masalah, membuat argumentasi, mengevaluasi,

membuat keputusan, dan memecahkan masalah merupakan hal yang dapat

dilatih dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Jhonson, 2011).

Kemampuan berpikir kritis dapat digambarkan sebagai proses sistematis yang

memungkinkan anak untuk bisa mengevaluasi bukti, asumsi, dan logika yang

mendasari pendapatnya dan pendapat orang lain, untuk mengembangkan

kedalaman pemahaman yang dapat mempengaruhi kehidupan siswa sekolah

dasar di masa depan (Facione, 2015; Fajari et all, 2020).

Siswa yang ideal dan memiliki kemampuan berpikir kritis menjadi

sebuah situasi yang diidamkan. Siswa dapat mengajukan pertanyaan dengan

baik, memberikan efektifitas dan informasi yang efisien dan membuat

keputusan yang rasional dari sesuatu yang dapat dipercaya, tidak dapat

dipercaya atau disebut dengan pemikiran yang objektif, dan sampai pada

kesimpulan yang konsisten proses penyelesaian suatu masalah (Bustami et al.,

2018; Cahyarini et all, 2016). Karakoc (2016) dan Reichenbach (2001)

mengidentifikasi kemampuan berpikir kritis siswa dapat memberikan dan

3
melatih siswa untuk memiliki sebuah pemikiran kritis sebagai kemampuan

untuk berpikir secara analitis dan dapat mensintesis kebenaran dan nilai

gagasan atau keyakinan sebelum menerimanya.

Situasi tersebut memungkinkan siswa untuk melihat bahwa pentingnya

mempunyai skill berupa kemampuan berpikir kritis untuk melakukan hal hal

seperti mengajukan pertanyaan penting tentang masalah, mengumpulkan dan

menilai informasi yang relevan, membuat sebuah kesimpulan dan solusi

dengan penalaran yang tepat, berpikir terbuka, dan mengomunikasikan

pemikiran secara efektif (Paul dan Elder, 2008).

Situasi ideal dalam dalam pembelajaran di sekolah juga dapat

mengembangkan skill berpikir kritis siswa. Seranggih dan Zuhri (2019)

menegaskan bahwa interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa, siswa dan

media pembelajaran yang dipakai, atau siswa dengan kelompok dapat

mempengaruhi proses berpikir selama proses belajar mengajar. Skill berpikir

akan mempengaruhi kondusifitas dan keaktifan suasana pembelajaran juga

akan meningkatkan antusiasme siswa dalam proses belajar mengajar. Kondusif

dan aktifnya suasana pembelajaran juga akan meningkatkan antusiasme siswa

dalam proses pembelajaran.

Kondisi ideal saat pembelajaran dapat dilihat dari suasana kelas yang

kondusif dan aktif. Kondisi ini akan meningkatkan konsentrasi siswa untuk

melakukan pemecahan masalah yang diberikan. Kondisi pembelajaran dimana

tingkat konsentrasi tinggi dapat diselaraskan dengan penggunaan media

pembelajaran. Kondisi yang esensial pada peningkatan skill berpikir kritis

memiliki tujuan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang telah ditetapkan

4
oleh kurikulum dan merancang serta mengarahkan kehidupan siswa di masa

yang penuh dengan tantangan, kompetensi, dan ketidakpastian (Viera dan

Tanreiro-Viera, 2014; Darling-Hammon et al, 2020).

Kondisi ideal harus selalu dikembangkan guru untuk menjadikan

pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas akan mengasah

skill berpikir kritis. Namun, permasalahan rendahnya kemampuan berpikir

kritis siswa menjadi kondisi yang menantang bagi pendidik. Pendidikan pada

abad 21 memberikan tekanan tersendiri bagi guru untuk mempersiapkan

pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang ideal diharapkan dapat menciptakan

budaya yang progresif untuk masa depan anak yang bertujuan untuk mengatasi

permasalahan belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa (Septiantoko et al., 2022).

Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa terdapat kondisi yang tidak

diharapkan pada tingkat kemampuan berpikir kritis siswa. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah, Dikutip dari

artikel wordtop20.org terlihat bahwa peringkat Indonesia pada bidang

pendidikan secara umum terletak di peringkat 67 dari 203 negara pada tahun

2023. Hal tersebut memperlihatkan kondisi tidak ideal dalam hal pendidikan

secara umum karena Indonesia tidak masuk dalam peringkat 20 teratas dalam

bidang pendidikan. Peringkat tersebut dapat menjadi tanda bahwa kondisi

pendidikan di Indonesia masih rendah dan rendahnya pendidikan tersebut pasti

akan selaras dengan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia

dibanding dengan negara negara lain.

Kondisi tidak ideal juga ditunjukkan berdasarkan survei yang dilakukan

5
oleh Word Ecomonic Forum mengenai daya saing global index (CGI)

Indonesia menduduki peringkat ke-41 dari 138 negara di bawah CGI Malaysia

dan Thailand (Nababan, 2019). Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

pekerja, terutama kemampuan daya kritis, dan kemampuan berpikir analitis

(Changwong et al, 2018).

Secara khusus di tingkat sekolah dasar, kondisi skill berpikir tingkat

tinggi pada siswa masih rendah. Berdasarkan analisis pada tiga sekolah dasar

di Kecamatan Buleleng, high order thingking skill masih rendah (Wijayanti,

2015). Selanjutnya, Budiana (2013) menjelaskan awal hasil tes kemampuan

berpikir kritis dalam penelitiannya yang menemukan bahwa persentase skor

masing-masing aspek keterampilan berpikir kritis kurang dari 40 % atau masih

tergolong rendah.

Potensi yang seharusnya muncul pada siswa kelas 5 pada aspek kognitif

mata pelajaran IPS adalah sudah harus memasuki tahap C4 atau tahap

menganalisis. Namun, di lapangan kurangnya peran siswa dalam proses belajar

mengajar menjadi hal yang terus dilakukan. Peran siswa didominasi hanya

mendengarkan guru berceramah di depan kelas. Padahal guru harus

mempunyai potensi yang mumpuni untuk mempersiapkan pembelajaran

dengan matang agar siswa dapat ikut aktif dalam pembelajaran. Kegagalan

proses belajar dapat menurunkan potensi siswa.

Potensi siswa dapat dicapai dengan melakukan perancangan

pembelajaran. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan memilih komponen

pembelajaran misalnya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media

pembelajaran, buku bacaan, dan lembar kerja siswa, serta sarana dan prasarana

6
lain yang mendukung kemampuan berpikir kritis dan keaktifan siswa (Upadani

& Agustina, 2021). Salah satunya merancang media pembelajaran dapat

meningkatkan potensi siswa dalam proses meningkatkan potensinya pada skill

berpikir tingkat tinggi.

Permasalahan lainnya adalah kurang tertanamnya hal-hal krusial

mengenai potensi yang dimiliki siswa untuk meningkatkan skill pada saat

duduk di sekolah dasar, seperti membangun dan memperoleh pembelajaran

secara kritis, memfasilitasi kegemaran anak, melatih anak menganalisis secara

khusus dan mendalam. Proses persiapan untuk meningkatkan kompetensi

individu memperlihatkan bahwa potensi individu memainkan peran kunci pada

kehidupan masa depan siswa (Turhan & Demirci, 2021). Jika kemampuan

berpikir kritis tidak ditangani dengan baik, rendahnya tingkat kemampuan

berpikir kritis siswa akan berdampak pada level berikutnya. Siswa tidak akan

bisa mengembangkan pemikiran mereka dalam menghadapi masalah sehari-

hari, dan itu akan terjadi terus-menerus dan dapat mempengaruhi mutu

pendidikan di Indonesia.

Upaya untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kritis sangat dibutuhkan sesuai dengan potensi yang siswa miliki. Guru

sebagai agen kunci pendidikan, perlu memiliki persepsi yang mendalam

mengenai kemampuan berpikir kritis siswa dan potensi apa yang dapat

dimanfaatkan untuk menunjang cita-cita tersebut (Sang et al., 2018). Hal ini

dikarenakan pendidikan dinilai penting dalam mewujudkan kemampuan yang

dibutuhkan pada abad ke 21 yaitu kemampuan berpikir kritis. Mengajarkan

mengenai kemampuan berpikir kritis selalu menjadi misi penting dalam

7
pembelajaran sosial (Ayhan et al., 2021). Kemampuan berpikir kritis menjadi

perhatian dalam berbagai kajian literatur yang membahas mengenai bagaimana

pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam lingkup sosial (Kayaalp et al.,

2020; Yucel & Kocer, 2019).

Melihat tuntutan tersebut, guru ditempatkan pada peran yang sangat

penting, karena para guru perlu memiliki kemampuan untuk mengembangkan

pemikiran kritis siswa (Fikriyatii et al., 2022). Oleh karena itu, guru berperan

dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa dan tak terkecuali

dalam pembelajaran sosial. Salah satunya adalah dengan melihat potensi yang

dapat dimanfaatkan guru.

Permasalahan yang terjadi di sekolah Kecamatan Kranggan muncul

terlihat dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di beberapa

sekolah. Observasi yang telah dilakukan pada tanggal 15 September 2022 di

SDN Pendowo 2 nampak bahwa koleksi buku di perpustakaan masih sangat

kurang. Padahal, saat wawancara dengan guru, guru menuturkan bahwa siswa

memiliki kegemaran membaca. Setelah dilakukan wawancara dengan siswa,

Siswa menuturkan bahwa sebagian besar siswa gemar membaca. Namun,

terdapat keluhan siswa bahwa buku yang dibaca hanya ada sedikit koleksi.

Terjadi kesenjangan antara kegemaran siswa pada buku dan fasilitas di sekolah.

Observasi kedua adalah melihat bagaimana arsip data hasil belajar

siswa. Hasil menunjukkan bahwa siswa di SDN 2 Pendowo Kranggan

Temanggung memiliki kemampuan berpikir kritis yang dapat dikatakan

rendah. Hal ini didukung oleh arsip data hasil belajar siswa pada mata pelajaran

IPS. Arsip tersebut datang hasil belajar yang sesuai dengan kisi-kisi soal pada

8
setiap ujian siswa yang selalu terbagi menjadi soal HOTS dan LOTS. Rerata

nilai asli ujian yang mengandung soal HOTS atau High Order Thinking Skill

rendah. Sebanyak 75% dari jumlah siswa memiliki nilai kurang dari KKM

yang sudah ditetapkan oleh guru. Sebesar 15% sisanya mencapai nilai pas

dengan KKM. Sedangkan sisanya 10% melebihi nilai KKM. Hal tersebut

menjadi kesenjangan dikarenakan dalam proses pembelajaran guru sudah

memberikan pembelajaran sesuai dengan buku panduan yang telah disediakan

oleh pemangku kebijakan.

Hasil observasi didukung oleh hasil wawancara dengan guru yang

menyatakan bahwa sulit untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada

anak. Hal ini dikarenakan kurangnya media pembelajaran yang menarik minat

anak. Guru menuturkan bahwa anak memiliki kesenangan terhadap bacaan

cerita dengan memunculkan animasi dan gambar yang berwarna. Kegemaran

anak pada buku bergambar menjadi potensi yang dapat dikembangkan oleh

guru. Namun, potensi tersebut tidak dapat di kembangkan karena kurangnya

fasilitas di sekolah. Sekolah belum memfasilitasi dan mengintegrasikan koleksi

buku ke dalam pembelajaran. Sekolah hanya memfasilitasi siswa dengan buku-

buku bacaan di perpustakaan tanpa ada muatan pembelajaran yang relevan atau

buku yang disediakan oleh pemerintah seperti buku tematik.

Wawancara lanjutan dilakukan kepada siswa kelas V di SDN Pendowo

2. Siswa membenarkan bahwa mereka lebih suka membaca buku dengan

banyak gambar dan animasi karena menurutnya lebih menyenangkan daripada

melihat teks panjang seperti pada pelajaran yang biasa pada pembelajaran IPS.

Siswa menuturkan bahwa melihat gambar-gambar menarik pada buku dapat

9
meningkatkan keingintahuan pada diri mereka.

Observasi dan wawancara kedua dilakukan di SDN Klepu Kranggan

pada tanggal 16 September 2022, hasil observasi pada pembelajaran IPS

terlihat bahwa siswa pasif mengikuti pembelajaran. Terlihat beberapa siswa

tidak memperhatikan penjelasan guru dan asyik bermain sendiri bahkan

terdapat beberapa siswa yang mengobrol. Di dalam kelas juga tidak nampak

buku lain selain buku pelajaran di pojok baca. Pembelajaran dilakukan tanpa

penggunaan media pembelajaran. Guru menggunakan buku tematik sebagai

sumber belajar utama tanpa tersedianya media yang mengikutsertakan siswa

dalam aktivitas pembelajaran.

Hasil wawancara dengan guru kelas menuturkan bahwa siswa

mengalami kendala kemampuan kritis pada materi tematik yang mengandung

unsur materi IPS. Menurut guru, siswa pasif saat pelajaran IPS karena bosan,

guru juga menuturkan bahwa kepasifan siswa dalam pelajaran IPS membuat

hasil belajar tidak terjadi peningkatan dan hasil belajar dapat dikatakan rendah.

Guru juga menuturkan bahwa sebenarnya siswa memiliki minat baca yang

bagus pada buku dengan banyak gambar hanya saja kurang terfasilitasi.

Guru juga memberikan ulasan kegiatan siswa, bahwa siswa sering

meminjam buku cerita daripada buku pelajaran. Padahal, buku cerita di

perpustakaan sangat sedikit. Selain kurang terfasilitasi kegemaran anak dalam

membaca buku cerita guru wali kelas 5 menuturkan bahwa 80% siswa tidak

begitu tertarik dengan buku materi yang mengandung pemikiran secara kritis.

Hal ini karena mayoritas buku yang disediakan oleh sekolah hanya sebatas

buku tematik.

10
Wawancara berikutnya dilakukan kepada siswa kelas V. Sebagian

besar siswa menuturkan bahwa penyajian materi untuk pelajaran IPS disajikan

dengan metode hafalan. Menurut pendapat siswa, pelajaran IPS membosankan.

Hasil menunjukkan bahwa 8 dari 10 siswa lebih menyukai buku dengan

gambar yang menarik dan tidak dipenuhi oleh tulisan. Siswa juga menuturkan

bahwa menyukai buku bacaan yang memiliki banyak warna, gambar nyata,

gambar jelas, buku yang memiliki gambar yang mudah dipahami. Siswa kelas

V juga menyukai buku yang memiliki huruf tidak kaku dan tulisan sedang

tidak terlalu kecil.

Observasi ketiga dilakukan di SDN Badran 2 Kranggan pada tanggal

17 September 2022. Berdasarkan observasi di kelas 5 di sekolah tersebut,

permasalahan ditemukan serupa dengan yang terjadi di SDN Pendowo 2 dan

SDN Klepu, nilai akademik pada mata pelajaran dengan muatan high thinking

order mengalami penurunan ketika sudah memasuki materi dengan tingkat

analisis dan penalaran. Selain itu, permasalahan lain hadir dari fasilitas berupa

prasarana di sekolah. Fasilitas perpustakaan yang disediakan pihak sekolah

minim sekali mempunyai buku materi yang menarik sebagian besar hanya

mencangkup buku pelajaran yang disediakan oleh pemerintah. Sekitar 80%

buku yang tersedia adalah buku paket tematik. Kekurangan media

pembelajaran berupa buku bergambar di sekolah juga berdampak pada system

mengajar yaitu yang student learning centre menjadi teacher learning centre.

Hasil observasi didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan

siswa. Siswa menuturkan bahwa ketertarikan pada buku lebih mengarah

kepada buku yang yang mengandung unsur cerita dan terdapat gambar yang

11
berwarna tajam dan jelas, buku yang memiliki gambar penuh atau banyak,

tidak kepada buku yang memuat banyak hafalan saja karena pada kompetensi

dasar pada aspek kognitif kelas V seharusnya menganalisis bukan hanya

menghafal. Siswa menuturkan saat pelajaran IPS merasa bosan dan sering tidak

fokus di kelas karena merasa bosan mendengarkan guru membacakan kisah

sejarah sehingga siswa banyak mengantuk dan sebagian besar mengakui bahwa

siswa sering bermain di kelas tanpa memperhatikan penjelasan guru.

Berdasarkan beberapa hasil observasi dan wawancara yang didapat

mengenai kemampuan berpikir kritis siswa, maka dapat terlihat bahwa

kemampuan berpikir kritis yang seharusnya menjadi tagihan utama dan sebagai

manifestasi dari hasil kurikulum 2013 ternyata belum terlihat. Pengelolaan

kelas berperan penting dalam pembelajaran agar pembelajaran terjadi secara

efektif dan efisien sehingga harus menciptakan lingkungan kelas yang

menyenangkan dan menyesuaikan taraf perkembangan siswa. Melalui proses

memilih pendekatan, teknik, metode, dan media yang tepat ketika proses

penyampaian materi, guru dapat membantu memastikan bahwa pembelajaran

itu efisien dan berhasil. Upaya guru untuk membantu siswa belajar adalah

dengan menyediakan media.

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil observasi permasalahan

tersebut dapat diatasi dengan kegemaran anak yaitu menyediakan buku

bergambar yang diintegrasikan dengan materi pelajaran IPS. Media buku

bergambar diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan siswa dan dapat

menjadi sebuah upaya untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis pada

siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya yaitu kegemaran membaca buku

12
cerita, keterlibatan media buku bergambar bagi pembelajaran ternyata telah

beberapa kali dilakukan di dalam penelitian. Peran media sangat penting bagi

pembelajaran IPS.

Ellis (1995: 17) menyebutkan bahwa seorang guru IPS seharusnya akan

mengintegrasikan beberapa sumber pengajaran dari koleksi majalah National

Geographic, buku-buku pengetahuan IPS yang menarik, Gambar-gambar

mengenai IPS, peta daerah, buku cerita, peta negara maupun dunia, permainan,

dan barang- barang lainnya sesuai konten materi yang akan diajarkan. Salah

satu media pembelajaran yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan

buku buku pengetahuan yang diberikan oleh guru dengan kemasan yang

menarik dan memiliki banyak gambar tentu akan menimbulkan motivasi

belajar siswa yang akan berakibat pada kemampuan berpikir kritis siswa.

Mengacu pada beberapa penelitian terdahulu, media buku bergambar menjadi

media pembelajaran yang lebih lebih menarik perhatian dan minat siswa

sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan need analysis yang dilakukan di tiga sekolah dasar di

Kecamatan Kranggan dapat disimpulkan bahwa ada kebutuhan media

pembelajaran praktis sebesar 80% hal ini didukung oleh wawancara yang telah

dilakukan pada ketiga guru kelas V. Guru kelas V SD Pendowo 2

mengungkapkan kebutuhan media pembelajaran yang memudahkan siswa

memahami materi tanpa menggunakan perangkat elektronik agar dapat

digunakan kapan saja tidak terkendala pemadaman listrik. Hal tersebut juga

dirasakan di SD Klepu, wali kelas V mengungkapkan kendala penggunaan

media elektronik terkendala fasilitas karena tidak setiap kelas dilengkapi

13
proyektor dan membutuhkan media pembelajaran yang praktis dan kemudahan

mengakses media tersebut dan terkadang media yang digunakan merepotkan

untuk dipindah pindahkan sehingga menyulitkan guru dalam penggunaan

media tersebut.

Berbeda kebutuhan yang terjadi di SD Badran 2, wali kelas

mengungkapkan melalui wawancara bahwa dampak letak geografis sekolah

membuat siswa kurang konsentrasi. Hal ini karena letak lokasi yang strategis

dekat dengan jalan raya, membuat siswa kesulitan konsentrasi sehingga

membutuhkan media pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa

sehingga meningkatkan daya konsentrasi siswa. Jika perhatian siswa

meningkat, maka akan menimbulkan daya konsentrasi yang tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara need analysis tersebut dapat disimpulkan bahwa

ketiga sekolah membutuhkan media pembelajaran yang efektif, praktis, dan

efisien untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Kebutuhan akan media pembelajaran berupa buku materi bergambar

memberikan dampak yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis pada

anak. Hal ini didukung oleh penelitian Zaini (2016) yang menyebutkan bahwa

hasil pengembangan media buku yang telah dibuat ternyata menghasilkan

media pembelajaran buku materi bergambar yang mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan karena terjadi peningkatan

disetiap pertemuan (Zaini & Jumirah, 2016). Selanjutnya adalah hasil

penelitian oleh Haqiqi (2020) menunjukkan bahwa media pembelajaran yang

memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa karena terjadi

kenaikan hasil rerata nilai pre test dan post-test dengan hasil N-gain sebesar

14
0,7 yang memiliki kategori tinggi (Haqiqi et al., 2020). Keunggulan

menggunakan media modul fisika pada kemampuan berpikir kritis terlihat dari

aktivitas peserta didik yang menunjukkan rerata skor 3,625 dengan kategori

baik.

Kekurangan media pembelajaran yang sudah ada berbentuk elektronik

seperti penelitian (Haqiqi, 2018) Meskipun, modul fisika berbasis software

tersebut terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, namun

media tersebut memiliki kelemahan yaitu sulit dikembangkan dan digunakan

pada cangkupan sekolah lain yang memiliki permasalahan serupa. Sehingga

dibutuhkan media pembelajaran buku bergambar cetak agar dapat mengatasi

permasalahan rendahnya kemampuan berpikir kritis pada sekolah lain dengan

permasalahan serupa.

Media pembelajaran yang cocok untuk mengatasi permasalahan

rendahnya kemampuan berpikir kritis dapat menggunakan buku cetak. Buku

cetak digunakan siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak

melalui bahan bacaan, ternyata lebih disukai dan didukung oleh orang tua

sebagai bahan bacaan dibandingkan buku elektronik di luar negeri. Artikel

dengan judul “Understanding Parent’s Conflicting Beliefs about Children’s

Digital Book Reading” (Chaudron, 2018) menyampaikan bukti konvergen

melalui wawancara dan studi survei menunjukkan bahwa sebagian besar orang

tua siswa melaporkan preferensi yang kuat untuk buku cetak dan cenderung

memiliki pandangan negatif tentang bacaan anak melalui layar tablet atau ipad.

Pandangan mengenai keunggulan buku bergambar cetak telah

diungkap dalam survei nasional di Norwegia dan internasional yang

15
menyelidiki sikap orang tua terhadap media digital dan bacaan anak anak di

layar. Kelemahan dari media pembelajaran buku cerita bergambar pada

penelitian Chaudron (2018) terdapat pada cangkupan materi sehingga belum

mencangkup keseluruhan aspek. Keunggulan media buku bergambar adalah

memberikan konten atau isi sesuai dengan kebutuhan anak seperti bahasa

interaktif dan komunikatif.

Penggunaan media buku bergambar pada anak juga dilakukan di negara

maju termasuk di negara Amerika Serikat, survei dilakukan dengan judul

Common Sense Media Survey 2013-2017, Michael Cohen Survey 2014, Annual

Ofcom Survey of Children and Parents 2013-2019, Europe-wide Study of 0-8

Years Old Children and Parent’ memperlihatkan bahwa skala besar

melaporkan bahwa orang tua lebih suka membaca buku cetak dengan anak

dirumah dan secara besar orangtua dan guru secara aktif memilih buku cetak

daripada buku digital ketika membuat materi dengan bahan bacaan untuk anak

anak (Kucirkova & Flewitt, 2020). Keunggulan penggunaan media buku cetak

adalah mudah akses bagi anak untuk eksplorasi buku terutama pada gambar

gambar yang dapat menarik perhatian anak dan bagi anak-anak yang memiliki

akses sulit.

Menemukan media pembelajaran yang menarik tentunya akan menjadi

tantangan bagi seorang guru untuk menunjang pembelajaran agar lebih

bermakna. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Karadeniz (2020).

Kebutuhan akan media pembelajaran yang memberi anak pengetahuan

sekaligus menawarkan kesenangan membaca. Buku bergambar sebagai media

pembelajaran yang memberikan manfaat kepada anak dengan

16
menyederhanakan mata pelajaran menjadi lebih menyenangkan sehingga dapat

meningkatkan kemampuan anak dalam berpikir lanjut (Karadeniz &

Degirmencay, 2020), Hal tersebut dikarenakan keunggulan penggunaan

gambar pada media pembelajaran menarik. Keunggulan lain dari penelitian ini

penggunaan gambar campuran antara gambar animasi dan gambar nyata pada

media buku bergambar tetap mengandung unsur edukatif dan elemen instruktif

serta dapat menyampaikan pesan mengenai materi dari dalam buku.

Keunggulan utama penggunaan media pembelajaran yang menyenangkan

adalah kebermanfaatan yang akan berguna sebagai sarana pengajaran yang

berguna dalam pengembangan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan di

kalangan siswa. Kekurangan dari buku bergambar pada penelitian Karadeniz

(2020) adalah daya imajinasi siswa terbatas pada satu topic.

Beberapa kajian situasi, kondisi, potensi, dan need analysis tersebut

kemudian menjadi dasar untuk membuktikan bahwa media pembelajaran buku

bergambar cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

pada siswa untuk menunjang pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil need

analysis di atas diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan yang

dialami oleh guru dan siswa pada kelas V di Kecamatan Kranggan,

Temanggung. Guru memerlukan pengembangan media buku materi

bergambar. Pengembangan buku materi bergambar digadang sebagai media

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V di Kecamatan

Kranggan. Berdasarkan beberapa uraian permasalahan tersebut, maka akan

dilakukan penelitian untuk mengkaji mengenai pengembangan media

pembelajaran buku materi bergambar yang akan meningkatkan kemampuan

17
berpikir kritis siswa kelas V di Kecamatan Kranggan Temanggung.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan luar belakang tersebut dapat diidentifikasi permasalahan


sebagai berikut

1. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa yang berimbas pada penurunan

hasil belajar siswa pada siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan.

2. Dibutuhkan media pembelajaran buku materi bergambar yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis

3. Pembelajaran bermuatan Kemampuan berpikir kritis di SDN Klepu kurang

diminati oleh siswa dikarenakan siswa kurang mampu menganalisis dan

memahami dengan lugas materi yang diajarkan.

4. Penyampaian materi oleh guru pada proses pembelajaran masih dalam

kategori umum saja berpacu pada buku paket yang disediakan pemerintah.

5. Guru mempunyai kesulitan ketika mengembangkan materi pada tema sejarah

khususnya pada materi Perjuangan Sebelum, Saat, dan Setelah Kemerdekaan

Indonesia karena cangkupan materi yang terlalu luas.

6. Ditemukan siswa merasa jenuh dengan materi pembelajaran yang monoton

karena hanya menggunakan text book sedikit gambar nyata.

7. Masih dijumpai siswa menjawab stimulus guru tidak dengan proses berpikir

kritis tetapi spontan dan tidak sesuai konteks yang diajarkan.

8. Media pembelajaran kurang memadai sehingga masih menggunakan teknik

mengajar teacher centered.

18
9. Kurangnya fasilitas buku materi bergambar terutama pelajaran yang

membutuhkan gambar riil yang menarik di perpustakaan sekolah.

10. Belum dikembangkannya media buku bergambar materi perjuangan sebelum,

saat, dan sesudah kemerdekaan yang mampu meningkatkan kemampuan

berpikir kritis.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan pengembangan, maka

penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa yang berimbas pada penurunan

hasil belajar siswa dan rendahnya kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas

V SD di Kecamatan Kranggan Temanggung.

2. Kurangnya media pembelajaran kreatif dan inovatif yang menunjang

kemampuan berpikir kritis siswa berupa buku bergambar yang menarik untuk

kelas V SD di Kecamatan Kranggan Temanggung.

3. Dibutuhkan media pembelajaran buku bergambar yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan

Temanggung.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah, maka rumusan masalah yang akan digunakan sebagai pijakan sebagai

berikut.

19
1. Bagaimanakah kelayakan buku materi bergambar yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan

Temanggung?

2. Bagaimanakah kepraktisan buku materi bergambar untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan

Temanggung?

3. Bagaimanakah keefektifan buku materi bergambar terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan Temanggung?

E. Tujuan Pengembangan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah tertulis, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran buku bergambar untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa siswa kelas V SD di

Kecamatan Kranggan Temanggung.

2. Untuk mengetahui kepraktisan media pembelajaran buku bergambar untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa siswa kelas V SD di

Kecamatan Kranggan Temanggung

3. Untuk mengetahui efektivitas buku materi bergambar terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan Temanggung.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan merupakan sebuah media pembelajaran

buku bergambar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa

kelas V SD di Kecamatan Kranggan Temanggung. Media pembelajaran ini

20
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Adapun spesifikasi

dari produk ini adalah;

1. Produk pengembangan berupa media pembelajaran buku bergambar IPS

dengan judul “Lorong Waktu Nusantara” yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD di Kecamatan Kranggan

Temanggung

2. Buku bergambar merupakan media buku bergambar dengan judul “Lorong

Waktu Nusantara” yang disesuaikan dengan IPS untuk kelas V sekolah

dasar.

3. Buku bergambar berpedoman pada pembelajaran IPS di Tema 7 Peristiwa

dalam Kehidupan.

4. Buku bergambar berbentuk media cetak dengan dua ukuran, ukuran A5

digunakan untuk siswa secara individu atau kelompok.

5. Sasaran buku bergambar kelas V disesuaikan dengan kelas yang memiliki

permasalahan kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa.

6. Buku bergambar disesuaikan dan dimodifikasi dengan Tema 7 Peristiwa

dalam Kehidupan, pada kelas V semester 2 pada Sub Tema 1 Peristiwa

Kebangsaan Masa Penjajahan.

7. Kertas yang digunakan dalam buku bergambar adalah menggunakan bahan

ivory 230 untuk sampul dan hvs, disatukan dengan spiral samping (lubang

dalam gambar).

8. Huruf yang digunakan dalam buku bergambar adalah jenis Andika New

Basic 12pt, century gothic 14pt .

21
9. Pada Buku Materi Bergambar terdapat 35 halaman mengenai IPS Dengan

judul “Lorong Waktu Nusantara”

10. Media Materi Bergambar bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa.

G. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis pengembangan media pembelajaran meliputi ilmu

dan wawasan mengenai pengetahuan baru sebuah media pembelajaran

menarik buku materi bergambar untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis pada siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat membantu sekolah mencari solusi dalam

mengatasi masalah rendahnya kemampuan berpikir kritis serta dapat

menjadi bahan ajar menarik bagi guru dan siswa dan dapat menambah

koleksi buku materi menarik di perpustakaan sekolah.

b. Bagi Guru

Penelitian ini membantu guru untuk menyiapkan media

pembelajaran yang menarik untuk siswa tanpa hafalan dan text book dan

diharapkan dapat menjadi acuan untuk pengembangan media

pembelajaran dengan kualitas HOTS sehingga dapat mendongkrak

kualitas siswa.

c. Bagi Siswa

22
Produk yang dihasilkan dapat memberikan pengalaman belajar

yang menarik dan menyenangkan dan tidak membosankan kepada siswa

ketika mempelajari pelajaran. Selain itu penelitian ini akan berguna

untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga akan

berguna untuk masa yang akan datang.

d. Bagi Peneliti

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan

wawasan pengetahuan kepada peneliti untuk semakin mengembangkan

keilmuan dan ikut membangun kemajuan pada dunia penelitian. Selain

itu penelitian ini dapat menjadi rujukan kedepan dalam pengembangan

serupa dengan sumber yang relevan.

H. Asumsi Pengembangan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini didasarkan pada asumsi

bahwa membantu:

1. Siswa kelas B adalah siswa yang harus memiliki kemampuan berpikir kritis,

hal tersebut harus didukung oleh media pembelajaran yang menarik.

2. Pembelajaran mengenai materi dengan muatan kemampuan berpikir kritis

merupakan pembelajaran yang akan berguna untuk diterapkan di masa yang

akan datang.

23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Berpikir Kritis Kelas V SD

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis Kelas V SD

Kemampuan berpikir kritis merupakan sebuah kemampuan yang

menampilkan usaha melalui sebuah proses pemecahan masalah dan

kolaborasi yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan pengetahuan

baru dalam belajar. Kemampuan berpikir berpusat pada proses belajar

daripada hanya perolehan pengetahuan. Kemampuan berpikir kritis dapat

melibatkan kegiatan seperti menelaah, mengasosiasi, membuat

rekomendasi, mewujudkan, dan mengaplikasikan pengetahuan baru pada

situasi dunia nyata. Proses merupakan sebuah tahapan penting dalam upaya

peningkatan kemampuan berpikir kritis (Hari Utomo et al., 2018).

Berpikir kritis didefinisikan sebagai sebuah pemikiran reflektif dan

masuk akal terutama pada saat memutuskan untuk melakukan sesuatu atau

memecahkan masalah (Fikriyatii et al., 2022). Berpikir kritis diperlukan

untuk memutuskan saat menerima informasi, membentuk opini berdasarkan

alasan yang tepat, logis, dan non subjektif, serta dapat memastikan

kesimpulan yang benar (Ali & Awan, 2021). Anak dengan kemampuan

berpikir kritis umumnya mampu untuk mengembangkan beberapa

kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis dan informasi yang telah

didapatkan.

24
Karakteristik berpikir kritis dapat ditentukan oleh rumpun sesuai

dengan karakteristik rumpun tersebut (Zhou, 2022). Rumpun tersebut

terbagi menjadi empat, berpikir kritis menurut rumpun filosofis, humaniora,

pengetahuan alam, dan pengetahuan sosial. Karakteristik pada pengetahuan

sosial dibagi menjadi empat hal yaitu kemampuan berpikir kritis dalam

memecahkan masalah, pengambilan keputusan, pengujian hipotesis, rasa

ingin tahu, dan statistic keabsahan (Nicholas & Raider-Roth, 2016).

Kemampuan berpikir kritis dapat mempengaruhi seberapa jauh

siswa dalam memecahkan permasalahan. Kemampuan berpikir kritis

merupakan sebuah kemampuan yang terjadi akibat keterlibatan siswa dalam

menganalisis secara langsung. Selain memecahkan permasalahan,

keterampilan berpikir kritis juga dapat mempertimbangkan untuk

pengambilan keputusan dan mengurangi terjadinya miskonsepsi tentang

materi yang diajarkan.

Berdasarkan beberapa teori dapat dikatakan bahwa kemampuan

berpikir merupakan sebuah kemampuan yang hadir melalui sebuah proses

untuk memahami secara mendalam mengenai pembelajaran secara kritis

untuk kepentingan bersama untuk mengatasi pemecahan sebuah

permasalahan dengan jiwa yang kritis melalui evaluasi bukti yang

didapatkan. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis mampu untuk

mengembangkan beberapa kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis

informasi atas suatu permasalahan tersebut. Kemampuan berpikir kritis

dalam materi perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan dapat

25
dilihat ketika anak didik menganalisis permasalahan dengan alasan logis

dan penyelesaiannya.

b. Tujuan Berpikir Kritis Kelas V SD

Berpikir kritis dapat mendorong seorang memunculkan ide-ide atau

sebuah pemikiran baru mengenai suatu permasalahan. Berpikir kritis

melatih seseorang untuk mengemukakan pendapat atau ide secara rasional

dan relevan. Menurut Sapriya dalam Mardiana (2017: 10) berpikir kritis

memiliki tujuan untuk menguji sebuah pendapat atau ide, termasuk di

dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada

pendapat yang diajukan. Pertimbangan tersebut biasanya akan didukung

oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan dan analisa yang

mendalam (Saminan et al., 2016).

Kemampuan berpikir kritis mampu mendorong siswa untuk

memunculkan sebuah ide-ide atau pemikiran yang baru mengenai sebuah

permasalahan tentang dunia (Saputra, 2020). Siswa akan dilatih bagaimana

menyeleksi berbagai pendapat, sehingga dapat membedakan mana pendapat

yang relevan dan mana yang tidak relevan, mana pendapat yang benar dan

tidak benar (Septiantoko et al., 2022). Dapat membantu siswa membuat

kesimpulan dengan mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di

lapangan (Rezania et al., 2020). Adapun aspek yang diukur dalam

kemampuan berpikir kritis yaitu domain kognitif pada jenjang menganalisis

(C4) dan mengevaluasi (C5) (Leelamma & Indira, 2017).

26
Kemampuan berpikir kritis memiliki tujuan untuk belajar lebih

ekonomis yaitu bahwa apa saja yang diperoleh dalam pengajarannya akan

tahan lama dalam pikiran siswa (Latifa, 2019). Kemampuan berpikir kritis

juga cenderung akan menambah semangat belajar dan antusias baik pada

guru maupun pada siswa (Firmansyah & Rizal, 2019). Melalui kemampuan

berpikir kritis, diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah dan siswa

memiliki kemampuan memecahkan masalah baik pada saat proses belajar

mengajar di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang

akan dialaminya (Siako, 2020).

c. Faktor- Faktor Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V

SD

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi siswa, khususnya

pada usia sekolah dasar, dapat memiliki dan mengembangkan kemampuan

berpikir kritis memang sangat dibutuhkan oleh seorang guru. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa sebagai berikut

(Cahyadi et al., 2022; Dores & Wibowo, 2020; Susanto et al., 2020).

1) Faktor Psikologis

a) Perkembangan Intelektual

Perkembangan intelektual merupakan sebuah proses seseorang

mengembangkan kemampuan mental yang berguna untuk merespon dan

menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan suatu hal dengan yang

lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus (Ermatiana, 2019;

Rezania et al., 2020). Siswa dengan tingkat intelektual tinggi lebih

mampu memahami materi pelajaran dengan cepat serta mampu

27
mendalami soal yang diberikan. Siswa dengan tingkat intelektual

sedang, sebagian siswa akan mudah memahami materi pembelajaran

dan sebagian lain siswa unggul dalam memahami soal yang diberikan.

Siswa pada tingkat intelektual rendah, tidak mampu untuk memahami

dan memecahkan soal dengan cepat (Dores & Wibowo, 2020).

b) Motivasi

Motivasi belajar merupakan sebuah upaya yang didasari oleh minat

dan tekad untuk belajar (Fauziah et al., 2017). Motivasi merupakan

sebuah faktor dalam psikologis yang mempengaruhi kemampuan

berpikir kritis pada siswa (Lusiana, 2021). Siswa dengan rasa ingin tahu

tinggi merasa tertantang pada sebuah pembelajaran (Azizah et al.,

2018). Rasa ingin tahu memberikan siswa bertekad untuk belajar lebih

giat. Hal ini berakibat pada peningkatan kualitas intelektual siswa

karena sering terlatih untuk belajar dan mempertajam pengetahuannya

(Lusiana et al., 2022). Siswa dengan rasa ingin tahu tinggi pasti akan

memberikan usaha terbaiknya dalam belajar hal ini akan mempertajam

kemampuan berpikir kritis siswa.

c) Kecemasan

Kecemasan merupakan keadaan emosional yang ditandai dengan

adanya kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya yang

dirasakan oleh siswa (Ermatiana, 2019). Kecemasan siswa akan

otomatis timbul dapat berupa kecemasan konstruktif dan destruktif.

Kecemasan konstruksi dapat membangun siswa yang berujung pada

motivasi siswa. Sedangkan, kecemasan destruktif akan membuat siswa

28
merasa terpuruk tanpa melakukan usaha (Dores & Wibowo, 2020).

Dalam hal ini. Kecemasan yang konstruktif lah yang menjadi faktor bagi

kemampuan berpikir kritis. Hal ini dikarenakan siswa dapat

mengembangkan kemampuan otak untuk menganalisis sehingga

menyebabkan terasahnya kemampuan berpikir kritis pada siswa.

2) Faktor Fisiologis

Kondisi fisik siswa secara umum merupakan sebuah keadaan dan

kesiapan fisik dengan kapasitas seseorang dalam menerima sebuah

instruksi. Kondisi fisik merupakan kebutuhan fisiologis yang paling dasar

bagi kehidupan manusia untuk menjalani kehidupan. Kondisi fisik siswa

dapat mengganggu kesiapan siswa dalam belajar. Ketika kondisi fisik siswa

terganggu, sementara siswa memiliki tuntutan pemikiran untuk

memecahkan sebuah permasalahan akan berakibat pada hasil yang

diselesaikan (Ermatiana, 2019). Hasil pemecahan masalah tidak maksimal

di saat siswa merasa tidak siap pada kondisi fisiknya, dengan kondisi fisik

yang buruk hasil pemecahan masalah tidak mendalam, daripada siswa yang

kondisi fisiknya baik dan fokus. Maka kondisi fisik sangat mempengaruhi

keterampilan berpikir kritis.

3) Faktor Kemandirian

Kemandirian siswa dalam belajar merupakan sebuah usaha yang

dilakukan untuk melakukan aktivitas belajar dengan cara mandiri untuk

menguasai sesuatu materi tertentu sehingga siswa dapat memakainya untuk

proses pemecahan masalah yang sedang dihadapi (Egok, 2016). Siswa

dengan kemandirian belajar baik dapat terlihat ketika siswa mampu secara

29
mandiri mengerjakan dan memahami soal yang diberikan tanpa meniru

ataupun mengikuti pekerjaan temannya. Beberapa siswa dengan tingkat

kemandirian belajar baik, akan terlihat aktif di kelas tanpa harus ditunjuk

dan diarahkan oleh guru, berani bertanya kepada guru bila terdapat materi

yang belum ia kuasai tanpa harus disuruh oleh guru. Inti dari faktor

kemandirian belajar terlihat pada tidak tergantungnya siswa kepada arahan

guru secara proaktif. Kemandirian belajar pada siswa juga menuntut siswa

untuk berpikir kritis dan lebih kuat di dalam proses pembelajaran.

4) Faktor Interaksi

Interaksi merupakan hubungan timbal balik yang dinamis antara

individu dan individu, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok

dengan kelompok dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup bersama

(Prameswari et al., 2018). Faktor interaksi berperan penting dalam

memunculkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini ditandai dengan adanya

interaksi yang baik antara guru dan siswa. Hubungan guru dan siswa dalam

sebuah interaksi positif akan memberikan paradigma pembelajaran yang

menenangkan dan menyenangkan. Suasana yang terbangun pada proses

interaksi antara guru dan siswa mempengaruhi hasil kemampuan berpikir

kritis pada siswa. Suasana yang timbul akibat interaksi yang baik antara

guru dan siswa dapat meningkatkan konsentrasi dalam memecahkan

masalah yang diberikan dengan maksimal sehingga akan berujung pada

meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan beberapa faktor yang telah dipaparkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa faktor penyebab yang mempengaruhi keterampilan

30
berpikir kritis siswa kelas V terdapat empat faktor. Faktor psikologis siswa,

faktor fisiologis, faktor kemandirian, dan faktor interaksi. Faktor-faktor

tersebut. Pada faktor psikologis, terbagi menjadi beberapa hal, yaitu tingkat

intelektual, motivasi, dan kecemasan,

Media pembelajaran buku materi bergambar merupakan salah satu

media yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini

dikarenakan media buku materi bergambar memenuhi beberapa faktor

penyebab yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis. faktor tersebut

adalah faktor psikologis yang terbagi menjadi faktor motivasi dan faktor

intelektual, selanjutnya faktor fisiologis, dan faktor kemandirian.

Buku materi bergambar sesuai dengan faktor psikologis. Buku

bergambar dapat meningkatkan motivasi siswa. hal tersebut dikarenakan

buku materi bergambar memberikan kesempatan siswa memiliki rasa ingin

tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu tinggi pasti akan memberikan usaha

terbaiknya dalam belajar hal ini akan mempertajam kemampuan berpikir

kritis siswa. Faktor intelektual merupakan salah satu faktor dalam

peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa. Faktor intelektual dapat

didukung melalui media yang digunakan. Buku materi bergambar dapat

meningkatkan perkembangan intelektual. Hal ini dikarenakan buku materi

bergambar dapat menuntun proses seseorang mengembangkan kemampuan

mental yang berguna untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan

melalui cerita, menghubungkan suatu hal dengan yang lain melalui gambar

yang tersedia dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus yang buku

materi bergambar berikan.

31
Buku materi bergambar sesuai dengan faktor fisiologis, Buku materi

bergambar akan siap digunakan pada siswa dengan kondisi fisik yang baik.

Hal ini karena buku materi bergambar akan menuntun siswa untuk memiliki

hasil pemecahan masalah secara maksimal. Buku materi bergambar hadir

untuk siswa agar merasa siap pada kondisi fisiknya ketika akan membaca

buku materi bergambar agar lebih fokus karena bacaan yang ringan pada

buku materi bergambar, bila kondisi siswa fokus dalam belajar maka

kondisi fisik dapat berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis. Buku

materi bergambar memenuhi faktor kemandirian. Faktor kemandirian, buku

bergambar hadir sebagai bacaan sebelum siswa lebih siap dalam belajar

secara mandiri sebelum guru memulai pembelajaran.

d. Indikator Berpikir Kritis Siswa Kelas V SD

Asesmen pada kemampuan berpikir banyak dirumuskan oleh

beberapa ahli. Salah satunya adalah Bloom yang diperbaiki oleh Anderson.

Taksonomi Anderson mempunyai enam kategori perkembangan kognitif

untuk mengukur kemampuan berpikir pada manusia. Taksonomi Anderson

terbagi menjadi 2 yaitu C1-C3 merupakan tingkatan untuk Low Order

Thinking Skill dan C4-C6 merupakan tingkatan untuk High Order Thinking

Skill. Perumusan Taksonomi bloom High Order Thinking Skill bermuara

pada kemampuan berpikir kritis pada manusia. Penggunaan kata kerja

operasional tingkat C4-C6 dikarenakan kata kerja tersebut sesuai dengan

kemampuan berpikir kritis siswa karena mengandung high order thinking

skill. Berikut merupakan penggunaan kata kerja operasional pada

taksonomi Anderson untuk mengukur tingkat kognitif. (1) Mengingat; (2)

32
Memahami; (3) Menerapkan; (4) Menganalisis; (5) Menilai; (6)

Menciptakan.

Selain menggunakan kata kerja operasional, kemampuan berpikir

kritis pada anak dapat dilakukan menggunakan Watson-Glaser Thinking

Appraisal (W-GCTA). Sejauh ini jenis tes berpikir kritis yang paling umum

adalah Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal yang diterbitkan oleh

TalentLens. Glaser Critical Thinking Appraisal merupakan ukuran

kemampuan berpikir kritis yang paling populer. Tes ini paling sering

digunakan untuk mengetahui kejelasan pemahaman dari berbagai perspektif

dan kemampuan untuk bernalar dengan fakta versus asumsi. Watson-Glaser

Thinking Appraisal (W-GCTA) adalah alat evaluasi utama untuk mengukur

kemampuan kognitif terutama pada pemikiran kritis. Pengukuran

kemampuan berpikir kritis diperlukan untuk menyajikan dengan cara yang

jelas, terstruktur, beralasan, sudut pandang tertentu dan meyakinkan orang

lain tentang argumen seseorang. Kemampuan individu dapat dilihat dengan

pertanyaan yang memuat hal hal berikut. (1) Menyimpulkan dengan benar;

(2)Asumsi; (3)Deduksi; (4)Menafsirkan; (5) Interpretasi; (6) Mengevaluasi.

Pengukuran kemampuan berpikir kritis selanjutnya adalah

menggunakan The California Critical Thinking Skill Test (CCTST). Tes

kemampuan berpikir kritis ini merupakan penilaian pendidikan yang

mengukur semua kemampuan penalaran inti yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan reflektif. CCTST menyediakan data yang valid dan

dapat diandalkan tentang keterampilan berpikir kritis individu dan

kelompok. Dalam tes CCTST ini skor kemampuan keseluruhannya dapat

33
diukur menggunakan salah satu dari banyak perbandingan persentil. Dalam

pengukuran dengan menggunakan CCTST terdapat hal yang menjadi acuan

dalam tingkat kemampuan berpikir kritis. Berikut merupakan acuan hasil

dengan menggunakan CCTST; (1) Analisis; (2) Interpretasi; (3) Inferensi;

(4) Evaluasi; (5) Eksplanasi; (6) Induksi; (7) Deduksi; (8) Numerasi.

Berdasarkan Dhelphi Expert Consesus Definition of Critical

Thinking memiliki tujuh komponen inti dari berpikir kritis. Skala

pengukuran untuk penerapan keterampilan penalaran untuk tujuan

membentuk penilaian reflektif mengenai apa yang harus dilakukan dalam

konteks tertentu atau situasi tertentu. Berikut ketujuh komponen berpikir

kritis menurut Dhelphi Expert Consesus Definition of Critical ThinkingI; (1)

Analysis; (2) Interpretasi; (3) Inferensi; (4) Evaluasi; (5) Deduksi; (6)

Induksi; (7) Numerasi; (8) Kemampuan penalaran secara keseluruhan.

Pengukuran kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan dengan

menggunakan asesmen Educate Insight K-12. Asesmen Educate Insight K-

12 merupakan instrumen pilihan untuk asesmen perkembangan individu

siswa karena memungkinkan guru dan orangtua untuk mengidentifikasi area

kekuatan dan area untuk pertumbuhan kelompok berdasarkan tingkat kelas.

Pada seri Educate Insight for Grade 3-5 dilakukan untuk mengukur

kebiasaan dalam kemampuan berpikir kritis yang telah diterima dalam

pembelajaran tingkat kelas 3-5. Berdasarkan tes berpikir kritis terdapat

enam tahap sebagai berikut; (1) Inductive Reasoning; (2) Deductive

Reasoning; (3) Evaluation; (4) Analysis: (5) Inferensi; (6) Numeracy.

34
Berdasarkan uraian diatas, bila dituliskan dalam tabel terdapat lima

aspek assessment untuk pengukuran kemampuan berpikir kritis pada siswa.

berikut tabel penilaian tes kemampuan berpikir kritis berdasarkan beberapa

assessment tersebut.

Tabel 1 Penilaian Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Taksonomi Watson-Glaser The California Dhelphi Expert Educate Insight


Anderson Thinking Critical Consesus for Grade 3-5
Appraisal Thinking Skill Definition of
Test Critical
Thinking
1. Menganalisi 1. Menyimpulk 1. Analisis 1. Analysis 1. Inductive
s an dengan 2. Interpretasi 2. Interpretasi Reasoning
2. Menilai benar 3. Inferensi 3. Inferensi 2. Deductive
3. Menciptaka 2. Asumsi 4. Evaluasi 4. Evaluasi Reasoning
n. 3. Deduksi 5. Eksplanasi 5. Deduksi 3. Evaluation
4. Menafsirkan 6. Induksi 6. Induksi 4. Analysis
5. Interpretasi 7. Deduksi 7. Numerasi 5. Inferensi
6. Mengevaluas 8. Numerasi. 8. Kemampuan 6. Numeracy.
i. penalaran
secara
keseluruhan.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai aspek dalam tes ukur

untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis pada anak didik. Maka dapat

disimpulkan, aspek penilaian dalam tes kemampuan berpikir kritis adalah

interpretasi, analisis, deduksi, induksi, dan evaluasi. Aspek penilaian dalam

tes kemampuan berpikir kritis tersebut didapatkan berdasarkan mayoritas

aspek yang diambil dari kelima penilaian berpikir kritis tersebut. Aspek

terpilih tersebut akan diturunkan menjadi soal tes uraian untuk mengetahui

kemampuan berpikir kritis anak. Aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a. Interpretasi

35
Interpretasi adalah proses menemukan, menentukan, atau

menetapkan makna. Keterampilan interpretasi dapat diterapkan pada

apa saja, misal pada pesan tertulis, grafik, diagram, peta, grafik, meme,

dan pertukaran verbal dan non-verbal. Orang menerapkan keterampilan

interpretatif mereka pada perilaku, peristiwa, dan interaksi sosial ketika

memutuskan apa yang menurut mereka berarti sesuatu dalam konteks

tertentu.

b. Analisis

Keterampilan analitis digunakan untuk mengidentifikasi asumsi,

alasan, tema, dan bukti yang digunakan dalam membuat argumen atau

menawarkan penjelasan. Keterampilan analitis memungkinkan kita

untuk mempertimbangkan semua elemen kunci dalam situasi tertentu,

dan untuk menentukan bagaimana elemen tersebut berhubungan satu

sama lain. Orang dengan keterampilan analitis yang kuat

memperhatikan pola dan detail penting. Orang menggunakan analisis

untuk mengumpulkan informasi yang paling relevan dari bahasa lisan,

dokumen, tanda, bagan, grafik, dan diagram.

c. Deduksi

Penalaran deduktif sangat logis dan jelas. Keterampilan deduktif

digunakan setiap kali individu menentukan konsekuensi logis yang tepat

dari seperangkat aturan, kondisi, keyakinan, nilai, kebijakan, prinsip,

prosedur, atau terminologi tertentu. Penalaran deduktif memutuskan apa

yang harus dipercaya atau apa yang harus dilakukan dalam konteks yang

ditentukan secara tepat yang mengandalkan aturan dan logika yang

36
ketat. Validitas deduktif menghasilkan kesimpulan yang sama sekali

tidak mungkin salah, jika asumsi atau premis yang individu mulai

semuanya benar. Validitas deduktif tidak menyisakan ruang untuk

ketidakpastian. Artinya, kecuali individu memutuskan untuk mengubah

arti kata-kata atau tata bahasa.

d. Induksi

Penalaran induktif bergantung pada perkiraan kemungkinan

hasil. Pengambilan keputusan dalam konteks ketidakpastian bergantung

pada penalaran induktif. Keputusan induktif dapat didasarkan pada

analogi, studi kasus, pengalaman sebelumnya, analisis statistik,

simulasi, hipotesis, kesaksian terpercaya, dan pola yang mungkin

individu kenali dalam serangkaian peristiwa, pengalaman, gejala, atau

perilaku. Penalaran induktif selalu membuka kemungkinan, betapapun

kecilnya, bahwa kesimpulan yang sangat mungkin salah. Meskipun

tidak menghasilkan kepastian, penalaran induktif dapat memberikan

dasar yang kuat untuk keyakinan pada kesimpulan individu dan dasar

tindakan yang masuk akal.

e. Mengevaluasi

Keterampilan penalaran evaluatif memungkinkan individu

untuk menilai kredibilitas sumber informasi dan klaim yang mereka

buat. Individu menggunakan kemampuan ini untuk menentukan

kekuatan atau kelemahan argumen. Menerapkan keterampilan evaluasi

individu dapat menilai kualitas analisis, interpretasi, penjelasan,

kesimpulan, opsi, pendapat, keyakinan, ide, proposal, dan keputusan.

37
Keterampilan penjelasan yang kuat dapat mendukung evaluasi

berkualitas tinggi dengan memberikan bukti, alasan, metode, kriteria,

atau asumsi di balik klaim yang dibuat dan kesimpulan yang dicapai.

Beberapa aspek tersebut kemudian diturunkan menjadi indikator

dalam pembuatan soal kemampuan berpikir kritis untuk siswa kelas 5

sekolah dasar di Kecamatan Kranggan baik secara pretest maupun

posttest setelah mendapatkan media buku materi bergambar materi

Perjuangan Sebelum, Saat, dan Sesudah Kemerdekaan. Penjabaran

indikator termuat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2 Aspek dan Indikator Berpikir Kritis


(Dimodifikasi berdasarkan Hots Taksonomi Anderson, Watson-Glaser Thinking
Appraisal, The California Critical Thinking Skill Test, Dhelphi Expert Consesus
Definition of Critical Thinking, Educate Insight for Grade 3-5 )

Aspek Indikator

Interpretasi Siswa dapat menemukan informasi baru.


Siswa dapat menentukan permasalahan yang terdapat di
dalam soal.
Siswa dapat menetapkan makna upaya menjaga
kemerdekaan.
Analisis Siswa dapat menentukan alasan awal mula kedatangan
bangsa barat.
Siswa dapat mengumpulkan informasi yang paling relevan
mengenai alasan perjuangan bangsa saat memasuki
kemerdekaan Indonesia.
Siswa dapat membuat argumen kritis.
Deduksi Siswa dapat menentukan sintetis atau kesimpulan pada
materi sebelum, saat dan setelah kemerdekaan.
Siswa dapat memutuskan tindakan yang akan dilakukan pada
upaya menjaga kemerdekaan Indonesia

38
Induksi Siswa dapat mempertimbangkan dengan dasar yang kuat
agar tidak terjadi penjajahan di Indonesia setelah kemerdekaan.
Mengevaluasi Siswa dapat menilai evaluasi argumen berdasarkan kelebihan
dan kelemahan upaya dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia

Berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis tersebut dapat

disimpulkan bahwa indikator kemampuan berpikir kritis pada materi

perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan dapat melibatkan

kegiatan anak didik sekolah dasar dalam upaya mendalami pengetahuan

berdasarkan pemikiran logis dalam mata pelajaran IPS dengan bantuan

media pembelajaran buku bergambar. Indikator kemampuan berpikir kritis

disinkronkan dengan tingkatan perubahan berpikir anak didik di sekolah

dasar yaitu sanggup menggunakan kemampuan mentalnya untuk

memecahkan masalah meski terbatas dan memerlukan bimbingan dari guru.

Kemampuan berpikir kritis akan diukur dengan menggunakan aspek

interpretasi, analisis, deduksi, induksi dan evaluasi.

Spesifikasi indikator diturunkan dari aspek terkait. Pada aspek

interpretasi diturunkan menjadi tiga indikator yaitu menemukan informasi

baru, menentukan permasalahan, menerapkan makna. Selanjutnya, pada

aspek analisis akan diturunkan dalam tiga indikator yaitu menentukan

alasan, mengumpulkan informasi. dan membuat argumen. Pada aspek

deduksi akan diturunkan dalam dua indikator yaitu menentukan sintesis atau

kesimpulan dan memutuskan tindakan yang akan dilakukan, Selanjutnya

pada aspek induksi akan diturunkan menjadi indikator mempertimbangkan

dengan dasar yang kuat. yang terakhir yaitu aspek mengevaluasi akan

39
diturunkan menjadi indikator menilai evaluasi argumen berdasarkan

kelebihan dan kelemahan.

b. Cara Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SD

Penilaian pada siswa yang dilakukan untuk mengukur kemampuan

berpikir kritis siswa dapat dilakukan dengan kualitas soal yang

dikembangkan dan diterapkan oleh pendidik. Soal yang baik akan mampu

meningkatkan kemampuan HOTS (high order thinking skill) pada siswa

(Yuliantaningrum & Sunarti, 2020). Soal pemecahan masalah kepada

beberapa sekolah di daerah Bengkulu yang pernah menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah berbentuk uraian. Penggunaan soal model

uraian dapat meningkatkan hasil pada analisis siswa (Lestari, 2019;

Ramadhan et al., 2020). Siswa dapat mengeksplorasi jawaban sebanyak

mungkin sehingga guru dapat melihat sejauh mana tingkat berpikir kritis

siswa dalam pemecahan masalah berupa soal uraian yang telah diberikan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam proses pengukuran

tingkat berpikir kritis pada siswa, maka peneliti akan menggunakan jenis

pengukuran berupa soal HOTS yang akan termuat dengan model uraian

sesuai dengan indikator soal yang sudah dijabarkan

Menurut buku Panduan Penilaian Tes Tertulis (2019), soal uraian

merupakan soal yang memiliki jawaban panjang sehingga menuntut peserta

didik untuk mengingat dan mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-

hal yang telah dipelajari dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan

gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis. Berdasarkan cara

40
penskorannya, bentuk soal uraian dibedakan menjadi soal uraian objektif

dan soal uraian non-objektif.

Soal uraian dalam penelitian ini merupakan jenis soal non objektif

karena mengukur kemampuan peserta didik untuk menguraikan pendapat

terhadap konsep tertentu sesuai dengan materi pelajaran IPS sehingga

penskoran dilakukan secara objektif. Bentuk soal uraian harus memiliki

pedoman penskoran yang jelas dan rinci.

Keunggulan dan kelemahan dari soal jenis uraian sebagai berikut.

Keunggulan nya adalah jenis uraian dapat mengukur kemampuan

menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikiran,

mengemukakan pendapat, dan mengekspresikan gagasan dengan

menggunakan kata atau kalimat sendiri. Namun, keterbatasannya adalah

jumlah materi atau pokok bahasan relatif terbatas waktu untuk memeriksa

jawaban lama.

Pembuatan soal uraian yang layak tentu harus memenuhi kriteria

yang sesuai. Dalam penelitian ini kriteria kelayakan pada soal uraian terbagi

menjadi tiga aspek, yaitu materi, konstruksi, dan bahasa.

Tabel 3 Kelayakan Soal Uraian Kemampuan Berpikir Kritis


(Buku Panduan Penilaian Tes Tertulis, 2019)

Aspek Indikator
Materi Soal harus sesuai dengan indikator
Pokok soal harus logis ditinjau dari segi materi
Batasan pertanyaan dan jawaban yang
diharapkan jelas
Konstruksi Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan
tegas

41
Aspek Indikator
Rumusan pokok soal harus merupakan
pernyataan yang berkaitan dengan materi yang
diukur
Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah
jawaban
Stimulus berupa gambar, grafik, tabel,
diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada
soal harus jelas dan berfungsi
Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus
menggunakan kata tanya atau perintah yang
menuntut jawaban terurai
Bahasa Setiap soal harus menggunakan bahasa yang
sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang
komunikatif. Artinya, soal menggunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh peserta
didik
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku
setempat, terutama jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional.

Teknik penilaian dalam proses pembuatan soal juga merupakan

bagian yang penting. Teknik penskoran adalah sebuah panduan untuk

menjelaskan tentang kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk

melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Teknik

membuat pedoman penskoran untuk soal uraian non objektif sebagai

berikut.

Tuliskan kriteria jawaban untuk dijadikan pedoman dalam memberi

skor. Kriteria jawaban disusun sedemikian rupa sehingga pendapat atau

pandangan pribadi peserta didik yang berbeda dapat diskor menurut uraian

jawaban. Selanjutnya, menetapkan rentang skor untuk tiap kriteria jawaban.

Rentang terendah misal 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan

berdasarkan keadaan jawaban yang dituntut oleh soal. Semakin kompleks

42
jawaban, rentang skor semakin besar. Lebih memudahkan lagi dengan

membuat rincian di setiap skor. Misal untuk rentang 0-3 jawaban tidak

sesuai kriteria = 0, sebagian kecil sesuai dengan kriteria = 1, sebagian besar

sesuai dengan kriteria = 2, hampir seluruhnya sesuai dengan kriteria = 3.

Jumlah skor tertinggi dari setiap rentang skor telah ditetapkan. Jumlah skor

dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimal dari satu soal.

Berdasarkan hasil kajian tersebut, untuk mengukur kemampuan

berpikir kritis pada siswa dapat menggunakan tes jenis uraian. Hal ini

karena penggunaan soal uraian dapat mengetahui sejauh mana siswa

memahami materi dengan analisis yang matang. Dalam penggunaan soal

uraian juga dilakukan dengan validasi ahli dalam soal uraian berdasarkan

materi, konstruksi dan bahasa dalam pembuatan soal. Penskoran dalam tes

uraian dilakukan dengan membuat rubrik penilaian dengan kriteria yang

sudah ditentukan.

2. Media Buku Materi Bergambar

a. Dasar Pengembangan Teori

Pengembangan media pembelajaran identik dengan teori belajar

konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme selalu memfokuskan bahwa

pengalaman adalah pokok penting dalam pengembangan pengetahuan

dalam kehidupan (Masgumelar & Mustafa, 2021). Konstruktivisme

merupakan teori belajar yang melihat bahwa kemampuan mental dan

aktivitas individu membantu dalam membentuk basis pengetahuan anak.

Pengembangan media pembelajaran menggunakan teori belajar

43
konstruktivisme dalam proses pembelajaran dapat diadopsi dengan

penggunaan media pembelajaran buku materi bergambar. Penggunaan teori

belajar konstruktivisme mendorong siswa untuk aktif memanfaatkan

kemampuan berpikir, penalaran, dan analitis mereka (Richey et al., 2011).

Selain itu, pengembangan buku materi bergambar juga

memperhatikan perkembangan kognitif dalam teori kognitivisme Piaget.

Anak didik kelas V SD dalam teori kognitivisme Piaget berada pada tahap

operasional konkret yaitu pada usia 7-11 tahun (Juwantara, 2019). Pada

tahap ini, pemikiran anak ditandai dengan perkembangan pemikiran yang

terorganisir dan rasional. Pada tahap ini, anak memiliki pemikiran yang

cukup dewasa untuk menggunakan pemikiran atau pemikiran logis, tetapi

hanya bisa menerapkan logika pada objek fisik.

Pengembangan buku materi bergambar memperhatikan teori belajar

behavioristik. Teori belajar behavioristik menurut teori Thorndike

menyatakan bahwa belajar merupakan interaksi antara stimulus dan respon.

Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan seperti pemantik

pemikiran, perasaan, atau hal-hal yang ditangkap oleh panca indra (Amsari

& Mudjiran, 2018). Buku materi bergambar menjadi pemantik pemikiran

yang ditangkap oleh panca indra mata yang akan menyalurkan pengalaman

melalui pemikiran kritis. Sedangkan respon ialah hasil stimulus atau reaksi

yang dihasilkan oleh anak ketika belajar yang akan merubah tingkah laku

akibat kegiatan belajar.

44
Media pembelajaran buku materi bergambar Lorong Waktu

Nusantara didasari oleh teori kontruktivisme, kognitivisme, dan

behaviorisme untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis sesuai

dengan pemaparan diatas.

b. Pengertian Buku Materi Bergambar

Menurut Stewing buku bergambar adalah sebuah buku yang

mensejajarkan cerita dengan gambar. Kedua elemen ini bekerja sama untuk

menghasilkan cerita dengan ilustrasi gambar. Biasanya buku-buku

bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan

terhadap buku. Selain ceritanya secara verbal harus menarik, buku juga

harus mengandung berupa gambar sehingga mempengaruhi minat siswa

untuk membaca cerita. Maka dari itu, gambar dalam cerita anak-anak harus

hidup dan komunikatif.

Rohani mengungkapkan bahwa buku bergambar sebagai media

grafis yang mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan secara jelas dan

kuat melalui perpaduan antara kata-kata dan gambar. Slamet Suyanto juga

menyatakan pendapat bahwa buku bergambar yang berwarna-warni dengan

ukuran huruf yang relatif besar disediakan agar anak tertarik membaca

secara mandiri.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa media

buku bergambar adalah suatu alat yang digunakan oleh guru sebagai sarana

untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi yang bertujuan secara real

serta mengandung maksud maksud pengajaran yang diantaranya sumber

45
informasi kepada penerimanya yang berupa buku bacaan anak yang di

dalamnya terdapat gambar-gambar ilustrasi yang menarik. Melalui sebuah

buku yang baik, sesungguhnya anak tidak hanya memperoleh kesenangan

atau hiburan saja, akan tetapi mendapatkan pendidikan yang jauh lebih luas

dan juga dapat menyentuh berbagai aspek pembentukan sikap anak didik.

c. Jenis-Jenis Buku Materi Bergambar

Buku bergambar pada umumnya digunakan untuk anak-anak yang

mana dilakukan anak untuk mengeluarkan semua daya imajinasinya. Hal

tersebut dilakukan agar anak lebih termotivasi dalam hal belajar secara

mandiri. Anak juga lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika

gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan kesukaan anak, daya tarik yang

baik, tentu saja hal tersebut akan menambah semangat siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran.

Dalam hal ini terdapat beberapa jenis dari buku bergambar yang

mana telah diungkapkan oleh Guntur diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Buku yang mengandalkan gambar atau ilustrasi dan teks hanya berfungsi

sebagai penjelasan gambar

2) Buku yang gambar atau ilustrasinya hanya merupakan dekorasi atau hanya

sebagai elemen estetis dan memiliki sedikit hubungan dengan isi teks

3) Buku yang mengandalkan gambar atau ilustrasi sebagai penjelas teks.

Gambar atau ilustrasi hanya berfungsi sebagai tambahan.

Selain itu, terdapat pula pendapat menurut Burhan Nurgiyantoro

bahwa buku bergambar dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu:

46
1) Buku konsep merupakan buku yang dipergunakan untuk mendeskripsikan

berbagai dimensi dan jenis objek atau berbagai konsep yang abstrak

kepada anak.

2) Buku cerita bergambar merupakan buku yang menceritakan sebuah cerita

yang dilengkapi dengan gambar dari cerita tersebut

3) Buku bergambar merupakan buku yang terdapat gambar atau ilustrasi

dilengkapi dengan kata-kata sederhana yang menjelaskan gambar

4) Buku bergambar tanpa kata merupakan buku gambar cerita yang alur

ceritanya disajikan lewat gambar-gambar.

5) Buku alfabet merupakan buku yang dipergunakan untuk memperkenalkan,

mengajarkan, dan atau mengidentifikasi huruf secara sendiri-sendiri lewat

gambar-gambar tertentu misalnya berbagai jenis hewan atau objek yang

telah dikenal anak

d. Manfaat Buku Bergambar

Buku bergambar dapat digunakan untuk membantu anak mengenal

lingkungan sekitarnya serta benda-benda yang belum anak ketahui. Menurut

Stewing ada tiga manfaat buku bergambar, yaitu :

1) Membantu masukan bahasa kepada anak-anak

2) Memberikan masukan visual bagi anak- anak, dan

3) Menstimulasi kemampuan berpikir secara visual dan verbal anak-anak

Dengan demikian melalui buku bergambar anak dapat

mengungkapkan suatu argumen, reaksi ataupun gagasannya terhadap

gambar yang dilihat. Dengan mengajukan pertanyaan dan menggali

47
komentar anak, guru dapat memahami suatu kebiasaan anak dalam

bereaksi terhadap buku. Selanjutnya guru dapat membantu anak

mempertajam kemampuan anak untuk mengekspresikan apa yang mereka

perhatikan terhadap buku bergambar.

e. Aspek-Aspek Pengembangan Buku Materi Bergambar

Pengembangan diperlukan untuk mendapat apakah media buku

materi bergambar yang dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan.

Kualitias produk yang dikemukakan oleh Van Den Akker (1999:10-11) dan

Nieveen (1999: 127-128). Menurut Van Den Akker dan Nieveen

menyatakan bahwa suatu media pembelajaran dikatakan baik jika

memenuhi aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI) adalah sebuah wadah

untuk pengelolaan dari proses hingga penerbitan buku yang dikelola oleh

pusat perbukuan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dalam proses

pembentukan dan uji kelayakan buku terdapat uji kelayakan materi dan uji

kelayakan media yang dikembangkan oleh SIBI.

Dalam rangka penyediaan buku yang bermutu sesuai dengan amanat

undang-undang No 3 Tahun 2017 tentang Perbukuan, dalam proses

pembelajaran siswa dan guru dapat menggunakan buku teks pembelajaran

(BNT) dan juga buku nonteks pelajaran (BNTP) seperti pengayaan,

referensi, panduan pendidik, dan sebagainya. Oleh karena itu buku

pendidikan perlu memiliki kelayakan buku yang dikendalikan mutunya

terlebih dahulu sebelum digunakan oleh satuan pendidikan. Berikut

48
merupakan aspek penilaian kelayakan buku menurut Pusat Perbukuan

Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian

Pendidikan 2023. Berdasarkan buku dalam penelitian ini yaitu Buku Materi

Bergambar Materi Perjuangan Sebelum, Saat dan Setelah Kemerdekaan

Indonesia dengan judul Lorong Waktu Nusantara maka jenis buku tersebut

termasuk pada kategori nonfiksi dalam jenis pengayaan pengetahuan, maka

akan disesuaikan dengan instrumen B dalam Penilaian buku berdasarkan

Instrumen Penilaian BNTP.

1) Kelayakan Materi

Pada aspek dalam instrumen B meliputi aspek legalitas. Istilah

legalitas yaitu penilaian dari sisi tidak mengutip secara ilegal dan

penghormatan terhadap hak cipta orang lain. Indikator pertama dalam aspek

legalitas adalah teks dan atau gambar bebas dari plagiat/penjiplakan

langsung karya orang lain melalui pencantuman sumber kutipan dengan

jelas, baik anotasi pada badan teks maupun pada daftar pustaka dan daftar

kredit gambar. Plagiat langsung merupakan tindakan menjiplak atau copy

paste karya orang lain baik sebagian maupun seluruhnya sehingga seolah

olah tulisan tersebut adalah ciptaan penulis sendiri. Suatu pengutipan tidak

dianggap plagiasi jika kutipan tersebut disebutkan sumbernya, baik secara

langsung pada teks (anotasi/catatan) maupun pada daftar pustaka dan daftar

kredit gambar.

Indikator kedua adalah pengutipan materi berupa teks dan/ gambar

dilakukan secara benar dan tepat dengan kaidah pengutipan. Pengutipan

49
materi dari suatu karya orang lain yang dilindungi UU Hak Cipta harus

dilakukan dengan menggunakan kaidah pengutipan yang benar dan tepat

yakni dengan pemberian anotasi (catatan) pada teks/gambar. Pengutipan

pada buku jenjang SD dan SMP tidak harus merupakan catatan sebagaimana

buku orang dewasa, tetapi cukup merujuk pada daftar pustaka. Sumber

kutipan teks dan/atau gambar dapat berasal dari buku, media berkala

cetak/daring (koran, majalah, tabloid, buletin, dsb.), media daring, materi

promosi (poster, brosur, selipat, dsb.), situs web/blog, siaran radio, siaran

televisi, siaran aliran video (video streaming), dan media sosial (Facebook,

Twitter, Instagram) misalnya dalam bentuk tangkapan layar (screen shot).

Sumber kutipan merupakan sumber primer dalam arti sumber pertama yang

memuat teks dan/atau gambar atau langsung dari pemegang hak cipta.

Untuk itu, penilai buku harus waspada terhadap pencantuman sumber yang

menggunakan blog gratis, seperti wordpress dan blogspot karena

kemungkinan besar bukan merupakan sumber primer.

Pencantuman sumber teks dari Wikipedia diperbolehkan, tetapi

pencantuman sumber gambar dengan menyebut sumber Wikipedia tidak

dibenarkan karena di dalam Wikipedia terdapat rujukan sumber primer

sehingga semestinya penulis/editor merujuk ke sumber primer di dalam

Wikipedia. Sumber gambar yang berasal dari ilustrator/desainer penerbit

mencantumkan nama ilustrator/desainer dengan garis miring (/) nama

penerbit sebagai pemegang hak cipta. Sumber gambar yang berasal dari

penulis mencantumkan nama penulis. Tidak diperkenankan mencantumkan

50
sumber sebagai berikut: Dokumentasi Pribadi atau Dokumentasi Penerbit.

Pernyataan 'dokumentasi' tidak menjelaskan siapa pemegang hak cipta.

Aspek selanjutnya adalah Norma. Pada Aspek Norma, berisi

mengenai Teks dan/atau gambar bebas dari salah satu unsur berikut: a)

bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila; b) diskriminasi terhadap SARA;

c) pornografi; d) kekerasan; d) kebohongan; f) fitnah; dan g) ujaran

kebencian. Unsur yang terdiri atas butir (a) sampai dengan (g) merupakan

unsur-unsur yang melanggar norma sehingga berbahaya bagi

perkembangan moral dan spiritual pembaca. Unsur tersebut harus nihil

terdapat di dalam buku.

Aspek selanjutnya adalah materi/substansi. Indikator pada materi

dan substansi meliputi, materi mengandung unsur kebenaran dari segi data

dan fakta. Unsur kebenaran (correctness) ditunjukkan dengan materi yang

akurat dari segi keilmuan (sesuai dengan bidang ilmu), data, dan fakta

sehingga tidak berpotensi menimbulkan, baik kesalahan pengertian maupun

pemahaman pada pembaca. Teori, konsep, definisi, rumus, postulat, dan

sebagainya harus tertelusur dengan baik. Artinya, dapat diketahui asal

sumbernya secara valid. Ketidakbenaran ada yang bersifat fatal, seperti

kesalahan menggunakan teori, konsep, definisi, dan rumus. Namun, ada

ketidakbenaran yang bersifat tidak fatal seperti kekurangcermatan penulisan

nama orang atau nama lembaga sehingga tidak sesuai dengan fakta

sebenarnya.

51
Indikator kedua Materi mendorong/menggerakkan pikiran dan

perasaan pembaca sasaran untuk menerima gagasan baru atau mendalami

kembali materi. Materi buku yang ditulis selayaknya mengandung amanat

dan tujuan (tendens) mulia sehingga mendorong (proses) apersepsi pada

pembaca untuk mengembangkan dirinya secara lebih baik pada masa depan.

Apersepsi adalah istilah psikologi yang berarti penghayatan secara sadar

tentang segala sesuatu di dalam diri sendiri yang menjadi dasar

perbandingan dan landasan untuk menerima ide baru. Ciri materi yang

mengandung apersepsi, di antaranya disajikan secara kreatif misalnya

dengan gaya naratif (berkisah), tidak menggurui, dan disisipi materi yang

menggugah rasa ingin tahu. Penilai dapat melihat konteks ini pada bobot

pengetahuan, keterampilan, informasi, dan pemikiran yang disampaikan

penulis melalui karyanya.

Indikator ketiga Materi bersifat aktual sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi di bidangnya. Aktual artinya mengikuti

tren, sedang menjadi isu (pembicaraan) orang banyak, atau baru saja terjadi.

Kebaruan (novelty) suatu gagasan ditunjukkan adanya pemikiran penulis

yang baru (berdasarkan sudut pandang keilmuan) serta uraian materi yang

menggunakan contoh-contoh, data dan fakta, serta informasi terbaru dari

suatu bidang ilmu. Penilai harus mewaspadai buku-buku lama yang didaur

ulang (direvisi) tanpa memuat kebaruan di bidangnya.

Indikator keempat Materi bersifat kontekstual sesuai dengan

karakteristik bidang ilmu. Kontekstual artinya sesuai dengan konteks

bidang ilmu yang dibahas, termasuk relevan dengan pengetahuan,

52
keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh pembaca sasaran. Contohnya,

materi tentang kewirausahaan menyajikan konteks jenis-jenis wirausaha

yang paling mungkin dilaksanakan oleh pembaca sasaran (berdasarkan

jenjangnya) sesuai dengan konteks tempat, waktu, dan teknologi. Persoalan

kontekstual juga sangat penting untuk menilai buku-buku karya terjemahan

yang harus relevan dengan konteks pembaca sasaran di Indonesia.

Materi dapat meluaskan wawasan dan kecakapan abad ke-21.

Wawasan artinya cara pandang terhadap permasalahan yang dibahas.

Kecakapan abad ke-21, yaitu kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi,

berkolaborasi, dan berkreasi (kreatif). Kemampuan berpikir kritis adalah

kemampuan berpikir yang tidak mudah percaya akan sesuatu sebelum

melakukan penelusuran. Kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan

mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara jelas dan tepat, baik

melalui ucapan maupun tulisan. Kemampuan berkolaborasi adalah

kemampuan sekaligus kemauan bekerja sama dengan orang lain. Adapun

kemampuan berkreasi adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang

menjadi solusi di dalam kehidupan.

Aspek selanjutnya adalah aspek bahasa, meliputi tiga indikator.

Indikator pertama adalah Ketepatan pilihan kata (diksi) sesuai dengan

pembaca sasaran, konsep, dan nilai rasa. Pemilihan kata (diksi) secara tepat

mengungkapkan konsep atau makna yang hendak disampaikan penulis.

Kata-kata yang digunakan penulis hendaknya mudah dipahami (bukan kata-

kata sulit) sesuai dengan jenjang pembaca sasaran dan mengandung nilai

rasa positif sesuai dengan konteksnya.

53
Indikator kedua adalah Penulisan sesuai dengan Pedoman Umum

Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Cakupan penerapan PUEBI, yaitu penulisan kata; penggunaan tanda baca;

pemenggalan kata; penulisan kata baku; penggunaan huruf kapital, huruf

tebal, huruf italik; penulisan singkatan/akronim; dan penulisan angka.

Cakupan penerapan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, yaitu kata, tata

bentuk (kata bentukan/berimbuhan), dan tata kalimat. Penilai harus

memahami mana konteks bahasa yang harus disajikan secara baku dan

mana konteks bahasa yang semestinya disajikan dengan ragam

cakapan/tidak resmi. Jika di dalam teks ada dialog, seyogianya dialog

tersebut menggunakan ragam cakapan/tidak resmi sehingga memang

digunakan kata atau struktur kalimat tidak baku.

Indikator ketiga adalah Bahasa yang digunakan komunikatif dan

efektif. Bahasa yang komunikatif terlihat dari penggunaan bahasa yang

tidak kaku, tidak berbelit-belit, serta dapat dengan mudah dipahami sesuai

dengan jenjang pembaca sasaran. Bahasa yang efektif terlihat dari

penggunaan bahasa yang ringkas, tidak mubazir atau pleonastis.

Aspek terakhir dalam kelayakan buku adalah aspek penyajian. Pada

aspek ini terdapat 4 indikator. Indikator pertama adalah Penyajian teks

dan/atau gambar sistematis, runtut, serta koheren sebagai satu kesatuan alur

berpikir. Sistematis artinya teratur sesuai dengan urutannya sehingga

mudah untuk dirunut (ditelusuri). Runtut artinya selaras atau bersesuaian

dengan pokok bahasan (judul dan subjudul). Koheren artinya saling terkait

atau berpautan antarbagian. Dengan demikian, penyajian materi harus

54
sesuai dengan alur berpikir induktif (khusus ke umum) untuk membuat

dugaan–dugaan (konjektur) atau deduktif (umum ke khusus) untuk

menyatakan kebenaran suatu proporsisi (ungkapan). Konsep harus disajikan

dari yang mudah ke sukar atau dari yang sederhana ke kompleks sehingga

pembaca dapat mengikutinya dengan mudah.

Penilai harus mengenali pola buku yang terdiri atas pola

hierarkis/tahapan, pola prosedural/proses, dan pola klaster/kelompok. Pada

pola hierarkis, materi buku disajikan secara bertahap (secara sistematis,

spasial, kronologis). Pola hierarkis umumnya diadopsi oleh buku teks dan

buku-buku yang menyajikan pengetahuan. Pada pola prosedural, materi

buku disajikan dalam langkah demi langkah proses melakukan sesuatu atau

membuat sesuatu. Pola ini biasanya diadopsi pada buku-buku yang

menyajikan keterampilan.

Pada pola klaster, materi buku disajikan dalam kelompok tulisan

pendek (esai, opini, feature) yang tidak saling terkait, tetapi masih dalam

satu kesatuan topik. Pola ini biasanya diadopsi pada buku kumpulan tulisan,

bunga rampai, atau antologi. Buku pengayaan pengetahuan atau pengayaan

pembelajaran sangat mungkin menggunakan pola klaster ini sehingga

penilaian sistematis, runtut, dan koheren dapat dilihat pada setiap tulisan

dan utamanya dilihat dari keutuhan gagasan.

Indikator kedua adalah Penyajian teks dan/atau gambar sesuai

dengan kemampuan membaca dan tingkat perkembangan usia pembaca

sasaran. Penyajian teks dan/atau gambar mengacu pada Pedoman

55
Penjenjangan Buku yang memuat kategori teks/gambar sesuai dengan

tingkat kemampuan membaca dan perkembangan usia pembaca sasaran.

Contohnya, pada buku-buku jenjang PAUD/TK belum dikenalkan

penggunaan huruf kapital dan struktur kalimat.

Indikator ketiga adalah penyajian gambar relevan dan mendukung

kejelasan materi. Gambar di dalam buku adalah materi-materi visual yang

dapat berupa foto, ilustrasi garis, tabel, peta, denah, diagram, bagan, dan

infografik. Gambar dapat disajikan secara hitam-putih (B/W), dua warna

(duotone), atau berwarna (fullcolor). Gambar tersebut harus selaras dengan

teks, baik secara materi dan warna maupun secara penempatannya. Gambar

tidak boleh sekedar ada tanpa membantu kejelasan materi.

Indikator keempat adalah Penyajian menarik dan kreatif sehingga

menggugah minat baca dan rasa ingin tahu. Penyajian yang menarik

sekaligus kreatif dapat dilihat dari pengembangan gagasan yang unik,

penulisan teks yang komunikatif, dan penyajian gambar yang memikat

perhatian. Penyajian menerapkan model menunjukkan bukan memberitahu

(show, don't tell) dalam penulisan teks sehingga menghilangkan kesan

menggurui. Gaya penulisan yang naratif dikombinasikan dengan gaya

deskriptif, argumentatif, eksploratif, dan persuasif dapat menjadi

pertimbangan penilaian.

2) Kelayakan Media

Instrumen F merupakan instrumen yang digunakan untuk penilaian

aspek desain dan grafika. Pada Instrumen F terdapat 3 aspek penting yang

56
akan diturunkan ke beberapa indikator. Pada aspek pertama adalah desain

sampul buku. Penilaian berdasarkan desain sampul buku yang terdiri atas

sampul depan (front cover), punggung (spine), dan sampul belakang (back

cover). Unsur yang dinilai mencakup aspek tipografi, gambar/ilustrasi,

anatomi (bagian-bagian sampul), dan komposisi secara keseluruhan

(estetika dan fungsi).

Indikator pertama adalah Tipografi (penggunaan font) tampak

menonjol, mudah terbaca, dan cocok dengan materi buku dengan maksimal

penggunaan tiga tipe/jenis font pada sampul depan, punggung, dan sampul

belakang. Tipografi adalah penerapan font sesuai dengan prinsip desain

komunikasi visual (DKV), yaitu tipe/jenis font mewakili pesan pada judul,

mengandung keterbacaan tinggi (mudah dibaca), dan pemilihan font (tipe,

ukuran, jenis) sesuai dengan prinsip harmonis. Tipografi judul harus juga

sesuai dengan materi buku dari segi kepantasan dan estetikanya.

Indikator kedua adalah Elemen lain pada sampul, yakni garis,

ornamen, warna, bingkai, ikon, atau gambar (ilustrasi dan foto) yang

digunakan pada sampul mewakili isi atau setidaknya menggambarkan isi

(materi) di dalam buku. Desain sampul dapat terdiri atas (1) sampul yang

menggunakan Tipografi dan gambar untuk menyiratkan/menyuratkan isi

buku; dan (2) sampul yang hanya menggunakan Tipografi tanpa gambar.

Penilaian dilakukan terhadap semua elemen, seperti garis, ornamen, warna,

bingkai, ikon, terutama gambar, yang dapat mewakili isi buku.

57
Indikator ketiga adalah Desain sampul senada atau selaras dengan

desain isi, baik dalam hal tipografi, elemen grafis, dan pewarnaan.

Tipografi, elemen grafis, dan warna antara desain sampul buku dan desain

isi buku menunjukkan keselarasan sehingga tidak memperlihatkan

perbedaan yang kentara.

Indikator keempat adalah anatomi sampul buku tersusun secara

proporsional dengan memperhatikan fungsi dan penempatannya. Anatomi

sampul buku sebagai berikut: Sampul depan: nama penulis/editor, judul

buku termasuk subjudul, dan logo penerbit (opsional berada di sampul

depan); Punggung: judul buku (judul utama), nama penulis/editor, dan logo

penerbit; Sampul belakang: warna (blurb) atau testimoni, ISBN, kategori

buku, jenjang buku, dan logo penerbit berikut alamat penerbit. Perlu

diperhatikan bahwa tidak semua unsur pada sampul buku dapat diadakan

seperti punggung buku untuk buku-buku yang dijilid kawat (saddle stitch)

atau yang ketebalannya kurang dari 100 halaman.

Aspek kedua adalah Desain Isi/Halaman Buku Penilaian

berdasarkan desain halaman isi buku yang terdiri atas bagian awal

(preliminaries/front matter), bagian isi (text matter), dan bagian akhir

(postliminaries/end matter). Unsur yang dinilai mencakup aspek Tipografi,

gambar/ilustrasi, dan komposisi secara keseluruhan (estetika dan fungsi).

Indikator pertama adalah Tipografi (penggunaan font) pada bagian

isi buku tidak lebih dari tiga tipe/jenis font dengan keterbacaan tinggi.

Ukuran font pada bagian isi terlihat proporsional (judul bab, judul subbab,

58
badan teks, takarir/keterangan gambar, nomor halaman, dan judul pelari

(running title). Penggunaan tipe/jenis font pada bagian isi ditoleransi sampai

tiga tipe yang dapat dilihat dari penggunaan font pada judul bab, judul

subbab, dan badan teks. Judul bab dapat menggunakan font dari keluarga

Decorative/Script atau Sanserif. Adapun untuk isi dapat menggunakan tipe

font dari keluarga Serif atau Sanserif (dengan pertimbangan khusus pada

buku anak atau buku orang dewasa). Penggunaan tipografi untuk bagian

buku seperti takarir (keterangan gambar/caption) harus lebih kecil dari

ukuran font body teks. Demikian pula untuk bagian judul pelari (running

text). Ukuran font nomor halaman atau isi tabel dapat sama dengan badan

teks atau lebih kecil dari badan teks.

Indikator kedua adalah Gambar berupa foto atau ilustrasi yang

digunakan pada isi/materi buku relevan dengan isi/materi buku, konsisten,

membantu untuk menjelaskan isi/materi buku, semua memenuhi prinsip

desain. Materi yang dimaksud gambar/ilustrasi di dalam isi buku dapat

berupa 1) foto/gambar penuh; 2) ilustrasi garis/gambar garis (buatan tangan

tanpa/dengan sentuhan komputer); 3) tabel; 4) diagram atau grafik; 5) denah

atau peta; 6) ikon; dan 7) infografik. Penggunaan gambar pada buku harus

memenuhi kriteria berikut.

Gambar relevan dengan materi/isi buku. Gambar dapat saja hanya

merupakan unsur tambahan untuk menimbulkan kesan estetis pada buku.

Namun, penggunaan gambar harus relevan dengan materi/isi buku. Gambar

tampil secara konsisten, terutama terlihat dari segi penggunaan ilustrasi

garis (dengan jenis dan gaya yang sama). Demikian pula pada desain tabel

59
atau grafik sebaiknya menggunakan jenis dan gaya yang sama. Gambar

dapat membantu menjelaskan isi/materi buku sehingga bukan sekadar ada

tanpa makna. Gambar memenuhi prinsip desain, yaitu terkait fungsi,

estetika, dan kaidah penggunaannya.

Indikator ketiga adalah Kualitas gambar sangat jelas dan tajam, baik

dari segi ukuran gambar, resolusi gambar, maupun objek gambar. Gambar

yang digunakan memadai dari segi ukurannya (tidak kebesaran atau

kekecilan); memadai dari segi resolusinya (tidak pecah); dan memadai dari

segi objek gambarnya (jelas bagian yang diterangkan di dalam isi).

Indikator keempat adalah Teks bebas dari baris tunggal

(widow/orphan) pada setiap halaman naskah. Baris tunggal pada bagian

bawah halaman (widow line) dan pada bagian atas halaman (orphan line)

dapat mengganggu keterbacaan dan mengurangi estetika desain. Baris

tunggal tidak boleh terdapat di setiap halaman.

Indikator kelima adalah Pencantuman judul pelari (running title)

sudah tepat pada halaman teks di bagian rekto dan verso. Judul pelari

(running title) hanya terdapat di bagian isi dan bagian akhir. Judul pelari

tidak boleh dicantumkan di bagian awal (prelims) buku. Judul pelari juga

tidak terdapat di halaman awal bab. Ukuran font judul pelari harus lebih

kecil dari ukuran font teks. Aturan judul pelari: pada halaman verso (genap)

adalah judul buku dan pada halaman rekto (ganjil) adalah judul bab; pada

halaman verso (genap) adalah nama penulis dan pada halaman rekto (ganjil)

adalah judul buku.

60
Indikator keenam adalah Penggunaan warna pada bagian isi buku,

baik teks maupun gambar mudah terbaca atau terlihat dan sesuai dengan

prinsip pewarnaan, Warna bagian isi buku dapat terdiri atas: 1) hitam dan

putih (BW); 2) dua warna di luar hitam (duotone); 3) berwarna (full color).

Penggunaan warna dapat menambah kemenarikan dari estetika sebuah

buku. Namun, penggunaan warna juga harus memperhatikan prinsip

pewarnaan, seperti psikologi warna, keterbacaan, dan estetika.

Aspek ketiga adalah Fisik Buku Cetak Penilaian berdasarkan hasil

cetak dumi buku atau buku. Indikator pertama adalah Ukuran buku sesuai

dengan peruntukannya menggunakan standar internasional atau ukuran

khusus (custom) yang relevan. 1. Ukuran buku dapat menggunakan ukuran

standar internasional A atau B dan dapat pula menggunakan ukuran khusus

(custom) dengan pertimbangan tertentu. Contohnya ukuran bujur sangkar

(square) untuk buku anak; 2. Ukuran buku disesuaikan dengan maksud

penggunaannya, seperti buku saku, buku sedang, dan buku besar.

Indikator kedua adalah Kualitas hasil cetak buku rata dalam hal

penintaan, jelas (terang dan tajam), dan presisi. Cukup jelas. Indikator

ketiga adalah pemilihan kertas cetak relevan dari segi penggunaan dan

kualitasnya. Kertas yang digunakan pada buku terdiri atas kertas isi dan

kertas sampul. Kertas isi berkualitas baik, tidak berbayang. Kertas isi dapat

merupakan jenis dan gramatur HVS minimal 70 gr. Bookpaper minimal 55

gr. Art paper atau Matt paper minimal 100 gr. Kertas sampul dapat

merupakan jenis dan gramatur. Art Paper minimal 210 gr. Ivory minimal

210 gr. Penggunaan kertas sangat terkait dengan penggunaan warna pada

61
buku, daya tahan untuk jangka waktu yang lama, kesehatan mata, dan

keterbacaan (tidak tembus pandang).

Indikator keempat Penjilidan buku kuat dan rapi. Jenis penjilidan

buku: jahit kawat (saddle stitch); jilid lem (perfect binding); dan jahit

benang. Dalam ini terdapat juga kategori klasifikasi buku berdasarkan jenis

sampulnya, yaitu sampul lunak (soft cover) dan sampul keras (hard cover).

Prinsip penilaian penjilidan buku dilihat dari kekuatan dan kerapiannya.

3) Kepraktisan

Van Den Akker (1999: 10) menyatakan bahwa tingkat kepraktisan

produk yang dihasilkan berpedoman pada pengguna atau para ahli lainnya

yang mempertimbangkan bahwa produk yang dihasilkan menarik dan

bermanfaat bagi guru maupun peserta didik. Kepraktisan didasarkan pada

hasil telaah dengan cara melihat skala yang telah dipilih oleh ahli atau

pengguna berdasarkan tingkat skala yang telah dipilih .

4) Keefektifan

Van Der Akker (1999:10) pengalaman dan hasil yang telah

diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan merupakan tingkatan pada

acuan keefektifan. Dikatakan efektif bila media pembelajaran memenuhi

kriteria persentase rata-rata dari aktifitas pengguna lebih aktif dibadingkan

dengan non pengguna.

f. Kelebihan dan Kelemahan Buku Materi Bergambar

Tentunya dalam setiap media yang dibuat oleh tangan manusia

mempunya kelebihan dan kelemahan. Dalam hal ini seperti pada pendapat

62
Nurul Lailatul Azizah, mengungkapkan kelebihan dan kekurangan buku

bergambar. Kelebihan dari media buku bergambar yaitu sifatnya lebih

realistis dibandingkan dengan media verbal, dapat memperjelas suatu

masalah dalam bidang apa saja, tidak memerlukan biaya yang cukup besar

dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam penyampaiannya.

Kelemahan dari media buku bergambar adalah gambar hanya menekankan

persepsi indera mata, ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

3. Pengaruh Media Buku Materi Bergambar untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis

Ada beberapa alasan dipilihnya media buku materi bergambar

sebagai media yang paling efektif dan efisien dalam pengajaran, dengan

media anak merasa tidak bosan dengan yang diajarkan oleh guru jika tanpa

media tentunya anak akan merasa pembelajaran begitu terasa lebih jenuh.

pengajaran untuk meningkatkan Kemampuan berpikir kritis pada siswa

adalah sebagai berikut :

1) Gambar bersifat konkrit menggambarkan yang diajarkan

2) Gambar mengatasi ruang dan waktu untuk mempercepat penangkapan

peserta didik terhadap buku gambar yang ditunjukkan

3) Gambar mengatasi anak untuk dapat lebih jelas mengamatinya

4) Gambar dapat digunakan untuk menjelaskan suatu pengertian, langsung

melihat objeknya

5) Gambar mudah digunakan, baik untuk perorangan maupun kelompok

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa media

buku bergambar dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan

63
berpikir kritis pada siswa karena dengan melihat gambar yang ada dibuku

imajinasi anak langsung tertuju pada objek gambar kemudian anak akan

mengungkapkannya melalui kata-kata. Berbagai kegiatan dapat dilakukan

dengan menggunakan media buku bergambar untuk menstimulasi aspek

berpikir kritis siswa seperti tanya jawab, bercerita, mengungkapkan ide atau

pendapat. Pembelajaran dengan media buku bergambar dapat dilakukan

secara perorangan maupun berkelompok.

Media buku bergambar mampu menumbuhkan dan meningkatkan

kemampuan berpikir kritis pada siswa karena terdapat beberapa komponen

yang tentunya sesuai aspek dalam pemenuhan kemampuan berpikir kritis

pada anak didik. Dalam proses pengembangannya, media pembelajaran

buku bergambar akan didesain sedemikian rupa sehingga mampu

memberikan media yang efektif dan layak untuk peningkatan kemampuan

berpikir kritis. Media buku materi bergambar beberapa kali digunakan

dalam proses peningkatan Kemampuan berpikir kritis.

Penggunaan media buku bergambar memberikan manfaat terhadap

kegiatan belajar mengajar terutama untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis. Sebuah buku cerita bergambar, menurut Pringel Lamme

(2005:2) memberi deskripsi yang baik kepada pembaca mengenai kejadian-

kejadian yang tidak mereka lihat bahkan oleh observer sekalipun. supaya

pembelajaran maksimal berdasarkan pemahaman kritisnya. Deskripsi

tersebut memperlihatkan bahwa buku bergambar memberikan manfaat

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui masalah yang

muncul melalui media tersebut. Menurut filsuf John Dewey dalam Assegaff

64
dan Sontani (2016: 41) bahwa masalah merupakan stimulus/perangsang

untuk seorang manusia berpikir. Maka, menurut Usman, Tintis, dan

Nidayah (2022:665) bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah

dapat sebagai media bagi mereka memecahkan permasalahan di kehidupan

sehari-hari.

Media pembelajaran buku cerita bergambar dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa di sekolah dasar. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Estheria Finaningtyas Siwi dan Yohana Setiawan

mengenai buku cegahan IPA untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa di sekolah dasar. Media tersebut dinyatakan layak digunakan

dalam pembelajaran dan mampu mendorong siswa untuk cepat menangkap

materi pembelajaran (Siwi & Setiawan, 2021).

Penggunaan media buku bergambar memberikan dampak yang baik

bagi menstimulasi kemampuan berpikir pada siswa. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian Sri Bulan (2021) pengembangan media Al-Qur’an Hadits

dengan mengintegrasikan seru di dalamnya dengan bentuk gambar bercerita

mampu menstimulasi dan melatih kemampuan siswa dalam berpikir. Dari

berpikir tingkat rendah sampai kepada tahap berpikir tingkat tinggi yaitu

kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif (Bulan & Wahyudi,

2021)

Penggunaan media buku bergambar memberikan kesempatan untuk

siswa lebih berpikir kritis karena mengandung ilustrasi yang menarik.

Sesuai dengan penelitian Dilek Acer (2021) bahwa ilustrasi buku bergambar

65
dapat memberikan kesempatan untuk pemeriksaan kritis dari sebuah karya

seni. Ada semakin banyak penelitian yang berfokus pada bagaimana siswa

bisa menanggapi secara kritis dan kreatif ilustrasi dalam buku bergambar

sebagai objek seni. Hasil menunjukkan bahwa anak anak sangat

memperhatikan unsur-unsur warna dan bentuk dalam buku bergambar, dan

elemen seni dalam buku bergambar tersebut (Acer & Gozen, 2019).

Berdasarkan beberapa temuan bahwa manfaat buku bergambar beragam.

Maka dapat disimpulkan buku bergambar dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis.

B. Penelitian yang Relevan

Martin, Natalia (2019) melakukan penelitian dengan menganalisis

konten pada tiga puluh buku bergambar mengenai ekologi. Kajian yang

dilakukan Martin (2019) menyajikan analisis isi 30 tema ekologi buku

bergambar anak anak yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris dan Spanyol

dari tahun 1994-2019. Hasil analisis buku tersebut mengungkapkan bahwa

sebagian besar buku meningkatkan kesadaran tentang dampak tindakan

manusia terhadap lingkungan, meskipun beberapa judul tidak memiliki sifat

penting kepada ekologi, namun Martin (2019) memberikan dorongan

kepada guru untuk memasukkan buku bergambar dan seni ke dalam

pembelajaran untuk meningkatkan keterlibatan siswa sehingga berakibat

pada keaktifan dalam berpikir kritis (Martin et al., 2019). Persamaan

penelitian Martin (2019) dengan penelitian ini adalah menggunakan media

buku bergambar untuk melihat kemampuan berpikir siswa dan persamaan

kedua terletak pada objek kajian yang sama, yaitu sama sama mengandung

66
konten ekologi. Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan Martin (2019) dengan cara menganalisis buku sedangkan dalam

penelitian ini dilakukan dengan membuat pengembangan buku bergambar.

Penelitian kedua dilakukan oleh Kelly, Laura Beth (2018),

penelitian yang dilakukan oleh Kelly (2018) sama halnya dengan yang

dilakukan oleh Martin (2019) yaitu menganalisis buku bergambar. Kelly

(2018) menganalisis 28 buku bergambar yang berasal dari Outstanding

science trade book dari National Science Teachers Association di tahun

2016. Kelly (2018) mengungkapkan bahwa buku bergambar memerlukan

adanya instruksi sains yang relevan dan sistematis. Berdasarkan hasil

analisis ditemukan fakta bahwa deskripsi aktivitas ilmiah memiliki cakupan

yang luas, sehingga perlunya adanya peran berpikir kritis untuk memahami

sampai mengomunikasikan materi yang terdapat pada buku bergambar

(Kelly, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Kelly (2018) memberikan

pemahaman bahwa pentingnya penggunaan buku bergambar bagi anak

dalam memahami konsep secara kritis. Persamaan penelitian terletak pada

tujuan produk buku bergambar yang dikaji, kedua penelitian bertujuan

untuk meningkatkan Kemampuan berpikir kritis pada anak melalui buku

bergambar. Perbedaan terletak pada objek penelitian, penelitian Kelly

(2018) menganalisis mengenai buku bergambar sains dan pada penelitian

ini adalah mengembangkan buku bergambar IPS mengenai perjuangan

Indonesia.

Penelitian relevan selanjutnya diambil dari negara Tiongkok.

Xiang, Jing,dkk (2020) meneliti mengenai fungsi naratif buku bergambar

67
untuk anak anak. Narasi mengenai buku bergambar I Wanna Iguana

memberikan pengajaran kepada anak untuk belajar mengenai premis

komunikasi yang efektif sesuai dengan aspek berpikir kritis. Penggunaan

buku bergambar didasarkan pada fakta bahwa tidak hanya anak anak saja

yang kesulitan berkomunikasi, tetapi banyak orang dewasa yang masih

belum tahu bagaimana cara menyatakan pendapat, bernegosiasi, atau cara

berkomunikasi secara efektif yang menjadi salah satu aspek kemampuan

berpikir kritis, sehingga penggunaan buku bergambar melatih anak untuk

mengembangkan potensi dalam kemampuan berpikir kritis untuk

mempersiapkan diri di usia dewasa (Xiang & Yan, 2020).

Persamaan penelitian Xiang (2020) dengan penelitian ini adalah

memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan kemampuan berpikir kritis

melalui buku bergambar. Perbedaan mencolok dari penelitian ini adalah

penggunaan materi yang menjadi bahan kajian, pada penelitian Xiang

(2020) menggunakan unsur cerita mengenai I Wanna Iguana sedangkan

pada penelitian ini bahan kajian akan difokuskan pada materi perjuangan

sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan pada buku berjudul “Lorong

Waktu Sejarah”.

Penelitian pengembangan lain mengenai media pembelajaran buku

bergambar juga dilakukan oleh Yanti, Yulia Eka,dkk (2022). Penelitian

dilakukan di kelas IV dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa media

pembelajaran Buku Gambar (Buku Bergambar Pintar) dengan materi rumah

adat di Indonesia dan keunikannya dikatakan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa karena terdapat peningkatan antara hasil pretest dan posttest

68
sebanyak 100% (Yanti & Syafitri, 2022). Persamaan penelitian yang

dilakukan Yanti (2022) dengan penelitian ini adalah keduanya

menggunakan buku bergambar pada mata pelajaran IPS di kelas tinggi.

Perbedaan kedua dari penelitian Yanti (2022) penelitian ini yaitu terletak

pada materi yang di tertuang pada buku bergambar, pada penelitian yang

dilakukan oleh Yanti (2022) berisi mengenai materi rumah adat di Indonesia

dan keunikannya sedangkan pada penelitian ini berisi mengenai materi

perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan pada pelajaran IPS.

Penelitian selanjutnya adalah pengembangan media buku bergambar

Mabarung (Macam-macam Bangun Ruang) pada mata pelajaran

matematika kelas 5 yang dilakukan oleh Ajnikkah, Uli,dkk. Hasil analisis

angket respon siswa di SDN 02 Bugangan menunjukkan persentase sebesar

96,25% dan di SDN 01 Bugangan menunjukkan persentase sebesar 97,50%

(Ajnikhah et al., 2020), artinya bahwa media MABARUNG dapat

menumbuhkan minat dan antusiasme siswa dalam pembelajaran

matematika serta dapat mempermudah siswa dalam memahami materi

sehingga meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi

bangun ruang yang dikemas menjadi sebuah cerita (Ajnikhah et al., 2020).

Hal ini senada dengan penelitian ini, selain metode yang sama yaitu

menggunakan teknik pengembangan media pembelajaran buku bergambar

juga pada objek kelas yaitu kelas 5 sekolah dasar. Perbedaan kedua

penelitian ini adalah terletak pada materi, penelitian Ajnikkah (2020)

memfokuskan pada materi matematika sedangkan penelitian ini

69
memfokuskan pada materi perjuangan sebelum, saat, dan sesudah

kemerdekaan.

Penelitian lain mengenai keunggulan media pembelajaran buku

bergambar dilakukan oleh Unaenah, Een.dkk (2020) penelitian yang

dilakukan oleh Unaenah (2020) mengkaji tentang pemahaman siswa belajar

bangun datar melalui buku bergambar menggunakan Teori Piaget. Melalui

subjek penelitian kelas V penelitian ini menghasilkan sebuah fakta bahwa

banyak siswa yang kurang memahami pembelajaran geometri tersebut tanpa

bantuan media gambar (Unaenah et al., 2020). Persamaan penelitian ini

adalah penggunaan media pembelajaran buku bergambar untuk melihat

sejauh mana pemahaman anak yang bermuara pada kemampuan berpikir

kritis. Perbedaan mencolok yang terdapat pada penelitian Unaenah (2020)

adalah perbedaan materi yang terkandung dalam media pembelajaran buku

bergambar, selain itu perbedaan lain terdapat pada jenis penelitian, pada

penelitian Unaenah (2020) menggunakan jenis penelitian kualitatif

deskriptif sedangkan pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian

pengembangan atau RND.

C. Kerangka Pikir

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang

wajib dimiliki oleh siswa dalam perkembangan abad 21. Berdasarkan

kenyataan di Indonesia, Kemampuan berpikir kritis masih dalam kategori

rendah. Hal ini dikuatkan oleh fakta di lapangan yang memperlihatkan

rendahnya kemampuan berpikir kritis pada materi IPS di sekolah dasar di

Kecamatan Kranggan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa

70
mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa di sekolah terutama pada

materi IPS. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu upaya yang

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi IPS.

Beberapa penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa adalah

kurangnya media pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa terutama pada materi pembelajaran IPS. Untuk itu,

diperlukan media pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan

berpikir kritis di sekolah dasar yang menarik.

Salah satu media pembelajaran yang mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis IPS adalah buku bergambar. Media buku

bergambar merupakan media yang terdiri dari gambar dan teks yang saling

menguatkan sebagai kesatuan yang utuh. Media buku bergambar mirip

dengan buku cerita bergambar. BCB atau buku cerita bergambar juga terdiri

dari gambar dan teks namun dengan runtutan cerita dan terdapat alur cerita

di dalamnya. Media buku bergambar merupakan media pembelajaran IPS

yang dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa dalam

mengembangkan Kemampuan berpikir kritis. Media pembelajaran buku

materi biasanya digunakan untuk kelas awal sebagai bantuan memahami

konsep suatu materi. Namun, dalam pengembangan media buku bergambar

materi perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan disesuaikan

dengan karakteristik kelas 5. Hal ini dilakukan agar media pembelajaran

buku bergambar dapat diterapkan dan dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa kelas 5 dengan pengembangan yang logis dan ilmiah.

Untuk itu pengembangan media pembelajaran pada materi perjuangan

71
sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan disesuaikan dengan karakteristik

siswa. Hal ini dapat menjadi langkah yang potensial untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis.

72
Pembelajaran IPS di Kelas V Sekolah Dasar Se Kecamatan Kranggan

Permasalahan Berdasarkan Studi Pendahuluan

1. Rendahnya kemampuan Berpikir Kritis 4. Siswa pasif ketika mengikuti pembelajaran


Siswa. IPS
2. 75% siswa memiliki nilai kurang dari 5. Kurangnya buku bacaan cerita di pojok baca.
KKM ketika berhadapan dengan soal 6. Penyajian materi untuk pelajaran IPS
HOTs disajikan dengan model hafalan
3. Kurangnya media pembelajaran yang
menarik perhatian siswa. Catatan: hal lain dipaparkan dalam latar
belakang penelitian

Penyebab:

Kurang terfasilitasi dalam media pembelajaran


yang sesuai kebutuhan anak dan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak
kelas V SD

Dasar Pengembangan:

Analisis kebutuhan siswa dan


rekomendasi guru di sekolah

Solusi:

Pengembangan Media Pembelajaran Buku Materi Bergambar

Layak Praktis Efektif

Media Pembelajaran Buku Materi


Bergambar layak, praktis, dan
efektif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa
kelas V SD Se-Kecamatan
Kranggan

Keunggulan Produk

1. Materi menarik dibalut dengan sajian cerita


2. Menimbulkan kesan IPS yang menyenangkan
3. Buku tidak membosankan
4. Menjadi Media Pendamping Guru mengajar.
73
Gambar 1 Kerangka Pikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang relevan dapat diajukan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan media pembelajaran buku bergambar menurut

ahli media terhadap pengaruh media buku materi terhadap kemampuan

berpikir kritis pada siswa kelas V SD?

2. Bagaimana kelayakan materi pembelajaran buku bergambar menurut

ahli materi terhadap pengaruh media buku materi terhadap kemampuan

berpikir kritis pada siswa kelas V SD?

3. Bagaimana kelayakan secara praktis media pembelajaran buku

bergambar menurut guru terhadap pengaruh media buku materi

terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas V SD?

4. Bagaimana kelayakan secara praktis media pembelajaran buku

bergambar menurut siswa terhadap pengaruh media buku materi

terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas V SD?

5. Bagaimana keefektifan media pembelajaran buku materi bergambar

terhadap kemampuan berpikir kritis kelas V SD?

74
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pengembangan

bidang pendidikan atau dikenal dengan istilah educational research and

development atau R&D dengan pengembangan media pembelajaran buku

bergambar untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas

V. Research and Development atau R&D merupakan sebuah proses yang

digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran pada peserta didik (Gall et

al., 2003). Penelitian dan pengembangan merupakan sebuah tahapan atau

langkah-langkah guna mengembangkan sebuah produk atau

menyempurnakan produk yang telah ada dengan rasa tanggung jawab (Aka,

2019).

Tujuan utama dari penelitian dengan menggunakan penelitian R&D

bukan untuk menguji hipotesis melainkan menghasilkan produk-produk

yang dapat digunakan dalam pembelajaran di lingkungan sekolah (Gall et

al., 2003). Dalam penelitian R&D juga memiliki tujuan lain yaitu sebagai

pengujian terhadap keefektifan produk yang dihasilkan. Menurut

pandangan Borg & Gall, R&D merupakan sebuah strategi untuk

meningkatkan latihan sebagai proses dalam mengembangkan dan

memvalidasi produk pendidikan. Produk pendidikan yang dihasilkan dan

dikembangkan oleh penelitian ini adalah media pembelajaran buku

bergambar guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa.

75
B. Prosedur Pengembangan

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan model pengembangan Borg and Gall. Model ini dipergunakan

karena terdapat salah satu tahapan yang terdiri dari adanya penelitian

sebelum melangkah atau studi pendahuluan dalam proses pengembangan

media. Tahapan tersebut membantu mengetahui permasalahan yang sedang

dihadapi di lapangan. Need Asesmen membantu peneliti untuk mengetahui

permasalahan yang sedang terjadi dan kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh

guru dan siswa. Selain itu studi pendahuluan membantu dalam

merencanakan pemecahan masalah. Pada tahap ini terdapat uji validitas

produk.

Melalui uji validasi produk, produk yang dihasilkan benar benar

sesuai dengan masalah yang dihadapi di sekolah. Penelitian ini

mengembangan produk media pembelajaran buku bergambar yang

digunakan adalah penelitian dan pengembangan versi Borg and Gall.

Langkah langkah tersebut terdiri dari 10 langkah proses.

Borg and Gall menjelaskan langkah langkah dalam penelitian dan

pengembangan yang terdiri dari sepuluh tahapan. Berikut ini adalah

penjelasan dari kesepuluh langkah pengembangan media pembelajaran

buku bergambar untuk meningkatkan Kemampuan berpikir kritis

berdasarkan model Borg and Gall. Adapun Langkah-langkah penelitian

sebagai berikut:

76
Research and Develop
Planning Preliminary
information preliminatery field testing
collecting form of product

Main product Main field Operational


Operational
revision testing product
field testing
revision

Final product Dissemination


revision and
implementation

Gambar 2. Prosedur pengembangan dari Model Brog and Gall


Berikut ini merupakan penjelasan mengenai tahapan kesepuluh

Langkah pengembangan media pembelajaran buku materi bergambar

Lorong Waktu Nusantara.

1. Pengumpulan Informasi dan Penelitian Awal

Tahap pertama adalah tahap pengumpulan informasi dan penelitian

awal peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan masalah awal yang

dialami pada saat menentukan produk yang akan dikembangakan untuk

meningkatkan Kemampuan berpikir kritis siswa. Sebelumnya dilaksanakan

studi pendahuluan melalui analisis literature, analisis kebutuhan melalui

wawancara dan observasi. Analisis kebutuhan melalui wawancara dilakukan

untuk mendapatkan keterangan langsung dengan guru wali kelas terkait.

Wawancara digunakan untuk mengungkapkan secara mendalam mengenai

kebutuhan media untuk menunjang kemampuan berpikir kritis siswa. Selain

itu, wawancara digunakan untuk mengetahui secara mendalam mengenai

77
masalah yang dihadapi oleh siswa dan guru, serta mengetahui rata rata hasil

belajar IPS.

Observasi dilakukan untuk mengetahui jalannya proses pembelajaran

yang terjadi di kelas selama mata pelajaran IPS. Observasi juga dilakukan guna

mengetahui karakteristik siswa sekolah dasar, media yang digunakan, serta

bagaimana tingkat berpikir kritis siswa terhadap mata pelajaran IPS yang

terintegrasi dengan tematik. Selain itu dilakukan pula analisis literatur yang

terdiri dari teori Kemampuan berpikir kritis, media pembelajaran, dan literatur

mengenai buku bergambar. Hasil yang diperoleh pada analisis kebutuhan

antara lain siswa kesulitan dalam memahami materi IPS, guru membutuhkan

media pembelajaran yang dapat meningkatkan Kemampuan berpikir kritis.

Selain itu, berdasarkan analisis literatur media buku bergambar. Berdasarkan

observasi siswa merasa kesulitan memahami materi IPS bila pembelajaran IPS

tidak menggunakan media pembelajaran.

2. Rencana Pengembangan

Tahap kedua adalah tahap perencanaan yang dilakukan dengan

menganalisis materi, menganalisis media, FGD dan mengembangkan

instrumen kelayakan dan keefektifan produk. Analisis materi dilakukan

dengan pengembangan materi dalam kurikulum dan kompetensi dasar pada

pelajaran IPS materi perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan

yang akan dihubungkan dengan kemampuan berpikir kritis. Analisis media

dilakukan dengan menganalisis buku bergambar yang baik dan sesuai

dengan ciri khusus pada siswa.

78
3. Pengembangan Produk Awal

Langkah selanjutnya adalah membuat rancangan desain buku

materi bergambar, bagaimana format desain, apa saja prinsip media buku

bergambar, apa saja bahan yang dipakai, pengembangan produk awal.

Media yang dikembangkan harus tepat dengan tujuan penelitian ini yaitu

untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V muatan IPS

pada materi Perjuangan Sebelum, Saat, dan Setelah Kemerdekaan. Produk

akan divalidasi oleh ahli media setelahnya diketahui kelayakan pada

produk.

4. Uji Coba Lapangan Awal

Tahapan uji coba awal dilaksanakan untuk memperoleh informasi

dari guru dan siswa terhadap produk media buku materi bergambar di

lingkup terbatas. Uji coba akan dilakukan di SD Bengkal 2 berjumlah 19

siswa di kelas V dengan kriteria kemampuan berpikir kritis rendah, sedang,

dan tinggi. Siswa dan guru mengisi skala respons sebagai acuan dalam

merevisi media buku materi bergambar yang dikembangkan.

Tahapan uji coba lapangan awal yang dilaksanakan setelah produk

media berhasil diperbaiki dan lolos uji validasi yang dilakukan oleh ahli

media dan ahli materi. Tahapan uji coba lapangan awal dilakukan untuk

mengetahui kelayakan media buku materi bergambar berdasarkan lembar

respon siswa maupun guru. Subjek pada tahapan ini dilaksanakan oleh guru

dan semua siswa kelas V yang berjumlah 19 orang dengan kriteria yang

sudah ditentukan di SDN Bengkal 2. Langkah-langkah pada tahapan ini,

antara lain :

79
1) Siswa bersama guru diperkenalkan media yang dikembangkan yaitu

media buku materi bergambar.

2) Siswa bersama guru melakukan pembelajaran singkat terkait materi

dengan menggunakan media buku materi bergambar

3) Siswa dan guru dibagikan skala respon setelah pembelajaran untuk

mengetahui kelayakan media buku materi bergambar

4) Data respon guru dan siswa yang didapat serta saran dari uji coba

lapangan awal dianalisis

5. Revisi Uji Coba Lapangan Awal

Tahapan revisi ini dilaksanakan untuk merevisi media Buku materi

bergambar dari hasil saran guru di uji coba lapangan akan dilakukan

perbaikan.

6. Uji Coba Diperluas

Tahap keenam adalah uji coba diperluas, pada tahap ini adalah

melakukan uji coba kembali setelah adanya revisi produk pada uji coba

terbatas. Media pembelajaran buku bergambar kemudian diujicobakan

kembali kepada siswa yang lebih banyak. Berdasarkan hasil diskusi dengan

beberapa guru uji coba diperluas dilaksanakan di SDN Badran 2 dengan

jumlah siswa 15 orang dan SDN Pendowo 1 dengan jumlah siswa 20 siswa.

Pemilihan subjek didesain guna mencangkup keberagaman tingkat kognitif

siswa yang terdiri dari tinggi sampai rendah. Proses uji coba siswa diminta

80
untuk menggunakan media buku bergambar dalam pembelajaran tematik

selama 1 kali. Siswa dapat mengerjakan aktivitas permainan yang ada di

buku bergambar yang akan dipandu keberlangsungannya oleh guru selama

1-2 kali. Proses tersebut peneliti mengamati pelaksanaan uji coba lapangan

diperluas. Setelah berlangsung kegiatan tersebut siswa diberi angket respon.

Hasil angket respon siswa merupakan dasar untuk merevisi buku materi

bergambar. Selain siswa, guru yang akan menjadi pemandu pelaksanaan

uji coba diminta untuk mengisi angket respon guru sebagai bahan dalam

merevisi produk.

Tahapan uji coba lapangan diperluas dilaksanakan setelah merevisi

produk media yang diperoleh pada tahapan sebelumnya. Subjek pada

tahapan ini dilaksanakan oleh guru dan semua siswa kelas V SDN Badran 2

dan SDN Pendowo 1. Dengan masing masing siswa berjumlah 20 dan 20

siswa dengan kriteria yang sudah ditentukan. Beberapa langkah uji lapangan

utama ini antara lain:

1) Siswa bersama guru diperkenalkan media yang dikembangkan yaitu

media buku materi bergambar

2) Siswa bersama guru melakukan pembelajaran singkat terkait materi

dengan menggunakan media buku materi bergambar

3) Siswa dan guru dibagikan skala respons setelah pembelajaran untuk

mengetahui kelayakan media buku materi bergambar

4) Data respon guru dan siswa yang didapat serta daran dari uji coba

lapangan utama dianalisis.

81
7. Revisi Hasil Uji Coba Diperluas

Tahap ketujuh adalah revisi uji coba diperluas pada media

pembelajaran buku bergambar. Setelah dilaksanakan analisis kemudian

media pembelajaran diperbaiki. Produk yang telah diperbaiki kemudian

diujicobakan pada uji operasional.

8. Uji Operasional

Tahap kedelapan adalah adalah uji operasional, uji ini difungsikan

sebagai memastikan keefektifan dari media yang dikembangkan. Pada uji

operasional ini dilaksanakan di kelas di 3 sekolah. Salah satu kelas akan

dijadikan kelas kontrol yaitu SDN Badran 1 dan dua SD akan dijadikan

kelas eksperimen yaitu SDN Pendowo 2 dan SDN Pendowo 3. Pemilihan

ketiga sekolah tersebut karena didasarkan pada kesamaan karakteristik,

akreditasi, dan jumlah siswa yang sama. Pemilihan kelas kelompok kontrol

dan eksperimen dilaksanakan dengan cara mengundi secara acak.

Pada pelaksanaan uji coba ini yaitu guru bersama peneliti

mendiskusikan RPP dan proses pembelajaran terlebih dahulu, pemberian

soal di awal pembelajaran dan di akhir pembelajaran, lembar observasi

kinerja guru, skala respon siswa dan guru.

Tahapan uji lapangan operasional ini bertujuan untuk mendapatkan

informasi keefektifan media buku materi bergambar yang dikembangkan

untuk upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Subjek uji

operasional ini dilakukan oleh kelas V SDN Badran 1 dengan jumlah siswa

20 orang sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen akan dilakukan oleh SD

82
Pendowo 3 dan SDN Pendowo 2 dengan masing masing jumlah siswa, 20

dan 20 siswa.

Berikut ini rancangan quasi eksperimen non equivalent control grup

design.

Pretest measure treatment Posttest measure

Exsperiment Group O1 X1 O2

O3 X2 O4

Control Group Pretest measure treatment Posttest measure

O5 X3 O6

Gambar 3 Nonequivalent Control Group Design


Keterangan :

O1 : Tes kemampuan awal (pretest) eksperimen 1

X1 : Pembelajaran menggunakan media picture storybook kelas


eksperimen 1
O2 : Tes kemampuan awal (posttest) eksperimen 1

O3 : Tes kemampuan awal (pretest) kelas eksperimen 2

X2 : Pembelajaran menggunakan media picture storybook kelas


eksperimen 2
O4 : Tes kemampuan akhir (posttest) kelas eksperimen 2

O5 : Tes kemampuan awal (pretest) kelas kontrol

X3 : Pembelajaran tanpa menggunakan media

O6 : Tes kemampuan akhir (posttest) kelas kontrol

83
Langkah –langkah yang dilaksanakan pada tahapan ini, antara lain:

1) Persiapan siswa dan guru kelas eksperimen dan kelas kontrol

2) Pelaksanaan awal (pretest) oleh seluruh siswa untuk mengukur

kemampuan awal siswa yaitu dengan mengerjakan soal pretest

pemahaman konsep dan mengisi skala motivasi belajar

3) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran materi masa penjajahan Belanda di

Indonesia dengan menggunakan picture storybook pada kelas

eksperimen, sedangkan kegiatan pembelajaran materi yang sama tanpa

media di kelas kontrol

4) Pelaksanaan tes akhir (posttest) oleh seluruh siswa untuk mengukur

kemampuan akhir siswa yaitu dengan mengerjakan soal post-Test

pemahaman konsep dan mengisi skala motivasi belajar

5) Penganalisisan data yang diperoleh dari uji lapangan operasional.

9. Revisi Produk Akhir

Tahapan Revisi dilaksanakan untuk memperbaiki hasil revisi dari

media buku materi bergambar berdasarkan hasil saran guru di uji

operasional.

10. Diseminasi

Tahapan diseminasi merupakan tahapan menyebarluaskan hasil

penge,bangan media. Penyebarluasan baru dilakukan di SD Klepu

84
C. Subjek Uji Coba dan Teknik Instrumen Pengumpulan Data

1. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Uji coba lapangan awal sebanyak 1 sekolah di SD Bengkal 2.

b. Uji coba lapangan utama sebanyak 2 sekolah di SD Pendowo 3 dan SD

Badran 2

c. Uji Coba lapangan operasional sebanyak 3 sekolah di SD Badran 1, SD

Pendowo 1, SD Pendowo 2.

2. Teknik Instrumen Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berguna untuk mendapatkan data

penelitian yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Sugiyono

(2016, 137) cara atau teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan

interview (wawancara), kuesioner (skala), observasi (pengamatan), dan

gabungan ketiganya. Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi

dan skala penilaian (Sugiyono, 2017).

1) Observasi

Teknik pengumpulan data pertama yaitu observasi, observasi tidak

terbatas pada jumlah orang, namun observasi dapat diambil dari objek-objek

alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila

penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala

alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2016).

Penelitian ini didasarkan proses pelaksanaan pengumpulan data peneliti

85
termasuk dalam participant observation. Penelitian ini merupakan peneliti

terlibat langsung dalam mengobservasi pembelajaran siswa. Observasi ini

dilakukan untuk mengetahui masalah yang ada terkait dengan Kemampuan

berpikir kritis melalui hasil belajar siswa dan proses pembelajaran siswa.

Observasi semi terstruktur dilakukan dalam penelitian ini. Observasi semi

terstruktur merupakan observasi yang dilakukan dengan panduan agar lebih

terfokus. Meskipun begitu tidak menutup kemungkinan observasi dapat

berkembang diluar panduan untuk mengetahui fokus masalah sebenarnya

2) Wawancara

Wawancara dilakukan guna menggali informasi lebih detail dengan

menemukan permasalahan secara terbuka dengan tetap menggunakan

pedoman wawancara untuk mengungkapkan pendapat atau beberapa ide

dari responden. wawancara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

wawancara indepth. Wawancara indepth merupakan wawancara yang

membutuhkan jawaban mendalam dari responden secara terarah fokus pada

permasalahan yang akan dipecahkan. Wawancara pada penelitian ini

dilakukan ke beberapa narasumber yaitu Guru Kelas IV SDN Pendowo 2 ,

SDN Klepu, dan SDN Badran 2 ketiga SD tersebut berlokasi di Kecamatan

Kranggan dengan gugus berbeda.

3) Angket

Data hasil angket berasal dari ahli materi, ahli media, respon guru,

dan respon siswa. Angket penilaian yang dibuat untuk ahli materi dan ahli

media berfungsi untuk validasi yaitu menentukan media pembelajaran buku

86
bergambar yang telah layak untuk diujicobakan pada siswa. Penilaian ini

digunakan untuk menilai kelayakan produk. Penilaian berupa lembaran

yang diberikan kepada ahli materi dan ahli media. Kriteria penskoran pada

angket berupa skala likert 1 sampai 5 dengan rincian angka 5 untuk sangat

baik, 4 baik, 3 cukup, 2 kurang, 1 sangat kurang. Selain itu terdapat ankgket

respon siswa dan guru berfungsi untuk memberikan masukan pada saat

revisi uji coba.

4) Tes

Tes akan dilaksanakan sebelum dan sesudah siswa menggunakan

media buku materi bergambar. Pretest akan dibagikan sebelum siswa

menggunakan media pembelajaran buku materi bergambar.Pretest

digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat berpikir kritis siswa sebelum

menggunakan media yang disajikan. Posttest akan diberikan kepada siswa

setelah siswa menggunakan media pembelajaran buku materi bergambar.

Setelah hasil diketahui maka akan dibandingkan antara hasil pretest dan

hasil posttest. Pembandingan ini akan berguna untuk melihat sejauh mana

media pembelajaran buku bergambar dapat meningkatkan Kemampuan

berpikir siswa.

b. Instrumen Pengumpulan Data

1) Panduan Observasi Permasalahan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kelas V SD

Pengumpulan data awal dari penelitian ini diawali dengan

melakukan observasi permasalahan kemampuan berpikir kritis pada siswa.

87
Pedoman observasi digunakan ketika studi pendahuluan dan pelaksanaan

uji coba. Pedoman meliputi observasi mengenai pelaksanaan pembelajaran

di kelas, hasil kemampuan berpikir kritis, sumber belajar di sekolah, media

yang digunakan dalam pembelajaran, hasil belajar dan karakteristik siswa.

panduan observasi terdiri dari sepuluh nomor yang akan menjadi panduan

peneliti untuk mengetahui kebutuhan siswa. Hal tersebut dijelaskan dalam

tabel 4 pada kisi-kisi observasi.

Tabel 4 Kisi Kisi Observasi

No Indikator No. Butir Jumlah


1. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah 1,2,3 3

2. Hasil kemampuan berpikir kritis siswa 4,5 2

3. Sumber belajar di sekolah 6 1

4. Media yang digunakan dalam pembelajaran 7,8 2

5. Hasil belajar siswa pelajaran IPS 9 1

6. Karakteristik siswa 10 1

Jumlah Butir 10 10

2) Panduan Wawancara Analisis Kebutuhan Guru dan Siswa Kelas V SD

Wawancara merupakan teknik pengambilan data dengan memberikan

beberapa pertanyaan kepada responden. Pada penelitian ini wawancara

dilakukan untuk mengetahui persepsi guru mengenai kemampuan berpikir

kritis, kebutuhan akan media pembelajaran, pembelajaran yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis, media yang digunakan dalam proses

pembelajaran, hasil belajar IPS siswa, karakteristik siswa. Wawancara ini

88
ditujukan untuk guru di SDN Pendowo 2, SDN Klepu, dan SDN Badran 2.

Wawancara dilakukan dengan in dept interview. In dept interview merupakan

wawancara secara mendalam, berkali-kali, dan membutuhkan waktu yang lama.

terdapat sepuluh nomor yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan

wawancara terhadap siswa dan guru. hal tersebut dijelaskan dalam tabel 5

sebagai berikut

Tabel 5 Kisi Kisi Wawancara

No Indikator No. Butir Jumlah

1. Persepsi guru mengenai kemampuan berpikir 1,2,3 3

kritis siswa.

2. Kebutuhan akan media pembelajaran 4,5 2

3. Pembelajaran yang akan meningkatkan 6 1

kemampuan berpikir kritis siswa

4. Media yang digunakan dalam pembelajaran 7,8 2

5. Hasil belajar siswa pelajaran IPS 9 1

6. Karakteristik siswa 10 1

Jumlah Butir 10 10

3) Angket Validasi Produk oleh Ahli

Penyusunan media pembelajaran buku materi bergambar untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis harus melalui validasi oleh ahli.

validasi tersebut untuk mengetahui kelayakan sebuah produk yang

dihasilkan. Validasi tersebut terbagi menjadi validasi ahli materi dan

validasi ahli media. Kriteria penilaian pada lembar validasi kelayakan

89
produk pada penelitian ini meliputi 5 skor. yaitu skor 5 untuk sangat layak,

skor 4 untuk layak, skor 3 untuk cukup layak, skor 2 untuk kurang layak,

dan skor 1 untuk skor sangat kurang layak. Kisi-Kisi lembar validasi buku

materi bergambar ditunjukan oleh tabel 6 untuk kelayakan materi dan tabel

7 untuk kelayakan media.

a) Angket Validasi Produk oleh Ahli Materi

Kisi-kisi penilaian ahli materi digunakan untuk mengetahui layak

atau tidaknya materi yang terkandung dalam produk yang digunakan

dalam penelitian. Kisi-kisi penilaian ahli materi dikembangkan dari

instrumen penilaian buku BNTP Kemendikbud tahun 2023 meliputi

legalitas, norma, materi, bahasa, penyajian yang terdiri dari lima belas

pertanyaan untuk diajukan terhadap validator materi. Pertanyaan yang

akan diajukan kepada validator materi termuat dalam tabel 6.

Tabel 6 Kisi Kisi Penilaian Ahli Materi


(Instrumen Penilaian Buku BNTP Kemendikbud 2023)

Aspek Indikator No. Butir Jumlah


Teks dan/ gambar bebas dari
plagiat/penjiplakan langsung
(direct plagiarism) karya
orang lain melalui
pencantuman sumber kutipan 1 1
dengan jelas, baik anotasi
Legalitas pada badan teks maupun pada
daftar pustaka dan daftar
kredit gambar.
Pengutipan materi berupa teks
dan/ gambar dilakukan secara
2 1
benar dan tepat sesuai dengan
kaidah pengutipan.

90
Teks dan/ gambar bebas dari
salah satu unsur berikut: a)
bertentangan dengan nilai-
nilai Pancasila; b)
Norma 3 1
diskriminasi terhadap
SARA; c) pornografi; d)
kekerasan; e) kebohongan; f)
fitnah; dan g) ujaran
kebencian.

Materi mengandung unsur


4
kebenaran dari segi
keilmuan, data, dan fakta

Materi mendorong
menggerakkan pikiran
perasaan pembaca sasaran 5 1
untuk menerima gagasan baru
atau mendalami kembali
materi

Materi bersifat aktual sesuai


dengan perkembangan ilmu 6 1
pengetahuan dan teknologi di
Materi/Substansi bidangnya

Materi bersifat kontekstual


7 1
sesuai dengan karakteristik
bidang ilmu

Materi bersifat kontekstual


8 1
sesuai dengan karakteristik
bidang ilmu

Materi dapat meluaskan


9 1
wawasan dan kecakapan abad
21

Ketepatan pilihan kata (diksi)


10 1
sesuai dengan pembaca
sasaran, konsep, dan nilai rasa.
Bahasa Penulisan sesuai dengan
pedoman umum ejaan bahasa 11 1
Indonesia (PUEBI) dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia

91
Bahasa yang digunakan 12 1
komunikatif dan efektif.

Penyajian teks dan atau


gambar sistematis, runtut, serta 13 1
koheren sebagai kesatuan alur
berpikir

Penyajian Penyajian gambar relevan dan 14 1


mendukung kejelasan materi

Penyajian menarik dan kreatif


15 1
sehingga menggugah minat
baca dan ingin tahu

Jumlah Butir 15 15

b) Angket Validasi Produk oleh Ahli Media

Kisi-kisi instrumen validasi ahli media ditunjukkan untuk

validator media. Ahli media menilai penyajian pada buku materi

bergambar. Kisi-kisi mencakup aspek desain cover buku, desain isi/

halaman buku, fisik buku cetak yang terdiri dari empat belas pertanyaan

yang akan diajukan terhadap validator media. Instrumen yang diberikan

merupakan hasil modifikasi dari Instrumen Penilaian Buku BNTP

Kemendikbud 2023. Pertanyaan yang akan diajukan kepada validator

media termuat dalam tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 7 Kisi Kisi Penilaian Ahli Media


(Instrumen Penilaian Buku BNTP Kemendikbud 2023)

Aspek Indikator Nomor Jumlah

Pernyataan

Desain Sampul Tipografi (penggunaan font) tampak 1 1


Buku menonjol, mudah terbaca, dan cocok

92
dengan materi buku dengan
maksimal penggunaan tiga tipe/jenis
pada sampul depan, punggung, dan
cover belakang.
Elemen lain pada kover, yakni garis, 2 1
ornamen, warna, bingkai, ikon, atau
gambar (ilustrasi dan foto) yang
digunakan pada kover mewakili isi
atau setidaknya menggambarkan isi
(materi) di dalam buku
Desain sampul buku tersusun secara 3 1
proporsional dengan memperhatikan
fungsi dan penempatannya
Anatomi sampul buku tersusun 4 1
secara proporsional dengan
memperhatikan fungsi dan
penempatannya
Desain Isi/ Tipografi (penggunaan font) pada 5 1
Halaman Buku bagian isi buku tidak lebih dari tiga
tipe/jenis font dengan keterbacaan
tinggi. Ukuran font pada bagian isi
teks terlihat proporsional (judul bab,
judul subab, badan teks,
takarir/keterangan gambar, nomor
halaman, dan judul pelari (running
title)
Gambar berupa foto atau ilustrasi 6 1
yang digunakan pada isi/ materi
buku relevan dengan isi/materi buku,
konsisten, membantu untuk
menjelaskan isi/materi buku
sehingga memenuhi prinsip desain.
Kualitas gambar sangat jelas dan 7 1
tajam, baik dari segi ukuran gambar,
resolusi gambar, maupun object
gambar.
Teks bebas dari baris tnggal 8 1
(widow/orphan) pada setiap halaman
naskah
Pencantuman judul pelari (running 9 1
title) sudah tepat pada halaman teks
di bagian rekto dan verso

93
Penggunaan warna pada bagian isi 10 1
buku, baik teks maupun gambar
mudah terbaca atau terlihat dan
sesuai dengan prinsip pewarnaan
Fisik Buku Ukuran buku sesuai dengan 11 1
Cetak peruntukannya menggunakan standar
internasional atau ukuran khusus
(custom) yang relevan
Kualitas hasil cetak buku rata dalam 12 1
hal penintaan, jelas (terang dan
tajam), dan presisi.
Pemilihan kertas cetak relevan dari 13 1
segi penggunaan dan kualitasnya
Penjilidan buku kuat dan rapi 14 1

Jumlah Butir 14 14

c) Angket Respons Siswa

Kisi-kisi respon siswa merupakan petunjuk untuk mengetahui

respons siswa terkait dengan media yang telah digunakan. Indikator dalam

penilaian terdiri dari indikator tampilan, materi, dan kebermanfaatan.

Terdapat sepuluh butir pernyataan yang akan dijawab siswa dengan pilihan

jawaban “Ya” atau “Tidak” siswa hanya perlu memilih dari setiap

pertanyaan dan jawaban yang dikembangkan peneliti pada lembar penilaian

produk.

Modifikasi instrument penilaian respon siswa disesuaikan dengan

materi yang terdapat di dalam buku, sehingga perbedaan kedua intrumen

tersebut terletak pada penyesuaian materi dan judul buku. Namun, untuk

indikator dan nomor soal tidak dilakukan modifikasi. Modifikasi tersebut

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

94
Tabel 8 Kisi Kisi Penilaian Respon Siswa
(dimodifikasi dari Penelitian Puspitarini, 2022)

No Indikator Nomor Butir Jumlah


Soal Butir
1. Tampilan 1,3,4,8 4
2. Materi 5,6,7 3
3. Kebermanfaatan media buku 2,9,10 3
bergambar
Jumlah 10

d) Angket Respon Guru

Kisi-kisi respon guru merupakan petunjuk untuk mengetahui respon

guru terkait dengan media yang telah digunakan. Aspek dalam penilaian

terdiri dari tampilan, aspek materi, aspek kebermanfaatan. Terdapat lima

belas butir pertanyaan. Penilaian produk yang dilakukan oleh guru disusun

menggunakan skala likert. penilaian ini digunakan untuk mendeskripsikan

penilaian dan pandangan guru terhadap penggunaan buku materi bergambar

yang dikembangkan oleh peneliti. angket respon guru akan diisi oleh guru

setelah selesai menggunakan media buku materi bergambar. kriteria

penilaian yang digunakan pada respon guru meliputi skor 5 untuk sangat

baik, skor 4 untuk baik, skor 3 untuk cukup baik, skor 2 untuk kurang baik,

dan terakhir adalah skor 1 untuk sangat kurang baik. Selain penilaian secara

angket, guru memberikan penilaian secara saran dan komentar terkait

dengan keterlaksanaan produk. hal tersebut digunakan peneliti untuk

perbaikan dalam penelitian.

Modifikasi dilakukan hanya pada materi pelajaran yang terdapat

pada buku dan judul buku materi bergambar. Namun, pada bagian indikator

95
dan nomor butir soal tidak dilakukan penyesuaian. Kisi-kisi instrumen

lembar penilaian produk oleh guru dapat dilihat di tabel 9.

Tabel 9 Kisi Kisi Penilaian Respon Guru


(dimodifikasi dari Penelitian Puspitarini, 2022)

No Indikator Nomor Butir Jumlah


Soal Butir
1. Tampilan 1,2,3,4,5,6,7 7
2. Materi 11,12,13,14,15 5
3. Kebermanfaatan media buku 8,9,10 3
bergambar
Jumlah 15

c. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SD

Instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa dikembangkan dan

difokuskan pada materi IPS kelas V Sekolah Dasar pada tema 7 yaitu pada

peristiwa kemerdekaan, Penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis siswa

sebelum dan sesudah menggunakan media pembelajaran buku bergambar

terdapat langkah langkah yang berguna untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis. Langkah langkah tersebut terdiri dari interpretasi, analisis, deduksi,

induksi, mengevaluasi. tes yang digunakan adalah soal tes uraian yang terdiri

dari 9 soal. setelah dinyatakan valid maka instrumen tes ini diujicobakan

terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat reliabilitasnya. Kisi-kisi tes

kemampuan berpikir kritis dijabarkan pada tabel 10.

96
Tabel 10 Kisi Kisi Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis

Aspek Indikator

Interpretasi Memfokuskan jawaban mengenai materi 1 , 2


sejarah Sebelum, Saat dan Setelah Merdeka
sehingga menemukan informasi baru,
Menganalisis jawaban mengenai materi
Sebelum, Saat dan Setelah Merdeka sehingga
menentukan permasalahan yang terdapat di
dalam upaya mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, Menganalisis jawaban tentang
materi Sebelum, Saat dan Setelah Merdeka
sehingga dapat menetapkan makna upaya
menjaga kemerdekaan.
Analisis Mengkaji mengenai informasi yang 3,4
terdapat pada materi Sebelum, Saat, dan
Setelah Merdeka sehingga dapat menentukan
alasan awal mula kedatangan bangsa barat.
Mengkaji mengenai informasi yang
terdapat pada materi Sebelum, Saat, dan
Setelah Merdeka sehingga dapat
mengumpulkan informasi yang paling
relevan mengenai alasan perjuangan bangsa
saat memasuki kemerdekaan Indonesia.
Menganalisis mengenai informasi yang
terdapat pada materi Sebelum, Saat, dan
Setelah Merdeka sehingga siswa dapat
membuat argumen kritis.
Deduksi Menentukan sintetis pada materi Sebelum, 5,6
Saat dan Setelah Merdeka. Menyimpulkan
mengenai materi Sebelum, Saat dan Setelah
Merdeka. Memutuskan tindakan yang akan
dilakukan pada upaya menjaga kemerdekaan
Indonesia
Induksi Mempertimbangkan dengan dasar yang 7
kuat agar tidak terjadi penjajahan di Indonesia
setelah kemerdekaan.

Mengevaluasi Menilai evaluasi argumen berdasarkan 8 , 9


kelebihan dan kelemahan upaya dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia

97
3. Teknik Hasil Penilaian Produk

a. Analisis Hasil Penilaian Produk

Hasil data yang diperoleh dari validasi beberapa ahli terkait dengan

pengembangan media pembelajaran buku bergambar yang selanjutnya

adalah proses analisis menggunakan data deskriptif kualitatif. Berdasarkan

analisis tersebut dapat digambarkan karakteristik data pada masing masing

variable.

b. Analisis Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis digunakan untuk melihat bagaimana

proses belajar siswa setelah dan sebelum menggunakan media pembelajaran

buku media bergambar. Desain penelitian yang digunakan adalah one group

pre test-post-test design, yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan

pada satu kelompok. Data yang berupa skor sebelum dan sesudah

menggunakan media pembelajaran buku materi bergambar selanjutnya

diubah menjadi data kualitatif menggunakan skala lima. Acuan perubahan

skor menjadi skala lima seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 11 Kategori Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Interval skor Nilai Kategori

X > 8,27 A Sangat baik

6,59 < X ≤ 8,27 B Baik

4,91 < X ≤ 6,59 C Cukup baik

3,23 < X ≤ 4,91 D Kurang baik

98
Interval skor Nilai Kategori

X ≤ 3,23 E Tidak baik

c. Uji Kelayakan

Data yang sudah diperoleh kemudian dicari rata-rata penilaian

kelayakan ahli materi, ahli media, respon guru dan respon siswa. Untuk

menghitung perolehan rerata skor menggunakan rumus :

Selanjutnya data yang berupa skor diubah menjadi data kualitatif

menggunakan skala empat adapun acuan skor sebagai berikut:

Tabel 12 Kategori Skor Uji Kelayakan


Rumus Skor Ahli Skor Ahli Media Nilai Kategori
Materi
X > XI + 1,8 × sbi X > 63 X > 58,8 A Sangat Layak
XI + 0,6 × sbi < X ≤ XI + 1,8 × sbi 51 < X ≤ 63 47,6 < X ≤ 58,8 B Layak
XI - 0,6 × sbi < X ≤ XI + 0,6 × sbi 39 < X ≤ 51 36,4 < X ≤ 47,6 C Cukup Layak
XI - 1,8 × sbi < X ≤ XI - 0,6 × sbi 27 < X ≤ 39 25,2 < X ≤ 36,4 D Kurang Layak
X ≤ XI - 1,8 × sbi X > 27 X > 25,2 E Sangat Kurang Layak

Keterangan:

Xi = Mean skor ideal = ½ (skor maksimum + Skor minimum)

SBi = Simpangan baku ideal = 1/6 (skor maksimum – skor minimum)

99
X = Skor yang diperoleh

Skor maksimum ideal : (butir penilaian x skor tertinggi)

Skor minimum ideal : (butir penilaian x skor terendah)

Kelayakan produk media buku bergambar ini minimal memiliki

nilai “B” dalam kriteria “layak”. Jika sudah memenuhi kriteria tersebut

maka media yang dikembangkan dapat digunakan dan diujicobakan di

lapangan.

d. Uji Kepraktisan

1) Data Angket Respon Guru

Data yang dihasilkan dari angket respon guru terhadap media

Lorong Waktu Nusantara yang dikembangkan, selanjutnya dikonversikan

menjadi skala dengan rentang nilai 1-5 dan pengkategorisasian data dengan

rentang skor 1-5. Pada tabel 18 berikut ini ditunjukkan konversi skor angket

respon guru sebagai acuan dalam pengkategorisasian skor skala:

Tabel 13 Konversi Skor Per Indikator Angket Respon Guru


No Indikator Skor Nilai Kategorisasi

1. Tampilan X > 29,4 A Sangat Baik


23,8 < X ≤ 29,4 B Baik
18,2 < X ≤ 23,8 C Kurang Baik
12,6 < X ≤ 18,2 D Tidak Baik
X ≤ 12,6 E Sangat Tidak Baik
2. Materi X > 21 A Sangat Baik
17 < X ≤ 21 B Baik
13 < X ≤ 17 C Kurang Baik
9 < X ≤ 13 D Tidak Baik
X≤9 E Sangat Tidak Baik
3. Kebermanf X > 8,4 A Sangat Baik
aatan 6,8 < X ≤ 8,4 B Baik
Media 5,2 < X ≤ 6,8 C Kurang Baik
3,6 < X ≤ 5,2 D Tidak Baik
X ≤ 3,6 E Sangat Tidak Baik

100
Pada tabel diatas menunjukan skor minimal pada indikator tampilan

media adalah dengan memperoleh skor antara 23,8 sampai atau sama

dengan 29,4 agar mendapat nilai B dan kategori “Baik”. Pada indikator

materi minimal memperoleh skor antara 17 sampai atau sama dengan 21

sedangkan pada indikator kebermanfaatan minimal memperoleh skor antara

6,8 sampai atau sama dengan 8,4. Jika skor yang diperoleh belum memenuhi

skor minimal maka media tersebut dilakukan perbaikan sampai

mendapatkan skor minimal. Hasil dari konversi angket respon guru antara

lain:

Tabel 14 Konversi Skor Skala Respon Guru


No Skor Nilai Kategori

1. X > 63 A Sangat Baik


2. 51 < X ≤ 63 B Baik
3. 39 < X ≤ 51 C Kurang Baik
4. 27 < X ≤ 39 D Tidak Baik
5. X ≤ 27 E Sangat Tidak Baik

Pada tabel di atas merupakan hasil konversi total untuk mengukur

respon guru terhadap media yang dikembangkan. Penilaian memperoleh

nilai B yaitu kategori “Baik” jika skor total yang didapatkan belum

memenuhi skor minimal, maka media tersebut perlu dilakukan perbaikan

kembali hingga mencapai batas minimal skor yang ditentukan.

2) Data Angket Respon Siswa

Data yang dihasilkan dari angket respon siswa terhadap media Lorong

Waktu Nusantara yang dikembangkan, selanjutnya dikonversikan menjadi

skala dengan rentang nilai 1-5 dan pengkategorisasian data dengan rentang

101
skor 1-5. Pada tabel dibawah ini ditunjukan konversi skor angket respon

siswa sebagai acuan dalam pengkategorian skor skala:

Tabel 15 Konversi Skor Per Indikator Skala Respon Siswa


No Indikator Skor Nilai Kategorisasi

1. Tampilan X > 3,2 A Sangat Baik


2,4 < X ≤ 3,2 B Baik
1,6 < X ≤ 2,4 C Kurang Baik
0,8 < X ≤ 1,6 D Tidak Baik
X ≤ 0,8 E Sangat Tidak Baik
2. Materi X > 2,4 A Sangat Baik
1,8 < X ≤ 2,4 B Baik
1,2 < X ≤ 1,8 C Kurang Baik
0,6 < X ≤ 1,2 D Tidak Baik
X ≤ 0,6 E Sangat Tidak Baik
3. Kebermanf X > 2,4 A Sangat Baik
aatan 1,8 < X ≤ 2,4 B Baik
Media 1,2 < X ≤ 1,8 C Kurang Baik
0,6 < X ≤ 1,2 D Tidak Baik
X ≤ 0,6 E Sangat Tidak Baik

Pada tabel 20 ditunjukkan skor minimal pada indikator tampilan

media adalah dengan memperoleh skor antara 2,4 sampai atau sama dengan

3,2 agar mendapat nilai B dengan kategori “Baik”. Pada indikator materi

minimal memperoleh skor antara 1,8 sampai atau sama dengan 2,4 sama

halnya dengan indikator kebermanfaatan media minimal memperoleh skor

antara 1,8 sampai atau sama dengan 2,4. Jika skor yang diperoleh belum

memenuhi skor minimal maka media tersebut dilakukan perbaikan sampai

mendapatkan skor minimal. Hasil dari konversi skor respon siswa antara

lain:

Tabel 16 Konversi Skor Skala Respon Siswa


No Skor Nilai Kategori
1. X>8 A Sangat Baik
2. 6<X≤ 8 B Baik

102
No Skor Nilai Kategori
3. 4<X≤6 C Kurang Baik
4. 2<X≤4 D Tidak Baik
5. X≤2 E Sangat Tidak Baik

Pada tabel di atas merupakan hasil konversi total untuk mengukur

respon siswa terhadap media yang dikembangkan. Penilaian dengan

kategori “Baik” atau B jika skor total memperoleh skor antara 6 sampai

sama dengan 8. Jika skor total yang di dapatkan belum memenuhi skor

minimal, maka media tersebut perlu dilakukan perbaikan kembali hingga

mencapai batas minimal skor yang ditentukan.

e. Uji Keefektifan

Analisis data efektivitas media yaitu menganalisis dari hasil data

yang diperoleh dari uji coba operasional. Data yang dianalisis adalah data

yang digunakan.

1) Uji Gain Score

Rumus yang digunakan untuk mengetahui peningkatan sebelum dan

sesudah pembelajaran di kelas eksperimen maupun kelas kontrol

menggunakan rumus gain score atau indeks gain. Meltzer (2002:1260)

mengemukakan rumusnya sebagai berikut:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡


𝐺𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 =
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

103
Setelah mendapatkan hasil nilai gain score, berikutnya dibuat

kategorisasi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sesuai dengan

pedoman berikut ini:

Tabel 17 Konversi Gain Skor Menurut Hake (1993:1)

Rentang Skor Kategori


Peningkatan
Gain Skor ≥ 0,7 Tinggi

0,7 > Gain Skor ≥ 0,3 Sedang

Gain Skor < 0,3 Rendah

2) Uji Prasyarat

Uji prasyarat yang dilakukan dalam uji kelayakan ini adalah uji

normalitas dan uji homogenitas.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas berfungsi untuk menginformasikan mengenai

distribusi data penelitian, oleh karena itu statistik parametris

mewajibkan normalitas data untuk penggunaannya sehingga akan

dilaksanakan uji normalitas sebelumnya (Setiawati, 2017:58-63). Data-

data yang didapatkan diuji dengan bantuan aplikasi SPSS Statistik

dengan rumus Kolmogorov Smirnov.

Hasil perhitungan pada SPSS jika taraf signifikansi (sig) < 0,05

maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Hal itu berarti data

berdistribusi normal, namun apabila signifikansi yang diperoleh > 0,05

maka H0 ditolak yang artinya data tidak berdistribusi normal. Pada

penelitian ini, uji normalitas berpedoman dengan hipotesis berikut:

104
H0 : Data yang diuji berdistribusi normal.

Ha : Data yang diuji tidak berdistribusi normal.

b) Uji Homogenitas

Uji homogenitas berfungsi untuk menginformasikan mengenai

data yang digunakan penelitian berasal dari populasi yang homogen atau

tidak. Data-data yang didapatkan diuji dengan bantuan aplikasi SPSS

Statistics. Hasil perhitungan pada SPSS jika taraf signifikansi (sig)

tersebut lebih dari 0,05 maka disimpulkan bahwa data yang digunakan

untuk penelitian ini berasal dari populasi yang sama atau homogen. Pada

penelitian ini, uji homogenitas berpedoman dengan hipotesis berikut:

H0 : Varian data yang diuji bersifat homogen atau sama.

Ha : Varian data yang diuji tidak homogen atau berbeda.

3) Pengujian Hipotesis

a) Uji t-Independen

Uji t-independent berfungsi untuk menguji hipotesis dan

mendapatkan informasi mengenai perbedaan antara nilai sebelum

pembelajaran dan sesudah pembelajaran di kelas kontrol maupun kelas

eksperimen. Data-data yang didapatkan diuji dengan bantuan aplikasi

SPSS Statistics dengan rumus t-test. Pada penelitian ini, uji t-

independen berpedoman dengan hipotesis berikut:

Hipotesis yang diuji untuk variabel kemampuan berpikir kritis

105
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media buku

materi bergambar materi masa Perjuangan Sebelum, Saat, dan

Setelah Kemerdekan dengan judul “Lorong Waktu Nusantara”

dengan siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan media buku materi bergambar materi masa

Perjuangan Sebelum, Saat, dan Setelah Kemerdekan.

Ha : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media buku materi

bergambar materi masa Perjuangan Sebelum, Saat, dan Setelah

Kemerdekan dengan judul “Lorong Waktu Nusantara” dengan

siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan menggunakan

media buku materi bergambar materi masa Perjuangan Sebelum,

Saat, dan Setelah Kemerdekan.

106
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Studi Pendahuluan
Tahapan yang dilakukan dalam studi pendahuluan penelitian

dilaksanakan dengan tujuan mengumpulkan permasalahan dan kebutuhan siswa

dan guru di sekolah Kecamatan Kranggan. Permasalahan yang telah terkumpul

dan dikaji atas dasar kebutuhan dari siswa dan guru tersebut menjadi latar

belakang penelitian ini.

a. Studi Pustaka

Tahapan studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi

mengenai sumber pustaka yang akan berfungsi sebagai tujuan pengembangan

produk media seperti buku, laporan hasil penelitian terdahulu, artikel dalam

jurnal baik jurnal nasional maupun jurnal internasional yang membahas

mengenai kemampuan berpikir kritis, media buku bergambar, dan juga materi

mengenai perjuangan sebelum kemerdekaan, saat menyusun kemerdekaan

dan sesudah kemerdekaan.

Mengacu dari hasil analisis diketahui bahwa media yang tepat untuk

dikembangan di sekolah dasar di Kecamatan Kranggan adalah media buku

bergambar mengenai materi sejarah. Oleh karena itu studi pustaka yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkaji sumber pustaka mengenai

teori dasar yang digunakan peneliti sebagai landasan dalam pengembangan

media buku bergambar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

107
pada siswa kelas V. Pada penelitian ini hasil dari studi pustaka telah

dijabarkan pada BAB II sebagai kajian pustaka.

Tahapan selanjutnya adalah melakukan studi kurikulum di SDN

Pendowo 2, SDN Klepu, dan SDN Badran 2. Ketiga sekolah yang

digunakan untuk penelitian menggunakan kurikulum 2013 edisi revisi 2017.

Berdasarkan analisis silabus kelas V terdapat muatan materi IPS yang paling

sesuai terhadap kebutuhan media yang menarik. Muatan materi IPS tersebut

terdapat pada Tema 7 Peristiwa dalam Kehidupan yang membahas

mengenai mata pelajaran IPS materi Masa Perjuangan Bangsa Indonesia.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilaksanakan dengan need assessment dari masalah

serta kebutuhan di sekolah. Need asesmen didapatkan dari wawancara guru

maupun siswa, observasi pembelajaran, dan kajian literatur mengenai

kemampuan berpikir kritis IPS siswa kelas V.

1) Hasil Wawancara

Wawancara dilaksanakan pada guru kelas dan siswa V SDN

Pendowo 2, SDN Klepu, dan SDN Badran 2. Wawancara dilakukan pada

bulan September 2022. Berdasarkan wawancara tersebut diperoleh

informasi bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah sudah

diupayakan dengan baik, namun, antusias siswa tidak dapat ditingkatkan

terutama pada mata pelajaran IPS.

Persepsi guru mengenai kemampuan berpikir kritis siswa yang

diampu beragam. Sebagian besar guru berpendapat bahwa siswa kelas V

108
sudah bisa mendalami soal dengan kesulitan yang tinggi. Meskipun

demikian di lapangan, siswa terbuai oleh soal dan buku yang kurang

memfasilitasi peningkatan kemampuan berpikir kritis tersebut. Guru SD

Klepu menuturkan bahwa siswa kelas 5 yang diampunya hanya dua

sampai tiga orang yang dapat mengerjakan soal tingkat tinggi atau HOTS

dengan benar.

Wawancara yang dilakukan dengan guru kelas memberikan

gambaran bahwa kemampuan analisis siswa dapat didukung dengan media

pembelajaran. Media pembelajaran tersebut akan membantu siswa untuk

lebih memahami peristiwa yang terjadi dalam materi IPS. Meskipun buku

merupakan media yang cocok untuk melatih kemampuan berpikir kritis

siswa, guru juga menuturkan bahwa sebagian besar siswa tidak tertarik

dengan materi yang menuntut mereka untuk menghafal karena siswa

hanya diberikan buku teks yang kurang pengemasan yang baik hal ini juga

dapat menjadi penghambat siswa untuk mengembangkan kemampuannya

karena tampilan buku yang kurang menarik minat mereka.

Selain wawancara dengan guru, siswa juga melakukan wawancara.

Sebagian siswa menuturkan bahwa siswa lebih menyukai buku dengan

gambar menarik dan unik. Bilamana dipenuhi oleh teks, minimal ada

gambar yang menarik siswa untuk bisa mengimajinasikan materi IPS.

Media yang terbatas untuk penyampaian materi juga membuat siswa

semakin tidak tertarik dengan pembelajaran IPS.

109
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SD Pendowo 2

menyebutkan bahwa karakteristik siswa yang diampunya memiliki gaya

belajar visual. Gaya belajar visual dibuktikan dengan siswa senang belajar

dengan gambar gambar sebagai contoh. Guru SD Klepu juga menuturkan

hal serupa. Kebanyakan dari siswa yang diampunya memiliki karakteristik

dengan gaya belajar visual.

Berdasarkan beberapa hasil wawancara tersebut, maka hasil dari

wawancara dengan guru dan siswa adalah, guru memiliki persepsi bahwa

peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat difasilitasi dengan media

pembelajaran dengan buku materi yang dikemas dan dikembangakan

dengan menarik, media buku tersebut harus menarik dan sesuai dengan

kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik gaya belajar visual dengan

penambahan gambar gambar untuk membantu siswa dalam analisis.

Penggunaan buku materi bergambar tersebut diharapkan dapat

memberikan sumbangsih dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa SD kelas V di Kecamatan Kranggan.

2) Hasil Observasi

Observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran pada siswa

dan guru. Kegiatan observasi lapangan dilakukan pada bulan September

2022 di SDN Pendowo 2, SDN Klepu, SDN Badran 2. Kegiatan observasi

didapatkan hasil bahwa siswa memiliki keterbatasan saat melakukan

pembelajaran.

110
Siswa mengalami kendala pemahaman mengenai materi dengan

unsur kemampuan berpikir kritis. Kendala tersebut terlihat ketika siswa

melaksanakan proses belajar. Sebagian siswa asyik bermain sendiri,

melamun, mengganggu teman, pasif di kelas saat diberikan stimulus,

tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa terlihat tidak

tertarik pada pelajaran IPS ketika guru menyampaikan materi IPS siswa

terlihat mengantuk dan hanya bermain dengan alat tulisnya. Permasalahan

permasalahan tersebut menyebabkan sulitnya kemampuan berpikir kritis

dapat meningkat. Kendala tersebut menjadi hambatan dalam belajar,

hambatan belajar dapat dilihat dari perilaku yang menggambarkan

hambatan belajar. Misalnya, hasil belajar yang rendah tidak sepadan

dengan usaha. Indikasi hambatan belajar diwujudkan langsung dalam

bentuk perilaku (Hariyani et al., 2022).

Siswa tidak biasa dihadapkan pada materi kemampuan berpikir

kritis karena siswa biasa disajikan pembelajaran dengan metode hafalan

yang banyak dengan text book. Hal ini terlihat jelas di lapangan saat guru

mengajar, siswa hanya di hadapkan pada satu pegangan buku pemerintah

yaitu terbatas hanya buku tematik saja dan kurangnya stimulus dari soal

yang tidak terpaku dalam hots. Pembiasaan penggunaan soal HOTS

penting bagi pertumbuhan kognitif pada siswa.

Kesulitan memahami materi dengan tingkat analysis dan

penalaran. Pada hasil observasi ini, kemampuan siswa dapat dilihat dari

hasil belajar yang dimiliki oleh guru. Pada soal soal tertentu dengan

111
penalaran tinggi siswa nilai siswa rendah. 75% dari total siswa belum

mencapai target nilai hasil belajar.

Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa anak kurang antusias

dalam belajar ditandai dengan hambatan di kelas yang berakibat pada

kurangnya kemampuan berpikir kritis pada anak. Kurangnya media dan

kurangnya interaksi antara guru dan siswa juga menjadi perhatian dalam

pembelajaran IPS. Hasil observasi juga menunjukkan kurangnya fasilitas

pojok baca di kelas yang kurang memfasilitasi kemampuan abad 21 yaitu

kemampuan berpikir kritis.

3) Hasil Kajian Literatur

Hasil analisis kajian literatur dokumen guru maka diketahui pada

materi IPS nilai-nilai siswa di bawah KKM. Dalam keseharian pun

terdapat beberapa siswa yang tidak mengumpulkan tugas IPS. Nilai ujian

semester yang mencangkup soal berpikir kritis nilai siswa rendah.

2. Pengembangan Produk Awal

Pada tahap pengembangan produk awal yang akan dilaksanakan adalah

membuat prototype produk media buku bergambar. Langkah langkah dalam

pengembangan produk awal yaitu :

a. Merumuskan Tujuan Penelitian

Tahap ini berfungsi untuk merumuskan tujuan penelitian dan

pengembangan produk media yaitu membuat media buku bergambar

materi perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan yang layak

dan efektif untuk siswa kelas V. Produk yang dikembangkan tersebut

112
merupakan media buku bergambar berupa teks narasi dan ilustrasi

sebagai pendukung teks yang bermuatan materi sejarah perjuangan

sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan.

b. Menganalisis Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 di Sekolah

Dasar

Tahapan kedua adalah peneliti menganalisis Standar Kompetensi

Lulusan Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator pembelajaran

muatan IPS kelas V sekolah dasar pada kurikulum 2013.

c. Mengidentifikasi Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Tahapan ini peneliti mengidentifikasi indikator kemampuan

berpikir kritis siswa kelas V yang bertujuan untuk pengembangan media

agar efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

d. Mengumpulkan Sumber Materi

Pada tahap ini diawali dengan langkah mengumpulkan sumber

materi terlebih dulu ditentukan materi dengan cara diskusi bersama dosen

pembimbing, teman sejawat, maupun guru. Hal ini dilakukan guna

mengetahui ketepatan media yang dikembangkan dengan kebutuhan

meningkatkan kemampuan berpikir kritis kelas V di lapangan.

Selanjutnya komponen yang digunakan untuk pengmbangan produk

media buku bergambar adalah materi sejarah di buku siswa kelas V SD,

materi perjuangan sebelum, saat, dan setelah kemerdekaan dari sumber

terpercaya dan gambar yang sesuai sebagai pendukung penyampaian

materi.

113
e. Membuat Draf Rancangan Media Buku Bergambar dan Instrumen

Penelitian

Tahapan ini adalah dengan menyusun draf rancangan media yang

dikembangkan dan instrumennya, instrumen pada penelitian ini yaitu

instrumen penilaian produk oleh ahli materi dan ahli media, skala respon

guru dan siswa, soal pretest dan posttest kemampuan berpikir kritis kelas

V materi IPS.

f. Merencanakan Pelaksanaan Uji Coba Produk

Terdapat beberapa tahapan dalam uji coba produk. Peneliti

meminta izin dan dukungan dari sekolah agar penelitian berjalan dengan

baik tanpa mengganggu pembelajaran dengan bermusyawarah bersama

kepala sekolah dan guru kelas V yang digunakan untuk uji coba. Uji coba

dilaksanakan di SDN Pendowo 1, SDN Pendowo 2, SDN Pendowo 3,

SDN Badran 1, SDN Badran 2, dan SDN Bengkal 2.

3. Pengembangan Produk Buku Bergambar

a. Pengembangan Produk

Mengacu pada hasil studi pendahuluan maka tahap ini adalah

dengan membuat draf produk media buku bergambar. Materi yang

dikembangkan pada media ini yaitu perjuangan sebelum, saat, dan

sesudah kemerdekaan di Indonesia yang berpedoman pada kurikulum

2013.

114
1) Pengembangan Produk

Media buku bergambar materi perjuangan sebelum, saat,

dan sesudah kemerdekaan Indonesia didesain menggunakan

aplikasi Corel Draw x7. Pada tahap pengembangan media buku

bergambar perjuangan sebelum, saat, dan setelah kemerdekaan

secara garis besar sebagai berikut:

a) Mengacu pada silabus kurikulum 2013 pada kelas V Tema 7,

peneliti menentukan materi sesuai dengan materi IPS kelas V.

b) Materi yang dipilih kemudian dirancang dalam bentuk narasi

dengan menambahkan ilustrasi.

c) Dalam proses pembuatan ilustrasi dan layout sesuai dengan alur

materi dengan bantuan seorang ilustrator.

d) Ilustrasi yang dirancang disesuaikan dengan materi yang

disampaikan.

e) Draft media buku bergambar materi perjuangan sebelum, saat,

dan sesudah kemerdekaan dicetak dengan ukuran A5

menggunakan kertas ivory tebal 250 gr untuk cover dan ivory 150

gr untuk isi.

2) Produk Awal

Media buku bergambar tersebut terdiri dari 36 halaman

beberapa bagian dalam medianya antara lain:

a) Cover/Sampul

115
Gambar 4 Sampul Depan
Sampul media buku bergambar materi masa

perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan Indonesia

didesain semenarik mungkin sesuai dengan karakteristik siswa

kelas V.

b) Pembatas antar materi

116
Gambar 5 Pembatas Materi
c) Isi materi

Isi cerita memuat muatan pelajaran IPS dengan materi masa

perjuangan sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan.

Gambar 6 Halaman isi

d) Profil Penulis dan Ilustrator

117
Gambar 7 Halaman Profil Penulis Dan Ilustrator

b. Validasi Media Oleh Ahli

Pada tahap validasi media buku bergambar dilakukan setelah

sesuai mengembangkan draf produk. Validasi oleh ahli yang kompeten

pada bidangnya yaitu:

1) Validasi Ahli Materi

Tahapan validasi ahli materi dilakukan oleh bapak Dr.

Sudrajad, M.Pd yang merupakan salah satu dosen Ilmu Pendidikan

Social, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Ahli

materi menilai dengan mengisi skala penilaian untuk mengukur

kelayakan produk media buku bergambar. Hasil penilaian dikonversi

dengan penilaian kelayakan media untuk mengetahui kelayakan, dan

saran digunakan untuk melakukan perbaikan.

Pengembangan media tersebut dikatakan layak jika minimal

mendapat skor antara 51 sampai atau sama dengan 63 yaitu minimal

kategori “layak”. Jika skor media yang didapatkan dari ahli materi

belum memenuhi kriteria yang layak, maka media dilakukan

perbaikan sampai mendapat skor minimal dan minimal kategori

layak. Hasil penilaian yang dilakukan ahli materi antara lain :

Tabel 18 Hasil Validasi Ahli Materi


No Indikator Jumlah skor
1. Legalitas 6
2. Norma 6
3. Materi/Substansi 26
4. Bahasa 14
5. Penyajian 12

118
No Indikator Jumlah skor
Jumlah Skor 64
Skor Maksimal 75
Nilai A
Kategori Sangat Layak

Pada tabel di atas adalah data hasil penilaian validasi yang

dilakukan ahli materi terhadap produk media buku bergambar.

Berdasarkan indikator materi secara keseluruhan mendapatkan skor

64. Skor tersebut apabila dikonversikan mendapat nilai A dengan

kategori “Sangat Layak”. Mengacu pada penilaian oleh ahli materi

diatas, maka media yang dikembangkan tersebut sudah layak

digunakan siswa dan guru dalam pembelajaran di kelas V SD dengan

tambahan beberapa saran. Ahli materi memberikan saran tersebut

antara lain:

a) Buku ajar mestinya menggunakan buku referensi: Sejarah

Nasional Indonesia Jilid 1-6 atau bisa menggunakan Indonesia

dalam Arus Sejarah 1-8

b) Menambahkan sumber di bawah gambar yang disajikan.

2) Validasi Ahli Media

Tahap validasi ahli media dilaksanakan oleh Dr. Supatinah,

S.Pd, M.Hum yang merupakan salah satu dosen Program Magister

Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri

Yogyakarta. Ahli media menilai dengan mengisi skala penilaian untuk

mengukur kelayakan produk media buku bergambar. Hasil penilaian

119
dikonversi penilaian kelayakan media untuk mengetahui kelayakan,

dan saran yang digunakan untuk melakukan perbaikan.

Pengembangan media tersebut dikatakan layak jika minimal

mendapat skor 47,6 sampai atau sama dengan 58,8 yaitu minimal

kategori “Layak”. Jika skor media yang didapatkan ahli media

belum memenuhi kriteria yang layak, maka media tersebut

dilakukan perbaikan sampai mendapatkan skor minimal dan

minimal kategori layak. Hasil penilaian yang dilakukan ahli media

antara lain:

Tabel 19 Hasil Validasi Ahli Media


No Indikator Jumlah skor

1. Desain Sampul Buku 16


2. Desain Isi/ Halaman Buku 27
3. Fisik Buku 17
Jumlah Skor 60
Skor Maksimal 70
Nilai A
Kategori Sangat Layak

Tabel di atas adalah data hasil penilaian validasi yang

dilaksanakan oleh ahli media terhadap produk media buku

bergambar. Berdasarkan indikator media secara keseluruhan

mendapatkan skor 60. Skor tersebut apabila dikonversikan

mendapat nilai A kategori “Sangat Layak” . Mengacu pada penilaian

oleh ahli media diatas, maka media yang dikembangkan tersebut

sudah layak digunakan siswa dan guru dalam pembelajaran di kelas

120
V SD dengan tambahan beberapa saran. Ahli media memberikan

saran tersebut antara lain:

a) Mengubah tampilan buku dengan menambahkan alur cerita

sehingga tidak membosankan karena terdapat banyak teks.

b) Penggunaan font sebaiknya menggunakan Andika New

Basic.

c) Mengubah warna background lebih cerah agar menarik.

4. Hasil Uji Coba Produk

Tahapan uji coba produk merupakan sebuah uji media yang

dikembangkan ke beberapa sekolah. Siswa dan guru SDN Bengkal

melaksanakan uji coba lapangan awal, serta siswa dan guru SDN Badran 2

dan SDN Pendowo 1 melaksanakan uji coba lapangan utama. Sedangkan

siswa dan guru dari SDN Pendowo 2, SDN Pendowo 3, dan SDN Badran

melaksanakan uji operasional.

Pada tahap uji coba lapangan awal dan uji coba lapangan utama

dilaksanakan untuk mendapatkan informasi dari respon siswa dan guru

terhadap produk media pembelajaran Lorong Waktu Nusantara. Melalui

respon yang diberikan yaitu berupa saran dapat digunakan sebagai

pertimbangan dalam perbaikan media tersebut. Uji operasional yang

dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas media

pembelajaran Lorong Waktu Nusantara.

121
5. Hasil Uji Coba Lapangan Awal

Uji coba lapangan awal dilaksanakan di SDN Bengkal 2 dengan

melibatkan siswa kelas V dan guru wali kelas. Responden pada uji coba

awal ini sebanyak 19 siswa dengan karakteristik heterogenitas siswa

meliputi siswa dengan kemampuan tinggi, rendah, sedang, dan rendah

serta seluruh gender yaitu laki-laki dan perempuan.

Pada uji coba ini guru dan para siswa melaksanakan pembelajaran

tematik materi sejarah menggunakan media Lorong Waktu Nusantara

yang dikembangkan. Selanjutnya para siswa dan guru mengisi skala

respon berdasarkan pengalaman mereka. Pada tahapan ini data yang

diperoleh melalui skala respon yang dihimpun untuk memperoleh saran

dari siswa dan guru.

a. Data Angket Respon Guru

Data yang dihasilkan dari angket respon guru menjadi

pertimbangan peneliti dalam memperbaiki media Lorong Waktu

Nusantara. Pada tabel dibawah ini ditunjukkan data hasil skala

responden guru pada tahap uji coba lapangan awal.

Tabel 20 Data Hasil Angket Respon Guru pada Uji Coba Lapangan
Awal.
No Indikator Skor Nilai Kategori

1. Tampilan 27 B Baik
2. Materi 20 B Baik
3. Kebermanfaatan 7 B Baik
Jumlah Skor 54 B Baik

122
Pada tabel diatas, indikator tampilan media memperoleh skor

27. Indikator materi memperoleh skor 20, sedangkan pada indikator

kebermanfaatan memperoleh skor 7. Dan skor total memperoleh nilai

54. Dari semua skor mendapatkan nilai B dan termasuk kategori “Baik”

berikut adalah diagram hasil skala respon guru pada uji coba lapangan

awal.

Hasil Respon Guru Uji Coba Lapangan


Awal
55
Skor Perolehan Respon…
54
53
52
Skor Minimal
51
50
49
1
Series1 51
Series2 54

Gambar 8. Hasil Angket Respon Guru Tahap Uji Coba Lapangan


Awal
Mengacu pada gambar diagram batang di atas skor total yang

diperoleh guru mencapai 54 dengan nilai B berkategori “Baik” skor yang

diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan skor minimal yaitu 51 sesuai

rumus konversi skor. Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa

media Lorong Waktu Nusantara sudah layak dan dapat digunakan

sebagai media pembelajaran sejarah di kelas V sekolah dasar.

Meskipun telah layak digunakan, namun guru memberikan

beberapa masukan diantaranya pada buku Lorong Waktu belum

menyertakan petunjuk penggunaan buku. Saran dari guru tersebut

123
dijadikan bahan perbaikan sebelum dilanjutkan pada tahap uji coba

lapangan utama.

b. Data Angket Respon Siswa

Data angket respon siswa juga menjadi pertimbangan peneliti

dalam memperbaiki media Lorong Waktu Nusantara. Pada tabel 23

ditunjukan data hasil skala respon siswa pada tahap uji coba lapangan

awal sebagai berikut.

Tabel 21 Data Hasil Angket Respon Siswa pada Uji Coba Lapangan
Awal.
No Indikator Skor Rata-rata Nilai Kategori

1. Tampilan 54 2,84 B Baik


2. Materi 39 2,05 B Baik
3. Kebermanfaatan 57 3 A Sangat Baik
Jumlah Skor 150 7,89 B Baik

Pada tabel diatas, indikator tampilan media memperoleh rerata

skor 2,84, indikator materi memperoleh 2,05, sedangkan pada indikator

kebermanfaatan memperoleh skor 3, dan skor total memperoleh nilai

7,89. Dari semua skor mendapat nilai B dengan kategori “Baik” kecuali

pada indikator kebermanfaatan dengan nilai A dalam kategori “Sangat

Baik”. Berikut adalah diagram hasil angket respon siswa pada uji coba

lapangan awal:

124
Hasil Respon Siswa Uji Coba Lapangan
Awal
9 Skor Perolehan Respon Siswa
8
7 Skor Minimal
6
5
4
3
2
1
0
1
Series1 6
Series2 7,89

Gambar 9. Hasil Angket Respon Siswa Tahap Uji Coba Lapangan Awal
Mengacu pada gambar diagram di atas skor total yang diperoleh

siswa mencapai 7,89 dengan nilai B “Baik”. Skor yang diperoleh lebih

tinggi dibandingkan skor minimal yaitu 6 sesuai rumus konversi skor. Dari

data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa media Lorong Waktu Nusantara

sudah layak dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran sejarah di

kelas V sekolah dasar.

Selanjutnya para siswa juga memberikan apresiasi diantaranya buku

dengan judul Lorong Waktu Nusantara menarik karena gambar-gambarnya

menarik. Komentar berupa saran dan masukan daripara siswa tersebut tentu

menjadi bahan revisi sebelum dilanjutkan pada tahap uji coba lapangan

utama.

6. Hasil Uji Coba Lapangan Utama


Uji coba lapangan utama dilaksanakan di SDN Pendowo 1 dan SDN

Badran dengan melibatkan guru dan masing-masing siswa berjumlah 22

siswa dan 14 siswa. Pemilihan responden pada uji coba lapangan utama telah

125
melibatkan semua jenis kelamin baik siswa perempuan dan siswa laki-laki

dan didukung oleh karakteristik siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah.

Pada uji lapangan utama siswa dan guru melaksanakan pembelajaran

menggunakan media Lorong Waktu Nusantara pada pembelajaran dengan

muatan IPS. Selanjutnya para siswa dan guru memberikan penilaian dan

komentarnya melalui skala respon siswa dan guru. Penilaian dan komentar

yang diperoleh selanjutnya menjadi catatan perbaikan media Lorong Waktu

Nusantara yang dikembangkan, berikut data hasil skala respon siswa dan guru

pada uji coba lapangan utama.

a. Data Angket Respon Uji Coba Lapangan Utama

Data yang dihasilkan dari angket respon guru menjadi

pertimbangan peneliti dalam memperbaiki media Lorong Waktu

Nusantara. Pada tabel 24 ditunjukkan data hasil angket responden guru

pada tahap uji coba lapangan utama.

Tabel 22. Tabel Respon Guru Tahap Uji Coba Lapangan Utama
No Indikator Skor Nilai Kategori

Guru 1
1. Tampilan 29 B Baik
2. Materi 21 B Baik
3. Kebermanfaatan 12 A Sangat Baik
Jumlah Skor 61 B Baik
Guru 2
1. Tampilan 33 A Sangat Baik
2. Materi 20 B Baik
3. Kebermanfaatan 13 A Sangat Baik
Jumlah Skor 66 A Sangat Baik

126
Pada tabel diatas, berdasarkan respon guru 1 terhadap media

yang dikembangkan adalah indikator tampilan media memperoleh

skor 29 dengan nilai B pada kategori “Baik”, indikator materi media

memperoleh skor 21 dengan nilai B pada kategori “Baik”, indikator

kebermanfaatan media memperoleh skor 12 dengan nilai “Sangat

Baik”, dan skor total memperoleh nilai 61 dengan nilai B pada

kategori “Baik”. Sedangkan, respon guru 2 lebih tinggi

dibandingkan guru 1. Respon guru 2 terhadap media yang

dikembangkan adalah indikator tampilan memperoleh skor 33

dengan nilai A pada kategori “Sangat Baik”, indikator materi media

memperoleh skor 20 dengan nilai B kategori “Baik”, indikator

kebermanfaatan memperoleh skor 13 dengan nilai A pada kategori

“Sangat Baik”, dan skor total memperoleh nilai 66 dengan nilai A

pada kategori “Sangat Baik”. Berikut adalah diagram angket respon

Guru pada uji coba lapangan utama:

Hasil Respon Guru Uji Coba Lapangan


Utama
Skor Respon Guru 2
70 Skor Respon…
60 Skor Minimal
50
40
30
20
10
0
1
Series1 51
Series2 62
Series3 66
Gambar 10. Hasil Angket Respon Guru Tahap Uji Coba Lapangan
Utama

127
Mengacu pada gambar diagram di atas skor total yang diperoleh

guru 1 mencapai 62 dengan nilai B berkategori baik dan guru 2

mencapai 66 dengan nilai A berkategori sangat baik. Kedua skor yang

diperoleh lebih tinggi dibandingkan skor minimal yaitu 51 sesuai rumus

konversi skor. Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa media

Lorong Waktu Nusantara sudah kayak dan dapat digunakan sebagai

media pembelajaran sejarah di kelas V sekolah dasar.

Guru 1 memberikan apresiasi yaitu materi sudah sesuai, gambar

menarik sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar. Sedangkan

guru 2 memberikan apresiasi karena media yang ditampilkan menarik

dan inovatif serta kreatif untuk bahan bacaan anak karena dapat menjadi

bacaan referensi siswa di sudut baca. Apresiasi dari guru tersebut

menandakan bahwa buku media Lorong Waktu Nusantara dapat

dilanjutkan ke tahap uji coba lapangan operasional.

b. Data Angket Respon Siswa Uji Coba Lapangan Utama

Data yang dihasilkan dari angket respon siswa menjadi

pertimbangan peneliti dalam memperbaiki media Lorong Waktu

Nusantara. Responden pada uji coba ini yaitu 20 siswa dari SDN

Pendowo 1 dan 20 Siswa dari SDN Badran 2. Pada tabel 28 ditunjukkan

data hasil angket responden siswa pada tahap uji coba lapangan utama

sebagai berikut:

128
Tabel 23. Respon Siswa Tahap Uji Coba Lapangan
No Indikator Skor Rata-rata Nilai Kategori

1. Tampilan 141 3,92 A Sangat Baik


2. Materi 102 2,83 A Sangat Baik
3. Kebermanfaatan 107 2,97 A Sangat Baik
Jumlah Skor 350 9,72 A Sangat Baik

Pada tabel diatas, rerata setiap indikator memiliki nilai A

pada kategori sangat baik. indikator tampilan media memperoleh

skor 3,92, indikator materi dengan skor 2,83, indikator

kebermanfaatan memperoleh skor 2,97, dan skor total memperoleh

nilai 9,72. Berikut adalah diagram hasil angket respon siswa pada

uji coba lapangan awal:

Hasil Respon Siswa Uji Coba


Lapangan Utama
12 Skor Respon
Siswa
10
8
Skor Minimal
6
4
2
0
1
Series1 6
Series2 9,72

Gambar 11. Hasil Skala Respon Siswa Tahap Uji Coba Lapangan
Utama
Mengacu pada gambar diagram di atas skor total yang diperoleh

siswa mencapai 9,72 dengan nilai A berkategori sangat baik. Skor yang

diperoleh lebih tinggi dibandingkan skor minimal yaitu 6 sesuai rumus

konversi skor. Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa media

129
Lorong Waktu Nusantara sudah layak dan dapat digunakan sebagai

media pembelajaran sejarah di kelas V sekolah dasar.

7. Hasil Uji Coba Lapangan Operasional

Uji lapangan operasional merupakan tahapan akhir uji coba dengan

tujuan untuk mendapatkan informasi keefektifan media yang telah

dikembangkan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas V sekolah

dasar. Pelaksanaan uji lapangan operasional setelah media yang

dikembangkan sudah diperbaiki.

Pada tahapan ini melibatkan 2 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol.

Kelas eksperimen 1 adalah siswa kelas V di SDN Pendowo 2 dan siswa

kelas V di SDN Pendowo 3 yang terdiri masing masing adalah 20 siswa,

sedangkan kelas kontrol adalah siswa kelas V SDN Badran 1. Pada kelas

eksperimen, pembelajaran menggunakan media Lorong Waktu Nusantara,

sedangkan kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan seperti biasa dengan

buku siswa.

Uji operasional dilakukan dalam tiga tahapan sesuai Rencana

Pelaksaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Tahapan pertama yaitu

memberikan pretest kemampuan berpikir kritis pada semua kelas. Pada uji

pretest memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai

kemampuan berpikir kritis siswa awal sebelum pembelajaran dimulai. Pada

tahapan kedua adalah pemberian uji posttest kemampuan berpikir kritis

pada semua kelas. Pada uji posttest memiliki tujuan untuk mendapatkan

130
informasi mengenai kemampuan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan

pembelajaran baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Data data yang dihasilkan di uji lapangan operasional adalah hasil

tes kemampuan berpikir kritis sebelum dan sesudah pembelajaran.

Penjelasan hasil uji lapangan operasional pada penelitian ini antara lain:

a. Hasil Data Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sebelum

Pembelajaran

Siswa mengerjakan soal pretest sebelum pembelajaran hal ini

bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan awal

peserta didik sebelum melaksanakan pembelajaran. Berikut merupakan

tabel kemampuan awal siswa dari ketiga sekolah pada uji coba operasional

utama.

Tabel 24. Tabel Hasil Rerata Pretest Kemampuan Berpikir Kritis


No. Kelas Nilai Rata- Rata Pretest
1. Kontrol 61
2. Eksperimen I 57
3. Eksperimen II 63

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kemampuan awal siswa

dilihat dari nilai pretest secara berturut turut adalah kelas kontrol mendapat

nilai rata rata sebesar 61, kelas eksperimen I mendapat nilai skor sebanyak

57, dan kelas eksperimen II mendapatkan nilai skor sebanyak 63.

131
Berdasarkan data tersebut akan lebih mudah dilihat tingkat kemampuan

awal siswa pada diagram sebagai berikut:

Pretest Kemampuan Berpikir Kritis


Siswa
64 Eksperimen II
62 Kontrol
60
58 Eksperimen I
56
54
1
Series1 61
Series2 57
Series3 63

Gambar 12. Perbandingan Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kritis


Siswa
Berdasarkan gambar 11 nampak bahwa kelas eksperimen I

menempati urutan terendah dalam hasil tes kemampuan awal pada

kemampuan berpikir kritis, disusul oleh kelas kontrol pada urutan kedua

dan urutan tertinggi hasil pretest terlihat pada kelas eksperimen II.

b. Hasil Data Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sesudah

Pembelajaran

Siswa mengerjakan soal posttest sesudah pembelajaran hal ini

bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan peserta

didik setelah melaksanakan pembelajaran. Berikut merupakan tabel

kemampuan siswa dari ketiga sekolah pada uji coba operasional utama.

Tabel 25. Tabel Hasil Rerata Posttest Kemampuan Berpikir Kritis


No. Kelas Nilai Rata- Rata Posttest
1. Kontrol 69
2. Eksperimen I 75
3. Eksperimen II 84

132
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kemampuan siswa

dilihat dari nilai posttest secara berturut turut adalah kelas kontrol

mendapat nilai rata rata sebesar 69, kelas eksperimen I mendapat nilai

skor sebanyak 75, dan kelas eksperimen II mendapatkan nilai skor

sebanyak 84. Berdasarkan data tersebut akan lebih mudah dilihat tingkat

kemampuan siswa pada diagram sebagai berikut:

Posttest Kemampuan Berpikir


Kritis Siswa Eksperimen
Eksperimen II
90 I
80 Kontrol
70
60
50
40
30
20
10
0
1
Series1 69
Series2 75
Series3 84

Gambar 13. Perbandingan Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kritis


Siswa
Berdasarkan gambar 12 nampak bahwa kelas kontrol menempati

urutan terendah dalam hasil posttest pada kemampuan berpikir kritis,

disusul oleh kelas eksperimen I pada urutan kedua dan urutan tertinggi

hasil pretest terlihat pada kelas eksperimen II.

c. Hasil Data Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sebelum dan

Sesudah Pembelajaran

Siswa mengerjakan soal pretest dan posttest pada saat sebelum

dan sesudah pembelajaran hal ini bertujuan untuk mendapatkan

133
informasi mengenai efektivitas media Lorong Waktu Nusantara yang

dikembangkan pada kemampuan peserta didik. Soal yang dikerjakan

memiliki jumlah soal yang sama yaitu 9 butir soal dan memiliki tingkat

yang sama. Efektivitas media tersebut terhadap kemampuan berpikir

kritis siswa kelas V dilihat melalui hasil perolehan nilai pretest dan

posttest. Berikut merupakan tabel kemampuan siswa dari ketiga sekolah

pada uji coba operasional utama.

Tabel 26. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis


No. Kelas Nilai Rata- Rata Kenaikan Gain Kriteria
Pretest Posttest score Score
1. Kontrol 61 69 8 0,205 Rendah
2. Eksperimen I 57 75 18 0,418 Sedang
3. Eksperimen II 63 84 21 0,567 Sedang

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan nilai rata rata pretest

yang dilakukan sebelum pembelajaran di kelas kontrol dengan

menggunakan buku siswa tema 7 Peristiwa dalam Kehidupan

mengalami kenaikan rerata skor sebanyak 8 angka dengan nilai Gain

Score rendah senilai 0,205. hasil menunjukkan nilai rata rata

sebelum dan sesudah pembelajaran tersebut diketahui terdapat

peningkatan nilai.

Hasil nilai pada kelas eksperimen 1 menunjukkan nilai rata

rata pretest yang dilakukan sebelum pembelajaran dan nilai posttest

sesudah pembelajaran dengan menggunakan media buku Lorong

Waktu Nusantara mengalami kenaikan rerata skor sebanyak 18

angka dengan nilai Gain Score senilai 0,418 dengan kriteria sedang.

134
hasil menunjukkan nilai rata rata sebelum dan sesudah pembelajaran

tersebut diketahui terdapat peningkatan nilai.

Hasil nilai pada kelas eksperimen II menunjukkan nilai rata

rata pretest yang dilakukan sebelum pembelajaran dan nilai posttest

sesudah pembelajaran dengan menggunakan media buku Lorong

Waktu Nusantara mengalami kenaikan rerata skor sebanyak 21

angka dengan nilai Gain Score senilai 0,567 dengan kriteria sedang.

hasil menunjukkan nilai rata rata sebelum dan sesudah pembelajaran

tersebut diketahui terdapat peningkatan nilai. Peningkatan hasil

kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol, eksperimen I,

eksperimen II, dapat dilihat pada diagram berikut ini:


Hasil Pretest dan Posttest
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kontrol Eksperimen 1 Eksperimen II

pretest post test

Gambar 14. Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan


Berpikir Kritis Siswa
Berdasarkan gambar 13 nampak peningkatan hasil nilai

kemampuan berpikir kritis pada kelas kontrol maupun kelas

eksperimen I dan II. Peningkatan hasil nilai rata rata kelas kontrol

lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil rata rata kelas

135
eksperimen I maupun kelas eksperimen II. Mengacu pada data

tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa

di kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II lebih tinggi

dibandingkan siswa pada kelas kontrol. Hal itu membuktikan bahwa

media Lorong Waktu Nusantara dengan kategori tingkat efektivitas

sedang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas

V.

8. Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai

keefektifan media Lorong Waktu Nusantara dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis. Analisis data tersebut dilakukan dengan

menggunakan bantuan aplikasi SPSS 25.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas diuji setelah data-data yang didapatkan dari uji

coba lapangan operasional kemudian dianalisis menggunakan SPSS.

Data hasil uji normalitas kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini

dapat diketahui dari tabel berikut:

Tabel 27. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis


Uji Normalitas
Shapiro-Wilk
Variabel Kelas
Statistic df Sig.
Eksperimen 1 .962 20 .575
Pretest Eksperimen 2 .956 20 .471
Kontrol .969 20 .730
Eksperimen 1 .937 20 .212
Posttest Eksperimen 2 .938 20 .218
Kontrol .967 20 .695
Lilliefors Significance Correction

136
Berdasarkan tabel output SPSS di atas menunjukkan bahwa atas

menunjukkan bahwa hasil dari uji normalitas pada hasil pretest dan

posters pada ketiga kelas menunjukkan nilai lebih dari nilai alpha 0,05.

Pada nilai normalitas pretest eksperimen 1 didapatkan hasil signifikansi

0,575 > 0.05. Hasil uji normalitas pada pretest eksperimen 2 juga

menunjukkan hasil melebihi 0,05 dengan nilai 0.471. Pada hasil uji

normalitas hasil pretest di kelas kontrol juga menunjukkan hasil lebih

dari 0,05 dengan nilai 0,730. Sama halnya dengan uji normalitas pada

uji posttest menunjukkan hasil uji kelas eksperimen 1, kelas eksperimen

2, dan kelas kontrol melebihi nilai alpha 0.05. Pada uji signifikan

posttest menunjukkan bahwa data dari kelas eksperimen 1 lebih besar

dari 0,005 senilai 0,212. Pada kelas eksperimen 2 dengan nilai

signifikansi sebesar 0,218 melebihi nilai alpha. Pada kelas kontrol

dengan nilai signifikansi sebesar 0,695 melebihi nilai alpha 0,005.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data kemampuan berpikir

kritis berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dihasilkan setelah data-data yang didapatkan

dari uji coba lapangan operasional kemudian dianalisis menggunakan

SPSS. Dari hasil uji homogenitas kemampuan berpikir kritis dapat

diketahui dari tabel dibawah ini.

Tabel 28. Tabel Output Uji Homogenitas


Uji Homogenitas
Levene df1 df2 Sig.
statistic

137
Kemampuan Based on mean .018 2 57 .982
Berpikir Kritis Based on Median .003 2 57 .997
Based on Median .003 2 55.623 .997
and with adjusted df
Based on trimmed .008 2 57 .992
mean

Mengacu dari tabel di atas menunjukkan bahwa uji homogenitas pada

signifikansi based on mean kemampuan berpikir kritis di ketiga kelas

tersebut yaitu kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol lebih

besar dari nilai alpha 0,05. Pada data based on mean menunjukkan hasil

signifikansi sebesar 0,982 melebihi nilai alpha 0.05 yang dapat diartikan

bahwa semua data homogen.

c. Uji t-Independen

Uji t-Independen merupakan uji hipotesis pada penelitian ini yang

bertujuan untuk mendapatkan informasi adanya perbedaan atau tidak adanya

perbedaan ketika siswa menggunakan media buku Lorong Waktu Nusantara

dan siswa di kelas kontrol yang tidak menggunakan media tersebut terhadap

kemampuan berpikir kritis.

Hipotesis dalam uji ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media buku Lorong

Waktu Nusantara dengan siswa yang tidak mengikuti pembelajaran

dengan menggunakan media Lorong Waktu Sejarah.

Ha : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan media buku Lorong Waktu

138
Nusantara dengan siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan media Lorong Waktu Sejarah.

Selanjutnya ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima jika nilai

signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0.05. Sedangkan jika nilai signifikansi

yang dihasilkan kurang dari 0,05 maka H0 ditolak.

Dasar pengambilan keputusan uji independent sample t-test adalah

jika nilai Sig. (2-tailed) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti

tidak ada perbedaan rata rata hasil belajar siswa antara kelompok Eksperimen

dan kelompok Kontrol. Namun, jika nilai Sig. (2-tailed) 0,05 maka H0

ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada perbedaan rata-rata hasil

kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil output SPSS pada uji independent sample t-test antara kelas

eksperimen 1 dan kelas kontrol akan terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 29. Hasil Output Uji Independent t-Test Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Kontrol
Independen Sampel Test
T-Test for Equality Of Means
t df Sig Mean Std. 95% Convidence
(2- Differen Error Interval of the
taile ce Differe Difference
d) nt Lower Upper
Kemampu Equal 2.81 38 .008 5.90000 2.0965 1.6557 10.144
an varianc 4 5 5 25
Berpikir e
Kritis assume
d
Equal 2.81 37.99 .008 5.90000 2.0965 1.6557 10.144
varianc 4 8 5 5 25
es not
assume
d

139
Berdasarkan tabel output independent sample test pada bagian equal

variances assumed diketahui nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,008 < 0,05, maka

sebagaimana dasar pengambilan keputusan dalam uji independent sample t-

test dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian

dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang signifikan atau yang nyata antara

rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen 1 dan

siswa pada kelompok kontrol. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V setelah mengikuti

pembelajaran menggunakan media Buku Lorong Waktu Nusantara sama hal

nya dengan kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol akan terlihat

melalui tabel berikut:

Tabel 30, Hasil Output Uji Independent t-Test Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Kontrol

Independen Sampel Test


T-Test For Equality Of Means
t df Sig Mean Std. 95% Convidence
(2- Differen Error Interval of the
taile ce Differe Difference
d) nt Lower Upper
Kemampu Equal 4.77 35 .000 11.3794 2.3845 6.5384 16.220
an varianc 2 1 6 9 33
Berpikir e
Kritis assume
d
Equal 4.78 34.45 .000 11.3794 2.3762 6.5526 16.206
varianc 9 6 1 7 0 22
es not

140
assume
d

Berdasarkan tabel output independent sample test pada bagian equal

variances assumed diketahui nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05, maka

sebagaimana dasar pengambilan keputusan dalam uji independent sample t-

test dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian

dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang signifikan atau yang nyata antara

rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen 2 dan

siswa pada kelompok kontrol. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V setelah mengikuti

pembelajaran menggunakan media Buku Lorong Waktu Nusantara.

9. Revisi Produk

a. Revisi Produk Ahli Media

Perbaikan media buku Lorong Waktu Nusantara berdasarkan saran

yang dilakukan oleh dosen ahli media terkait dengan sampul, pemilihan

warna, dan komposisi gambar serta alur dalam buku.

141
1) Pemilihan warna pada sampul kurang terang dan kurang menarik karena

warna terlalu kusam.

Sebelum direvisi Sesudah direvisi

Gambar 15. Revisi Ahli Media 1


Kemudian dilakukan perbaikan pada sampul tersebut. Warna pada

sampul sudah tidak menggunakan warna kusam biru, namun sudah

dikombinasikan dengan warna yang lebih cerah. Tulisan dengan latar hitam

sudah diganti dengan warna merah agar lebih mencolok. Dari segi judul

buku juga diganti agar lebih menarik dari awalnya “Perjuangan Menuju

Kemerdekaan” menjadi “Lorong Waktu Nusantara”. Tulisan “Media Buku

Bergambar” diganti dengan sasaran buku yaitu “Bacaan Kelas V SD”.

142
2) Diberikan alur cerita agar tidak monoton hanya materi.

Sebelum direvisi Sesudah direvisi

Gambar 16. Revisi Ahli Media 2

Selanjutnya di lakukan revisi dengan memberikan alur cerita agar

buku tidak teks book dan agar buku bergambar tidak monoton.

3) Font pada isi buku diganti dengan font andika basic agar lebih rapi dan

memberikan keterangan gambar pada setiap gambar.

Sebelum di revisi Sesudah di revisi


Gambar 17. Revisi Ahli Media 3

143
Selanjutnya dilakukan revisi dengan mengganti semua font isi

dengan menggunakan font andika basic lalu memberikan keterangan

gambar pada setiap gambar.

b. Revisi Produk dari Hasil Uji Lapangan Awal

Perbaikan media Buku Lorong Waktu Nusantara pada tahap uji

lapangan awal bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai aran siswa

maupun guru kelas V. Saran yang diberikan oleh guru adalah perlu

menambahkan lembar petunjuk pemakaian agar mempermudah siswa untuk

memahami buku tersebut.

144
Sebelum di revisi Sesudah di revisi

Gambar 18. Revisi Ahli Media 4

Selanjutnya dilakukan revisi pada buku sebelumnya hanya lembar

kosongan sisa lalu diganti dengan lembar petunjuk penggunaan buku.

B. Kajian Produk Akhir


1. Kajian Hasil Need Analysis

Mengacu pada hasil need assessment pada kajian produk akhir melalui

observasi dan wawancara, diperoleh data bahwa antusias dan kemampuan

berpikir kritis siswa tidak dapat ditingkatkan terutama pada mata pelajaran IPS.

Hal ini dipicu kurangnya media pembelajaran yang dapat membantu

kemampuan analisis yang didukung dengan media pembelajaran yang menarik.

Media pembelajaran yang cocok berdasarkan hasil wawancara untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah media pembelajaran yang

memuat gambar gambar yang unik. Gambar-gambar unik tersebut dapat

meningkatkan minat membaca pada siswa.

145
Hasil wawancara juga diperoleh informasi bahwa sebagian siswa

menuturkan bahwa ketertarikan pada buku yang berisi gambar menarik dan

unik membuat siswa lebih memperhatikan buku tersebut. Siswa menuturkan

bahwa mengamati gambar dengan ilustrasi yang menarik dapat meningkatkan

keingintahuan mengenai isi dari buku tersebut. Beberapa guru di sekolah yang

dijadikan objek need assessment tersebut menuturkan bahwa siswa sekolah

memiliki gaya belajar visual sehingga lebih menyukai kegiatan atau

pembelajaran dengan banyak animasi.

Hasil need assessment tidak hanya dilakukan dengan wawancara namun

juga dengan observasi di sekolah dasar. Berdasarkan hasil observasi. Siswa

sekolah kelas V mengalami kendala pemahaman mengenai materi dengan unsur

kemampuan berpikir kritis. Hal ini dikarenakan adanya banyak kendala salah

satunya siswa kurang antusias seperti halnya hasil wawancara, hasil observasi

menunjukkan kurangnya antusiasme siswa antara lain, saat pelajaran memasuki

kegiatan inti, siswa asyik bermain sendiri, melamun, menganggu teman, pasif

di kelas saat diberikan stimulus, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru. Siswa terlihat tidak tertarik pada pelajaran IPS ketika guru menyampaikan

materi IPS siswa terlihat mengantuk dan hanya bermain dengan alat tulisnya.

Terkait dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah menurut

pemaparan guru wali kelas, diperkuat dengan temuan saat observasi dilakukan.

Siswa mengalami kendala peningkatan kemampuan berpikir kritis rendah

dikarenakan siswa biasa disajikan pembelajaran dengan metode hafalan yang

banyak dengan teks. Selain itu, siswa hanya dihadapkan pada satu pegangan

146
buku pemerintah dan kurangnya menstimulasi dari soal yang mayoritas

terindeks HOTS.

Beberapa permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan penggunaan

media pembelajaran yang menarik. Salah satunya adalah penelitian Nur Aeni

(2018) temuan hasil observasi dan wawancara di SDN Rejodadi 01 Kec.

Cimanggu Kab. Cilacap terkait kemampuan berpikir kritis siswa, masih banyak

ditemukan jawaban sama ketika menjawab soal uraian. Sementara itu guru

mengeluhkan kurangnya media pembelajaran IPS untuk mengajarkan materi

sejarah perjuangan bangsa sehingga guru hanya melakukan pembelajaran

dengan meminta siswa untuk membaca dan menghafal nama peristiwa, tokoh,

tanggal, dan seterusnya kemudian guru hanya mengajar dengan membaca apa

yang ada di dalam buku yang sudah disediakan pemerintah setelahnya guru

memberikan soal dan siswa menjawab, maka selesailah pelajaran materi sejarah

perjuangan bangsa tersebut. Alhasil kurangnya proses belajar tersebut, siswa

menyatakan tidak senang dengan pelajaran IPS karena terlalu banyak hafalan,

membosankan, kurang menarik dan kurang menantang dan temuan di lapangan

ketika pembelajaran IPS adalah suasana kelas yang pasif, guru monoton, dan

siswa tidak fokus dan malah asyik bercerita dengan temannya (Aeni et al.,

2018). Berdasarkan kesamaan permasalahan, penggunaan media pembelajaran

ternyata dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hasil dari penelitian

Nur Aeni (2018) memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan

berpikir kritis pada siswa dengan penggunaan media pop up book pada kelas

eksperimen 82,86% sedangkan kelas kontrol 30% dengan uji-t dengan hasil

147
penggunaan media Pop Up Book memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kemampuan berpikir kritis.

Penelitian yang dilakukan di Thailand, berdasarkan evaluasi mengenai

kemampuan berpikir kritis, dari 6.235 siswa di sepuluh provinsi di Thailand,

nilai akhir rata-rata hanya 36,5%, dengan hanya 2,09% yang lulus ujian

kemampuan berpikir kritis (Rujivanarom, 2016). Padahal kemampuan berpikir

kritis memiliki peran penting dalam kemajuan perekonomian. Di Thailand,

kemampuan berpikir kritis dinyatakan sebagai pilar utama diantara tujuan

ekonomi baru berbasis pengetahuan (Jones & Pimde, 2017).

Bukti kontemporer pentingnya kemampuan berpikir kritis untuk

pekerjaan telah disediakan dari National Association of Colleges and Imployers

(NACE) pada tahun 2016 yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis

dalam aspek memecahkan masalah diberi peringkat penting oleh 144 pemberi

kerja yang telah melakukan survei (National Association of Colleges and

Employers, 2016). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh

oleh Bassaham Irwin, Nardoem dan Wallace (2013) yang menunjukkan bahwa

Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan berpikir

kritis yang ada dalam diri peserta didik yang akan mengarah ke pemikiran

tingkat tinggi (Bassaham et al., 2013). Hal ini juga sesuai dengan (Costa &

Kallick, 2014) yang menyatakan hal tersebut. Kemampuan berpikir kritis secara

konsisten dimasukkan dalam daftar hal penting di balik persiapan karir

pekerjaan. Pentingnya kemampuan berpikir kritis sangat krusial sehingga perlu

didukung dengan media yang dapat mendukung kemampuan tersebut.

148
Permasalahan serupa juga ditemukan pada penelitian Estheria

Finaningtyas Siwi (2021). Kurangnya ketersediaan buku sangat mempengaruhi

kecakapan berpikir tingkat tinggi dikarenakan oleh kemampuan berpikir yang

diarahkan dalam kegiatan belajar di sekolah dasar. Berdasarkan hasil

pengamatan dan wawancara yang dilakukan di SD Negeri 1 Purworejo pada

kelas IV, aktivitas pengajaran di kelas masih didominasi guru, sehingga belum

terintegrasi penuh pendekatan pengajaran yang berpusat pada siswa kelas IV

SD Negeri 1 Purworejo. Kebanyakan siswa lebih banyak menghafal, sehingga

konsep dari pelajaran IPA masih yang sifatnya pasif. Guru juga kurang

memahami konsep kemampuan berpikir kritis. Kenyataan yang ditemukan

tersebut, belum dikembangkan dengan baik kecakapan siswa untuk berpikir

kritis. Hasil responden dari 30 siswa, ada sekitar 21 siswa lebih senang

membaca atau belajar melalui buku cerita IPA bergambar karena siswa lebih

cepat memahami materi tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut,

didapatkan hasil bahwa pengembangan buku IPA bergambar tersebut

dinyatakan layak digunakan untuk pembelajaran. Selain itu, media buku ini

dapat mendorong siswa cepat tanggap dalam merespon pembelajaran dan dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD dalam pelajaran

IPA (Siwi & Setiawan, 2021).

Kebutuhan media pembelajaran yang cocok untuk peningkatan

kemampuan berpikir kritis, beberapa guru menuturkan bahwa media buku

dengan gambar gambar yang unik merupakan salah satu jawaban yang dapat

membantu meningkatkan minat membaca sehingga dapat mengasah anak untuk

149
memiliki kemampuan berpikir kritis. Tomkins (2015) mengindikasi bahwa

menggunakan buku bergambar dalam hubungannya dengan diskusi keadaan

mental karakter membantu anak mengembangkan kemampuannya dalam

meningkatkan pemahaman yang akan berakibat pada kemampuan berpikir

kritis. Oleh karena itu pentingnya mengembangkan buku yang unik dan menarik

untuk mengembangkan sebagai media pembelajaran.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Burak & Gultekin, 2021)

menuturkan bahwa siswa dengan gaya belajar visual memiliki ciri ciri yaitu

siswa lebih suka instruksi tertulis atau visual, siswa menikmati menonton dan

menunjukkan dalam pembelajaran lingkungan, siswa mengingat peristiwa yang

disajikan oleh gambar, diagram, gambar atau foto dengan baik, ciri lain yaitu

siswa dapat memberikan garis pada informasi yang menurut siswa penting.

Menurut Brosseau, berdasarkan penyebabnya, hambatan belajar

dikategorikan menjadi tiga jenis, (1) hambatan ontogenik, yaitu hambatan yang

berkaitan dengan tahapan perkembangan mental anak sesuai dengan

perkembangan usia biologisnya. Dalam hal ini, beberapa kemampuan

diperlukan untuk tujuan kognitif yang berkaitan dengan usia. Jika

penghambatan berasal dari perkembangan mental yang lambat. (2) hambatan

didaktis, yaitu kendala yang muncul dari pilihan guru melaksanakan praktik

mengajarnya. (3) hambatan epistimologis, yaitu hambatan yang tidak bisa

dihindari karena peranannya yang penting dalam mengkonstruksi konsep

pengetahuan itu sendiri. Berdasarkan teori tersebut maka kendala yang terjadi

saat pembelajaran di kelas dikategorikan sebagai hambatan didaktis.

150
Hal senada juga disampaikan oleh Rose & Nicholl (2022:13) untuk

menghadapi perubahan yang cepat, siswa perlu diberikan bekal tentang cara

belajar dan cara berpikir. Sangat tepat bila dari sekolah dasar sudah dibekali dan

mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS. Hal ini untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, guru harus mampu

merangsang proses berpikir siswa dengan menggunakan model pengajaran

yang tepat dan salah satunya adalah memberi soal HOTS (Rahmi & Azrul,

2022). Kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran merupakan proses yang

dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengevaluasi informasi dan

memiliki kemampuan ini sangat penting untuk mempersiapkan diri untuk

melakukan pemikiran siswa untuk masa depannya.

Kurangnya pembelajaran yang bermakna dalam proses belajar mengajar

karena pembelajaran belum dikembangkan dan disesuaikan dengan karakter

siswa. Pembelajaran bermakna akan meningkatkan tingkat pemahaman siswa

yang akan berujung pada kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Pentingnya

pembelajaran yang bermakna membutuhkan guru yang berkarakter yaitu guru

guru yang mampu menjadi fasilitator cerdas bagi siswanya. Melalui pendidikan

efektif dan bermakna akan terwujud generasi smart dengan kompetensi holistic

yang unggul, cendekia, dan bermartabat. Oleh karena itu dalam membelajarkan

anak di sekolah membutuhkan acuan yang dapat dijadikan landasan dalam

pendidikan (Mustadi, 2020).

Kurangnya prasarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

bagi siswa dan guru. Taman baca di kelas kurang mendukung proses

pembelajaran. Tujuan taman baca adalah difungsikan sebagai literasi informasi

151
terkait pembelajaran. Literasi informasi adalah kemampuan menyadari

kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan, mengidentifikasi dan

menemukan informasi yang dibutuhkan, mengevaluasi secara kritis informasi,

mengatur dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang ada,

memanfaatkan dan mengomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis

(Mustadi & Atmojo, 2020).

2. Kajian Produk yang Dihasilkan

Media buku materi bergambar berjudul “Lorong Waktu Nusantara di

Indonesia yang terdiri dari cerita dan gambar yang membuat siswa tertarik.

Ketertarikan siswa pada cerita dan gambar tersebut memuat materi IPS

mengenai masa sebelum, saat, dan sesudah kemerdekaan di Indonesia. Gambar

dan warna disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki anak usia kelas V.

Media ini terdiri dari sampul buku, pendahuluan, petunjuk penggunaan buku,

prolog, isi buku berupa materi ketika sebelum merdeka, saat merdeka dan

sesudah merdeka, daftar pustaka, dan identitas penulis. Sebelum masuk pada

inti buku siswa mengenal tokoh dan alur yang tertulis pada prolog. Setelah itu

siswa memasuki cerita sejarah sehingga siswa merasa tertarik dan penasaran

apa yang terjadi selanjutnya pada buku bergambar tersebut. Ketertarikan siswa

membuat siswa ingin sering membaca materi sejarah sehingga kemampuan

berpikir kritis siswa meningkat.

Pada sampul buku terdapat perpaduan warna yang menarik sehingga

tidak membosankan bagi siswa. sampul awalnya yang didominasi hanya warna

biru dan hijau kini terdapat sentuhan warna merah, pada isi draf awal belum

mencantumkan alur cerita, pada produk akhir setelah validasi media tersebut

152
buku ditambah dengan alur cerita. Produk yang dihasilkan adalah produk yang

sudah melewati beberapa proses yaitu melewati validasi ahli materi, validasi

ahli media, melalui hasil respon guru dan respon siswa sehingga produk yang

dihasilkan adalah layak untuk dilakukan di sekolah dasar kelas V.

Desain buku anak yang baik adalah dengan menggambarkan anak-anak

melalui font, kualitas kertas, dimensi, tata letak halaman, halaman sampul, dan

visual. Mereka semua diharapkan dapat menciptakan persepsi emosional dan

estetika yang positif terdapat buku untuk anak-anak (Djamaludin, 2019). Anak-

anak harus melihat unsur intrinsik di sampul, di elemen visual lainnya, atau di

buku secara keseluruhan saat anak-anak melihatnya (Cer & Sahin, 2016c).

Anak-anak mulai membaca buku dengan persepsi positif tersebut. Kualitas

sampul penting bagi kemenarikan anak sebelum membaca buku.

Buku yang dihasilkan sesuai dengan konstituen utama pada tata letak

halaman antara keselarasan antara gambar dan teks dan margin. Kekayaan

visual sebuah halaman dapat dianggap sebagai variabel penting lainnya dalam

interaksi anak (Cer & Sahin, 2016c). Oleh karena itu, sampul buku dan halaman

halaman lainya perlu memiliki sifat-sifat yang menumbuhkan kemauan pada

anak-anak untuk membaca dan melihat buku. elemen pertama yang menarik

anak-anak ke sebuah buku adalah dunia visual dan alasan utama anak anak

menyukai buku adalah nilai visualnya. Gambar-gambar pada buku anak

memiliki banyak hal penting yang berfungsi khususnya membuat makna buku

menjadi lengkap dan jelas.

153
Produk yang dihasilkan yaitu buku bergambar dengan gambar animasi

fiksi yang menarik. Kemenarikan buku fiksi berpotensi mengubah hidup anak

anak menurut Dewan Nasional Guru Bahasa Inggris (NCTE, 2016). Buku

dengan sentuhan fiksi mengundang imajinasi dan keajaiban sehingga anak ana

dapat menghubungkan pengalaman yang kaya dengan kekuatan untuk

membentangkan pikiran mereka terhadap pemikiran, perasaan, dan imajinasi

3. Kajian Hasil Validasi Kelayakan Produk

Produk yang dihasilkan merupakan hasil produk yang sudah tervalidasi

dengan kategori sangat layak. Buku materi bergambar dengan materi sejarah

sebelum, saat dan setelah kemerdekaan dengan judul “Lorong Waktu

Nusantara”. Hasil perolehan skor awal oleh ahli materi berkategori layak

dengan revisi. Buku materi bergambar mengalami beberapa revisi. Revisi awal

dilakukan pada saat melakukan validasi materi. Pada validasi materi terdapat

masukan untuk menambahkan kajian melalui buku referensi Sejarah Nasional

Indonesia Jilid 1-6 atau bisa menggunakan buku Indonesia dalam Arus Sejarah

1-8. Validator juga menyampaikan saran untuk menambahkan sumber di bawah

gambar yang dikutip. Setelah melakukan revisi maka buku materi bergambar

mendapatkan kategori sangat layak untuk melanjutkan ke tahap validasi ahli

media.

Validasi selanjutnya adalah validasi media. Hasil perolehan skor oleh

ahli media berkategori layak dengan revisi. Proses validasi ahli media dilakukan

dengan 2 kali revisi. Kali pertama dengan draf awal buku materi bergambar

mendapatkan saran untuk mempertajam warna sampul menjadi lebih cerah,

mengganti judul buku agar lebih menarik dengan warna dan jenis font,

154
mengubah tata letak buku antara materi, dan gambar dan menambahkan

pengantar cerita pada buku bergambar tersebut. sehingga terjadi ketertarikan

siswa dengan membaca buku tersebut karena masuk ke dalam cerita. mengganti

font sehingga diharapkan lebih rapi dan mudah terbaca oleh anak. Setelah

semua masukan validator tersebut maka akan dilanjutkan dengan merevisi dan

mengonsulkan kembali untuk mendapat validasi media.

Validasi produk yang dihasilkan selanjutkan akan diujikan kelapangan

secara bertahap sesuai dengan alur pengembangan Borg and Gall. Proses

validasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk yang akan

digunakan dalam proses belajar mengajar. Dalam peningkatan kualitas belajar,

harus adanya dukungan sarana dan prasarana sebagai penunjang (Wijayanti &

Relmasira, 2019). Sarana dan prasarana salah satunya adanya adanya buku

penunjang. Buku penunjang tersebut harus divalidasi oleh ahli media dan ahli

materi agar dapat mempertanggungjawabkan kualitas produk (Veronica et al.,

2018).

Kehadiran buku yang sudah tervalidasi memberikan buku yang

berkualitas bagi anak. Interaksi anak dengan buku dapat membantunya

memperoleh keterampilan linguistik secara efisien dan membuatnya

berkembang dan mengubah kemampuannya untuk berkomunikasi (Ahrens,

2011). Penelitian meneliti hubungan antara buku untuk anak-anak dan

keterampilan linguistik umumnya mengusulkan bahwa keterampilan

pemahaman dan penjelasan anak-anak. kemampuan untuk mengekspresikan

diri dan kosa kata ditingkatkan dengan membaca buku buku tersebut. mereka

juga membantu anak-anak membedakan proses bahasan memahami aturan tata

155
Bahasa dengan lebih baik, menggunakan kata sifat dan kata keterangan dalam

penggunaan sehari hari lebih banyak, dan mempercepat pengembangan

konseptual mereka (Arnold & Whitehurst, 1994; Aslan,2007; Barbara, 1993;

Wasik & Obligasi 2001). Kebermanfaatan lain yaitu anak berpartisipasi dalam

petualangan yang dimiliki tokoh tersebut dapat meningkatkan harga dirinya,

kepribadian, emosi egosentris, sosialisasi, sikap, dan perilaku saat menghadapi

masalah. Karena itu, di tahun-tahun awal mereka membiarkan anak anak

bertemu dengan buku-buku berkualitas sastra yang sesuai untuk mereka untuk

tingkat perkembangan dan dapat berkontribusi untuk pengembangan pribadi

mereka.

Validasi dapat meningktakan kontribusi untuk sastra anak yang

berkualitas dengan hasil pertimbangan untuk dimasukkan dalam kehidupan

(Cer & Sahin, 2016a) anak sebagai stimulus vital untuk anak. Kontribusi karya

sastra untuk anak yang berkualitas bagi perkembangan daya imajinasi anak

karena dapat meningkatkan keinginannya untuk membaca dan

memperkenalkannya pada anak anak mengenai sisi kuat dan lemah, konflik, dan

kontradiksi untuk mendapatkan kepekaan dengan membantu mendisiplinkan

emosi dan untuk meningkatkan keterampilan pemahaman dan penjelasan dan

kosa kata untuk terlibat dalam bertanggung jawab berpikir tingkat tinggi atau

berpikir kritis tidak dapat disangkal (Aslan, 2007; Diliduzgun, 2004; Sever,

2009).

Kualitas buku dapat meningkatkan pemahaman bacaan dan juga dapat

meningkatkan tingkat harga diri pada siswa. Penelitian yang telah dilakukan

pada 93 siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen

156
diberikan buku yang berkualitas dan pada kelas kontrol diberikan buku tidak

berkualitas selama 10 minggu terlihat bahwa anak pada kelas eksperimen

memberikan kenaikan secara signifikan terhadap pemahaman dan terjadi

peningkatan harga diri dibandingkan dengan siswa kelas kontrol dengan buku

tidak berkualitas (Cer & Sahin, 2016b). Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat

bahwa buku yang berkualitas memberikan banyak manfaat bagi siswa.

4. Kajian Hasil Uji Kepraktisan Produk

Hasil uji kepraktisan produk diketahui melalui hasil respon guru dan

respon siswa. Respon guru terbagi menjadi respon pada saat uji lapangan awal

dan uji lapangan utama yang keduanya memiliki peningkatan. Respon guru

pada uji lapangan awal dilakukan di SDN Bengkal 2 dengan perolehan skor

total nilai 54 dan mendapat nilai baik “B” kategori Baik meskipun masih

memperoleh saran untuk menambahkan petunjuk penggunaan buku. Karena

nilai tidak mencapai nilai A dengan kategori sangat baik dan masih ada saran,

maka buku bergambar diperbarui dan diujikan lagi untuk memperoleh respon

guru pada tahap berikutnya.

Tahap berikutnya adalah respon guru pada uji lapangan utama di SDN

Pendowo 1 dan SDN Badran. Perolehan guru 1 mencapai 62 dengan nilai B

dengan kategori baik dan guru kedua mencapai nilai 66 dengan nilai A

berkategori sangat baik. Dari kedua data tersebut yang dihasilkan dari kedua

respon guru, maka diperoleh kesimpulan bahwa media Lorong Waktu

Nusantara sudah layak dan dapat digunakan. Pada uji lapangan utama ini, guru

1 memberikan apresiasi bahwa materi sudah sesuai dengan materi, gambar

menarik dan buku sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar. Sedangkan

157
pada guru 2 memberikan apresiasi berupa media yang ditampilkan menarik,

inovatif, serta kreatif dan dapat menjadi bacaan referensi siswa di sudut baca

atau perpustakaan.

Beberapa respon guru, saran, dan apresiasi pada ketertarikan buku

tersebut sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh ahli. Bahwa untuk

menjadikan siswa tertarik perlu adanya rangsangan. Rangsangan tersebut dapat

berupa rangsangan dari luar dan rangsangan dari dalam diri peserta didik

tersebut. Salah satu rangsangan untuk meningkatkan ketertarikan yaitu

menggunakan media pembelajaran.

Faktor yang mempengaruhi ketertarikan membaca pada siswa kelas

lima menurut Ali Mustadi (2019) terbagi menjadi dua faktor. Faktor pertama

adalah faktor internal. Pada faktor internal terbagi menjadi delapan faktor yaitu,

(1) kondisi fisik pada siswa, mengerti isi buku dan fungsi membaca. (2) sikap

membaca. (3) penglihatan dan pendengaran. (4) motivasi belajar dan tugas

sekolah. (5) kematangan fisik, (6) pemahaman dan pencapaian, (7)

keingintahuan, (8) kebiasaan cara membaca.

Faktor eksternal meliputi sepuluh faktor. (1) menirukan orang tua,

perhatian guru, mengikuti teman sebaya. (2) ajakan teman sebaya, situasi

budaya, pengalaman ajaran agama. (3) variasi bacaan dari guru, aturan, dan

bacaan untuk mendapatkan bacaan. (4) alur bacaan. (5) kelengkapan bacaan, (6)

penyediaan bacaan dan ketersediaan tempat baca. (7) tekanan teman sebaya,

budaya dan iklim lingkungan. (9) ketersediaan membaca. (10) dorongan orang

tua (Mustadi & Amri, 2019).

158
Mengacu pada perolehan hasil dari validasi yang lolos uji maka dapat

diketahui bahwa media buku Lorong Waktu Nusantara layak untuk digunakan.

Tanggapan guru terkait dengan media tersebut yaitu siswa menjadi suka belajar

sejarah karena buku menarik dan jarang ditemui ada buku dengan bacaan yang

menjadi referensi siswa dalam pembelajaran semakin mendalami materi.

Media pembelajaran buku menarik bagi siswa karena dapat meningkatkan

perhatian siswa pada materi serta meningkatkan respon awal siswa pada proses

pembelajaran (Siwi & Setiawan, 2021). Media buku bergambar juga dapat

memperkuat pemahaman anak dalam memahami isi buku (Afnida, 2016).

Media memberikan manfaat dalam membuat pembelajaran menjadi bervariasi

dan menyenangkan yang mengakibatkan siswa menjadi lebih termotivasi dan

terangsang dalam belajar sehingga materi yang sistematis mudah dipahami.

Tanggapan siswa terkait dengan media buku bergambar dengan judul

“Lorong Waktu Nusantara” yaitu siswa menyukai media tersebut karena materi

sejarah tidak membosankan tetapi dipenuhi oleh gambar. Siswa juga tertarik

meminjam buku bergambar oleh guru setelah pelajaran selesai untuk

memperdalam isi dari buku. Atas dasar ketertarikan siswa membaca lagi setelah

pembelajaran usai. Ketertarikan siswa terhadap buku bergambar karena terdapat

ilustrasi sehingga sangat mudah diingat dan dipahami oleh anak-anak

(Ratnasari, 2019). Media buku bergambar termasuk ke dalam jenis media

gambar sehingga memiliki manfaat antara lain dapat digunakan untuk

menjelaskan sesuatu masalah karena itu bernilai terhadap semua pelajaran di

sekolah. Manfaat lain dari buku bergambar adalah mudah digunakan baik

159
perorangan maupun kelompok, satu gambar dapat digunakan oleh siswa dalam

satu kelas (Umam, 2018)

Kehadiran media pembelajaran sesuai dengan pengembangan dari

berbagai guru merupakan salah satu peran guru dalam menghadirkan

pembelajaran yang lebih maksimal untuk siswanya. Menurut Moon (2008)

terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan guru atau pembelajaran untuk

mendorong berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa. Susanto (2015)

juga menuturkan bahwa upaya untuk pembentukan kemampuan berpikir kritis

yang optimal mempersyaratkan adanya kelas yang interaktif dan

menyenangkan. Strategi yang dapat dilakukan oleh guru harus menciptakan

suasana serta strategi yang tepat.

5. Kajian Hasil Keefektifan Produk

Media buku bergambar dengan judul “Lorong Waktu Nusantara” dibuat

untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Hal

tersebut terlihat dari signifikansi kenaikan skor pretest dan posttest siswa.

Media buku materi bergambar merupakan media visual perpaduan antara

gambar dan materi yang dibalut cerita sehingga memudahkan siswa dalam

belajar. Buku bergambar yang dikemas lebih menarik mampu menarik

perhatian anak dan dapat memotivasi anak untuk lebih memahami pelajaran di

kelas (Ngura, 2018).

Mengacu pada hasil analisis, kemampuan berpikir kritis siswa

meningkat lebih signifikan antara siswa menggunakan buku bergambar

“Lorong Waktu Nusantara” daripada siswa hanya dengan buku siswa yang

160
biasa digunakan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis tersebut senada

dengan penelitian Ayu Rizky Susilowati (2022) yang menyatakan bahwa

terdapat pengaruh media buku bergambar terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa. Produk yang dikembangkan lebih efektif untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas V sekolah dasar dengan dibuktikannya

terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa serta adanya perbedaan

efektivitas kemampuan berpikir kritis menggunakan pengembangan buku

bergambar (Susilowati et al., 2022).

Buku bergambar efektif untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis

pada siswa karena didasarkan pada kebermanfaatan buku bergambar yaitu

menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Berdasarkan perspektif Ausubel

pembelajaran bermakna yaitu proses mengaitkan informasi atau materi baru

dengan konsep konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Adapun makna

dari belajar ditandai dengan terjadinya hubungan substansi antara aspek-aspek,

konsep-konsep, informasi, ataupun situasi baru dengan komponen-komponen

relevan dalam struktur kognitif siswa, baik dalam bentuk hubungan yang

bersifat derivative, elaborative, korelatif, suportif, maupun hubungan kualitatif

atau reprensentasional (Julianti & Mawardi, 2018).

Penggunaan media yang sesuai dengan karakteristik siswa dalam

pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami suatu materi yang

bersifat abstrak dan mampu meningkatkan hasil maupun prestasi belajar. Hal

tersebut sejalan dengan teori belajar yaitu teori belajar Piaget (Santrock: 2007)

yang menyatakan bahwa anak sekolah dasar usia 11 tahun masih dalam tahap

fase operasional konkret dimana kemampuan berpikir logis meningkat namun

161
pikiran anak terbatas pada objek-objek yang mereka jumpai dari pengalaman

langsung yang berarti bahwa anak dapat mengerti jika dibantu dengan bantuan

benda konkret. (Zakiyah et al., 2022). Benda kongret yang dapat dimanfaatkan

untuk membantu pemahaman siswa adalah dengan penggunaan media buku

bergambar.

Penelitian mengenai pengaruh buku bergambar terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa juga dilakukan oleh Zakiyah (2022). Menyebutkan bahwa

penggunaan media buku bergambar berupa komik digital dapat meningkatkan

kemampuan anak dalam berpikir kritis. Sama seperti hasil analisis kemampuan

berpikir kritis menggunakan buku bergambar dengan judul “Lorong Waktu

Nusantara” perbandingan kelompok siswa menggunakan media buku

bergambar terjadi peningkatan signifikan dibandingkan dengan siswa yang

hanya menggunakan buku tema siswa.

Penelitian mengenai pengaruh buku bagi perkembangan pola pikir anak

juga terjadi pada penelitian yang dilakukan di Texas. Kehadiran buku di kelas

dan perpustakaan mempunyai keuntungan bagi anak untuk dapat dipilih dan

membaca buku pilihannya sendiri, peneliti meminta siswa mendiskusikan buku

tentang imigrasi membuat kurikulum lebih inklusif. Siswa dapat mendiskusikan

masalah pengungsi dan faktor-faktor yang mendorong orang untuk melakukan

imigrasi. Menghubungkan pembaca dengan buku termasuk membuat tanggapan

grafis setelah membaca buku, menulis kreatif dari perspektif karakter dalam

buku adalah kegiatan yang dapat dikembangan untuk membuat siswa lebih

mengenali buku yang sudah dibaca (Cummins, 2016). Pengalaman mengajar

peneliti menunjukkan bahwa siswa siswa di Texas selatan telah menunjukkan

162
bahwa isu-isu imigrasi di Texas dapat diredam dan dipahami siswa melalui

perbantuan buku bergambar yang menceritakan mengenai imigrasi. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar dapat memberi manfaat bagi

siswa untuk memahami keadaan dan mengubah pola pikirnya.

Tujuan utama buku anak anak bukanlah untuk mendidik anak-anak

(Erdogan, 1997). anak-anak tidak tentu harus merangkulnya. Penulis

menghasilkan cerita mentah dan mulai membahasnya. Anak-anak yang

mencoba memahami dan menilai apa yang terjadi dalam cerita. Buku yang baik

adalah buku yang tidak mempengaruhi mereka secara negatif karakter yang

menakutkan. Buku untuk anak anak dibuat untuk membantu anak berpikir

kritis. Buku dengan nilai, penilaian, atau aturan masa lalu yang jauh tidak boleh

dibawa generasi ke generasi melalui anak anak (Cer & Sahin, 2016c). Nilai-

nilai ini harus dipertimbangkan dengan nilai-nilai kontemporer di zaman baru.

Melalui cara ini anak-anak dapat memahami bagaimana seseorang harus

berperilaku dalam masyarakat demokratis modern. Buku yang tidak

berkembang keterbaruan informasinya tidak akan memicu pemikiran kritis pada

anak-anak dan tidak membantu anak-anak mengembangkan pemikiran multi-

segi.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian pengembangan media buku Lorong

Waktu Nusantara telah diupayakan untuk memperoleh hasil maksimal, namun

di lapangan dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan atau keterbatasan.

Keterbatasan tersebut adalah:

163
1. Pada tahap analisis kebutuhan melalui wawancara, kurang banyak

responden siswa yang diwawancarai, sehingga kurang terdeteksi gaya

belajar lain. Hal ini dimungkinkan akan berimbas pada kemampuan anak

dalam berpikir kritis karena media kurang relevan dengan gaya belajar

anak.

2. Lokasi penelitian untuk sekolah yang dijadikan kelas kontrol terletak di

pinggir jalan raya sehingga dimungkinkan dapat mengganggu proses

pembelajaran sehingga hasil pretest posttest uji kemampuan berpikir

kritis kurang maksimal.

3. Beberapa sekolah sudah ada yang memasuki tema 7 subtema 1

pembelajaran 1 sehingga pretest yang dilakukan kurang sesuai dengan

hakikat pretest karena siswa sudah sedikit mempelajari materi tersebut.

4. Kemampuan yang ditonjolkan dalam penelitian ini masih hanya 1

keterampilan abad 21 yaitu kemampuan berpikir kritis sehingga untuk

pengembangan berikutnya dapat menambahkan beberapa kemampuan

abad 21 yang lain.

5. Tahap desiminasi hanya dilakukan sebatas di SD Klepu dan belum pada

kegiatan seminar yang melibatkan banyak guru di dalamnya karena

keterbatasan sarana, prasarana, waktu serta biaya penelitian.

164
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengembangan dan penelitian media pembelajaran

buku bergambar dengan judul “Lorong Waktu Nusantara” maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil validasi menunjukkan media buku materi bergambar layak digunakan

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V di Kecamatan

Kranggan Kabupaten Temanggung. Pernyataan tersebut didasarkan pada

penilaian ahli media dan ahli materi. Hasil penilaian ahli media terhadap

media buku materi bergambar memperoleh skor 64 dengan nilai A dan

masuk kategori “Sangat Layak”. Hasil penilaian ahli materi terhadap media

buku bergambar berjudul “Lorong Waktu Nusantara memperoleh skor 70

dengan nilai A dan masuk kategori “Sangat Layak”

2. Hasil uji kepraktisan media buku materi bergambar praktis digunakan di

sekolah dasar kelas V. Hal ini didasarkan pada hasil perolehan skor dari guru

1 sebesar 62 dengan kategori “Baik” dan guru 2 sebesar 66 dengan kategori

“Sangat Baik”. Kedua skor tersebut lebih tinggi dari skor minimal sehingga

angket respon guru praktis digunakan untuk siswa kelas V. Hasil penilaian

kebutuhan media pembelajaran di SDN se-Kecamatan Kranggan didasarkan

pada angket respon siswa mencapai 9,72 dengan kategori “Sangat Baik”

lebih tinggi daripada skor minimal. Sehingga buku materi bergambar

Lorong Waktu Nusantara dinyatakan praktis digunakan untuk siswa kelas V

sekolah dasar di Kecamatan Kranggan.

165
3. Hasil uji keefektifan media buku materi bergambar memperoleh hasil

efektif berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis siswa kelas V di

Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung. Berdasarkan nilai gain

kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih ringgi daripada

daripada kelas kontrol. Hasil uji t-Independen menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan signifikan pada kemampuan berpikir kritis siswa setelah

mengikuti pembelajaran menggunakan media buku bergambar “Lorong

Waktu Nusantara”. Perolehan nilai uji t-Independen sebesar 0,008 dan 0,001

lebih kecil dari nilai signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05.

B. Saran Pemanfaatan Produk

Saran didasarkan pada hasil pembahasan dan penggunaan media buku

materi bergambar dengan judul “Lorong Waktu Nusantara” berdasarkan hasil

pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Produk buku materi bergambar berjudul Lorong Waktu Nusantara

disarankan sebagai salah satu alternatif alat penunjang yang dapat

digunakan dalam pembelajaran guna mengembangkan kemampuan berpikir

kritis pada peserta didik kelas V Sekolah Dasar Se-Kecamatan Kranggan,

2. Produk buku materi bergambar berjudul Lorong Waktu Nusantara

disarankan kepada siswa kelas V Sekolah Dasar untuk dapat memanfaatkan

produk buku materi bergambar sebagai salah satu alat bantu belajar pada

pembelajaran IPS khususnya materi sejarah kedatangan bangsa asing

sampai kemerdekaan.

166
C. Diseminasi

Media buku bergambar dengan judul “Lorong Waktu Nusantara”

didesiminasikan secara terbatas kepada guru di SDN Klepu Kecamatan

Kranggan. Selanjutnya, media buku bergambar tersebut juga diserahkan di

perpustakaan dan pojok baca sebagai sumber bacaan siswa.

167

Anda mungkin juga menyukai