Anda di halaman 1dari 8

TEST FORMATIF MODUL 2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan bangsa Indonesia pada abad ke 21 memiliki tantangan
terutama dalam bidang pendidikan yaitu menyiapkan generasi yang aktif,
proaktif dan luwes. Lewat pendidikan, peserta didik perlu dibentuk agar terampil
dalam memecahkan masalah suka bermusyawarah, bijak dalam membuat
keputusan, dapat mengkomunikasikan gagasan secara efektif, dan mampu
bekerja sama secara efektif baik secara kelompok maupun individu. Hal ini
didasari bahwa, sekedar mengetahui pengetahuan saja terbukti tidak cukup untuk
dapat berhasil dalam menghadapi hidup dan kehidupan semakin komplek dan
dapat berubah dengan cepat (Warsono dan Haiyanto, 2012: 12).
Seiring dengan perkembangan zaman yang kian maju, pola pendidikan
yang diterapkan dimasa lalu pastinya mengalami perubahan dalam pendidikan
dan pembelajarannya. Ada ungkapan dari Socrates oleh as-Syahrastani dalam
kitab al-Milal wan Nihal (1968: Juz 2/144).ُ
ْ ‫أاواَل دااَل تا ْكر ْا ِن ُكمااماي ْر ُ زان ٍ غاماا ل‬
‫ِزوق ُْون‬ ْ ‫ فاِإن َّهُم ْ َما ْالالى آثااراا ُكم ْ عه ُْوا‬، ْ ‫ُكم‬
“Janganlah kalian memaksa anak-anak kalian mengikuti atsar
(jejak/cara) kalian, karena mereka diciptakan di zaman yang bukan zaman
kalian”.
Dan menurut Plato oleh Al-Amir Usamah bin Munqidz dalam Lubâbul
Âdâb (1987: 237)ُ
‫داوق ُْو ْنا ِن ُكمااماي ْر ُ زان ٍ غامالِز‬
ْ ‫أاواَل‬
ْ ‫صرُوا‬ ُ ‫ فاِإن َّهُم ْ َما ْالالى ااداا ُكم ْ عاَل تا ْق‬، ْ ‫ِب ُكم‬
“Janganlah kalian memaksa anak-anak kalian mengikuti aturan kalian,
karena mereka diciptakan di zaman yang bukan zaman kalian”.
Perkembangan peserta didik pasti mempunyai perkembangan yang
berbeda setiap zamannya, Dalam artikel National Soft Skill: The Soft Skills
Disconnect, 2015, Penelitian yang dilakukan oleh Harvard University, Carnegie
Foundation dan Stanford Research Center semuanya menyimpulkan bahwa 85%
keberhasilan pekerjaan mereka yang memiliki keterampilan lunak (soft dan
peopel: keterampilan sosial, komunikasi, kecerdasaan sosial, dll) serta
menjadikan orang-orang berkembang dengan baik, dan hanya 15% keberhasilan
pekerjaan yang berasal dari keterampilan teknis dan pengetahuan (keterampilan
keras). Statistik ini diekstrapolasi dari A Study of Engineering Education, ditulis
oleh Charles Riborg Mann dan diterbitkan pada tahun 1918 oleh Carnegie
Foundation (1918)

2
Jadi kita telah mengetahui hampir 100 tahun yang lalu (1918) bahwa soft
skill lebih penting dari pada hard skill karena dapat mengembangan keberhasilan
pada peserta didik kedepannya untuk kesuksesan masa depan. Hal ini bisa dilalui
sejak dini dalam menanamkan keterampilan lunak pada siswa dalam bentuk
model pembelajaran disekolah.
Pada abad ke-21 sekarang ini, siswa tidak cukup hanya sekedar memiliki
pengetahuan saja namun harus memiliki keterampilan juga untuk
mempersiapkan berkembang dan keterampilan. Dalam Center for Curriculum
Redesign in Skills for the 21st Century bahwa, untuk dapat menghadapi tantangan
pada abad ke-21, peserta didik harus memiliki keterampilan yaitu Creativity,
Critical Thinking, Communication, and Collaboration (“4 C’s”) (Bialik et al.,
2015).
Gambar 1.1 Knowledge, Skills, Character, and Metacognition
Dalam informasi gambar diatas, dalam mencari pendekatan holistik perlu
mendesain kurikulum secara mendalam, dengan harap suasana pembelajaran
lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis, dan humanis. Ada empat
dimensi pendidikan menurut di gambar diatas: (1) Pengetahuan harus mencapai
keseimbangan yang lebih baik antara mata pelajaran tradisional dan modern,
serta interdisipliner. (2) Keterampilan berhubungan dengan penggunaan
pengetahuan, dan terlibat dalam lingkaran umpan balik dengan pengetahuan. (3)
Kualitas karakter menggambarkan bagaimana seseorang terlibat dengan, dan
berperilaku di dunia. Dan (4) Metakognisi mendorong proses refleksi diri dan
belajar bagaimana belajar, serta pembangunan tiga dimensi lainnya.
Ditambah era revolusi industri 4.0 diperlukan kebijakan dan pengelolaan
pendidikan yang dapat menyiapkan peserta didik memperoleh keterampilan yang
dibutuhkan sekarang ini. Menurut Klaus Schwab dalam bukunya The Fourth
Industrial Revolution (2016) mengemukakan tentang Revolusi Industri Generasi

3
Keempat (Revolusi Industri 4.0) yang merupakan perubahan strategis dan drastis
tentang pola produksi yang mengolaborasikan tiga dimensi utama di dalamnya,
yakni manusia, teknologi/ mesin, dan big data (Ayu, 2019).
Dari uraian diatas, jika tidak dipersiapkan dengan baik maka anak didik
kita akan tertinggal secara perlahan oleh peradaban jika tidak segera menerima
dan beradaptasi. Dalam ranah pendidikan, banyak sekali tantangan yang harus
segera disikapi oleh para akademisi.
Di sekolah dasar (SD) misalnya (Maulidah, 2019), guru mempunyai
banyak PR yang harus diselesaikan agar keniscayaan teknologi dapat segera
direalisasikan dengan konsekuensi yang kecil. Kerena, peserta didik hari ini
adalah generasi yang hidup di era yang akan datang. Terlebih anak usia Sekolah
Dasar 7-12 tahun masih mengalami tahap perkembangan tingkat operasional
konkret. Pada fase ini fungsi-fungsi ingatan imajinasi dan pikiran anak mulai
berkembang. Anak pada usia ini baru memulai untuk mengenal sesuatu secara
objektif (Dalyono, 2010).
Dengan demikian, dalam rangka menyambut era ini, perlu adanya
penanaman keterampilan-keterampilan yang dapat menunjang daya saing peserta
didik di masa depannya nanti. Maka aspek penting yang perlu ditanamkan sejak
dini adalah bagaimana cara peserta didik dalam mengambil keputusan bersama,
berbagi informasi, berkolaborasi, berinovasi, dan bekerja secara cepat dan
cerdas. Dalam hal ini, peserta didik perlu diorientasikan untuk dapat
berkomunikasi, berbagi, berkolaborasi dalam memecahkan masalah yang
kompleks terkait materi dalam pembelajaran.
Kemendikbud merumuskan bahwa paradigma pembelajaran abad 21
menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai
sumber, merumuskan permasalahan, berfikir analitis dan kerjasama serta
berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Litbang Kemendikbud, 2013).
Pembelajaran saat ini pula diarahkan pada penciptaan suasana aktif, kritis, dan
kreatif dalam pemecahan melalui pengembangan kemampuan berfikir
(BSNP/Depdiknas 2010).
Sifat dari kurikulum yaitu bersifat dinamis yang mampu menjawab
tantangan dan kebutuhan zaman, sehingga kurikulum 2013 ini sebagai gerbang
awal untuk memasuki pendidikan abad ke-21. Namun dalam kenyataannya,
menjadi kebingungan dan keluhan terutama dari guru sebagai ujung tombak
pelaksanaan kurikulum di tingkat kelas yang mengakibatkan penerapan
kurikulum terkesan lamban.
Pada kurikulum 2013 terdapat perubahan terutama pada Permendikbud
nomor 20 tahun 2016. Perubahan tersebut adalah tentang keterampilan yang
sangat diperlukan oleh anak-anak bangsa. Sehingga diperlukan keterlibatan
semua pihak terutama pihak sekolah dalam menyiapkan anak-anak bangsa agar
memiliki sejumlah keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan ini.

4
Maka dalam mewujudkan hal tersebut, diperlukan pengelolaan kurikulum
yang baik. Dalam penelitian Rizki, dkk., (Sma et al., 2017) menjelaskan
pengelolaan kurikulum adalah segenap usaha merencanakan, melaksanakan dan
menilai kurikulum yang dilakukan secara kooperatif, komprehensif dan
sistematis untuk memperlancar proses pendidikan di sekolah mencangkup
keseluruhan kegiatan, pengalaman dan pembelajaran pada diri peserta didik
sehingga membentuk karakter dan kepribadian peserta didik.
Disamping memerlukan pengelolaan kurikulum maka perlu dilakukan
pengelolaan pembelajaran yang baik. Menurut Daryanto (2010) Pengelolaan
pembelajaran merupakan proses pembelajaran utuh dan menyeluruh yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran, termasuk
evaluasi programnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang
telah ditentukan. Pengelolaan pembelajaran merupakan proses mengelola suatu
sistem kegiatan belajar, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif dan efisien, dan dapat memenuhi tujuan yang direncanakan sebelumnya.
Hal ini menuntut peran pihak sekolah untuk mengembangkan
keterampilan baik hard skill maupun soft skill pada peserta didik dalam
pembelajaran di sekolah agar dapat dan siap berkompetisi pada zamannya.
sekolah menyiapkan segala perangkat seperti kurikulum, Rencana Pelaksaan
Pembelajaran, dan model atau metode yang diintergrasikan dengan keterampilan
pembelajaran abad 21.
Dalam merancang pembelajaran dibutuhkan sebuah model pembelajaran
yang dapat menerjemahkan kedalam pembelajaran dan aktifitas, serta siswa
dapat mudah memahaminya pembelajran yang didapat. Menurut tTeori model
pembelajaran dari Dale, 1966 (Syahra et al., 2020) yang mengatakan bahwa ada
hubungan antara media visual dengan hasil belajar. Sedangkan Joyce & Weil,
1986 (Suyanto & Djihad, 2013) menyatakan, bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk merancang tatap muka di
kelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk menyusun materi
pembelajaran.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa model pembelajaran
merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan
mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya, serta model
pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan
landasan filosofis dan pedagogik yang melatarbelakanginya.
Model dalam pembelajaran sangatlah beragam dan sangat variatif dalam
menggunakan sesuai kebutuhan. Misalanya, pertama Problem based learning
(PBL)/pembelajaran berbasis masalah menurut Hmelo-Silver 2004 ((Phungsuk
et al., 2017) ialah pembelajaran yang berpusat pada siswa pedagogik dimana
siswa belajar tentang suatu mata pelajaran dengan mencoba untuk menemukan
solusi untuk masalah terbuka. PBL (Wina Sanjaya, 2008) dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian

5
masalah yang dihadapi secara ilmiyah. Sedangkan Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBL) adalah metode pengajaran di mana masalah dunia nyata yang
kompleks digunakan sebagai kendaraan untuk mempromosikan siswa belajar
konsep dan prinsip yang bertentangan dengan presentasi langsung fakta dan
konsep, PBL dapat mempromosikan pengembangan keterampilan berpikir kritis,
kemampuan memecahkan masalah, dan keterampilan komunikasi. Hal ini juga
dapat memberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok, menemukan dan
mengevaluasi bahan penelitian, dan pembelajaran sepanjang hayat (Duch, B. J.,
Groh, S. E, & Allen, 2001).
Kedua, Inquiry based learning menurut Arends, 2008 (Handoyono &
Arifin, 2016) merupakan metode pembelajaran yang melibatkan peserta didik
dalam proses pengumpulan data dan pengujian hipotesis. Metode inquiry
learning adalah metode pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta
didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran melalui penyelidikan,
sehingga melatih peserta didik untuk kreatif dan berpikir kritis untuk menemukan
sendiri suatu pengetahuan. Akhir dari metode inquiry learning adalah peserta
didik mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan
yang dihadapinya berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Ketiga, model pembelajaran ekspositori (Hasbiyalloh et al., 2017) adalah
model pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara
verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar
peserta didik dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal. Sedangkan
menurut Sanjaya 2010 (Rofinus Mato, 2014) Ekspositori merupakan model
pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi atau bahan
pelajaran secara verbal (lisan dan tulisan) dari seorang guru kepada sekelompok
siswa dengan maksud agar siswa dapat mengusai materi secara optimal.
Keempat, project based learning (PjBl)/Pembelajaran Berbasis Proyek (J.
Stivers & Brandon, 2010), adalah pendekatan instruksional dibangun di atas
kegiatan belajar dan tugas nyata yang telah disediakan sebagai tantangan yang
harus dipecahkan oleh siswa. Kegiatan ini umumnya mencerminkan jenis
pembelajaran dan pekerjaan yang dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari
dunia di luar kelas. PjBL umumnya dilakukan secara berkelompok, siswa bekerja
sama menuju tujuan bersama. PjBL mengajarkan siswa tidak hanya konten,
tetapi juga penting mengajarkan keterampilan dimana siswa harus dapat
berfungsi seperti orang dewasa di masyarakat.
Berdasarkan beberapa model pembelajaran yang penulis paparkan,
mendapat kesimpulan bahwa tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem
pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Dan pada dasarnya model
pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus, yaitu:
1. Bersifat rasional, teoritik yang disusun oleh penciptanya
2. Berorientasi pada mencapai tujuan pembelajaran
3. Berpijak pada cara khusus agar model tersebut sukses dilaksanakan

6
4. Berpijak pada lingkungan belajar kondusif agar tujuan tercapai.
Kemendikbud menerapkan kurikulum 2013 revisi 2017 menegaskan
mengenai pentingnya keterampilan abad 21. Menyatakan untuk menggunakan
metode atau model berbasis konstruktivisme. Konstruktivisme adalah teori
belajar yang mendapat dukungan luas yang berstandar pada ide bahwa siswa
membangun pengetahuannya sendiri didalam konteks pengalamannya sendiri.
Pendekatan PjBL dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan
lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan
keterampilan secara personal.
Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya
bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan
aktivitas pembelajaran berpusat pada guru, dalam artikel serupa.id tulisan Gamal
Thabrani (2021) mengenai model PjBL menjelaskan bahwa PjBL menekankan
pada kegiatan belajar yang relatif panjang, holistik-interdisipliner, berpusat pada
belajar, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata. Salah satu
anjuran model pembelajaran di kurikulum 2013 yaitu Project based learning
(PJBL) atau pembelajaran berbasis proyek yang menggunakan proyek atau
kegiatan nyata sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatannya perserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintetis, dan pengolahan informasi
lainnya untuk menghasilkan berbagai bentuk belajar yang sangat dekat dengan
pekerjaan nyata di lapangan.
Menurut Fathurrohman (2016) pembelajaran berbasis proyek atau project
based learning adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek atau
kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Pada dasarnya bukan proyeknya yang menjadi
inti pokok pembelajaran ini, melainkan pemecahan masalah dan
mengimplementasikan pengetahuan baru yang dialami dari aktivitas proyek.
Project based learning menekankan pada berbagai masalah-masalah kontekstual
yang akan dialami oleh peserta didik secara langsung dari proyek atau kegiatan
yang mereka lakukan.
Seperti pada tahun ini, dunia sedang terkena wabah pandemi covid-19
termasuk Indoensia yang mengharuskan segala kegiatan dari bekerja sampai
kegiatan belajar mengajar sekolah harus dari rumah. Hal ini menambah tantangan
baru yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar harus tetap berjalan dengan
baik dengan segala keterbatasnya. Dalam artikel kementerian pendidikan dan
kebudayaan (2021) melakukan riset dampak negatif terjadinya sekolah daring
atau online, diantaranya:
1. Banyaknya anak didik yang tidak bisa menyerap mata pelajaran dengan
baik. Dikarenakan belum terbiasa mengikuti pembelajaran daring
menggunakan aplikasi Zoom.
2. Lemahnya pengawasan dari orang tua terhadap anaknya yang harus belajar
di tengah kedaruratan

7
3. Siswa yang menggunakan waktu belajar untuk bermalas malasan dan
enggan mengerjakan tugas dari guru
4. Kuota pulsa yang diberikan Kemendikbud dianggap belum maksimal
5. Hubungan batin antara anak didik dengan guru menjadi dingin karena
mereka tidak pernah saling sapa dan bertatap muka secara langsung.
6. Kesehatan tubuh terutama mata yang terus-terusan berhadapan degan layar
monitor seperti HP dan Komputer/leptop.
Maka di simpulkan bahwa model pembelajaran project based learning
adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan berangkat dari suatu
latar belakang masalah untuk mengerjakan suatu proyek atau aktivitas nyata yang
akan membuat siswa mengalami berbagai kendala-kendala kontekstual sehingga
harus melakukan investigasi/inkuiri dan pemecahan masalah untuk dapat
menyelesaikan proyeknya sehingga dapat mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan serta keterampilan.
PjBL memiliki potensi besar mengajarkan pengetahuan dan keterampilan
secara efektif dalam membangun konsep yang mendalam dan membuat
kurikulum sekolah lebih menarik dan bermakna karena memberikan pengalaman
belajar bagi siswa. Keterampilan abad 21 yang dikembangkan dari penerapan
kurikulum 2013 diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berupa
komunikasi, kolaborasi, berfikir kritis dan kreativitas.
Keterampilan ini termasuk keterampilan komunikasi dan presentasi,
keterampilan organisasi dan manajemen waktu, keterampilan penelitian dan
penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi kelompok dan
keterampilan kepemimpinan, dan berpikir kritis. PjBL memungkinkan siswa
untuk merefleksikan ide dan pendapat mereka sendiri, dan membuat keputusan
yang mempengaruhi hasil proyek dan proses belajar pada umumnya. Produk
akhir menghasilkan produk dan presentasi yang berkualitas tinggi dan otentik.
Hal ini lah yang penulis akan teliti mengenai model pembelajaran yaitu
Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis projek. Dalam
mewujudkan penelitian ini, peneliti mencari data sekolah yang menggunakan
model pembelajaran berbasis PjBL. Dari data yang terdaftar di Dapodik
Kemendikbud Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Dasar Swasta (SDs) di
daerah kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan berjumlah sekolah NEGERI
sebanyak 47 sekolah, dan jumlah sekolah SWASTA sebanyak 29 sekolah.

8
Adapun sekolah dasar swasta yang menggunakan model pembelajaran berbasis
Projec Basd Learning hanya ada 1 sekolah yaitu SDs Smart School.
Sekolah Dasar Smart School yang telah berdiri selama 14 tahun terus
menyesuaikan diri dengan perkembangan pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional dan visi misi sekolah. Upaya dalam mengembangkan
keterampilan abad 21 pada tingkat sekolah dasar (SD) melalui proses
pembelajaran telah melahirkan karakteristik sistem pembelajaran tersendiri,
salah satunya adalah penerapan Project Based Learning (PjBL) sebagai
pendekatan pembelajaran. Pelaksanaan PjBL di SDs Smart School telah
memasuki tahun ke delapan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti mengindenfitikasi
beberapa permasalahan diantaranya :
1. Kurikulum 2013 yang berlaku saat ini belum menunjang pelaksanaan metode
PjBL yang sesuai dengan karakter sekolah
2. Proses belajar dengan model PjBL yang pernah diterapkan di SD Smart
School belum mencapai sasaran peningkatan keterampilan abad 21 bagi siswa
3. Pengelolaan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi yang belum
maksimal.
4. Tidak semua tim guru memiliki perencanaan yang matang dalam menyusun
PjBL sehingga belum maksimal dalam meningkatkan keterampilan abad 21
sesuai yang diharapkan.
5. Penerapan pembelajaran PjBL jarak jauh/daring belum efektif dan efisien
pada masa pandemi.
6. Kurangnya penerapan keterampilan yang beradaptasi pada masa daring
melalui model PjBL agar keterampilan komunikasi, kolaborasi, berfikir kritis,
dan kreativitas tetap ada pada siswa.
7. Pengawasan pembelajaram PjBL yang belum maksimal.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini diantaranya pada:
1. Masalah pengelolaan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi yang perlu
dimaksimalkan.
2. Perlunya pengawasan PjBL yang agar tercipta proses kegiatan belajar
mengajar yang baik terutama saat pembelajaran online.
3. Proses belajar dengan model PjBL yang pernah diterapkan di SD Smart
School belum mencapai sasaran peningkatan keterampilan abad 21 bagi siswa
4. Masalah penerapan pembelajaran PjBL jarak jauh/daring

9
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan maslalah yang telah
penulis sampaikan, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan model pembelajaran project based learning
berdasarkan kurikulum sekolah?
2. Bagaimana implementasi model pembelajaran project based learning terkait
peningkatan keterampilan 4C?
3. Bagaimana evaluasi model pembelajaran project based learning dalam
meningkatan keterampilan 4C
4. Apa kendala dan solusi yang dihadapi dalam penerapkan model pembelajaran
project based learning?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris,
fakta dan informasi valid tentang Pengelolaan model pembelajaran project based
learning dalam meningkatkan keterampilan abad ke-21 di SD Smart School
Jakarta Selatan, secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan
menganalisis hal berikut:
1. Perencanaan model project based learning berdasarkan kurikulum sekolah.
2. Implementasi model pembelajaran project based learning terkait peningkatan
keterampilan 4C.
3. Evaluasi model pembelajaran project based learning dalam meningkatan
keterampilan 4C.
4. kendala dan solusi yang dihadapi dalam penerapkan model project based
learning.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini secara teoris akan memberikan kontribusi untuk
para pengambil dan pelaksana kebijakan pendidikan, khususnya dalam
mengelola model pembelajaran melalui project based learing dalam upaya
meningkatkan keterampilan peserta didik. Penelitian ini juga diharapkan
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi pengelola dan guru untuk terus
meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Dalam kehidupan praktik, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai
sumbangsih positif dan masukan kepada

Anda mungkin juga menyukai