Anda di halaman 1dari 4

Tugas hari ke-3 yaitu Tugas merancang PJBL.

Pada modul 3, Tema Project : Eksplorasi Penyebab Masalah (iii)

EKSPLORASI PENYEBAB MASALAH (III)

PENDAHULUAN

Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru

Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru- Menjadi guru adalah pekerjaan yang sangat mulia. Guru
adalah panutan yang dapat digugu dan ditiru. Tidak hanya panutan bagi peserta didiknya, namun juga
bagi semua orang. Inilah yang membuat profesi guru menjadi lebih istimewa dibanding profesi
lainnya.

Namun tak bisa dipungkiri, menjadi guru tidaklah mudah. Guru memiliki tugas dan tanggung jawab
yang cukup berat. Tidak hanya sekedar mengajar, namun juga mendidik, membimbing, memotivasi, 
dan mendorong anak didiknya agar menjadi manusia yang hebat dan cerdas. Di tangan gurulah, masa
depan anak didiknya dipertaruhkan. Makanya profesi guru bukanlah profesi yang sembarangan.
Profesi ini membutuhkan profesionalisme tinggi. 

Ironisnya, tidak semua guru professional. Masih banyak ditemukan guru-guru yang tidak berkualitas
dan jauh dari standar kompetensi. Baik kompetensi pedagogiknya, maupun kompetensi
kepribadiannya. Masih banyak guru yang tidak mampu mengajar dengan baik, strategi mengajar tidak
bervariasi, metode yang membosankan, media yang minim, dan lain sebagainya.

Rendahnya kompetensi guru tentu berpengaruh kepada mutu pendidikan dan juga lulusan. Guru
adalah komponen yang sangat penting dalam proses pendidikan. tidaklah berlebihan jika dikatakan
bahwa guru adalah jantung dari pendidikan. i

A. Kurangnya Kemauan Para Guru Untuk Menjadi Guru Professional.


Diantaranya penyebabnya adalah 
1. Ketidaksesuaian Latar Belakang Keilmuan Dengan Bidang Yang Diajar
Masih banyak ditemukan guru-guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Sebagai contoh, guru PAI mengajar bidang studi matematika. Terutama di daerah-
daerah, disebabkan karena kekurangan SDM atau guru yang mengajar.
2. Masih terdapat guru-guru yang belum sarjana
Hal ini menyebabkan guru tidak memiliki ilmu yang memadai sehingga tidak mampu mengajar
dengan baik. Sebagaimana yang diketahui, dalam proses pembelajaran guru tidak hanya sekedar
menyampaikan materi, namun juga harus mampu mengelola kelas dengan baik.
3. Rendahnya minat guru dalam mengembangkan diri
Dalam hal ini, masih banyak guru-guru yang malas meningkatkan kompetensinya dalam
mengajar. Guru merasa sudah cukup dengan gelar sarjana yang dimiliki dan merasa sudah
mampu untuk mengajar sehingga tidak perlu lagi mengikuti pelatihan-pelatihan.
4. Masih banyak guru-guru yang nyambi
Hal ini menyebabkan guru tidak focus karena disibukkan dengan pekerjaan lain untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. selain itu, guru pun tidak memiliki banyak waktu untuk membaca dan
menulis.
5. Organisasi profesi guru belum berfungsi dengan baik
Organisasi profesi sebetulnya untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya. Namun sayang,
organisasi-organisasi yang ada belum secara maksimal mengupayakan profesionalisme guru
sebagai anggotanya. ii

B. Kurangnya Penghargaan Lembaga Ini Terhadaf Guru Professional.

Kendala dilapangan mengenai hambatan keprofesionalismean guru yaitu kurangnya


pemerintah daerah menghargai kualifikasi guru yang sudah melebihi kualifikasi pendidikan yaitu
sudah mencapai magister (S2). Bahkan salah satu studi kasusnya ada seorang guru SD yang sudah
S2 namun susah mendapat sertifikat pendidik. Guru dengan susah payah guru tersebut berupaya
dan baru mendapatkan jatah masuk kuota tambahan PLPG, itu pun dengan bantuan kepala sekolah
dan pengawas. Kemudian terbukti kualifikasi S2 nya menjadi salah satu faktor kelulusan guru
tersebut karena beberapa guru di kecamatannya yang mengikuti PLPG bersamaan dan tak satupun
lulus PLPG secara langsung kecuali guru tersebut.
Pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan didaerah banyak yang kurang memahami
tentang kandungan dari Undang-Undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005. Mereka hanya
mengetahui dari segi administrative tentang sertifikasi guru saja dan tidak memaknai tentang
peningkatan profesionalisme guru. Sehingga hal ini menjadi hambatan peningkatan kesejahteraan,
keprofesionalan dan kurangnya penghargaan bagi guru yang telah mendapatkan kualifikasi yang
layak bahkan lebih dari batas minimal.
Selain tentang pemahaman mengenai Undang-Undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005, juga
penghargaan terhadap guru hanya sebatas memfasilitasi untuk tunjangan sertifikasi berupa
material namun untuk pengembangan kompetensinya masih kurang. Pengembangan kompetensi
guru di tingkat guru SD hanya diberikan pada guru-guru yang dekat dengan kepala sekolah,
pengawas, pegawai dinas atau pejabat. Bagi guru-guru di daerah yang hanya sehari-harinya
mengajar walau dengan penuh dedikasi jika tidak memunyai relasi seperti tadi terkadang sulit
mengikuti bimbingan teknis (bimtek), seminar, workshop, dan lain sebagainya yang
diselengggarakan oleh pemerintah daerah. Bahkan para guru “kreatif” mencari sendiri informasi
karena ingin mengikuti pun terkadang terhambat ijin kepala sekolah, pengawas dan kepala UPT.
Para guru yang kreatif tersebut dianggap melangkahi atasan dan segenap alasan lainnya. Dua kajian
singkat mengenai hambatan birokrasi dan budaya penghargaan terhadap guru ini semoga menjadi
salah satu perhatian bagi kita selaku insan-insan pendidikan Indonesia. Semoga para guru walaupun
banyak hambatan dan tantangan untuk meningkatkan keprofesionalismeannya, kesejahteraannya,
dan kompetensinya dapat terlalui dengan baik dan berbuah indah karena guru mulia karena karya.
Tulisan ini berhasil terseleksi sebagai syarat untuk mengikuti Kegiatan Bimbingan Teknis
(Bimtek) Perlindungan Profesi Guru di Direktorat Kesharlindung Dirjen GTK Kemendikbud pada
bulan Mei yang lalu.iii

C. Belum Terjadi Kesatuan Persepsi Mengenai Konsep Guru Professional Di Lembaga Ini.
Dilandasi oleh beberapa factor :
1. Guru belum profesional
Jika seorang guru hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau
mendapat nilai tinggi, naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi
guru belum lengkap . jika hanya dilihat dari keahlian dan keterampilan yang dimiliki melainkan
juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. Bagi masyarakat modern, eksistensi
guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun
kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel
dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik
dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru.
Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik:
a. Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan.
b. Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk
embangun pendidikan yang bermutu
c. Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektif untuk membangun
humanware (SDM) yang unggul, bermartabat dan memiliki daya saing.
Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang
terpuruk. Mereka secara erkelanjutan (sustainable) terus meningkatkan mutu diri dari guru
biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang lebih baik dan akhirnya
menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral
yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.
2. Belum Memiliki Konsep Diri yang (self ideal concept)
Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih langka.
Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara
nyata. Ini disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang
baik, tidak tepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak
sesuai dengan keahliannya (mismatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum
nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (self concept),
ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (self reality). Tipe guru seperti ini mustahil dapat
menciptakan suasana kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
Dengan demikian, para guru dituntut tampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu
pengetahuannya dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi.
Artinya, guru mau tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan
pengetahuannya selangkah ke depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya.
Dalam kehidupan bermasyarakat pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada
masyarakat kebanya.iv
i
Post a Comment Rikaariyani.com-
ii
.I March 25, 2021 Post a Comment Rikaariyani.com
iii
20 Aug @Opini Riyan Rosal Yosma Oktapyanto, M.Pd.
iv
Imam Wahyudi, Mengejar Profesionalisme Guru (Strategi Praktis Mewujudkan Citra Guru
Professional) (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2012), 57.

Anda mungkin juga menyukai