Anda di halaman 1dari 76

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KEMAMPUAN BERFIKIR

KRITIS DAN KOMUNIKASI SISWA PADA PEMBALAJARAN BIOLOGI

DENGAN MENGGUNAKAN MODEL HYBRID LEARNING DI DAERAH 3T

OLEH :

RAFSAN WAKANO

0106519024

PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021
CATATAN PERBAIKAN UNTUK BAB 1 LATAR BELAKANG :

1. Di abad 21 kompetensi apa saja yang harus di milik

2. Penerapan kemampaun berfikir kritis dan kumunikasi dalam proses

pembelajaran

3. Jelaskan 2 indikator tersebut (kemampaun berfikir kritis dan

kumunikasi)

4. Kenapa begitu pentig di abad 21

5. Bagaimana pendidik mengembangkan ketrampilan tersebut

6. Situasi dan kondisi pembelajaran sebelum dan sesudah pandemic

7. Sinkronus dan ansingkronus dalam pemblejaran selama pandemic

8. Apa yang di butuhkan siswa

9. Bagaimana penerapan pembelajran dengan model hybrid learning

10. Di butuhkan instrumen

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Sains dan Teknologi pada Abad 21 memberikan

tantangan baru dalam dunia pendidikan. The North Central Regional

Education Laboratory (NCREL) mengidentifikasi kerangka kerja untuk 21st

century skills, yang dibagi menjadi empat kategori: berpikir inventif,

komunikasi yang efektif, kemahiran era digital dan produktivitas yang tinggi

(Rahzianta, 2016).

Para peserta didik di tuntut untuk membekali diri mereka dengan 4

keterampilan ini yang biasa disingkat 4C yang meliputi: communication,

collaboration, critical thinking and problem solving, serta creativity and

innovation. (Indraswati et al., 2020). Maka dari itu pembelajaran yang

dilaksanakan guru di kelas harus mampu memberikan keterampilan yang lebih

bagi siswa untuk menyaring dan memanfaatkan informasi sesusai dengan

kebutuhannya (Julianda et al., 2018)..

Pengembangan pola pikir peserta didik merupakan tuntutan pada era

global, hal ini sejalan dengan Partnership of 21stCentury Skills yang

mengidentifikasi bahwa peserta didik abad ke-21 harus mampu

mengembangkan keterampilan kompetitif yang berfokus pada pengembangan

3
keterampilan berfikir tingkat tinggi Higher order thingking skills (Rahzianta,

2016)

Menjadi bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS (

Higher Order Thinking Skills). Kemampuan berpikir kritis dan

komunikasi berperan penting dalam perkembangan moral, social mental,

kognitif dan sains. Berpikir kritis yang meliputi pengetahuan strategi-strategi

dan kemampuan menerapkannya menjadi komponen utama dalam

pembelajaran (Fahriza Noor, 2019). Sedangkan komunikasi yang meliputi

pemahaman, pengelolaan, dan menciptakan komunikasi yang efektif seperti

memberi informasi, instruksi, ataupun memotivasi (Marlina and Jayanti,

2019)

Dalam proses pembelajaran abad 21 pembedayaan keterampilan

berpikir, khususnya keterampilan berpikir kritis dalam kegiatan pembelajaran,

menjadi salah satu cara untuk meningkatkan retensi siswa. Keterampilan

berpikir kritis tidak hanya dikembangkan dari keluarga melainkan di dunia

pendidikan, dan tidak terjadi secara alami bagi kebanyakan kita. Sehingga

sangat perlu untuk diberdayakan dalam pembelajaran. Sedangkan

keterampilan berkomunikasi penting dikembangkan dalam pembelajaran,

karena setiap siswa harus secara efektif menganalisis dan memproses

komunikasi dalam kehidupannya di berbagai bidang (Mursidah, et all, 2019).

4
Komponen berfikir kritis termasuk keterampilan meganalisis,

menyimpulkan berfikir deduktif, mengevaluasi dan penyelesaian masalah

(Emily R. Lai, 2011). Sementara itu, The National Council for Excellence

mendefinisikan berfikir kritis adalah konseptualisasi penerapan menganalisis,

mensistesis, mengevaluasi informasi yang di dapat melalui pengalaman,

penerapan dan refleksi ( Maya Bialik, Charles Fadel, 2015 dalam Pratama,et

all, 2019). Sedangkan menurut (Dewi et al., 2019) critical thinking skill

adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, sistematis, dan

produktif yang diaplikasikan dalam membuat pertimbangan dan mengambil

keputusan yang baik.

Kemampuan berfikir kritis sangat diperlukan dalam menghadapi abad

21. Dikarenakan kemampuan berfikir kritis adalah kemampuan berpikir

tingkat tinggi yang tidak hanya menghafal tetapi menggunakan dan

memanipulasi materi yang telah dipelajari sesuai situasi yang dibutuhkan

(Marlina & Jayanti, 2019). Selain itu juga keterampilan berpikir kritis ini

termasuk kemampuan yang dapat membedakan kebenaran atau kebohongan,

fakta atau opini, atau fiksi dan non fiksi. Maka dari itu ketrampilan ini sangat

dibutuhkan di abad 21 (Arnyana, 2018). Dengan critical thinking skill,

seseorang mampu berpikir secara rasional dan logis dalam menerima

informasi dan sistematis dalam memecahkan permasalahan (Dewi et al.,

2019).

5
Selain kemampuan berpikir kritis, kemampuan yang tidak kalah

penting untuk dikembangkan dalam menunjang kemampuan siswa dalam

menghadapi perkembangan zaman adalah kemampuan komunikasi (Fahriza

Noor, 2019). Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara

untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan

untuk menyampaikan pesan baik langsung secara lisan, maupun tak langsung

melalui media (Alamsyah, 2015)

Menurut ( Göksoy, 2014 dalam Urwani, et all, 2018) komunikasi

merupakan proses berbagi pengetahuan dan ide antara dua orang atau lebih

untuk menciptakan pemahaman konsep. Komunikasi merupakan hal yang

terpenting dalam kehidupan manusia. Sedangkan menurut (Pal, Halder &

Guha, 2019), komunikasi dalam pembelajaran merupakan proses pertukaran

informasi berupa materi pembelajaran antara guru dengan siswa.

Keterampilan berkomunikasi penting dikembangkan dalam

pembelajaran karena setiap siswa harus secara efektif menganalisis dan

memproses komunikasi dalam kehidupannya di berbagai bidang (Mursidah, et

al, 2019). Dengan berkomunikasi, siswa dapat mengembangkan pemahaman

konsep yang dimiliki untuk berbagi dengan siswa lainnya. Oleh karena itu

kemampuan komunikasi harus dikembangkan sejak dini, khusunya

dikembangkan dalam proses pembelajran (Rizqi, et all, 2016).

Keterampilan komunikasi di abad ke-21 sendiri menuntut siswa untuk

mampu mengomunikasikan pemikiran dan gagasannya secara efektif secara

6
verbal atau lisan, tertulis atau kemampuan komunikasi non-verbal lainnya

dalam berbagai bentuk dan konteks, Aspek-aspek komunikasi yang dapat

dinilai dalam pembelajran meliputi orally, verbally/lisan, dan writing/tulisan

(Amala,et al, 2019 dalam Ostlund & Keren, 1992).

Pada kurikulum 2013, guru dituntut untuk mampu mengembangkan

keterampilan abad 21 di dalam proses pembelajaran, yang bertujuan untuk

menciptakan generasi emas dalam bersaing secara universal atau secara

langsung (Junedi, et al, 2020). Guru merupakan penentu dalam kualitas siswa

(Nurhayani, et al, 2018). Seorang guru di abad 21 perlu menguasai berbagai

bidang, mahir dalam hal pedagogi termasuk inovasi dalam pengajaran dan

pembelajaran. Selain itu juga guru perlu memperkuat keingintahuan

intelektual siswa, keterampilan mengidentifikasi dan memecahkan masalah,

dan kemampuan mereka untuk membangun pengetahuan baru dengan orang

lain (Tarihoran, 2019) . Guru di abad 21 adalah guru yang sebagai fasilitator

membantu siswa menemukan sendiri pengetahuannya (Handayani, 2018).

Maka dari itu menurut International Society for Technology in Education ada

lima karakteristik guru abad 21 yaitu 1). mampu menjadi fasilitator dan

inspirator belajar dan kreatifitas siswa 2). mampu merancang dan

mengembangkan pengalaman belajar dan assesmen era digital, 3). menjadi

model dalam belajar dan bekerja era digital 4). mendorong dan menjadi model

tanggung jawab dalam masyarakat digital , 5). berpartisipasi dalam

pengembangan dan kepemimpinan professional (Astutik and Hariyati, 2021).

7
Pembelajaran merupakan sebuah proses interaksi antara peserta didik

dan pendidik, serta penggunaan sumber belajar dalam suatu lingkungan

belajar. Dalam proses pembelajaran, banyak aspek yang mempengaruhi

kualitas suatu proses pembelajaran.(Ni Luh Putu A. S, 2020).

Pasca wabah Covid-19 di belahan bumi, sistem pendidikan melakukan

pembaharuan dalam proses belajar mengajar (Ulfadhilah, 2021). Dikarenakan

untuk mengurangi risiko penularan covid-19 di lembaga pendidikan.

Pemerintah mengambil kebijakan radikal dengan meliburkan aktivitas

pembelajaran di sekolah untuk sementara waktu (Subagtio, 2020). Kemudian

pembelajaran secara daring dipilih sebagai solusi dalam kegiatan

pembelajaran, dikarenakan pembelajaran secara konvensional yang tidak

dapat diterapkan akibat pembatasan social (Ulfa, et al, 2020) .

Pembelajaran secara daring atau online learning merupakan model

pembelajaran yang memanfaatkan teknologi yang telah tersedia, seperti

computer atau smart phone, yang dimana proses pembelajaran

mempertemukan peserta didik dengan guru melalui koneksi internet (Nissa

& Haryanto, 2020).

Diketahui bahwa pembelajaran sebelum pandemi menggunakan

metode konvensional, dimana siswa dan guru melakukan tatap muka dalam

proses pembelajaran, menunjukan penyampaian informasi yang berpusat pada

guru dengan cara ceramah, kegiatan praktikum secara langsung dengan media

yang ada (Indrayanti, 2021).

8
Dalam proses Pembelajaran dengan metode online atau daring

sendiri,pemanfaatan beberapa teknologi informasi sebagai media

pembelajaran untuk menjawab tantangan akan ketersediaan sumber belajar

yang variatif khususnya pada masa pandemi COVID-19 ini, di antaranya

dengan menggunakan aplikasi seperti google classroom, video converence,

youtube, telepon atau live chat, zoom maupun melalui whatsapp group

(Astini, 2020).

Sedangkan Pembelajaran dengan metode Luring atau offline,

merupakan pembelajaran yang dilakukan di luar tatap muka oleh guru dan

peserta didik, namun dilakukan secara offline yang berarti guru memberikan

materi berupa tugas hardcopy kepada peserta didik kemudian dilaksanakan di

luar sekolah ( Sri M et al., 2020).

Untuk memadukan kedua metode pembelajaran ini secara langsung, di

butuhkan sebuah model pembelajran yang dapat memadukan pembelajaran

konvensional dengan pembelajaran online. Pasca new normal Covid-19 para

tenaga pendidik harus cermat dalam memilih model-model pembelajaran yang

efektif dan efisien, untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terutama pada era

revolusi industri 4.0 (Rohana & Syahputra, 2021). Model Dengan situasi dan

kondisi saat ini, model pembelajaran yang dirasa tepat dan dapat dijadikan

alternatif model belajar yang mampu memadukan proses belajar secara

sinkron dan asinkron adalah model pembelajran Hybrid Learning (Mufidah &

Surjanti, 2021).

9
Hybrid learning sendiri adalah pembelajaran yang menggabungkan

antara pembelajaran online dengan pembelajaran tatap muka secara teratur

dan efektif (Putra, 2015). Model Hybrid Learning juga adalah model

pembelajaran yang menyediakan isi model pembelajaran dalam berbagai

media (termasuk, namun tidak terbatas pada tradisional, berbasis web,

berbasis komputer, dan video teletraining) untuk mengikuti dengan

kebutuhan belajar saat ini (Tim Brilian, 2015; Watson, 2008). Penerapan

Hybrid Learning ini dapat meningkatkan hasil belajar literasi dan

keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa (Hariadi, 2018). Sedangkan

menurut (Hediansah et al., 2020) Hybrid Learning merupakan metode belajar

yang menggabungkan dua atau lebih metode dan pendekatan dalam

pembelajaran untuk mencapai tujuan proses pembelajaran.

Sedangkan menurut (AlNajdi, 2018) Hybrid Leraning memiliki empat

sifat yang diperkenalkan, (1) percampuran pembelajaran kolektif dan

pembelajaran individu, (2) percampuran pembelajaran sinkron dan

pembelajaran asinkron, (3) percampuran pembelajaran mandiri. dan

pembelajaran serba kelompok, dan (4) perpaduan pembelajaran formal dan

pembelajaran non-formal dalam kaitannya dengan penggabungan

pembelajaran seumur hidup dan/atau pengaturan pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran yang di selenggarakan oleh guru untuk

mengukur kemampuan siswa dalam memehami pembeljaran tersebut di

butuhkan instrument penilaian yang reliable sesuai dengan aspek dan

10
indikator yang akan diukur (Delsika P.S, & Darhim, 2017). Ketersediaan

instrumen penilaian dalam pembelajaan merupakan syarat mutlak yang harus

dipenuhi guru dalam melakukan penilaian kemapuan berfikir kritis dan

komunikasi siswa pada mata pelajran Biologi. Implementasi penilaian

keterampilan berpikir kritis dan komunikasi secara umum masih sangat

rendah, yaitu sekitar 45% khusunya di daerah 3T (Lane, 2016).

Maka dari itu di butuhkan instrument penilaian yang dapat mengukur

kemampuan sisiwa dalam berfikir kritis dan komunikasi secara menyeluruh,

transparan dan objektif. Adapun perangkat asesmen yang akan dikembangkan

adalah perangkat asesmen kemampuan berfikir kritis dan komunikasi siswa

SMA pada mata pelajaran biologi khusunya di daerah 3T. Melihat mata

pelajaran ini merupakan salah satu mata pelajaran yang bisa digunakan oleh

guru dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan komunikasi secara

individu oleh siswa, maka dari itu, akan diadakan penelitian dengan judul

“Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Berfikir Kritis Dan

Komunikasi Siswa Pada Pembalajaran Biologi Dengan Menggunakan

Model Hybrid Learning Di Daerah 3t”.

1.2 Indentifikasi Masalah

1. Belum tersedianya instrumen penilain kemampuan berfikir kritis

dan kumunikasi siswa khususnya utuk para guru di sekolah-

sekolah daerah 3T di Kabupaten Seram Bagian Barat

11
2. Masih kurangnya pemahaman guru dalam membuat instrumen

penilaian.

3. Penilaian yang dilakukan guru cenderung subjecktif, tidak

objecktif.

4. Pemeanfaaatan model pembelajaran yang mendukung penggunaan

teknologi yang masih kurang

1.3 Cangkupan Masalah

Berdasarkan permaslaahan yang ditemukan, maslah yang mendesak

untuk dipecahkan dalam penelitianini adalah istrumen asaament untk

mengukur kemampuan berfikir kritis dan komunikasi siswa yang berbantuan

model pembelajaran hybrid Learning yang merupakan salah satu model

pembelajran abad 21, yang dimana pemanfaatannya dapat digunakan dalam

proses pembelajrabn pada masa pandemic Covid 19 ini.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran yang tealah diuraikan pada

bagian sebelumnya, maka agar lebih jelasa dirumusakan maslah penelitan

sebagai berikut:

1. Bagaimana model penilaian kemampuan berfikir kritis dan

kamunikasi siswa selama ini dilakukan oleh guru?

12
2. Bagaimana bentuk instrumen assasment yang di gunakan oleh guru

khusunya asasment kamampuan berfikir kritis omunikasidan k

siswa?

3. Bagaimana validitas dan reliabilitas asasment kemampuan berfikir

kritis siswa dengan berbantuan model Hybrid Learning ?

4. Bagaimana kepraktisan asasment kemampuan berfikir kritis siswa

dan komunikasi dengan berbantuan model Hybrid Learning

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian

ini untuk :

1. Mendiskripsikan dan menganalisis tentang kemampuan berfikir kritis

dan komunikasisiswa selama ini dilakukan oleh guru SMA

2. Menghasilkan produk instrument asasment kamampuan berfikir kritis

dan kamunikasi siswa

3. Menguji validitas dan reliabilitas instrumen asasment kamampuan

berfikir kritis dan komunikasi siswa

4. Menguji kepraktisan instrumen asasment kamampuan berfikir kritis

dan komunikasi siswa

1.6 Manfaat Penelitian

13
Berdasarkan rumusan maslah dan tujuan penelitaian, maka hasil

penelitin ini diharapkan dapat memberikn manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis.

1.6.1 Manfata Teoritis

Secara teori penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam tersediannya

instrumen asasment kamampuan berfikir kritis dan komunikasi siswa SMA,

kemudian mempermudah guru dalam melakukan penilaian kepada siswa pada

setiap kegiatan pembelajran teruma dalam mengukur kemampuan berfikir

kritis dan komunikasi siswa.

1.6.2 Manfaaat Praktis

Penelitian ini dapat bermaanfaat secara praktis bagi guru, diamana

hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu panduan penelaian baku dan

praktis untuk asasment kamampuan berfikir kritis dan komunikasi siswa

khusunya pada guru di daerah 3T .

1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Penelitian ini menghasilkan temuan beruapa asasment kamampuan

berfikir kritis dan komunikasi siswa. yang dimana di fukuskan untuk penilin

kemampuan berfikir kritis siswa dengan bebantuan model Hybrid learning,

spesifikasi produk penelitian ini adalah instrumen penilaian kamampuan

berfikir kritis dan komunikasi siswa SMA. Penelitian dialakukan melalui

14
pengamatan untuk kegiatan pembelajran yang dilakukan oleh siswa dan guru

pada mata pelajaran biologi dan diukur dengan, instrumen, rubrik penilaian,

dan juga interpretasi skor yang sudah di cantumkan dalam panduan instrumen.

1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Beberapa asumsi yang mendasari penelitian ini adalah pertama

penentuan indikator asasment kamampuan berfikir kritis dan komunikasi

siswa. Keduan penilaian yang dilakukan dengan bentuk penilaian yang

berfokus pada kegiatan pembelajran siswa dengan menggunakan model

Hybrid Learning sedang berlasung dengan mengukur kemampuan berfikir

kritis dan komunikasi dari siswa akan berhasil apabila jika prosedur dalam

penilian dilakuakn dengan baik.

15
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

KERANGKA TEORITIS, DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian berpikir kritis

Keterampilan berpikir kritis merupa-kan salah satu kecakapan berpikir

abad 21 yang perlu ditekankan pada bidang pendidikan (The Partnership for

21st Century Skills, 2015, p. 3). Keterampilan berpikir kritis dianggap sebagai

pondasi keterampilan lain yang dibutuhkan diantaranya keterampilan

komunikasi, keterampilan berkolaborasi, kesadaran global (global awareness),

keterampilan teknologi, kecakapan dalam hidup dan karir, serta kemampuan

belajar serta inovasi. Kemampuan berpikir kritis berguna untuk menstimulasi

kemampuan lainnya, seperti berpikir logis, kreatif, me- mecahkan masalah,

berpikir kritis, pengua- saan teknologi serta kemampuan beradap- tasi

16
terhadap berbagai perubahan dan per- kembangan zaman. Huitt (Friedel, Irani,

Rudd, Gallo, Eckhardt, & Ricketts, 2008, p.2) menyatakan bahwa berpikir

kritis meru- pakan alat yang penting untuk meraih ke- berhasilan di abad 21.

Zikovic (2016, p. 102) juga menyatakan bahwa model berpikir kritis

merupakan atribut penting untuk sukses di abad 21 (Susilowati, et al, 2018).

Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri siswa

karena melalui keterampilan berpikir kritis siswa dapat lebih mudah

memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat

memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep

dalam situasi yang berbeda. Pendidikan perlu mengembangkan siswa agar

mampu mengembangkan keterampilan hidup diantaranya berpikir kritis

perangkat agar siswa memiliki kemampuan bersikap dan berperilaku adaptif

dalam menghadapi tantangan kembangkan dan tuntutan kehidupan sehari-hari

secara efektif (Lestari, et al, 2016).

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat

tinggi, yang mana seseorang mampu menggunakan serta memanipulasi materi

agar sesuai situasi yang dibutuhkan serta tidak hanya menghafal sesuatu

(Prihartini,dkk, 2016:58). Sulaiman (2018:88) menyebutkan berpikir kritis

merupakan penilaian untuk menafsiran, menganalisa, mengevaluasi, dan ke

terampilan, serta penjelasan atas bukti, konsep, metodologi, dan

pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam penilaian. Definisi ini

17
berperan penting menunjukkan produk berfikir yang dapat

dipertanggungjawabkan dengan proses kognitif yang sistematis (Dewi, et al,

2020)

Santrock (2011, hal. 303) mendeskripsikan bahwa “critical thinking

involves thinking reflectively, productively and evaluating evidence”. Hal ini

menandakan bahwa berpikir kritis tersebut dapat memberikan hasil, serta

manfaat karena dengan berpikir krktis peserta didik dapat memeberikan

evaluasi terhadap sumber yang telah ditemukan. Berpikir dikembangkan

melalui kritis dapat kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran

dengan diskusi kelompok (Mukarromah, 2018).

Sternberg (1986, p. 6) menyatakan berpikir kritis adalah suatu proses

mental, strategi dan representasi yang dilakukan oleh seseorang dalam

memecahkan, menyusun keputusan serta dalam mempelajari konsep baru.

Norris & Ennis (1986, p. xvii) mende- finisikan berpikir kritis meliputi cara

berpi- kir yang masuk akal (reasonable) dan reflektif yang berpusat pada

keputusan tentang apa yang selanjutnya dipercaya ataupun dilaku- kan.

Keterampilan berpikir kritis dapat di- berdayakan melalui berbagai bidang

dianta- ranya adalah bidang pendidikan. Didalam kegiatan pembelajaran

pengembangan ber- pikir kritis dapat dilatihkan untuk mengem- bangkan

keterampilan berpikir sejak dini.

18
Critical thinking skill dapat dikatakan kemampuan sesorang dalam

menganalisis suatu gagasan dengan menggunakan penalaran yang logis. Hal

ini sejalan dengan yang diungkapkan Yasushi Gotoh (2016),“Critical

thinking as the set of skills and dispositions which enable one to solve

problems logically and to attempt to reflect autonomously by means of

Metacognitive regulation on one's own problem-solving processes. ”

Maksudnya seperangkat keterampilan dan kecenderungan yang

memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah secara logis. Critical

thinking skill juga dapat diartikan kemampuan berpikir seseorang dalam

mengambil keputusan. Seperti yang diungkapkan Patricia C. Seifert (2010:

197), “Less formal and more skeptical definition of critical thinking: deciding

what to do and when, where, why, and how to do it.” Hal senada juga

diungkapakna Facione, Facione, and Sanchez (2010), “Critical thinking is a

process of making reasoned judgments based on the consideration of

available evidence, contextual aspects of a situation, and pertinent concepts”

(R Hidayah., 2017).

Karakteristik berpikir kritis menurut Ennis (2011) orang yang berpikir

kritis idealnya memiliki beberapa kriteria atau elemen dasar yang disingkat

dengan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, and Overview)

yaitu: 1) (Focus) : Siswa memahami permasalahan pada soal yang diberikan.

(2) R (Reason) : Siswa memberikan alasan berdasarkan fakta/bukti yang

19
relevan pada setiap langkah dalam membuat keputusan maupun kesimpulan.

(3) I (Inference) : Siswa membuat kesimpulan dengan tepat, dan Siswa

memilih reason (R) yang tepat untuk mendukung kesimpulan yang dibuat.(4)

S (Situation) Siswa menggunakan semua informasi yang sesuai dengan

permasalahan. (5) C (Clarity) : . Siswa menggunakan penjelasan yang lebih

lanjut tentang apa yang dimaksudkan dalam kesimpulan yang dibuat. Jika

terdapat istilah dalam soal, siswa dapat menjelaskan hal tersebut. Siswa

memberikan contoh kasus yang mirip dengan soal tersebut. (6) O

(Overview) : Siswa meneliti atau mengecek kembali secara menyeluruh mulai

dari awal sampai akhir yang dihasilkan FRISC, (Fridanianti, et al, 2018)

Gurcay & Ferah (2018); Mabruroh & Suhandi (2017) mengatakan

tujuan utama pendidikan sains adalah untuk mempersiapkan siswa memahami

konsep dan meningkatkan keterampilan berpikir. Oleh karena itu, dalam

proses pembelajaran di kelas keterampilan berpikir kritis sangatlah diperlukan

untuk membantu siswa memiliki pola pikir tingkat tinggi. Seseorang yang

memiliki kemampuan berpikir kritis akan mampu menemukan solusi alternatif

untuk masalah yang dihadapinya. Untuk dapat memiliki kemampuan berpikir

kritis diperlukan sebuah proses, peserta didik tidak secara serta merta

memiliki kemampuan tersebut hanya dalam satu kali proses pembelajaran.

Namun menurut Hohmann & Grillo (2014) masih ditemukan peserta didik

yang tidak menyadari bahwa berjuang untuk memahami dan mempertahankan

20
konsep yang kompleks merupakan bagian normal dari proses pembelajaran,

atau masih ditemukan peserta didik yang tidak memperdulikan proses atau

hanya ingin mendapatkan pemahaman secara instan saja. Keterampilan

berpikir kritis tidak akan menjadi kuat apabila tidak melalui sebuah proses

sampai siswa mampu bertahan dalam kebingungan dan ketidakpastian untuk

sampai kepada stabilnya keterampilan tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk

memproses informasi yang sulit inilah yang dapat menjadi tantangan bagi

banyak peserta didik (Nuraeni, et al, 2019).

2.1.2 Indikator Berfikir Kritis

Facione dalam (Amir, 2015 p.162) , menjelaskan untuk mengetahui

aktivitas mental siswa dalam berpikir kritis-memecahkan suatu masalah dapat

menggunakan langkah-langkah Identify, Define, Emimerate, Analyze, List,

Self-Correct, Sedangkan menurut Ennis Terdapat enam unsur dasar dalam

berpikir kritis yang dikemukakan Ennis (Zubaidah et al., 2018, p.204), adalah

sebagai berikut:

1. Fokus (focus), merupakan hal yang utama yang harus dilakukan untuk

mengetahui informasi. Untuk fokus terhadap permasalahan, diperlukan

pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan dimiliki oleh seseorang akan

semakin mudah mengenali informasi.

2. Alasan (reasori), mencari kebenaran dari suatu peryataan yang akan

21
dikemukakan. Dalam mengemukakan suatu pernyataan harus disertai

dengan

alasan-alasan yang mendukung pernyataan tersebut.

3. Kesimpulan (Inference), yaitu membuat pemayataan yang disertai alasan

yang tepat.

4. Situasi (situation), yaitu kebenaran dari pernyataan tergantung pada situasi

yang terjadi. Oleh karena itu perlu mengetahui situasi atau keadaan

permasalahan.

5. Kejelasan (clarity), yaitu memastikan kebenaran suatu pernyataan dari

situasi yang terjadi.

6. Pemeriksaan secara menyeluruh (overview), yaitu melihat kembali sebuah

proses dalam memastikan kebenaran pernyataan dalam situasi yang ada.

Pengukuran ketrampilan berfikir kritis memerlukan indikator, adapun

indikator berfikir kritis menurut Ennis dalam (Hartanto, 2020, pp. 16)

dejelaskan pada tabel 2.1 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Indikator Berfikir Kritis dan Perinciannya

No. Aspek Sub Kemampuan Perincian


Berfikir Berfikir Kritis
Kritis
1. Memberikan 1.1 Memfokuskan 1.1.1 mengidentifikaiskan
penjelasan pertanyaan atau merumuskan
(elementary 1.2 Menganalisis masalah

22
clarification) argumen 1.1.2 mengidentikasi dan
menangani
kerelevanan.
2 Membangun 2.1 Mempertimbangka 2.1.1 Kemampuan
ketrampilan n apakah sumber memberikan alasan
dasar (besic dapat di percaya
suport) atau tidak
3 Menyimpulka 3.1 Menginduksi dan 3.1.1 Menggeneralisasika
n (inference) mempertimbangka n
n hasil induksi
4 Memberikan 4.1 Mendefinisikan 4.1.1 Bentuk operasional
penjelasan istilah dan dan persuasif
lebih lanjut mempertimbangkan 4.1.2 Bentuk contoh dan
(advanced suatu defenisi bukan contoh
clarification)
5 Menyusun 5.1 Berintraksi dengan 5.1.1 Memberi label
startegi dan orang lain. 5.1.2 Strategi logika
taktik
(Strategy and
tectics)

2.1.3 Pengertian Komunikasi

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pengiriman dan

penerimaan pesan dari seseorang kepada orang lainnya baik secara lisan

maupun tulisan . Komunikasi adalah proses pertukaran ide yang melibatkan

dua arah . Jika Anda mencoba membuatnya satu arah, Anda mencegah

pertukaran ini dan pada akhirnya akan membuat orang lain frustrasi (Sugito et

23
al., 2017). Sedangkan menurut (Ross M et al, 2017) Komunikasi sebagai

domain luas dan mencakup banyak subdomain, termasuk membaca, menulis,

komunikasi interpersonal, dan berbicara di depan umum, antara lain. Konsep

komunikasi itu sendiri menghindari definisi yang jelas dan ringkas yang

mencakup semua subdomain, tetapi berbagai definisi akademis secara kolektif

menyoroti fitur komunikasi seperti pertukaran informasi, penggunaan simbol

linguistik dan nonlinguistik, saling pengertian, interaksi sosial, dan

intensionalitas.

Melalui komunikasi, siswa bisa dapat mengeksplorasi dan

mengonsolidasikan pemikiranya (Ismiyah,et al, 2020) Komponen terkait yang

diperlukan agar komunikasi berjalan dengan tepat dan efektif yaitu

kompetensi. Kompetensi diperlukan untuk membantu siswa dalam

pengendalian emosi dan tingkah laku ketika berkomunikasi. Siswa yang

belum terlatih kompetensinya, ia akan menemukan kesulitan berkomunikasi

(Wodd & Hartshorne, 2017). Kesulitan yang kerap ditemukan dalam

komunikasi yaitu rendahnya rasa percaya diri sehingga cukup mengganggu

kelancaran komunikasi. Siswa akan berbicara tersendat dan berdampak pada

kurang jelasnya pesan yang disampaikan. Selain itu, kompetensi yang

diperlukan dalam keterampilan komunikasi pada abad 21 yaitu kompetensi

penggunaan teknologi dan informasi. Abad 21 merupakan abad yang sarat

dengan teknologi atau masyarakat melabeli abad ini dengan era digital.

24
Hampir sebagian besar aktivitas pembelajaran memanfaatkan peran teknologi

dan informasi. Melalui teknologi, siswa lebih mudah mencari informasi untuk

menambah literatur dalam pembelajaran dan mendukung kelancaran

keterampilan komunikasi (Jackson, 2014 hlm. 223). Pada abad 21 siswa sudah

mahir memanfaatkan teknologi akan tetapi pemanfaatannyamasih kurang

optimal. Hal ini disebabkan siswa lebih banyak menggunakan teknologi untuk

aktivitas sosial yang kurang bermakna. Selain penguasaan keterampilan

berbahasa, pada saat ini siswa perlu mahir mendayagukanan teknologi untuk

menunjang keterampilan komunikasinya (Kuznekoff & Titsworth, 2013).

Teknologi dijadikan wadah untuk menyalurkan kreativitas atau

mengomunikasikan pesan postif bagi siswa pribadi, bagi peserta didik,

maupun bagi masyarakat.

Siswa dikategorikan memiliki keterampilan komunikasi yang baik

apabila ia mampu memahami informasi yang diterima dari berbagai sumber

dan dapat menginferensi tersebut untuk dipahami oleh penerima pesan.

Tingginya keterampilan komunikasi siswa tidak terlepas dari peran literasi.

Jenis literasi yang berkontribusi cukup besar terhadap keterampilan

komunikasi terdiri dari literasi bahasa dan literasi informasi. Keterampilan

komunikasi tidak lepas dari keterampilan berbicara dan keterampilan

menyimak yang merupakan bagian dari literasi bahasa. Sementara itu, literasi

25
informasi bermanfaat bagi individu untuk menyeleksi informasi yang tepat

untuk dijadikan topik berkomunikasi.

Komunikasi meliputi komunikasi formal dan informal. Sebagian besar

siswa memiliki hambatan ketika harus menghadapi komunikasi formal.

Komunikasi formal biasanya dilakukan dalam konteks ilmiah seperti ketika

melaksanakan diskusi panel, seminar, atau presentasi materi kuliah.

Sementara itu, komunikasi informal lebih dikenal dengan sebutan mutual

conversation artinya komunikasi ini dilakukan dalam percakapan sehari-hari

dengan suasana lebih santai. Hambatan yang kerap menjadi masalah

komunikasi formal yaitu terkait dengan rendahnya kepercayaan diri siswa dan

minimnya informasi yang dimiliki untuk menyampaikan topik diskusi (Purvis,

Mc Neill, & Sutherland, 2014). Keterampilan berbicara perlu dilatih secara

terus menerus dan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan

keterampilan berbicara adalah mengajak siswa untuk terlibat dalam diskusi

dengan memberi pendapat berdasarkan ahli atau informasi dari sumber yang

kredibel. Dosen selaku pembimbing perlu mengoptimalisasi keterampilan

berbicara dan membaca pemahaman siswa untuk menguasai literasi bahasa.

Siswa sudah sewajarnya menguasai literasi bahasa karena telah melaksanakan

proses pembelajaran cukup lama (Morreale, Staley, Stavrositu, & Krakowiak,

2014). Namun, hal yang disayangkan tidak semua jenjang pendidikan

memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk menguasai literasi bahasa

26
padahal bahasa adalah objek yang pertama kalidikenalkan pada manusia sejak

awal kelahiran. Keterampilan berbicara yang akuntabel merupakan kunci dari

efektifnya suatu komunikasi. Siswa sangat perlu dibiasakan untuk

berkomunikasi formal karena mereka akan menghadapi dunia sosial yang

sarat akan keahlian komunikasi. Minimnya pengetahuan siswa menjadi

pemicu rendahnya kepercayaan diri siswa ketika berkomunikasi. Oleh sebab

itu, siswa perlu membiasakan diri untuk banyak membaca. Dosen perlu

menugaskan siswa untuk meringkas isi bacaan dan melaporkan hasil

ringkasan secara oral. Siswa yang menguasai materi berdasarkan hasil

pemikiran dan ringkasan secara pribadi akan lebih percaya diri untuk

berbicara dalam konteks formal daripada siswa yang tidak menguasai materi

(Verma, 2013 hlm. 4).

2.1.4 Indikator Kemampuan Komunikasi

Menurut (Abraham Maslow, Gordon Alport dan Carl Roger dalam

Ulya, 2011) yang berasal dari psikologi humanistik mengatakan bahwa,

terdapat minimal lima strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk

menciptakan/membangun komunikasi efektif, seperti yang disebutkan sebagai

berikut:

1. Keterbukaan

Sipat keterbukaan menunjuk 2 aspek tentang komunikasi yaitu bahwa

kita harus diawali dengan rasa saling terbuka. Adanya rasa saling

27
terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dan

keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberoi tanggapan

terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang sesuatu yang

kita katakan. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran

dan gagasan kita. Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

2. Empati

Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi

dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama darisikap empeti

adalahkamampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum

didengarkan dan dimengerti orang lain. Guru yang baik tidak akan

menuntut peserta didiknya untuk mengerti keinginannya, tetapi ia akan

berusaha mamahami peserta didiknya terlebih dahulu. Di sini berarti

seorang guru tidak hanya melibatkan komponen indrawinya saja,

tetapi melibatkan pula mata hati dan perasaannya dalam memahami

berbagai prihal yang ada pada peserta didiknya.

3. Prilaku suportif

Keterbukaan dan empeti tidak akan berlangsung dalam dalam suasana

yang tidak suportif. Jack R. Gibb menyebutkan 3 prilsku yang

menimbulkan prilaku suportif, yakni deskriptif, spontanitas dan

privisionalisme.

4. Prilaku positif

28
Sikap positif dalam komunikasi ,enunjuk paling tidak dua aspek, yaitu

positif terhadap diri sendiri dan positif terhadap orang lain.

5. Kesamaan

Kesaan yang dimaksud adalah kominikasi umumnya akan lebih efektif

bila para pelakukanya mempunyai nilai, sikap, prilaku dan

pengalaman yang yang sama. Hal ini buksn berarti ketidaksamaan

tidaklah komunikatif, tentu saja dapat tetapi komunikasi lebih sulit dan

perlu banyak waktu untuk menyesuaikan diri dibandingkan dengan

kedua belah pihak memiliki kesamaan-kesamaan.

Indikator kemampuan komunikasi menurut ( Sumarmo (2015) dalam

Yanti, Melati and Zanty, 2019), kemampuan komunikasi tersebut dapat

diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut:

a. Menyatakan suatu situasi, gambar,diagram, atau benda nyata kedalam

bahasa, simbol, ide, atau model.

b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi secara lisan dan tulisan.

c. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang.

d. Membaca dengan paham suatu presentasi.

e. Menyusun konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

f. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematik dalam

bahasa sendiri

29
2.1.5 Moteode Pembelajaran yang Mendoron Siswa Berfikir Kritis dan

Berkomuniksai

Mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa harus didukung

semua komponen pembelajran meliputi metode pembelajaran, media

pembelajran.

Berikut penjelasan bebeberapa penelitian sebelumnya yang

menggunkan berbagai metode dan model pembelajaran yang mendukung

siswa berfikir kritis dalam pembelajran.

Dalam penelitian (Mellita, 2019) Berdasarkan hasil analisis data

penelitian tes kemampuan berpikir kritis di SMA PGRI 2 Palembang dengan

judul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Based Learning Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi” yang

dilakasanakan pada Kelas X di SMA PGRI 2 Palembang Tahun Pelajaran

2018/2019, maka dapat disimpulkan bahwa hasil nilai rata-rata Post test kelas

eksperimen (X IPS 1) sebesar 75,1 dan nilai rata-rata kelas kontrol (X IPS 4)

sebesar 64,5. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa

kelas eksperimen dengan model pembelajaran Inquiry Based Learning lebih

besar dari pada kelas kontrol tanpa menggunakan Inquiry Based Learning.

Untuk rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis apabila dianalisis per

indikator diperoleh bahwa untuk indikator memberikan penjelasan sederhana,

membangun keterampilan dasar, dan memberikan kesimpulan pada siswa

30
kelas eksperimen lebih tinggi jika disbanding dengan kelas kontrol. Hasil

perhitungan hipotesis, nilai thitung = 4,468 sedangkan harga t yang didapat dari

tabel distribusi t sebesar 1,996. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis yaitu

terima Ha Jika thitung > thabel Ho ditolak. Sehingga thitung 4,468> thabel 1,996 dapat

disimpulkan bahwa ada Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Based

Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran

Geografi yang dilaksanakan pada kelas X di SMA PGRI 2 Palembang Tahun

Pelajaran 2018/2019.

Menurut (Maryam et al., 2019) dalam penelitiannya dengan judul

“Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Keterampilan Berpikir

Kritis Siswa Kelas Xi Mia Man 2 Mataram” dari hasil Penelitian yang telah

dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan materi

pokok sel pada siswa kelas XI MIA di MAN 2 Mataram menunjukkan adanya

pengaruh model pembelajaran tersebut terhadap keterampilan berpikir kritis.

Pengaruh ini dibuktikan oleh hasil uji anakova yang menunjukkan nilai

signifikan (p) 0,00 (p < 0,05). Persentase pengaruh model pembelajaran

inkuiri terhadap keterampilan berpikir kritis siswa adalah sebesar 27,4 persen.

Adapun pengaruh yang diberikan berupa pengaruh positif, dapat dilihat dari

hasil F hitung bernilai positif (F = 28,328). Berarti bahwa model pembelajaran

inkuiri berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

31
Dalam penelitian (Nuraini, 2017) dengan judul “ Profil Keterampilan

Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Biologi Sebagai Upaya

Mempersiapkan Generasi Abad 21” dari hasil penelitian yang telah dilakukan,

ditarik simpulan bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru

biologi yang mengikuti mata kuliah fisiologi hewan memiliki skor nilai dan

kriteria yang berbeda-beda pada tiap keterampilannya. Keterampilan berpikir

kritis dalam hal Keterampilan interpretasi, menyimpulkan dan mengevaluasi

memiliki skor 78,18; 84,17 dan 84,29 dengan kriteria baik. Keterampilan

menganalisis (analisis) dan menjelaskan (penjelasan) memiliki skor 66,06 dan

57,78 dengan kriteria cukup, sedangkan keterampilan pengaturan diri

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik simpulan

bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru biologi yang

mengikuti mata kuliah fisiologi hewan memiliki skor nilai dan kriteria yang

berbeda-beda pada tiap keterampilannya. Keterampilan berpikir kritis dalam

hal Keterampilan interpretasi, menyimpulkan dan mengevaluasi memiliki skor

78,18; 84,17 dan 84,29 dengan kriteria baik. Keterampilan menganalisis

(analisis) dan menjelaskan (penjelasan) memiliki skor 66,06 dan 57,78 dengan

kriteria cukup, sedangkan keterampilan pengaturan diri.

Menurut (Irawan, 2018) dalam penelitiannya berjudul Peningkatan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Smp Kelas Vii Melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah, didalam penilain kemampuan berfikir kritis

32
dengan model pembelajran berbasis masalah dengan menggunakn 5 indikator

penilaian yang di teatpkan oleh Anies 1) Memberikan penjelasan sederhana,

2) Membangun keterampilan dasar, 3) Membuat inferensi, 4) Membuat

penjelasan lebih lanjut, 5) Mengatur strategi dan teknik. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan ketahui bahwa terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah mampu mengembangkan

kemampuan berpikir peserta didik pada setiap indikatornya.

Dalam penelitian (Widana, et al, 2018) dengan judul Memicu

Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Biologi melalui Model Blended

Learning Berbantuan Komik Digital, hasil dari penelitiannya menunjukkan

bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis yang mengikuti model

pembelajaran blended learning berbantuan komik digital lebih tinggi

dibandingkan yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Selain itu,

dalam hal perolehan kategori berpikir kritis 8 peserta didik (24,7%) pada

kelompok eksperimen dalam kemampuan berpikir kritis, berada pada kategori

kritis dan sangat kritis, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada peserta

didik berada pada kategori kritis dan sangat kritis. Itu artinya, 19 peserta didik

(54,28%) pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berada pada

kategori berpikir cukup kritis. Pada kelompok eksperimen hanya 3 peserta

didik (10%) yang berada di kategori kurang kemampaun berpikir kritisnya

33
dan pada kelompok kontrol terdapat 13 peserta didik (37,14%). Kategori

berpikir sangat kurang kritis kelompok kontrol adalah 3 peserta didik (8,58%).

Jadi, kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas eksperimen lebih baik

dengan kelas control.

Penelitian (Julianda, et al, 2018) dalam penelitiannya dengan judul

“Pengaruh Strategi Pembelajaran Inkuiri Berbasis Keterampilan Multiliterasi

terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” dari hasil pretest kemampuan

bepikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 38.48 dan 39.93,

jika diklasifikasikan masuk pada kualifikasi kurang. Hal ini sesuai dengan

pendapat Noor (2009) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan berpikir

peserta didik di dalam kelas tidak hanya disebabkan oleh kemampuan murid,

tetapi strategi guru dalam mengajar sangat memengaruhinya, tapi setelah di

terapkan pembelajaran dengan model inquiri Hasil rata-rata posttest

kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen adalah 71,26 dengan

kualifikasi baik dan kelas kontrol adalah 65,19 dengan kualifikasi cukup.

Untuk melihat besarnya peningkatan kemampuan berpikir kritis kedua kelas

dapat dilihat dengan nilai gain score kelas eksperimen dan kelas kontrol

masing-masing adalah adalah 32,7 dan 25,2. Peningkatan nilai posttest kelas

eksperimen terjadi karena implementasi strategi pembelajaran inkuiri berbasis

keterampilan multiliterasi. Langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri

34
berbasis multiliterasi membuat siswa aktif dalam belajar dan menyelesaikan

masalah dari materi fungsi dan peran sumber daya alam.

Penelitian (Priantari and Biologi, 2019) dalal penelitiannya dengan

judul “ Discovery Learning Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Siswa” dari Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kemampuan berpikir kritis

dari pra siklus, siklus I dan siklus II terjadi peningkatan untuk kemampuan

berpikir kritis “Baik” dan “Sangat Baik”. Didapat data pra siklus 0 % (0

siswa), siklus I 25% (6 siswa) Baik, dan 4,2% (1 siswa) Sangat Baik; terjadi

peningkatan lagi pada siklus II 79,2% (19 siswa) Baik, dan 4,2% (1 siswa)

sangat baik. Terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis karena

diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning.

2.2 Kerangka Teoritis

2.2.1 Instrumen Assasment

Ada beberpaa pendapat mengenai definisi instrumen. Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2005:383) mengartikan instrumen adalah sarana penelitian

berupa seperangkat tes untuk mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan.

Kamus lengkap Psikologi (2009:252) mengartikan instrumen adalah sebarang

alat perlengkapan yang di gunakan untuk mengukur atau mencatat data seperti

aparat, perlengkapan, kronometer, tes, dan sebagainya: satu sarana atau alat

untuk mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu, Widoyoko (2012:17)

35
menyatakan bahwa data merupakan semua hasil observasi atau pengukuran

yang telah di catat untuk keperluan tertentu, Nigrum (2019:14).

Suharsimi (2010:265) berpendapat bahwa instrumen adalah alat yang

di pilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agara

kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mudah. Instrumen sebagai alat bantu

yang digunakan untuk megumpulkan data dengan pengukuran. Data hasil

pengukuran kemudian dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan penelitian.

Kegiatan pengumpulan data secara sistematis melalui tahap pengembangan

instrumen. Pengembangan instrumen bisa dilakukan denga membuat

instrumen baru ataupun mengembangkaninstrumen yang sudah ada sesuai

prosedur pengembangan. Prosedur pengembangan instrumen melibatkan

kegiatan identifikasi variabel, deskripsi teori atau materi, pengembangan

spesifikasi, uji coba dan kompilasi (Purwanto,2007:99).

2.2.2 Penelitian Pengembangan

Secara sederhana "Penelitian dan Pengembangan" defenisikan sebagai

metode penelitian yang bertujuan untuk mencaritemukan, memperbaiki,

mengembangkan, menghasilkan produk, menguji produk, sampai

dihasilkannya suitiatu produk yang terstandarisasi sesuai dengan indikator

yang ditetapkan. Atau dengan kata lain sebagai metode penelitian yang

bertujuan" menghasilkan suatu produk unggulan" yang didahului "penelitian

pendahuluan" sebelum produk dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk

36
memastikan, bahwa produk yang akan dikembangkan adalah benar-benar

produk yang dibutuhkan. Oleh karena itu "Penelitian dan Pengembangan"

banyak digunakan disektor industri dalam rangka menghasilkan

produkproduk unggulan, baik itu industri manufaktur maupun industri olahan

atau makanan (Dr. Yuberti, 2016)

Metode penelitian dan pengembangan (research and development)

adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu

dan menguji keefektifannya. Menurut Borg and Gall, yang dimaksud dengan

model penelitian dan pengembangan adalah “a process used develop and

validate educational product”.2 Bahwa penelitian pengembangan sebagai

usaha untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang

digunakan dalam proses pembelajaran. Pengertian yang hampir sama

dikemukakan oleh Asim bahwa penelitian pengembangan dalam pembelajaran

adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi

produk-produk yang digunakan dalam proses pembelajaran (Purnama, 2016).

Menurut Gay (1990) Penelitian Pengembangan adalah suatu usaha

untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah,

bukan untuk menguji teori, sedangkan Borg and Gall (1983: 772)

mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai berikut:

Educational Research and development (R&D) is a process used to

develop and validate educational products. The steps of this process

37
are usually referred to as the R&D cycle, which consists of studying

research findings pertinent to the product to be developed,

developing the products based on these findings, field testing it in

the setting where it will be used eventually, and revising it to correct

the deficiencies found in the filed-testing stage. In more rigorous

programs of R&D, this cycle is repeated until the field-test data

indicate that the product meets its behaviorally defined objectives

(Penelitian Pendidikan dan Pengembangan (R&D) adalah proses

yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk

pendidikan. Langkah-langkah dari proses ini biasanya disebut

sebagai siklus R&D, yang terdiri dari mempelajari temuan

penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan,

mengembangkan produk berdasarkan temuan ini, bidang pengujian

dalam pengaturan di mana ia akan digunakan akhirnya, dan

merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam

tahap mengajukan pengujian. Dalam program yang lebih ketat dari

R&D, siklus ini diulang sampai bidang-data uji menunjukkan bahwa

produk tersebut memenuhi tujuan perilaku didefinisikan (Hanafi,

2017)
2.2.3 Model Pembelajaran Abad 21

38
Pada abad 21 ini, perkembangan teknologi yang semakin luas

membuat pembelajaran konvensional seperti tatap muka (face-to-face)

mengalami penurunan daya tarik. Sebagian siswa merasa pembelajaran tatap

muka sudah tidak efektif lagi dan membuat mereka cepat merasa bosan.

Mereka lebih tertarik memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada untuk

melakukan proses pembelajaran yaitu dengan e-learning. Daya tarik sendiri

merupakan kemampuan seseorang atau suatu hal dalam memikat dan menarik

seseorang untuk menyukai suatu objek. Daya tarik dapat timbul karena

terdapat suatu keunikan atau ciri khas dan kemudahan dalam menggunakan

atau memahami suatu hal. Dalam proses pembelajaran, daya tarik perlu

dimiliki supaya dapat menarik atau memikat siswa ke dalam proses

pembelajaran.

Untuk memunculkan daya tarik pada proses pembelajaran, guru perlu

memiliki strategi pengorganisasian pengajaran atau model pembelajran yang

dapat menyampaikan pelajaran dengan tepat, unik, dan memberikan

kemudahan bagi para siswa dalam memahami saat proses pembelajaran

berlangsung. Dengan memiliki strategi pengorganisasian pengajaran atau

model pembelajaran yang dapat menyampaikan pelajran dengan tepat dan

dapat membuat para siswa tertarik dengan mata pelajaran atau bidang studi

yang diajarkan. Menurut Degeng (1989), strategi pengorganisasian pengajaran

atau sebuah model pembelajaran memiliki peran penting dalam memberikan

39
dan mempertahankan daya tarik bidang studi atau mata pelajaran (Wardani, et

all 2018).

Definisi model pembelajaran oleh (Eggen dan Kauchak, 2012) adalah

pendekatan spesifik dalam mengajar. Sedangkan menurut ( Joyce, et all, 2009

dalam Nurlian N, et all, 2019) bahwa: model pemssbelajaran adalah deskripsi

suatu lingkungan pembelajaran yang disusun berdasarkan tujuan yang ingin

dicapai, pembelajaran di kelas, kelompok belajar, dan latihan untuk mendisain

instruksional berbagai materi pelajaran, program multimedia, serta program-

program pembelajaran melalui komputer. Menurut (Handayani S, et all, 2017)

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam

mengorganisasi-kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Menurut ( Jogce, Weil & Calhoun 2009-Edisi Kedelapan dalam

Barus, 2019) dalam bukunya Model of Teaching mengemukakan empat

kelompok model pembelajaran, yaitu kelompok : 1). Model yang memproses

informasi , 2).Model interaksi social 3). Model pengajaran personal 4). Model

system –sistem perilaku.(Materi Bimtek Model PBM oleh Cepi Triatna).

Berikut ini adalah model –model yang disarankan untuk pendidikan abad 21

pyang biasa dipilih para guru –guru kita sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan mereka. Ada 7 model pembelajaran terkini yaitu :

1. DL = Discovery Learning atau penemuan


2. IL =Inquiry Learning atau penyelidikan

40
3. PBL =Problem Basic Learning Berbasis Masalah
4. PjBL = Projec Basic Learnig atau Berbasis Proyek
5. PBT/PBET=Production Based Training/Production
6. TEFA =Teaching Faktori atau pembelajaran berbasis industry
7. MBL =Model Bleanded Learning

2.2.4 Hybrid Learning

Perkembangan Teknologi Informasi telah mendorong munculnya

berbagai Inovasi model pembelajaran di bidang pendidikan. Model-model

pembelajaran inovatif itu sendiri muncul sebagai alaternatif solusi guna

mengatasi berbagai kendala pada metode belajar tradisional. Salah satu

aplikasi Teknologi Informasi dalam bidang pendidikan adalah pengembangan

E-learning. Menurut Rosenberg (2001 : 28), E-learning merupakan satu

penggunaan teknologi Internet dalam proses pembelajaran dalam jangkauan

luas yang berlandaskan tiga kriteria yaitu: (1) E-learning merupakan jaringan

dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan

membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna

terakhir melalui computer dengan menggunakan teknologi Internet yang

standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang

pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Berdasarkan

penjelasan tersebut, maka usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dengan memanfaatkan potensi e-learning penting untuk

dilakukan (Hendrayati and Pamungkas, 2015).

41
Hybrid learning sama dengan blended learning. Hybrid learning adalah

pembelajaran kolaborasi yang mengintegrasikan antara pembelajaran online

dengan pembelajaran tatap muka. Menurut Tsai, hybrid learning dipakai

dalam pembelajaran lingkungan menggunakan internet. Menurut Graham

Kaleta dan Barenfenger hybrid learning adalah model pembelajaran yang

menggabungkan pembelajran di dalam kelas dengan tatap muka dengan

belajar di tempat terbukadengan memanfaatkan teknologi informasi yang

tersedia (Afidah, 2020).

Pemaduan pembelajaran melalui teknologi informasi dan komunikasi

dengan metode tradisional memiliki dampak positif pada pencapaian hasil

belajar (Condie, 2007, p. 337). Kombinasi pembelajaran online dan

lingkungan belajar tradisional bisa jauh lebih berguna dalam memecahkan

masalah pendidikan dan memenuhi kebutuhan pendidikan dan penerapan

strategi blended learning memungkinkan pengajar/dosen dapat

mengembangkan pemeblajarn berbasis TIK, aktif, kreatif, efektif,

menyenangkan dan kontekstual (Krokmaz, 2009).Hybrid learning

memfasilitasi mahasiswa mendapatkan bahan-bahan untuk kegiatan

pembelajaran melalui internet. Dosen juga dapat memantau kegiatan

mahasiswa melalui internet (Sari,et all , 2018).

Model pembelajaran hybrid learning adalah model pembelajaran

yang mengkombinasikan strategi penyampaian pembelajaran menggunakan

42
kegiatan tatap muka (face to face) dan online (forum diskusi/chatting).

Melalui pembelajaran berbasis hybrid learning siswa diharapkan mampu

belajar mandiri, berkelanjutan, dan berkembang sepanjang hayat sehingga

belajar akan menjadi lebih efektif, lebih efisien, dan lebih menarik. Menurut

Susilo (2011) terdapat berbagai keuntungan pembelajaran hybrid

dibandingkan pembelajaran tatap muka biasa yakni siswa dapat lebih sukses

mencapai tujuan pembelajaran dibandingkan pembelajaran tradisional, serta

adanya peningkatan interaksi dan kontak antar siswa dan antara siswa dan

guru (Tuapattinaya, 2017).

Pembelajaran berbasis Hybrid learning berkembang sekitar tahun 2000

dan sekarang banyak digunakan di Amerika Utara, Inggris, Australia,

kalangan perguruan tinggi dan dunia pelatihan. Melalui hybrid learning semua

sumber belajar yang dapat memfasilitasi terjadinya belajar bagi orang yang

belajar dikembangkan. Pembelajaran blended dapat menggabungkan

pembelajaran tatap muka (face-to-face) dengan pembelajaran berbasis

komputer. Artinya, pembelajaran dengan pendekatan teknologi pembelajaran

dengan kombinasi sumber-sumber belajar tatap muka dengan pengajar

maupun yang dimuat dalam media komputer, telpon seluler atau iPhone,

saluran televisi satelit, konferensi video, dan media elektronik lainnya. Peserta

didik dan pendidik bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

(Fitria, 2018). Tujuan utama pembelajaran hybrid adalah memberikan

43
kesempatan bagi berbagai karakteristik peserta didik agar terjadi belajar

mandiri, berkelanjutan, dan berkembang sepanjang hayat, sehingga belajar

akan menjadi lebih efektif, lebih efisien, dan lebih menarik (Verawati and

Desprayoga, 2019).

Menurut (Putra, 2015) Pelaksanaan hybrid learning tergantung pada

beberapa faktor.yaitu: (1) Sarana dan prasarana meliputi jaringan internet, (2)

Pengembangan professional guru dalam mengakses TIK, (3) Siswa perlu

dibekali pengetahuan untuk mengakses komputer dan internet dalam

pelaksanaan hybrid learning. Selain itu, pelaksanaan hybrid learning harus

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Berikut macam-macam

tipe hybrid learning:

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5


Fully online Mostly or Mostly or Classroom Classroom
curriculum fully online fully online instruction instruction
with options curriculum curriculum with that includes
for face-to with some with substantial online
face time students required resources,
instruction required in meeting online with limited
either the daily in the components or no
classroom classroom or that extend requirements
or computer beyond the for students to
classroom lab classroom be online
lab and/or the
school day

44
Implementasi hybrid learning berdasarkan model-model pada Gambar

1 sudah dirancang sesuai kondisi sekolah. Berikut penjabaran dari tiap model

pada hybrid learning:

a. Model 1; model ini merupakan implementasi hybrid learning yang

menggunakan fasilitas internet secara full setiap proses kegiatan

pembelajaran berlangsung. Model ini menuntut siswa dan guru selalu

stand by pada internet. Semua kegiatan belajar mengajar dilakukan

melalui internet misalnya dapat melalui videoconference. Namun

demikian, instruksi pelaksanaan dilakukan secara tatap muka. Model ini

dapat dilakukan pada lembaga tingkat perguruan tinggi dimana guru dan

siswa atau dosen dan mahasiswa tidak masuk di kelas.

b. Model 2; model 2 adalah implementasi hybrid learning yang

menggunakan fasilitas internet juga bisa secara full atau kadang-kadang.

Model ini memberikan kelonggaran bagi siswa dan guru untuk tidak setiap

pertemuan menggunakan internet. Model ini kadangkadang diselipkan

pembelajaran secara tatap muka, misalnya saat melaksanakan Ujian atau

pengumpulan tugas berupa makalah atau laporan penelitian. Model ini

juga digunakan pada perguruan tinggi.

c. Model 3; model 3 merupakan implementasi hybrid learning yang

menggunakan fasilitas internet cukup banyak saat kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran tatap muka dilakukan saat ada kegiatan diskusi kelas atau

45
praktikum di kelas. Penggunaan internet pada model ini sama dengan

model 1 dan model 2 dimana siswa dan guru atau dosen dan mahasiswa

lebih aktif mengakses internet.

d. Model 4; model ini merupakan implementasi hybrid learning yang cukup

mudah. Model ini masih menggunakan fasilitas internet didalam kegiatan

pembelajaran, namun masih lebih banyak kegiatan tatap muka antara

siswa dan guru. Internet pada model ini digunakan sebagai pendukung saat

pembelajaran, misalnya saat kegiatan diskusi kelas, guru menganjurkan

siswa mencari bahan diskusi dengan internet dan selanjutnya

mempresentasikannya.

e. Model 5, model ini merupakan implementasi hybrid learning yang paling

sederhana. Model ini tidak menuntut siswa untuk selalu terhubung dengan

internet saat pembelajaran. Model ini memudahkan siswa dimana siswa

dapat mengakses bahan-bahan online dari guru walaupun diluar

kelas/sekolahan. Penggunaan Internet didalam kelas pada model ini tidak

ada. Selain itu, kegiatan siswa dan guru di kelas tetap menggunakan

pembelajaran tatap muka dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia

pada sumber internet, misalnya video, musik, film, animasi, gambar, dan

lain-lain.

46
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian Pengembangan

Metode merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian.

Metode penelitian di dalamnya di jelaskan tenang sistematika penelitian yang

akan dilakukan. Penelitian ini memeparkan megenai : jenis penelitian,

rancangan penelitian, defenisi operasional, metode pengumpulan data,

keabsahan data, dan analisis data. Jenis penelitian yangd igunakan adalah

penelitian research and development atau yang biasa di sebut dengan

penelitian pengembangan suatu produk tertentu. Tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk membuat produk berupa instrumen assament kememapuan kritis

siswa SMA di daerah 3T di Kabupaten Seram Bagian Barat pada mata

pelajaran Biologi yang valid, reliable, dan praktis.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengemabangan yang

dilakukan oleh model penelitian pengembangan Borg & Gall (1983 : 775)

47
dalam salirawati, (2011., p. 232). Penelitin menggunakan 8 langkah yang

direvisi untuk pengembangan produk. Delapan langkah tersebut yaitu (1)

Research and information collecting (Study pendehaluan), (2) (Perencanaan),

(3) Deevelop preleminary form of product ( Pengembanagan daraf produk),

(4) Preliminary field testing (Uji coba produk awal), (5) Main product

revision (Penyempurnaan produk awal), (6) Main field testing ( Uji coba skala

luas), (7) Operational product revision (penyempurnaan produk hasil uji coba

lapngan), (8) Final product revision ( Penytempurnaan produk akhir).

3.2 Prosedur Pengembangan

Pada pengembangan instrumen penelian konsep diri siswa pada

pembelajran biologi pada materi pencemaran lingkungan. Rencangan

prosedur penelitian dengan menggunakan langkah – langkah Borg & Gall.

Berikut adalah langkah – langkah pengembanagn instrumen asesmen

kemampuan berpikir kritis siswa SMA di daerah 3T di Kabupaen Seram

Bagian Barat pada pelajaran Biologi, sebagai berikut:

3.2.1 Tahap Studi Pendahuluan ( Research and Information Collecting)

Tahap studi pendahuluan bertujuan untuk mengumpulkan berbagai

macam informasi tentang kebutuhan dalm pengembangan instrument

48
penilaian. Informasi diperoleh melalui analisis kebutuhan, studi literatur, dan

studi lapangan diskusi dengan guru mata pelajaran dan studi dokumen.

3.2.2 Perencanaan (Planning)

Penelitian tahap perencanaan melakukan hal-hal sebagi berikut :

1) Menentukan spesifikasi instrumen berdasarkan kondisi faktual

mengenai pengembangan instrumen kemampuan berpikir kritis dan

komunikasi siswa SMA di Kabupaten Seram Bagian Barat berbantuan

model Hybrid Learning pada mata pelajaran biologi.

2) Spesifikasi instrumen yang ditentukan berupa format instrumen dan

jumlah item instrumen.

3) Mengembangan idikator dan butir aspek-aspek kemampuan berpikir

kritis dan komunikasi siswa SMA

4) Mennetukan jenis skala instrumen serta menentukan sistem penskoran

pada isntrumen yang dikembangkan

3.2.3 Pengembangan Draft Produk (Develop Preliminary Form Product)

Pengembangan draft produk instrumen assesmen kemampuan berfikir

kritis dan komunikasi Siswa SMA dengan berbantuan model Hybrid Learning

pada mata pelajaran biologi mteri pencemaran lingkungan. Untuk

pengembangan draft produk adlah sebagai berikut :

49
1) Menusun prototype instrumen assasmen kemampuan berpikir kritis

dan komunikasi siswa SMA dengan berbantuan model Hybrid

Learning.

2) Menyusun rubrik penskoran instrumen asesmen kemampuan berpikir

kritis dan komunikasi siswa SMA berbatuan model Hybrid Learning.

3.2.4 Draft. 1 Uji Coba Produk Awal (Preliminari Field Testing)

Pada uji coba skala kecil, instrumen yang telah mendapatkan

rekomendasi kelayakan dari para validator kemudian di uji cobakan ke

lapangan. Uji coaba instrumen skala kecil dilakaukan pada sisa SMA di slaah

satu sekolah di Kabupaten Seram Bagigan Barat. Uji coba skala kecil

bertujuan untuk memperoleh data kuantitatif berupa skor/nilai dari hasil

respon siswa terhadap instrumen yang dikembangkan. Dalam rangka

penentuan validitas tip butirnya, reliabilitas instrumen, dan uji coba

keterbacaan.

3.2.5 Penyempurnaan Produk Awal ( Main Product Revision)

Penyempurnaan produk awal dilakukan setelah uji coba lapangan

skala kecil. Pada tahap penyempurnaan prodk awal ini. Lebih banyak

dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada

evaluasi terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat

perbaikan internal. Hasil uji coba skala kecil digunakan untuk merevisi

instrumen yaitu memilih butir-butir yang valid untuk diikut sertakan pada uji

50
coba lapangan luas dan butir yang tidak valid langsung dan tidak diikutkan ke

uji coba lapangan luas.

3.2.6 Draft 2 Uji Coba Skala Besar (Main Field Testing)

Instrumen hasil uji coba skala kecil menjadi acuan untuk uji coba pad

askla besar. Responden uji coa skala besar dilakukan untuk lebih dri satau

sekolah dan mungkin dilakukan pada 100 sisw dari 3-4 sekolah SMA di

Kabupaten Seram Bagian Barat.

3.2.7 Penyempurnaan Produk (Operational Product Revision)

Penyempurnaan produk dari hasil uji coba skala besar lebih

memantapkan produk yang dikembangkan. Selain perbaikan yang bersifat

internal, penyempurnaan produk didasarkan pada evaluasi hasil sehingga,

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.

3.2.8 Produk Akhir (Final Product Revision)

Instrumen peneliaian kemampuan berpikir kritis yang valid, reliabel

dan prktis merupakan produk akhir dari berbagai tahapan yang dilakukan

sebelumnya dalam penelitian ini. Produk akhir yang dihasilkan berupa

instrumen asesmen kemampuan berpikir kritis siswa SMA di daerah 3T se

Kabupen Seram Bagian Barat dengan berbatuan model Hybrid Learnig.

51
3.3 Sumber Data dan Subjek Penelitian

3.3.1 Sumber Data

Pada tahap studi pendahuluan, suber data dalam penelitian ini

diperoleh dari kegiatan penelitian yang dilakukan di beberapa SMA di daerah

3T khusunya di Kabupaten Seram Bagian Barat selama waktu yang

ditentukan. Data-data penelitian diperoleh dari observasi awal. Kegiatan

observasi yang dilakukan, digabungkan dengan kegiatan wawancara dengan

beberapa guru di sekolah tersebut. Selanjutnya dilakukan studi dokumen

perangkat penilaian yang berupa hasil belajar siswa V, RPP pada kurikulum

2013 dan perangkat pendukung lainnya.

3.3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X di

beberapa sekolah di Kab. Seram Bagian Barat tahun pelajaran 2021-2022.

Subjek uji coba skala kecil dilakukan pada keseluruhan siswa di salah satu

sekolah di Kab Seram Bagian Barat,

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupak kegiatan yang sangat

utama dalam penelitian dan memperoleh data atau informasi yang

52
dibutuhkan. Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunkan sesuai dengan jenis datanya

adalh sebagaii berikut.

3.4.1.1 Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh melalui observasi , wawancara, studi

dokumen yang dilakukan di SMA Di daerah 3T yang berada di Kab.

Seram Bagian Barat dan validasi oleh pakar/ahli. Secra jelas tekhnik-

tekhnik tersebut sebagi berikut:

1. Observasi, teknik ini merupakan cara pengumpulkan data dengan

menggunakan lembar pengamatan yang berisi item-item

pernyataan yang dilengkapi dengan pilihan ceklist pada setiap

pertanyaaan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data

tentang kelengakapan sekaolah khususnya laboratorium

2. Wawancara, yaitu teknik wawancara yang dilakuakn oleh peneliti

dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur.

3. Studi dokume, kegiatan ini dilakaukan untuk menyempurnakan

informasi yang telah diperoleh kemudian dibuat dalam bentuk

53
dokumentasi. Selain itu, pemakaina alat bantu seperti kamera dan

alat perekam juga penting untuk diadakan dalam kegiatan ini

4. Validasi oleh pakar ahli, kegaiatan ini dilakaukan ketika meminta

pertimbangan kepada para ahli tentang kelayakan instrumen yang

telah disusun

3.4.1.2 Data Kuantitatif

Data kuatitatif diperoleh melalui kegiatan analisis dan validasi

instrumen baik pada uji coba skala kecil maupun uji coba skal luas. Analisis

kuantitatif yang dilakukan adalah dengan melihat karakteristik instrumen yang

terdiri dari validitas dan reliabilitas instrumen.

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

3.4.2.1 Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian pengembangan instrumen assasment berpikir kritis dan komunikasi

siswa SMA di daerah 3T dengan berbantuan model hybrid learning pada

pembelajaran biologi yaitu berisikan aspek yang diamati meliputi, silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), alat evaluasi yang digunkaan guru

54
dan refrensi bahan ajar guru, lembar observasi merupakan instrumen asasmen

yang digunakan guru sebagai alat evaluasi pembelajaran.

3.4.2.2 Pedoman wawancara

Pedoman wawancara merupakan panduan pengguanaan instrumen

yang berisi indikator – indikator inti yang akan dimasukan dalam

pertanyaan wawancara kemudian diajukan secara langsung kepeda

pemberi informasi.

Pedoman wawancara yang dikembangkan adalah pedoman

wawancara untuk mengembangkan instrumen penilaian kemampuan

berfikir kritis dan komunikasi siswa pada pembelajaran biologi, isi

pedoman wawancara yaitu aspek bagaimana pemahaman guru mengenai

ketrampilan abad 21, implementasi ketrampilan abad 21, kendal

implementasi ketrampilan abad 21, metode pembelajran yang di treapkan

dan bentuk penilaian sebagi alat evaluasi.

3.4.2.3 Kusioner respon guru

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data

terkait

dengan keterbacaan instrumen kemampuan berpikir kritis dan komunikasi

siswa SMA dengan model Hybrid Learnig. Kuesioner respon guru

digunakan untuk mengetahui kualitas dan kepraktisan instrumen

55
kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada pemebelajaran biologi dengan

berbantuan model Hybrid Learning.

3.4.2.4 Kamera dan Alat perekam suara

Kamera digunakan ketika sedang mewawancara dan studi

dokumen. Dengan alat ini diharapkan data yang diperoleh akan terkumpul

dengan baik sehingga data yang terkumpul tidak akan hilang atau lupa jka

dibutuhkan. Selain itu penggunaannya juga sebagai penguat ketika

kegiatan sedang berlangsung

3.4.2.5 Lembar Validasi Ahli

Lembar validasi ahli dipergunakan untuk memvalidasi instrumen

penilaian autentik khusunya untuk kegiatan psikomotor yang telah

dikembangkan atau disusun sebelumnya. Pada lembar validasi ahli ini

petunjuk penilaian unutk menilai keterbacaan instrumen, keseuaian

dengan tujuan pembelajaran dan kebenaran konsep oleh para ahli

berdasrkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya, Sangat Valid, Valid,

Kurang Valid, Tidak Valid. Selain itu. Penilaian ahli bertujuan untuk

memperoleh saran, kritik yang digunakan sebagai masukan untuk merevisi

instrumen awal yang ditulis menjadi instrumen yang lebih baik dan layak

untuk diujicobakan kelapangan. Dalam tahap penilaian ahli ini dapat

dilakukan secara berulang sehingga didaptkan perbaikan instrumen yang

lebih baik.

56
3.4.2.6 Lembar Soal Tes Essay Untuk Mengukur Kemampuan

Berfifkir Kritis Siswa

Soal tes berbentuk essay berjumlah 10 butir soal yang

dikembangkan dari aspek kemapuan berfikir kritis siswa yaitu, elementary

clarification, basic suppoort, infrence, advanced clarification dan

strategy and testics.

3.5 Uji Keabsahan Data, Uji Validitas dan Reliabilitas

3.5.1 Uji Keabsahan Data

Uji kebsahan data merupakan kegiatan yang bertujuan unutk

mengecek kembali kebenaran data yang diperoleh sehinga langkah analisis

data dapat dilakukan. Salah satu teknik yang digunakan untuk menguji

keabhsahan data adalah menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah

proses pengecekan data antara sumber data , metode, maupu teori yang satu

dengan yang lainnya. Mathison (Sugiyono, 2013:329) menyatakan bahwa

nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk

mengetahui data yang diperoleh convergen (meluas), tidak konsisten atau

kontradiksi. Trianggulasi data yang digunakan dala penelitian ini

menggunakan trianggulasi sumber. Hal ini dikarenakan peneliti menggunakan

metode pengumpulan data pada sumber yang berbeda untuk mendapatkan

data yang sama antara lain dengan observasi, wawancara dan studi dokumen.

57
3.5.2 Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah suatu skala mampu menghasilkan data yang

akurat sesuai dengan tujuan ukurannya, diperlukan suatu proses pengujian

validitas atau validasi (Azwar, 2014 : 131). Uji validasi instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan validasi oleh para ahli (expert

judgment). Jumlah validator 3 orang. Jumlah tersebut dapat bertambah

tergantung pada kebutuhan validator yang memiliki keahlian dalam

penyusunann instrumen penilaian. Misalnya Guru Biologi, Dosen yang

mengajar Biologo ahli evaluasi dan ahli pengukuran. Validasi instrumen yang

dilakukan dalam penelitian ini ialalah validitas isi dan validitas konstruk.

3.5.2.1 Validitas Isi

Azwar (2015:8) mengemukakan bahwa untuk mengetahui apakah

suatu skala mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan

ukurnya, diperlukan suatu proses pengujian validitas, uji validitas instrumen

yang digunakan dalam penelitin ini menggunakan validasi oleh para ahli

(Expert Judgment). Jumlah validator 5 orang yang memiliki keahlian dalam

penyususnan instrumen asesmen. Validasi sis dalam penelitian menggunakan

bantuan dua ahli teori dana tiga praktisi, yang dimaksud dengan praktisi

dalam instrumen asesmen berpikir kritis dan komunikasi dalam penelitian ini

adalah guru SMA. Untuk menghitung validasi isi instrumen didasrkan pada

58
penelitian pakar / ahli sebanyak n – orang terhadap suatu item yaitu dengan

menggunakan formula Aiken’s V. Penilaian dilakukan dengan cara

memberikan angka antara 1 sampai 4. Makna pada skor 1 -4 adalah sebgai

berikut :

1) Skor 1 berarti butir instrumen tidak sesuai dengan indikator,


2) Skor 2 berarti instrumen cukup sesuai dengan indikator,
3) Skor 3 berarti instrumen sesuai dengan indikator
4) Skor 4 instrumen sangat sesuai dengan indikator (Azwar, 2015, p.
134)

Formula Aiken’s V sebagai berikut :



∑ (r −lo)
v= ❑

Keterangan :

lo : Angka penilaian validitas yang terendah ( dalam hal ini = 1

c : Angka penilaian validtas yang tertingi ( dalam hal ini = 4)

r : angka yang di berikan oleh seorang penilain

n : Jumlah nilai

mengecek apakah butir valid dan tidk adalah mengkultasikan V yang


didapat dengan melihat kriteria yang ditentukan dari Tabel 3.1
No. Of Number of Rating Categories (c)
item (m)
2 3 4 5
or Raters
(n) V P V P V P V P
2 1,00 ,040
3 1,00 ,008
3 1,00 ,037 1,00 0,16 ,92 ,032

59
4 1,00 ,004 ,94 ,008
4 1,00 ,012 ,92 ,020 ,88 ,024
5 1,00 ,004 ,93 ,006 ,90 ,007
5 1,00 ,031 ,90 ,025 ,87 ,021 ,80 ,040
6 ,92 ,010 ,89 ,007 ,88 ,005
6 1,00 ,016 ,83 ,038 ,78 ,050 ,79 ,029
Aiken,L, R (1985)
Keterangan :
No. Of Item (m) or Raters (n) : Banyak ahli / reter
Number of Rating Categoris (c) : Banyak karakter pilihan
V : Nilai Tabel Aiken’s
P : Probabilitas atau Peluan

Setelah validditasi dihitung dengan rumus Aiken’s maka hasilnya di

konfirmasi dengan tabel Aiken’s jika Vhitung ≥ Vtabel maka instrumen

dikatakan valid dan layak untuk dujikan. Penelitian menggunakan lembar

angket untuk validasi ahli yang terdiri dari 5 expert jidgement, dengan

menggunakan skala likert banyak rating 1 sampai 4, jadi koefisien

penerimaaan validitas yang disesuaikan dengan tabel Aiken’s yaitu 0,87.

3.5.2.2 Validitas Konstruk Tes

Pada tahap validitas konstruk instrumen assesment yang telah melalui

uji validitas isi , dapat diujicobakan pada sekolompok partispan yaitu

beberapa SMA di Kab, Seram Bagian Barat. Selanjutnya hasil uji validtas

konstruk dianalisis mengunakan analisis faktor untuk melihat tingkat

60
validitasnya, uji coba validtas konstruk suatu instrumen dilakukan

menggunakan analisis factor confirmatori analysis (CFA) melalui program

LISREL. Rusilowati (2014, p. 131) bahwa suatu variabel teramati dapat

dilihat dari muatan faktor (facor loading) dari variabel tersebut terhadap

variabel latennya.

Hair et. Al (1995, 2010) dan Holmes -Smith (2006) dalam Mohamad,

Bin & Afthanorahman (2013, pp, 198 – 205) merekoendasikan penggunaaan

setidaknya tiga indeks kecocokan dengan memasukan satu indeks dari setiap

kategori kecocokan model. Absolute fir menyajikan tiga jenis indeks yaitu

chisquare, Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) dan Goodnes

Fit Indes (GFI). Incremental fit mengajukan empat jenis indeks yaitu Adjust

Good of Fit (AGFI), Comparative Fit Indes (CFI). Tucker Lewis Indes (TLI),

dan Normed Fit Indes (NFI). Semua kategori kecocokan model harus dicapai

tergantung pada literatur yang didukung penjelasan mengenai kategori indeks

kecocokan model, tingkat penerimaan, dan komentar disajikan dalam Tabel

3.2

61
Tabel 3.2 Indeks Kecocokan Model dan Tingkat Penerimaan

Name Of Index Level of Literature


Categori acceptance
Absolute Fit Chisquare P > 0.05 Wheaton et, al. 1997
RMSEA RMSEA > 0.08 Brown n Cudeck (1993)
GFI GFI > 0,90 Joreskog and Sorbom (1984)
Incremental Fit AGFI AGFI > 0.90 Tanaka and Huba (1985)
CFI CFI > 0.90 Bentler (1990)
TLI TLI > 0.90 Bentler and Bonett ( 1980)
NFI NFI > 0.90 Bollen (1989)
Parsimonious fit Chisq / df Chisq / df Marsh and Hocevar (1985)

Sumber : Mohamad, Bin & Afthanorhan (2013, pp, 198. 205)

3.5.3 Reliabilitas

Reliailitas merupakan koefisien yang menunjukan tingkat kejengan

atau konsistensi hasil pengukuran suatu tes (Mardapi, pp. 2016:46). Menurut

Khumaedi (2012,. P. 29) Instrumen asesmen harus memenuhi syarat

reliabilitas, jika instrumen tidak memenuhi hal tesebut, maka data yang

diperoleh dari instrumen tersebut diragukan atau tidak dapat dipercaya

kebenarannya. Reliabilitas instrumen tersebut diragukan atau tidak dapat

dipercaya kebenarannya. Reliabilitas instrumen yang dilakukan dalam

penelitian adalah reliablitas berdsarakan berdasarkan pendapat para ahli

(interrater) dan berdasarkan uji empiris. Nilai koefisiensi

62
reliabilitas hasil rating memperoleh nilai koefisien ≥

maka instrumen asesmen kemampuan berfikir kritis

dapat dikatakan bahwa para ahli konsisten dalam

memberikan penilaian (Rusilowati, 2015, p.20). uji

reliabiltas yang digunakan penelitian menggunakan

reliabilitas konsisten internal butir soal, mengestimasi

koefisien reliabilitas instrumen dengan formula Alppa

Cronbach yaitu untuk uji reliabilitas konsistensi internal instrumen,

(Khumaedi, 2012 p. 27) berikut teknik Alpa Crounbach yang digunakan untuk

menguji tingkat reliabilitas instrumen :


( ) n
( r 11 ) = n−1 1− ( )



s 2i

Keterangan :
ri : Koefisien reliabilitas instrumen
n : Jumlah item dalam instrumen
s2i : Jumlah varians item
s2t : Variasn skor butir

Data mentah yang diperoleh kemuidan dianalisis

dengan mengunakan bantuan komputer program SPSS 16.

Koefisien reliabilitas sebesar ≥ 0.50 sudah cukup

memadai untuk dapat diterima sebagai reliabilitas yang

baik ( Khumaedi, 2012, p.29). sedangkan menurut

Rusilowati (2014, p.29) kriteria reliabiltas penerimaan

63
koefisien Alpha Cronbach pada Tabel 3.3.

Cronbach,s Alpha Internal Consistency


α < 0,2 Sangat Rendah
0,2 ≤ α < 0,4 Rendah
0,4 ≤ α < 0,6 Sedang
0,6 ≤ α < 0,8 Tinggi
0,8 ≤ α < 1,0 Sangat Tinggi
(Rusilowati, 2014 p. 29)

3.6 Daya Pembeda Butir Soal

Rusilowati (2014, p.38) menyatkan bahwa daya pembeda soal adalah

kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang telah

menguasai materi yang di tanyakan. Semakin tinggi daya beda soal, maka

akan menjadikan soal dalam instrumen semakin baik. Peneliti akan

melakukan uji daya beda dengan menggu akan aplikasi Exel dengan rumus

yang telah di sesuaikan. Rumus untuk mengetahui daya pembeda soal dalam

instrumen ini adlaah sebagai berikut :

Mean kelompok Atas−Mean Kelompok Bawah


1=
Skor maksimal soal
Daya pembeda menrut Croker dan Algina adlah sebagai berikut :

0,4 < D ≤ 1,0 : Soal di terima


0,3 < D ≤ 0,4 : Soal diterima, tetapi perlu
diperbaiki
0,2 < D ≤ 0,3 : Soal diperbaiki
0,0 < D ≤ 0,2 : Soal tidak dipakai / dibuang

64
3.7 Tingakat Kesukaran

Tigkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu

soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk

indeks (Rusilowati, 2014 :35). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang

diperoleh dari hasil hitungan, berarti semaki mudah suatu soal. Rumus yang

dipergunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal dalam instrumen ini

adalah sebagai berikut :

Mean
Tingkat Kesukaran (TK )=
Skor maksimal

Jumlah skor pada soal tertentu


Dengan Mean=
Jumlah siswa yang mengikuti ts
Klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut :
0,00 ≤ TK ≤ 0,30 : Soal sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 : Soal sedang
0,70 < TK ≤ 1,00 : Soal mudah

3.8 Uji Kepraktisan Instrumen

Kepraktisan instrumen adalah kemudahan dan praktisnya instrumen

ketika digunakan oleh para pengguna instrumen ( Hidayat et al, 2017 p, 36).

Salah satu keharusan dalam melakukan pengembangan instrumen assasmen

adalah dengan mengujikan kepraktisan instrumen. Kepraktisan instrumen

menunjukan sejauh mana instrumen dapat digunakan dengan baik dan mudah

oleh praktisi pendidikan seperti para guru. Instrumen aspek yang akan dinilai

65
diadaptasi dari Grinnel (dalam Wood 2007) meliputi : subjektivitas,

kesistemasian, konstruksi, kebahasa, dan kepraktisan. Indiktor kepraktisan

disajikan ditabel 3.5.

Kod Aspkek No Indikator


e
A Subjektifitas 1 Kemampuan instrumen dalam
mengukur sesuai dengan tujuan
2 Kemampuan isntrumen dalam
mengungkap kelebihan dan kelemahan
3 siswa dalam belajar
Kemampuan instrumen dalam
mengukur pencapaian pembelajran
4 untuk kerja yang sebenarnya
Kesesuaian butir instrumen dalam
melakukan penelitian
B Kesistematisan 5 Langkah -langkah penilaian yang detail
dan sesuai urutan yang seharusnya
6 Kebenaran susunan kalimat pada
instrumen penilaian yang
dikembangkan
C Konstruksi 7 Kalmat pada tiap butir instrumen tidak
bias atau bermakna ganda .
8 Penggunaan bahasa indonesia yang
benar sesuai dengan EYD
D Kebahasan 9 Kemudian dalam pelaksanaan penilaian
10 Kemudaha mengadministrasikan
instrumen sampai pada nilai kahir.
E kepraktisan 11 Kemudhan instrumen penilaian untuk
digunakan secara umum

Data kepraktisan penggunaan instrument secara empiric diperoleh

melalui pembagian lembar angket penilaian yang berisiindikator yang

66
dikembangkan kepada sejumlah guru SMA. Angket kepraktisan nilai terendah

dan tertinggi masing-masing skor diambil dari banyaknya pernyataan dalam

lembar kuesioner (setiap responden mendapatkan n pernyataan ). Nilai

terndah adalah skor terendah yaitu 1 X n nilai tertinggi yaitu 4 X n

pernyataan. Nilai terendah dan tertinggi tersebut menjadi acuan penilaian

kriteria instrument assasmen kemampuan berpikir kritis tersebut praktis atau

tidak. Berikut adalh penjelasan mengenai kriteria kepraktisan instrument pada

table 3.6.

Tabel 3.6 Kategori Penilaian Skor Kepraktisan

Skor Mean Kriteria


36 < x ≤ 44 Sangat Praktis
28 < x ≤ 36 Praktis
19 < x ≤ 28 Kurang Praktis
11 < x ≤ 19 Tidak Praktis

Keterangan :

a. Instrument assasment kemapuan berfikir kritis dikategorikan sangat

praktis apabila kriteria penilaian 36 < x ≤ 44.

b. Instrument assasment kemapuan berfikir kritis dikategorikan praktis

praktis apabila kriteria penilaian 28 < x ≤ 36.

c. Instrument assasment kemapuan berfikir kritis dikategorikan cukup

praktis apabila kriteria penilaian 19 < x ≤ 28

67
d. Instrument assasment kemapuan berfikir kritis dikategorikan tidak

praktis apabila kriteria penilaian 11 < x ≤ 1

DAFTAR PUSTAKA

Afidah, S. N. (2020) ‘Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Hybrid Learning

68
Berbantuan Media Quipper School Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Siswa
Kelas XI MA …’. Available At: Http://Etheses.Iainponorogo.Ac.Id/10015/.

Alamsyah, N. (2015) ‘Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematika Untuk


Siswa Smp’, Research And Development Journal Of Education, 2(1).

Amala, H. A., Amprasto, A. And Solihat, R. (2019) ‘Virtual Field Trip Dan
Penggunaannya Sebagai Fasilitator Dalam Mengembangkan Keterampilan
Komunikasi Abad Ke-21 Siswa’, Assimilation: Indonesian Journal Of Biology
Education, 2(1), P. 29. Doi: 10.17509/Aijbe.V2i1.16150.

Amalia, N. F. And Susilaningsih, E. (2014) ‘Pengembangan Instrumen Penilaian


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Materi Asam Basa’, Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia, 8(2), Pp. 1380–1389. Available At:
Https://Journal.Unnes.Ac.Id/Nju/Index.Php/JIPK/Article/View/4443/3807.

Amir, M. F. (2015) ‘Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar Dalam Memecahkan
Masalah Berbentuk Soal Cerita Matematika Berdasarkan Gaya Belajar’, Jurnal Math
Educator Nusantara, 01(02), Pp. 159–170.

Andrian, Y. And Rusman, R. (2019) ‘Implementasi Pembelajaran Abad 21 Dalam


Kurikulum 2013’, Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 12(1), Pp. 14–23. Doi:
10.21831/Jpipfip.V12i1.20116.

Barus, D. R. (2019) ‘Model–Model Pembelajaran Yang Disarankan Untuk Tingkat


Smk Dalam Menghadapi Abad 21’. Available At:
Http://Digilib.Unimed.Ac.Id/Id/Eprint/38932.

Bulan, S. And Zainiyati, H. S. (2020) ‘Pembelajaran Online Berbasis Media Google


Formulir Dalam Tanggap Work From Home Masa Pandemi Covid-19 Di Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Paser’, SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam
(Journal Of Islamic Education), 8(1), Pp. 15–34. Doi: 10.21093/Sy.V8i1.2300.

69
D Ramdani, L. B. (2018) ‘Korelasi Antara Kemampuan Berpikir Kritis Dengan Hasil
Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Blended
Learning Pada Materi Sistem Respirasi Manusia’, 3, Pp. 37–44.

Delsika Pramata Sari, Darhim, R. R. (2017) ‘Pengembangan Instrumen Penilaian


Untuk Mengukur Kemampuan Representasi Matematis Siswa Smp’, Indonesian
Digital Journal Of Mathematics And Education, 4, Pp. 421–429. Available At:
Http://Idealmathedu.P4tkmatematika.Org.

Dewi, K. A. I. D., Suarsana, I. M. And Juniantari, M. (2020) ‘Pengaruh E-Learning


Berbasis Rumah Belajar Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa’,
Wahana Matematika Dan Sains: Jurnal Matematika, Sains, Dan Pembeljarannya,
14(1), Pp. 65–77.

Diana Kartika, Sriyono, N. N. (2016) ‘Pengembangan Instrumen Untuk Mengukur


Kemampuan Komunikasi’, Jurnal Radiasi Volume, 08(1), Pp. 28–32.

Dr. Yuberti, M. P. (2016) ‘Penelitian Dan Pengembangan" Yang Belum Diminati


Dan Perspektifnya’, Pp. 1–15.

E Yusliani, H.L Burhan, N. Z. N. (2019) ‘Analisis Integrasi Keterampilan Abad Ke-


21 Dalam Sajian Buku Teks Fisika SMA Kelas XII Semester 1’, Αγαη, 8(2), P. 2019.
Doi: 10.22201/Fq.18708404e.2004.3.66178.

Fadillah, A., Nopitasari, D. And Pradja, B. P. (2020) ‘Blended Learning Model


During The Covid-19 Pandemic: Analysis Of Student’s’ Mathematical Disposition’,
JTAM (Jurnal Teori Dan Aplikasi Matematika), 4(2), P. 173. Doi:
10.31764/Jtam.V4i2.2582.

Fahriza Noor, M. G. R. (2019) ‘Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Kritis


Dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Smp Pada Pembelajaran
Matematika’, Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1), Pp. 75–82.

70
Fridanianti, A., Purwati, H. And Murtianto, Y. H. (2018) ‘Analisis Kemampuan
Berpikir Kritis Dalam Menyelesaikan Soal Aljabar Kelas Vii Smp N 2 Pangkah
Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif Dan Kognitif Impulsif’, AKSIOMA : Jurnal
Matematika Dan Pendidikan Matematika, 9(1), P. 11. Doi: 10.26877/Aks.V9i1.2221.

Hanafi (2017) ‘Konsep Penelitian R & D Dalam Bidang Pendidikan’, Saintifika


Islamica: Jurnal Kajian Keislaman, 4(2), Pp. 129–150.

Handayani S , Sri Umi Mintarti, R. M. (2017) Buku Ajar Strategi Pembelajaran


Ekonomi “Model-Model Pembelajaran Inovatif Di Era Revolusi Industri 4.0”.

Hariadi, B. (2018) ‘Buku Model Scientific Hybrid Learning Menggunakan Aplikasi


Brilian Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Data Dan Berpikir Kritis
Mahasiswa’. Available At: Http://Repository.Dinamika.Ac.Id/Id/Eprint/3269/.

Hediansah, D. Et Al. (2020) ‘Inovasi Kurikulum Dan Pembelajaran Menggunakan


Hybrid Learning Pada Pendidikan Kesetaraan’, (January). Doi:
10.13140/RG.2.2.19175.27040.

Hega Fisia Romdon, Aa Juhanda, S. (2016) ‘Penggunaan Penilaian Autentik Untuk


Menilai Kemampuan Berkomunikasi Siswa Melalui Model Jigsaw Pada Materi
Pencemaran Lingkungan’, Utile Jurnal Kependidikan, Pp. 150–155.

Hendrayati, H. And Pamungkas, B. (2015) ‘Implementasi Model Hybrid Learning


Pada Proses Pembelajaran Mata Kuliah Statistika Ii Di Prodi Manajemen Fpeb Upi
Heny Hendrayati & Budhi Pamungkas’, Pp. 18--184.

Huber, C. R. And Kuncel, N. R. (2016) ‘Does College Teach Critical Thinking? A


Meta-Analysis’, Review Of Educational Research, 86(2), Pp. 431–468. Doi:
10.3102/0034654315605917.

Indraswati, D. Et Al. (2020) ‘Critical Thinking Dan Problem Solving Dalam

71
Pembelajaran Ips Untuk Menjawab Tantangan Abad 21’, Sosial Horizon: Jurnal
Pendidikan Sosial, 7(1), P. 12. Doi: 10.31571/Sosial.V7i1.1540.

Irawan, R. (2018) ‘Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Smp Kelas
Vii Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah’, 3(24), Pp. 8–14.

Irfan, I. (2020) ‘Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble Terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa’, Zeta - Math Journal, 5(1), Pp. 26–31.
Doi: 10.31102/Zeta.2020.5.1.26-31.

Ismiyah, S., Nindiasari, H. And Syamsuri, S. (2020) ‘Pengaruh Pendekatan


Metakognitif Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sma Berdasarkan
Tahap Perkembangan Kognitif’, TIRTAMATH: Jurnal Penelitian Dan Pengajaran
Matematika, 2(1), P. 1. Doi: 10.48181/Tirtamath.V2i1.7930.

Julianda, Widiati, U. And Djatmika, E. T. (2018) ‘Pengaruh Strategi Pembelajaran


Inkuiri Berbasis Keterampilan Multiliterasi Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa’, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, (2012), Pp. 460–
467.

Lestari, D., Mulyani, E. . And Susanti, R. (2016) ‘Pengembangan Perangkat Blended


Learning Sistem Saraf Manusia Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis’,
Journal Of Innovative Science Education, 5(1), Pp. 83–93. Available At:
Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Sju/Index.Php/Jise.

Maryam Et Al. (2019) ‘Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Keterampilan


Berpikir Kritis Siswa Kelas XI MIA MAN 2 Mataram’, JURNAL Pijar MIPA, 14(3),
Pp. 154–161. Available At:
Http://Jurnalfkip.Unram.Ac.Id/Index.Php/JPM/Article/View/106.

Mukarromah, A. (2018) ‘Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Pada Model Discovery


Learning Berdasarkan Pembelajaran Tematik’, Indonesian Journal Of Primary
Education, 2(1), P. 38. Doi: 10.17509/Ijpe.V2i1.11844.

72
Mukti, S. H. And Julianto (2018) ‘Penerapan Model Pembelajaran Berpikir Induktif
Untuk Meningkatkan Penggunaannya Sdn Sokalela Kadur Pamekasan’, Jpgsd, 6(11),
Pp. 2054–2063.

Mulenga, E. M. And Marbán, J. M. (2020) ‘Is Covid-19 The Gateway For Digital
Learning In Mathematics Education?’, Contemporary Educational Technology,
12(2), Pp. 1–11. Doi: 10.30935/Cedtech/7949.

Nuraeni, S., Feronika, T. And Yunita, L. (2019) ‘Implementasi Self-Efficacy Dan


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Kimia Di Abad 21’, Jambura
Journal Of Educational Chemistry, 1(2), Pp. 49–56. Doi: 10.34312/Jjec.V1i2.2553.

Nuraini, N. (2017) ‘Profil Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru


Biologi Sebagai Upaya Mempersiapkan Generasi Abad 21 Critical Thinking Profile
Of Students Of Biological Teacher Candidate As Efforts To Prepare 21 St Century
Generation’, Jurnal Pendidikan Biologi, 1(2), Pp. 89–96.

Nurlian N, Nizwar J, S. (2019) Model Bended Learning.

Pal, N., Halder, S. And Guha, A. (2019) ‘Study On Communication Barriers In The
Classroom: A Teacher’s Perspective’, Online Journal Of Communication And Media
Technologies, 6(1), Pp. 103–118. Doi: 10.29333/Ojcmt/2541.

Pratama, Y. A., Sopandi, W. And Hidayah, Y. (2019) ‘Model Pembelajaran Radec


(Read-Answer-Discuss-Explain And Create): Pentingnya Membangun Keterampilan
Berpikir Kritis Dalam Konteks Keindonesiaan’, Indonesian Journal Of Learning
Education And Counseling, 2(1), Pp. 1–8. Doi: 10.31960/Ijolec.V2i1.99.

Priantari, I. And Biologi, P. P. (2019) ‘Discovery Learning Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Discovery Learning Enhancing Student ’ S’, Pp.
31–45.

Purnama, S. (2016) ‘Metode Penelitian Dan Pengembangan (Pengenalan Untuk

73
Mengembangkan Produk Pembelajaran Bahasa Arab)’, LITERASI (Jurnal Ilmu
Pendidikan), 4(1), P. 19. Doi: 10.21927/Literasi.2013.4(1).19-32.

Putra, I. A. (2015) ‘Orientasi Hybrid Learning Melalui Model Hybrid Learning


Dengan Berbantuan Multimedia Di Dalam Kegiatan Pembelajaran’, 1(1).

Qudrat, M. And Aji, W. (2019) ‘Mengembangkan Kecakapan Abad 21 Mahasiswa


Melalui Model Pembelajaran Inkuiri’, Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan /
TEKNODIKA, 17(02), Pp. 70–84.

R Hidayah., Et All (2017) ‘Critical Thinking Skill: Konsep Dan Inidikator


Penilaian’, 37(3), Pp. 193–203.

Rahzianta, M. L. H. (2016) ‘Pembelajaran Sains Model Service Learning Sebagai


Upaya Pembentukan Habits Of Mind Dan Penguasaan Keterampilan Berpikir
Inventif’, USEJ - Unnes Science Education Journal, 5(1), Pp. 1128–1137. Doi:
10.15294/Usej.V5i1.9646.

Rizqi, A. A. And Suyitno, H. (2016) ‘Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis


Ditinjau Dari Kepercayaan Diri Siswa Melalui Blended Learning’, Unnes Journal Of
Mathematics Education Research, 5(1), Pp. 17–23.

Ross Metusalem, Daniel M. Belenky, K. And Foltz, K. D. (2017) ‘Skills For Today:
What We Know About Teaching And Assessing Communication’, Executive
Development, 3(4), Pp. 6–12.

Rusilowati, A. (2019) ‘Developing Assessment Instrument In Critical Thinking


Ability For Fifth Grade Of Elementary School In Thematic Learning’, 8(2), Pp. 123–
132.

Sari, Et All (2018) ‘Pengaruh Model Pembelajaran Hybrid Learning Terhadap


Prestasi Belajar Pada Matakuliah Computer Aided Fashion Design’, Seminar
Nasional PPM Unesa, Pp. 345–354.

74
Sri Ajeng Mellita, L. R. (2019) ‘Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Based
Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran
Geografi’, Primary : Jurnal Keilmuan Dan Kependidikan Dasar, 11(2), P. 133. Doi:
10.32678/Primary.V11i02.2323.

Sudarsana, I. K. (2018) ‘Pengaruh Model Pembeajaran Kooperatif’, Jurnal


Penjaminan Mutu, 4(1), Pp. 20–31.

Sugito, S. Et Al. (2017) ‘Enhancing Students’ Communication Skills Through


Problem Posing And Presentation’, International Journal Of Evaluation And
Research In Education (IJERE), 6(1), P. 17. Doi: 10.11591/Ijere.V6i1.6342.

Susilowati, S., Sajidan, S. And Ramli, M. (2018) ‘Keefektifan Perangkat


Pembelajaran Berbasis Inquiry Lesson Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa’, Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 22(1), Pp. 49–60. Doi:
10.21831/Pep.V22i1.17836.

Tuapattinaya, P. M. J. (2017) ‘Pengembangan Media Pembelajaran Biologi Berbasis


Hybrid Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada SMP Negeri 6
Ambon’, Jurnal Biologi Science & Education, 1(1), Pp. 186–192. Available At:
Https://Jurnal.Iainambon.Ac.Id/Index.Php/BS/Article/Viewfile/171/127.

Ulya, H. (2011) ‘Hubungan Antara Kemampuan Berkomunikasi Dengan Hasil


Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Subkonsep Mekanisme
Transpor Pada Membran Di MA Negeri 2 Bogor)’, Skripsi.

Urwani, A. N., Ramli, M. And Ariyanto, J. (2018) ‘Analisis Dominasi Komunikasi


Scientific Pada Pembelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas’, Jurnal Inovasi
Pendidikan IPA, 4(2), Pp. 181–190.

Verawati And Desprayoga (2019) ‘Solusi Pembelajaran 4.0: Hybrid Learning’,


Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang,
2, Pp. 999–1015.

75
Wardani, D. N., Toenlioe, A. J. E. And Wedi, A. (2018) ‘Daya Tarik Pembelajaran
Di Era 21 Dengan Blended Learning’, Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan (JKTP),
1(1), Pp. 13–18. Available At: Https://Core.Ac.Uk/Download/Pdf/287323676.Pdf.

Widana, I. N. S., Sumaryani, N. P. And Pradnyawati, N. L. W. A. (2018) ‘Memicu


Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Biologi Melalui Model Blended
Learning Berbantuan Komik Digital’, Emasains, 7(1), Pp. 38–48. Available At:
Https://Zenodo.Org/Record/1407735.

Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A. And Nyoto, A. (2016) ‘Transformasi Pendidikan


Abad 21 Sebagai Tuntutan’, Jurnal Pendidikan, 1, Pp. 263–278. Available At:
Http://Repository.Unikama.Ac.Id/840/32/263-278 Transformasi Pendidikan Abad 21
Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Era Global .Pdf. Diakses
Pada; Hari/Tgl; Sabtu, 3 November 2018. Jam; 00:26, Wib.

Yanti, R. N., Melati, A. S. And Zanty, L. S. (2019) ‘Analisis Kemampuan


Pemahaman Dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Pada Materi
Relasi Dan Fungsi’, Jurnal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), Pp. 209–
219. Doi: 10.31004/Cendekia.V3i1.95.

Zubaidah, S. And Corebima, A. D. (2011) ‘Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes


Essay’, Symbion: Symposium On Biology Education, (January), Pp. 200–213.

76

Anda mungkin juga menyukai