PROPOSAL
DISUSUN OLEH
6E PGSD
SHELLA WATI
(24)
1910125220055
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 untuk menggambarkan berbagai cara
mengintegritaskan teknologi cyber baik secara fisik maupun non fisik dalam
pembelajaran. Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 adalah fenomena yang merespon
kebutuhan revolusi industry dengan peyuasaian kurikulum baru sesuai situasi saat ini.
Kurikulum tersebut mampu membuka jendala dunia melalui. (Kahar, 2021). Revolusi
ini ditandai dengan perpaduan teknologi dan mengaburkan garis ruang fisik, digital,
serta biologis. Era revolusi industry 4.0 ini semain sedikit aktivitas terikat secara fisik
pada kokasi geografis. Sebab semua kegiatan manusia berkonvensi dari manual meuju
digital (Rahayu, 2021)
Sistem pembelajaran di era revolusi 4.0 yang menerapkan kreatiftas, berfikir
kritis, Kerjasama, keterampilam komunikasi, kemasyarakatan dan keterampilan
karakter, dengan beberapa aspek dan komponen pembelajaran Pendidikan 4.0 sedingga
untuk menghadapi pembelajaran di revolusi indsustri 4.0, setiap orang harus memiliki
keterampilan berfikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digita, literasi
informasi, literasi media dan menguasi teknologi informasi dan komunikasi. (Kahar,
2021). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, bangsa dan negara” (Rahayu,
2021)
Era sudah semakin cepat dalam berkembang sehingga sekarang sudah mulai
memasuka era society 5.0 yang dimana masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai
tantangan dan permasalahan society dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir
di era revolusi industru 4.0 seperti internet on thing (internet untuk segala sesuatu),
artificial intelligene (kecerdasan buatan), big data (data dalm jumlah besar), dan robot
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat diartikan sebagai
sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi. (Kahar,
2021). Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam
meningkatkan kualitas SDM. Selain pendidikan beberapa elemen dan pemangku
kepentingan seperti pemerintah, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan seluruh
masyarakat juga turut andil dalam menyambut era society 5.0 mendatang. (Rahayu,
2021)
Seiring dengan perkembangan zaman, dalam kurikulum dinyatakan bahwa
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki
kecerdasan, berakhlak mulia serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai
anggota masyarakat dan warga negara. Terkait dengan tujuan tersebut, maka dilakukan
reformasi dalam sistem pendidikan hingga ke proses pembelajarannya, misalnya
perubahan paradigma pendidikan dari yang teacher centre ke student centre dan
perubahan-perubahan lainnya. (Indah , 2021). Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) nomor 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum
menyebutkan bahwa secara prinsip kegiatan pembelajaran merupakan proses
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan
bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia
(Nurdin A, 2018)
Berdasarkan tujuan Pendidikan di atas maka lahirlah kurikulum baru yaitu
kurikulum 2013. Kurikulu 2013 merupakan proyek yang anggarannya mencapai angka
hampir 2,5 trilyun, ini merupakan proyek nasional, bahkan bisa dibilang proyek
raksasa, karena melibatkan banyak orang dan lembaga. Sehingga dengan hadir nya
Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariskan dalam
haluan negara. (Wahyudin, 2018). Perkembangan kurikulum yang baik diharapkan
akan menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi pada
kemajuan bangsa dan negara. Dalam kurikulum 2013 guru dituntut untuk lebih aktif
dan benar – benar dapat menunjukkan kompetensi yang dimilikinya lebih nyata secara
aplikatif. Karena kurikulum 2013 menekankan pada kemampuan guru
mengimplementasikan proses pembelajaran secara optimal (otentik, menantang dan
bermakna) daripada urusan-urusan yang bersifat administrasi (Rouf, 2018)
Dalam proses pembelajaran kurikulum 2013, guru harus mempersiapkan proses
belajar mengajar dengan baik sesuai dengan materi pelajaran yang akan diberikan
melalui proses mengamati, menanya, mencoba, menganalisis, dan
mengkomunikasikan. Guru bukan lagi sebagai pusat dalam kegiatan belajar. Kini siswa
harus menemukan sendiri suatu konsep yang sedang dipelajari, sehingga pemahaman
siswa dalam konsep tersebut akan lebih mendalam. Peran guru sebagai pembimbing
sangat berpengaruh dalam proses kegiatan belajar, karena guru harus mendapatkan
perhatian dan Madrasah Ibtidaiyah Negeriat siswa terlebih dahulu sebelum memulai
pembelajaran (Rouf, 2018)
Matematika salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar
mempunyai posisi yang sangat penting, sebab disamping dapat memberi bekal
kemampuan berhitung, juga dapat memberi bekal kemampuan menalar. (Dores & dkk,
2019). Matematika berdasarkan pendapat Susanto (2013: 185) adalah salah satu disiplin
ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta
simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan mampu
mengkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam
kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hampir seluruh aktivitas yang dilakukan
manusia berhubungan dengan Matematika. (Oktaviani, 2018)
Sejalan dengan pernyataan di atas, dalam Permendikbud no 58 Tahun 2014
tentang kurikulum 2013, dinyatakan tujuan pendidikan matematika salah satunya yaitu
mampu mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran
matematika diharapkan proses pembelajaran matematika mampu mengembangkan
kemampuan komunikasi peserta didik. (Indah , 2021)
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kemampuan matematika yang
masih rendah diban- dingkan dengan negara-negara lain. Hal ini terlihat dari hasil
survey internasional yang dilakukan Program- me for International Student Assesm-
ent (PISA) pada tahun 2015. Kema- mpuan matematika siswa di Indone- sia menduduki
peringkat ke-63 dari 71 negara dengan skor maksimum diperoleh Singapura yaitu 564
dan skor minimum diperoleh Republik Dominika yaitu 328, sedangkan In- donesia
memperoleh skor 386 (Puspita, 2017)
Pelajaran matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kurang
disenangi oleh peserta didik. Matematika identik sebagai pelajaran yang sarat hafalan
dan rumus-rumus rumit sehingga peserta didik kurang serius dalam mengikuti
pembelajaran yang berakibat hasil belajar rendah. Untuk memperbaiki kondisi ini
diperlukan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga peserta
didik termotivasi untuk mempelajari Matematika. (Sumaryanto, 2018)
Salah satu mata pelajaran kelas V adalah bangun ruang kubus. Materi ini berisi
kan tentang komponen dan benda – benda yang menyerupai bangun ruang kubus di
lingkungan sekitar peserta didik. Dalam proses belajar mangejar materi ini tentunya
harus di sajikan dengan menarik dan mudah dimengerti. Tentunya dengan
menggunakan berbagai metode, model dan pendekatan yang dapat membantu minat
peserta didik dalam proses pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan berfikir
kritis peserta didik. Dalam pengajaran materi ini juga perlu menggunakan media
pembelajaran yang nyata sehingga dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
peserta didik. Oleh karena itu pada pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif, kreatif,
dan mampu berfikir kritis dalam proses pembelajaran.
Tentunya untuk membuat hal di atas dapat tercapai pertama perlunya membuat
peserta didik menjadi termotivasi untuk mengikuti pembelajaran matematika materi
bangun ruang kubus karena motivasi belajar sangat mempengaruhi hasil belajar yang
akan dicapai hal ini sejalan dengan Tinggi rendahnya motivasi siswa dalam belajar akan
mempengaruhi hasil belajar mereka. Menurut Donald (dalam Hamalik, 2014)
mengungkapkan bahwa “motivation is an energy change within the person
characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction” (motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan
reaksi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa motivasi
merupakan sebuah keinginan seseorang untuk mencapai tujuan yang berasal dari diri
seseorang. (Ari, 2019)
Selain motivasi belajar terdapat beberapa hal yang bisa meningkatkan hasil
belajar matematika peserta didik yaitu Didalam proses mengajar terdapat lima
komponen yang penting dalam proses mengajar yaitu adalah tujuan, materi, metode,
media, dan evaluasi pembelajaran.dalam kegiatan proses mengajar, kelima komponen
ini sangat mempengaruhi satu sama. Seperti misalnya dalam pemilihan metode dalam
proses menyampaikan materi pembelajaran akan berpengaruh dengan media
pembelajaran apa yang akan kita gunakan untuk menyampaikan materi kepada siswa
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang bersangkutan. (Audie,
2019)
Kondisi nyata di lapangan menunjukan bahwa proses pembelajaran masih
dilakukan satu arah dan tentunya masih berpusat pada guru saja. Sedangkan yang
diharapkan yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, disini peserta
didik diminta menalar, memcahkan masalah, memahami konsep, dan menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika dengan mandiri tetapi masih dengan bimbingan
guru, bukan sepenuhnya oleh guru.
Proses pembelajaran di kelas juga tidak memunculkan dan memberkan anak
untuk bertindak secara kreatif dan berfikir kritis karena cara mengajar guru yang masih
monoton dan terfokus pada penyampaian materi secara sepihak saja tanpa
menggunakan berbagai metode, model dan pendekatan sehingga hal itu juga dapat
menyebabkan motivasi belajar peserta didik menjadi rendah karena minat belajar
mereka yang rendah hal ini diakibatkan peserta didik sudah memberi lebel bahwa
pembelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang membosankan dan
cenderung menakutkan. Hal ini ditandai dengan peserta didik yang tidak tertarik dalam
pembelajaran, malas dalam mengerjakan tugas dan tidak mampu memecahkan masalah
pada soal yang diberikan. Sedangkan pembelajaran yang diharapkan dapat membuat
peserta didik berfikir kritis dan mengembangkan sifat kreatifitasnya dalam
memecahkan masalah pembelajaran matematika materi bangun ruang kubus. Tetapi
dengan adanya kondisi nyata di lapangan membuat hasil belajar peserta didik menjadi
rendah.
Selain hal di atas kurangnya komunikasi antara guru dan peserta didik juga
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar, dalam kegiatan pembelajaran dalam
materi bangun ruang kubus komunikasi antara guru dan peserta didik harus jelas
sehingga siswa dapat memahami dengan jelas konsep dari materi yang diajarkan dan
dengan mudah mengaplikasikan nya dalam kegiatan pemecahan masalah.
Peserta didik yang sudah terlanjur memberi label bahwa pembelajaran
matemtika adalah pembelajaran yang sulit, membosankan dan cenderung menakutkan
sehingga mengakibatkan motivasi peserta didik dan minat nya menjadi sangat kurang.
Selain itu pembelajaran yang masih saja berlangsung satu arah dan bersifat monoton
tanpa menggunakan metode, model dan pendekatan yang beragam menciptakan proses
belajar anak menjadi itu – itu saja tidak beragam sehingga kurang mengasah
kemampuan berfikir kritis dan kemampuan berfikir kreatif peserta didik. Dalam
pembelajaran guru juga tidak menggunakan media apapun sebaagi alat untuk
menjelaskan materi. Guru harus menciptakan suasana yang menyenangkan pada proses
pembelajaran mata pelajaran matematika. Banyak cara yang bisa dilakukan seorang
guru sehingga siswa memiliki perasaan bahagia/gembira. Guru berperan sebagai
pelaksana proses pembelajaran dalam meningkatkan kualitas cara mengajarnya,
sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Adapun metode yang
dilakukan yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan tidak
membosankan kepada siswa yang tentunya disesuaikan dengan materi pembelajaran.
(Ma'ruf, 2020)
Apabila hal ini terus dibiarkan dan tidak di atasi dengan tepat maka bukan hanya
aktifitas peserta didik yang rendah tetapi juga berdampak pada minat belajar siswa dan
tentunya hal tersebut sangat berdampak pada hasil belajar peserta didik yang
mengalami penurunan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penggunaan
media pembelajaran yang tepat, hal ini didukung dengan pendapat peneliti terdahulu
yaitu Penggunaan media pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar,
karena media pembelajaran sangat mendukung dalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang dimiliki seseorang, terutama terhadap peserta didik dalam proses
pembelajaran (Audie, 2019)
Untuk hal itu peneliti menggunakan model charming yang merupakan hasil
kombinasi dari tiga model pembelajaran yang interaktif yaitu Discovery Learning (DL),
Make A Match (MM), Dan Talking Stick (TS) yaitu pembelajaran yang menekankan
kepada kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan dengan berkelompok dan proses
pengumpulan data yang dilakukan oleh peserta didik. Dan juga menekankan peserta
didik dalam berfikir kritis menggunakan kegiatan yang menggabungkan antara gerkan
fisik dan aktifitas intelektual. Selain itu pembelajaran ini juga dirancang dengan cara
yang menyenangkan menggunakan permaianan yang berbasis pembelajaran. Dengan
menggunakan model pembelajaran ini dapat melatih kemampuan berfikir kritis peserta
didik dan kemampuan berfikir kreatif, selain itu juga dapat menimbulkan rasa
menyenangkan dalam pembelajaran matematika karena dipadukan dengan permainan.
Sehingga dapat menimbulkan rasa konsentrasi yang tinggi, dan dapat membuat peserta
didik menjadi termotivasi dan dapat meingkatkan hasil belajar.
Discovery learning (DL) dipilih sebagai main model karena mampu
meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik yang masih sangat rendah.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Tatang Herman (2016), terkait dengan model
discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis dan self confidence.
Hasill penelitian menunjukkan kemampuan berpikir kritis matematis dengan model
discovery learning lebih baik dari pada pembelajaran langsung. Siswa dapat membuat
generalisasi secara umum dan menyelesaikan masalah (Winoto, 2020). Discovery
Learning juga digunakan Muhammad Husaini Maula Hadi (2016) dalam penelitiannya
menunjukan bahwa Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar siswa. (Oktaviani, 2018). Selain dapat meningkatkan
kemampuan berfikir kritis model pembelajaran discovery learnng juga dapat
meningkatkan kemam[uan komunikasi peserta didik, zarkasyi (2015:63) discovery
lear- ning adalah suatu model pembelajar- an yang dirancang sedemikian sehi- ngga
siswa dapat menemukan kon- sep-konsep melalui proses mental- nya sendiri. Pada
tahap-tahap pem- belajaran model pembelajaran disco- very terdapat ruang bagi siswa
untuk melatih kemampuan komunikasi matematisnya. (Puspita, 2017). Kemudian
model ini juga dapat meningkatkan kemampuan kreatif peserta didik, Model Discovery
Learning bertujuan agar peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar
untuk menemukan informasi atau pengetahuan. (Relitasari, 2018 )
Agar pembeajaran menjadi lebih menyenangkan digunakan kombinasi model
Discovery Learning dengan model lainnya. Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
maka kombinasi yang dilakukan dengan model make a macth karena model
pembelajaran ini dapat mengatasi pembelajaran yang masih berlangsung satu arah, ini
sejalan dengan penilitian terdahulu mengatakan Make a Match berbasis Kooperatif.
Make a Match atau mencari pasangan adalah jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif
terhadap struktur tradisional. Aktivitas belajar berpusat pada peserta didik dalam
bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung
dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif, peserta didik lebih
termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta
mampu membangun hubungan interpersonal. (Rachmawaty, 2020)
Kemudian talking stick sebagai model pelengkap agar pembelajaran menjadi
lebih menyenangkan dengan menambahkan unsur permaianan dalam proses
pembelajaran dalam penelitian terdahulu dikatakan bahwa Salah satu model
pembelajaran yang menyenangkan adalah model pembelajaran Talking Stick. Model
pembelajaran ini memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, meningkatkan
motivasi, kepercayaan diri, dan life skill yang memunculkan emosi dan sikap positif
belajar yang berdampak pada peningkatan kecerdasan otak (Sumaryanto, 2018). Jadi
peneliti mengambil model talking stick ini guna menciptakan pembelajaran yang tidak
membosankan dan sekaligus meningkatkan minat dan motivasi peserta didik saat
belajar.
Model Charming berdararkan hasil kombinasi tiga model pembelajaran di atas,
yakni model Discovery Learning (DL), Make a Macth (MM), dan Talking Stick (TS)
menjadi satu saat penerapan di kelas yang tentunya memiliki tujuan untuk saling
melengkapi setiap modelnya agar terciptanya pembelajaran yang diharapkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Penerapan model Charming akan di laksanakan di kelas
V SDN Tanipah 2 yang akan mengoptimalkan proses belajar peserta didik, membantu
meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi peserta didik agar dapat menigkatkan
hasil belajar. Selain itu menciptkan sauna pembelajaran yang menyenangkan dan
menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif peserta diidk.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul: “Meningkatkan Hasil Belajar
Peserta Didik Menggunakan Model Charming”
B. RUMUASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui aktivitas guru melaksanakan pembelajaran dengan model
charming di kelas 5 SDN Alalak Selatan.
2. Untuk mengetahui aktivitas siswa mengikuti pembelajaran dengan model charming
di kelas 5 SDN Alalak Selatan 2.
3. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berfikir kritis dan kempuan berfikir
kreatif siswa serta motivasi siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model
charming di kelas 5 SDN Alalak Selatan 2.
4. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
dengan model charming di kelas 5 SDN Alalak Selatan 2.
E. MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini dapat menjadi alternatif salah satu masukan dan acuan
bagi perbaikan kualitas pembelajaran di sekolah, serta membina para guru
dalam melakukan inovasi untuk meningkatkan profesionalisme guru.
2. Bagi Guru
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan tentang
kebaikan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student
centered) dan menjadi bahan referensi guru untuk menggunakan model
pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengetahuan, dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dalam
melaksanakan penelitian selanjutnya.
4. Bagi Siswa
Semoga dengan penelitian ini dapat meningkatkan aktivitas, motivasi
dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KERANGKA TEORI
1. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka punya perbedaan tiap
pribadi dalam banyak segi bidang diantaranya, perbedaan dalam intelejensi,
kognitif, bahasa, perkembangan pribadi dan perkembangan fisik. (Maulidina,
2018)
b. Hakikat pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik,
1995 : 57). Dalam hal ini kondisi pembelajaran pendidikan formal harus
mampu memaksimalkan peluang bagi siswa untuk berlangsungnya interaksi
yang hakiki bukan sekedar menyampaikan pengetahuan dan membentuk
keterampilan saja. Bila pembelajaran hanya proses menyampaikan
pengetahuan dan keterampilan saja maka kualitas pembelajaran akan menurun.
Menurut Gagne dalam Purwanto (1989 ) pembelajaran adalah suatu
usaha untuk membuat siswa belajar sehingga situasi tersebut merupakan
peristiwa belajar (event of learning), yaitu cara atau kegiatan untuk terjadinya
peruhahan tingkah laku siswa. Peruhahan tingkah laku itu dapat terjadi apabila
adanya interaksi antara siswa dan lingkungan.
Sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik. berpikir
kreatif menghadapi persoalan-persoalan penting serta menanamkan kebiasan
untuk berpikir. (Sixer, 1992).
Lebih lanjut Sixer mengatakan bahwa sistem pembelajaran dan
pengajaran yang baik adalah pencapaian intelektual yang berasal dan
partisipasi aktif merasakan pengalaman-pengalaman yang bermakna,
pengalaman yang memperkuat hubungan antara sel-sel otak yang sudah ada
dan membentuk hubungan saraf baru. Menurut aliran Behavioristik
pembelajaran adalah pemberian stimulus kepada siswa sehingga menimbulkan
respon seperti yang kita inginkan dengan tepat sesuai tujuan. Sedang menurut
aliran psikologi kognitif pembelajaran adalah pengaktifan indera siswa agar
siswa memperoleh suatu pemahaman (insight). Pemahaman yang diperoleh ini
sangat dipengaruhi oleh intelegnsi siswa, pengalaman siswa, taraf
kompleksitas, dan trial and error (memecahkan masalah baru dengan
percobaan).
Menurut Grouper dalam Suwalni dan Sholleh (1984: 5 - 7) mengatakan
ruang lingkup pembelajaran tidak terbatas pada prosedur kegiatan melainkan
juga materi atau paket untuk kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya Grouper
mengatakan bahwa setiap tingkah laku perlu dipraktekkan karena pengalaman
murid menunjukkan perlunya adanya hubungan antara strategi pembelajaran
dengan tujuan belajar agar diperoleh langkah-langkah yang efesien dan efektif.
Dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
suatu kegiatan belajar mengajar yang di dalamnya terdapat siswa sebagai obyek
dan guru sebagai fasilitator yang memungkinkan terjadi perubahan yang baik
pada diri siswa baik perubahan afektif, kognitif, dan psikomotoriknya.
3. Konsep Aktifitas Guru, Aktivitas Siswa, Motivasi Siswa Dan Hasil Belajar
a. Aktivitas guru
Guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya
kondisi yang lebih baik bagi peserta didik untuk belajar. Guru harus bisa
menciptakan situasi yang menyenangkan sehingga bisa mendukung
terlaksananya kegiatan pembelajaran dengan baik serta mampu membimbing
dan memotivasi siswa untuk aktif. Selain itu guru juga bertanggungjawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, keberhasilan
pencapaian tujuan pembelajaran bergantung pada kemampuan guru dalam
memahami dan memilih suatu model serta metode pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang akan diajarkan dalam proses pembelajaran (Yupita, 2020)
b. Aktivitas siswa
Aktivitas belajar siswa merupakan hal yang sangat penting yang harus
dikembangkan (Darmuki dan Hariyadi, 2019). Arikunto, (2005) menyatakan
bahwa aktivitas siswa merupakan keterlibatan peserta didik dalam bentuk
sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan proses pembelajaran
guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Mulyana
(2009:23), Melalui kegiatan pembelajaran semua siswa diharapkan
memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indrawi yang
memungkinkan mereka memperolah informasi dari melihat, mendengar,
meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dari pendapat Mulyana tersebut,
dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
diterapkan oleh guru, siswa dituntut untuk memperoleh pengalaman dan
memiliki perubahan-perubahan tingkah laku dalam melakukan pembelajaran.
Namun pada kenyataannya, kegiatan pembelajaran disekolah masih banyak
kendalakendala yang dihadapi dalam melaksanakan proses belajar mengajar
yang aktif melibatkan guru dan siswa. (Astuti, 2021)
c. Motivasi belajar siswa
Menurut W.S Winkel motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan belajar. Pendapat yang sama
pun diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2003:158) yang menegaskan bahwa
motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang ada di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat
tercapai. Berdasarkan pengertian motivasi belajar diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian motivasi belajar adalah serangkaian dorongan atau daya
penggerak yang berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar untuk
melakukan aktivitas belajar sehingga menimbulkan perubahan sehingga apa
yang menjadi tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat tercapai.
d. Hasil belajar
Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana Nana, 1991:22). Horward
Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni a) keterampilan dan
kebiasaan; b) pengetahuan dan pengertian; c) sikap dan cita-cita. Masing-
masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.
Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2009:3), menyatakan bahwa hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono dalam Thobroni
Muhammad dan Mustofa Arief, 2011:22). Merujuk pemikiran Gagne, hasil
belajar berupa hal-hal berikut: a) Informasi verbal, yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan
masalah, maupun merespon aturan; b) Keterampilan intelektual, yaitu
kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang; c) Strategi kognitif, yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya. Kemampuan
ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah; d)
Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani; e) Sikap adalah kemampaun menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Menurut Bloom hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,
psikomotor. Domain 1) kognitif mencakup, pengetahuan, pemahaman,
menerapkan, menguraikan, merencanakan, menilai, 2) afektif mencakup, sikap
menerima, memberikan respon, nilai, organisasi, karakterisasi, 3) psikomotor,
initiority, pre-reoutine, rountinized, keterampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, manajerial dan intelektual. Pendapat lain mengatakan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar (Abdurahman dalam Jihad, 2010:14). Belajar itu sendiri merupakan
suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk
perilaku yang relative menetap.
Dari beberapa pendapat di atas jadi dapat disimpulkan bahwa, hasil
belajar adalah kemampuankemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui
kegiatan belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor dari
proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. (Yupita, 2020)
a) Tujuan praktis
Tujuan praktis dari matematika ialah berkaitan pengembangan
kemampuan siswa dalam mengaplikasikan matematika untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
b) Tujuan kemasyarakatan
Tujuan pendidikan matematika ini yaitu mengupayakan pengembangan
kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam hidup
bermasyarakat. Sudah saatnya pendidikan matematika tidak hanya
mengembangkan kemampuan kognitif siswa namun pendidikan
matematika juga harus dapat mengembangkan kemampunan sosial siswa.
c) Tujuan profesional Tujuan profesional dari pendidikan matematika
berorientasi pada mempersiapkan siswa untuk terjun di dunia kerja. Seperti
kita ketahui seluruh jenis pekerjaan yang ada sekarang baik langsung
maupun tidak langsung menuntut kemampuan matematika.
d) Tujuan budaya
Pendidikan merupakan suatu bentuk budaya dan diharapkan pendidikan
matematika dapat dijadikan bagian dari suatu budaya manusia sehingga
berperan dalam mengembangkan kebudayaan.
1. Solusi
Berdasarkan permasalahan yang disebutkan di latar belakang, peneliti menawarkan
alternatif pemecahan masalah dengan menerapkan kombinasi model charming.
Model pembelajaran charming merupakan kombinasi dari tiga model pembelajaran
di atas, yakni model discovery learnig, make a match dan talking stick.
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review. satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawahan.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam Bahasa
Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam Bahasa Latin
(ilmiah).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak
dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelurmnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang dikocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran
Kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make A Match
menurut Miftahul Huda adalah sebagai berikut.
a) Kelebihan model pembelajaran tipe Make A Match antara lain:
1. dapat meningkatkan akti-vitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik;
2. karena ada unsur permainan, metode ini menyengkan;
3. meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;
4. efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi;
dan
5. efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
b) Kelemahan model pembelajaran Make A Match antara lain:
1. jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang
terbuang;
2. pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya;
3. jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa
yang kurang mem-perhatikan pada saat presentasi pasangan;
4. guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa
yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; dan
5. menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
3. Model Talking Stick
Hasil analisi data (uji keseimbangan) dengan menggunakan uji t pada tingkat
signifikan α = 0,05 menunjukkan bahwa tobs = 0,057. Daerah kritik untuk uji ini
adalah DK = {t | t < -t0,025;45 = -1,960} atau {t | t > t0,025;45 = 1,960}. Ini berarti
H0 diterima sehingga kedua kelas mempunyai kemampuan yang sama (dalam
keadaan seimbang) dan dapat dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas
control.
3. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian Pustaka tersebut, maka kerangka penelitian ini dinyatakan
bahwa Banyak siswa sekolah dasar yang mengalami kesulitan dalam mempelajari
matematika sehingga mengakibatkan hasil belajar matematika mereka rendah.
Salah satu faktor yang membuat siswa sulit dalam mempelajari matematika
dikarenakan pembelajaran matematika yang bersifat ekspositori, yaitu guru
menyampaikan pesan, konsep, dan contoh soal matematika kepada siswa setelah
dirasa cukup dilanjutkan dengan mengerjakan latihan soal yang serupa dengan
contoh tadi. Pembelajaran seperti ini mengakibatkan siswa hanya dapat melakukan
prosedur pengerjaan soal-soal matematika tanpa mengetahui konsep-konsep
matematika secara mendalam. Pembelajaran matematika yang tidak didasarkan
oleh konsep yang kuat cenderung lebih cepat terlupakan oleh siswa.
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN DAN JENIS PENILITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan proses pengamatan reflektif
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru itu sendiri untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Atas dasar inilah peneliti memilih penelitian tindakan kelas karena ingin
meningkatkan prestasi belajar IPA siswa dengan menggunakan kombinasi tiga
model pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara kolaboratif
dengan teman sejawat (guru kelas, kepala sekolah, dan guru lain) dengan tujuan
untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada materi membandingkan siklus
makhluk hidup dan upaya pelestariannya melalui kombinasi 3 model pada siswa
kelas IV semester 2. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai observer
(pengamat) dan guru kelas sebagai pengajar.
B. SETTING PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan study literatur berbagai jurnal dan penelitian
– penelitian terdahulu yang relavan. Waktu penelitian dilaksanakan tanggal 1 juni
sampai – 6 Juni. Pelaksanaan penilitan dilakukan setiap hari dari awal tanggal 1 Juni
dengan meneliti jurnal – jurnal dan penelitian – penelitian terdahulu
D. SKENARIO TINDAKAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dengan model Kurt Lewin. Model tersebut dapat dilakukan dua siklus
atau seterusnya. Apabila siklus pertama tidak berhasil, maka penelitian bisa diulang
kembali untuk memperbaiki siklus selanjutnya. Siklus dilakukan sampai tujuan
penelitian dapat tercapai.
F. INDIKATOR KEBERHASILAN
Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila:
Aini, D. F. (2018). SELF ESTEEM PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR UNTUK
PENCEGAHAN KASUS BULLYING. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan SD, 6,
36 - 46.
Aliputri, D. H. (2018, April). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Berbantuan Kartu Bergambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal
Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), 2, 71 - 73. Retrieved Februari 28, 2021
Ari, N. P. (2019). Tinggi rendahnya motivasi siswa dalam Belajar Ilmu Pengetahuan Alam.
Mimbar PGSD Undiksha, 7, 189 - 198.
Arnista, S. (2019). Keefektifan Model Pembelajaran Make A Match terhadap Hasil Belajar
dan Motivasi Belajar Matematika . Mimbar PGSD Undiksha, 214 - 220.
Cahyono, H. (2020). Efektivitas Model Pembelajaran Problem Open Ended dan Talking Stick
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Materi Himpunan Ditinjau Dari Motivasi
Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Modern Volum, 78-86.
Dores, O. J., & dkk. (2019). ANALISIS MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 4 SIRANG SETAMBANG TAHUN
PELAJARAN 2018/2019. J - PIMat, 1, 36 - 47.
Fauhah, H. d. (2021). Analisis Model Pembelajaran Make A Match terhadap Hasil Belajar
Siswa. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 9, 321 - 334.
Rezeki, S., & dkk. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif untuk Sekolah
Menengah Atas Kelas XI pada Pokok Bahasan Momentum. Jurnal Penelitian &
Pengembangan Pendidikan Fisika, 29 - 42.
Rouf, A. (2018). Peranan Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 1 Jombang. Sumbula, 3, 900 - 921.
Wahyudin. (2018). Optimasi Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Kurikulum 2013.
Jurnal Kependidikan, 6, 249 - 265.