Anda di halaman 1dari 18

MOTIVASI KINERJA GURU

Oleh : Dra Siti Asdiqoh, M.Si


Abstrak
Ujung tombak dari setiap kebijakan atau yang berkaittan dengan pendidikan,
akhirnya berpulang pada makhluk yang bernama guru. Gurulah yang akan
melaksanakan secara operasional segala bentuk pola gerak perubahan kurikulum.
Pengembangan sumber daya guru wajib dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional secara menyeluruh. Kualitas kemampuan guru yang rendah akan berdampak
pada rendahnya mutu pendidikan.
Kinerja seorang guru dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Yaitu, motifasinya,
kemampuan dan ketepatan penugasan. Sedang motivasi kerja guru ditentukan empat
factor yaitu, dorongan untuk bekerja, tanggung jawab terhadap tugas, minat terhadap
tugas dan penghargaan terhadap tugas. Kinerja guru dapat diukur dari tugas utama
guru yaitu kinerja guru dalam mendesain program penbgajaran dan kinerja guru
dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Kata kunci : guru, kinerja dan motivasi.
A.

Pendahuluan
Dunia pendidikan saat ini menuai berbagai kritik tajam karena
ketidakmampuannya dalam menanggulangi berbagai isu penting dalam
kehidupan masyarakat. Selain itu dunia pendidikan juga dijadikan kambing
hitam pada saat masyarakat tidak mampu mencapai perubahan dalam
kehidupan mereka. Ranah pendidikan yang notabene merupakan kawah
candradimuka masyarakat untuk mengetahui, membaca dan mengenal
kepribadian dan kemampuan diri serta sampai sampai dimana kompetensi
dirinya. Hidup ini sebenarnya adalah ranah ideal dan signifikan, tapi
masalahnya ada pada gerak dan proses ranah itu sendiri yang belum efektif dan
efisien bagi kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Tampaknya kecenderungan masa depan yang semakin rumit dan
kompleks mengharuskan pendidikan untuk mampu menyiapkan siswa dalam
menghadapi dunia nyata (Sutrisno, 2005: 36). Di sekolah, siswa perlu
disadarkan tentang harapan yang mereka pikul, tantangan yang mereka hadapi
dan kemampuan yang perlu mereka kuasai. Akan tetapi upaya perbaikan
apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan
memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang
berkualitas (E. Mulyasa, 2007: 5).

Masyarakat/ orang tua murid pun kadang-kadang mencemoohkan dan


menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas, manakala putra-putrinya
tidak bias menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau memiliki
kemampuan tidak sesuai dengan kemampuannya.
Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru sudah sampai
pada titik nadir, hal ini ditandai oleh fenomena-fenomena sebagai berikut :
1.

Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi


guru asalkan ia berpengetahuan.

2.

Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk


mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi
guru.

3.

Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha


mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi
guru,

penyalahgunaan

profesi

untuk

kepuasan

dan

kepentingan

pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot.


Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya pengakuan masyarakat
terhadap profesi guru yakni kelemahan yang terdapat pada diri guru itu sendiri,
diantaranya rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme mereka (Moh Uzer
Usman, 2001: 3). Penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran
masih berada dibawah standar. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian
Balitbang Kemendikbud RI diantaranya menunjukkan bahwa kemampuan
membaca para siswa kelas VI SD di Indonesia masih rendah. Kegagalan
tersebut disebabkan pengajaran guru hanya mementingkan penguasaan huruf
tanpa penguasaan makna.
Menyadari kondisi diatas, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk
mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain dengan
disahkannya undang-undang guru dan dosen yang ditindak lanjuti dengan
pengembangan Rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang guru dan dosen,
yang kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan
kompetensi guru.
Dalam rangka itu pula, pemerintah mengembangkan berbagai strategi
sebagai berikut :
1.

Penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan kualitas akademik,


kompetensi, dan pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikasi
pendidik.

2.

Pemenuhan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga professional sesuai


dengan prinsip profesionalitas.

3.

Penyelenggaraan kebijakan strategi dalam pengangkatan, penempatan,


pemindahan dan pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan, baik
jumlah, kualitas akademik, kompetensi maupun sertifikasi yang dilakukan
secara merata, objektif, transparan dan akuntabel untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan.

4.

Penyelenggaraan

kebijakan

strategis

dalam

pembinaan

dan

pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profesionalitas dan


pengabdian professional.
5.

Peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap


guru dalam melaksanakan tugas professional.

6.

Pengakuan yang sama antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat dengan guru yang bertugas pada satuan
yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah

7.

Penguatan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah pusat

dan

pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan


untuk memenuhi hak dan kewajiban guru sebagai pendidik professional.
8.

Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban


guru.

9.

Meredefinsi kembali orang tua, masyarakat dan guru dalam tanggung


jawabnya pada masalah tri pusat pendidikan (E. Mulyasa, 2007: 9)
Untuk merekayasa SDM guru berkualitas, yang mampu bersanding

bahkan bersaing dengan Negara maju, diperlukan guru dan tenaga kependidikan
professional yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Hal ini
penting, terutama jika dikaitkan dengan berbagai kajian dan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa guru memiliki peranan yang sangat strategis dan
menentukan keberhasilan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran
serta membentuk kompetensi peserta didik. Berbagai kajian dan hasil penelitian
sebagaimana dikutip oleh E. Mulyasa (2007: 9) antara lain dikemukakan
sebagai berikut :
1.

Murphy (1992) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan sekolah


sangat ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin
pembelajaran, fasilitator dan sekaligus merupakan pusat inisiatif
pembelajaran. Karena itu guru harus senmantiasa mengembangkan diri

secara mandiri serta tidak bergantung pada inisiatif kepala sekolah dan
supervisor.
2.

Supriadi (1998: 178) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang


dinilai dari prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru,
yaitu 34 % pada Negara yang sedang berkembang dan 36 % pada Negara
industri.

3.

Jalal dan Mustafa (2001) menyimpulkan bahwa komponen guru sangat


mempengaruhi kualitas pengajar melalui : (1) penyediaan waktu yang
lebih banyak pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta didik yang
lebih intensif / sering, (3) tingginya tanggung jawab mengajar dari guru.
Karena itu baik buruknya sekolah sangat bergantung pada peran dan
fungsi guru.
Sehubungan dengan hasil-hasil penelitian tersebut, sedikitnya terdapat

tujuh indicator yang menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan


tugas utamanya mengajar (teaching) yaitu :
1)

Rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran

2)

Kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas

3)

Rendahnya kemampuan melakukan dan memanfatkan penelitian tindakan


kelas (Classroom Action Research)

4)

Rendahnya moyivasi berprestasi

5)

Kurangnya kedisiplinan

6)

Rendahnya komitmen profesi

7)

Rendahnya kemampuan manajemen waktu


Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya profesionalisme guru antara

lain disebabkan oleh : 1) Masih banyaknya guru yang tidak menekuni


profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang belajar di
luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis apalagi
membuka internet. 2) belum adanya standar professional guru sebagaimana
tuntutan dinegara-negara maju. 3) kemungkinan disebabkan oleh adanya
perguruan tinggi swasta yang mencetak guru asal jadi, atau setengah jadi, tanpa
memperhitungkan outputnya kelak dilapangan, sehingga menyebabkan banyak
guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya. 4) kurangnya motivasi guru
dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti
sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Berdasarkan kondisi di atas, sedikitnya terdapat dua kategori kompetensi


yang harus dimiliki guru, yakni :
1) Kompetensi professional yaitu kemahiran merancang, melaksanakan dan
menilai tugas sebagai guru, yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi pendidikan.
2) Kompetensi personal yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan
social dan spiritual.
Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima
hal sebagai berikut :
1. Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.
2. Menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta
cara mengajarnya kepada peserta didik
3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai
cara evaluasi.
4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya.
5. Seyogyanga merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
Guru sebagai salah satu komponen dalm kegiatan belajar mengajar
(KBM), memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.
Karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu kedudukan guru dalam kegiatan
belajar mengajar juga sangat strategis dan menentukan. Bersifat strategis karena
guru yang akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran,
sedangkan bersifat menentukan karena guru yang memilih dan memilah bahan
pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu factor yang
mempengaruhi

keberhasilan

tugas

guru

ialah

kinerjanya

didalam

merencanakan/ merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar


mengajar.
Untuk meningkatkan kinerja guru, terlebih dahulu harus mengetahui
fungsi-fungsi guru. Menurut Suparlan fungsi guru dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan sebagai pelatih
(Suparlan, 2005: 28).
Agar tugas dan tanggung jawab guru dapat dilaksanakan dengan baik,
maka guru harus mempunyai kinerja yang baik. Kinerja adalah prestasi yang

terlihat atau kemampuan kerja apa yang dicapai (Y.S. Badudu, 1996: 97).
Supaya guru dapat menghasilkan kinerja yang baik, seorang guru harus
mempunyai kemampuan, kemauan, dan usaha dalam kegiatan proses belajar
mengajar yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
evaluasi hasil belajar.
Kinerja guru terkait dengan iklim organisasi sekolah, iklim dalam suatu
lembaga sangat menpengaruhi penampilan organisasi yang berkaitan dengan
motivasi kerja, kinerja dan produktifitasnya. Para guru biasanya mengharapkan
iklim organisasi di lembaganya mampu menciptakan iklim belajar mengajar
yang kondusif.
B.

Pembangunan di Bidang Pendidikan


Titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi yang
merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber
daya manusia dan didorong dengan saling memperkuat, saling terkait dan
terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan
seirama, selaras dan serasi dengan keberhasilan bidang ekonomi dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Nasional.
Pemberlakuan

Undang-Undang Nomor

22 Tahun

1999 tentang

Pemerintah Otonomi daerah mengisyaratkan kepada kita semua mengenai


kemungkinan-kemungkinan pengembangan suatu wilayah dalam suasana yang
lebih kondusif dan dalam wawasan yang lebih demokratis. Termasuk pula
didalamnya, berbagai kemungkinan pengelolaan dan pengembangan bidang
pendidikan. Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan
pengelolaan pendidikan dan yang bersifat sentralistik kepada yang lebih bersifat
desentralistik. (Sam N. Cham, 2005: 1)
Tilar bahkan mempertegas bahwa desentralisasi pendidikan merupakan
suatu keharusan. Menurutnya, ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi
desentralissi pendidikan. Ketiga hal tersebut adalah (a) pembangunan
masyarakat demokrasi, (b) pengembangan social capital, dan (c) peningkatan
daya saing bangsa. (H.A.R Tilaar. 2002; 90) Ketiga hal tersebut sudah lebih
dari cukup untuk dijadikan alas an mengapa desentralisasi pendidikan harus
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.
Kunci pembangunan masa dating bagi bangsa Indonesia ialah pendidikan.
Sebab lewat perolehan pendidikan diharapkan setiap individu dapat

meningkatakan kualitas keberadaanya dan mampu berpartisipasi dalam gerak


pembangunan.
Pendidikan merupakan alat untuk memperbaiki keadaan sekarang juga
untuk mempersiapkan dunia esok yang lebih baik serta lebih sejahtera.
Penyertaan pendidikan dalam usaha pembangunan di berbagai bidang
jelas diperlukan. Stimulasi dan penyertaan upaya pendidikan dalam masyarakat
yang sedang membangun ternyata memberikan hasil yang memuaskan di dalam
mengatasi persoalan-persoalan dan hajat hidup orang banyak, baik di bidang
perbaikan

system,

politik,

social

ekonomi,

maupun

social

budaya.

(Burhanuddin Salam. 1997; 172)


Ujung tombak dan setiap kebijakan atau yang berkaitan dengan
pendidikan, akhirnya berpeluang pada makhluk yang bernama guru. Gurulah
yang akan melaksanakan secara operasional segala bentuk pola, gerak dan
geliatnya perubahan kurikulum.
Melihat peran yang begitu besar dari para guru, lalu kita bertanya :
Apakah guru-guru memiliki kinerja yang bagus?
Apakah guru-guru tersebut mempunyai kualitas profsional?
Yang menjadi kekhawatiran dan kegalauan kita ialah dari sekian guru
yang jumlahnya jutaan, apakah persentase terbesar dari mereka itu lebih
mengarah pada kualitas yang kurangh memadai?
Ronald Edminds, salah seorang sarjana paling berpengaruh sehubungan
dengan gerakan sekolah yang efektif, menulis bahwa para pendidik telah
menjadi semakin yakin bahwa sifat sekolah merupakan factor penentu yang
penting terhadap prestasi akademik. (Cyril Poster. 2000; 1)
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah semestinya mempunyai
organisasi yang baik agar tujuan pendidikan formal ini tercapai sepenuhnya.
Kita mengetahui unsure personal di dalam lingkungan sekolah adalah kepala
sekolah, guru, karyawan, dan murid.
C.

Pengertian Kinerja Guru


James B. Whitaker dalam bukunya the government pervormance result
Act 1993, menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat
manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas (Eko Supriyanto. 2004) pengukuran kinerja juga
digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Dengan demikian jika

dikaitkan dengan sekolahan maka pengukuran kinerja adalah instrument bagi


peningkatan mutu penginformasian kualitas kerja para pengelola sekolah.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan dimensi penting dalam
proses pembangunan nasional yang saling berkaitan dengan pembangunan
dimensi ekonomi. Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya manusia harus
mendapat perhatian secara sungguh-sungguh berdasarkan perencanaan secara
sistematik dan rinci yang mengacu ke masa depan. Pengembangan sumber daya
guru wajib dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara
menyeluruh. Kualitas kemampuan guru yang rendah akan berdampak pada
rendahnya mutu pendidikan.
Guru

merupakan

komponen

yang

paling

berpengaruh

terhadap

terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu,
upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung
oleh guru yang professional dan berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan
kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung padaguru pula.
Namun demikian, posisi strategi untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan
sangat dipengaruhi juga oleh kinerja guru.
Istilah kinerja menurut kamus bahasa Indonesia, mengartikan kinerja
adalah apa yang telah dicapai, prestasi kerja yang terlihat, atau kemampuan
kerja.
Berkaitan dengan kinerja, Sondang P. Siagian mengemukakan bahwa
kinerja seseorang dan produktivitas kerjanya ditentukan oleh tiga factor utama
berikut ini : (Sondang P. Siagian. 2002; 40)
(1)

Motivasinya
Yang dimaksud dengan motivasi ialah daya dorong yang dimiliki,
baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, yang membuatnya mau dan rela
untuk bekerja sekuat tenaga dengan mengarahkan segala kemampuannya
yang ada demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan
berbagai

sasarannya.

Keberhasilan

organisasional

tersebut

memungkinkan yang bersangkutan untuk mencapai tujuan pribadinya


berupa harapan, keinginan, cita-cita dan berbagai jenis kebutuhannya.
(2)

Kemampuannya
Ada kemampuan yang bersifat fisik dan ini lebih diperlukan oleh
karyawan yang dalam pelaksanaan tugasnya lebih banyak menggunakan

otot. Di lain pihak, ada kemampuan yang bersifat mental intelektual, yang
lebih banyak dituntut oleh penyelesaian tugas pekerjaan dengan
menggunakan otak. Sudah barang tentu mereka yang lebih banyak
menggunakan otot, tetap harus menggunakan otak, dan sebaliknya,
mereka yang lebih banyak menggunakan otak, tetap dituntut memiliki
kemampuan fisik.
(3)

Ketepatan Penugasan
Dalam dunia manajemen ada ungkapan yang mengatakan bahwa
yang tidak mengenali secara tepat pengetahuan, keterampilan, kemajuan,
bakat dan minat para bawahannya. Memang telah terbukti bahwa dengan
penempatan yang tidak tepat, kinerja seseorang tidak sesuai dengan
harapan manajemen dan tuntutan organisasi, dengan demikian, mereka
menampilkan produktivitas kerja yang rendah.
Masalah motivasi dan etos kerja tampaknya cukup berpengaruh
terhadap hasil kerja guru, guru dengan etos kerja dan motivasi yang tinggi
pada dasarnya menunjukkan komitmen yang penuh pada lembaga tempat
ia bekerja.

Ada empat faktor yang dapat menimbulkan motivasi kerja guru yaitu :
1)

Dorongan untuk bekerja


Seseorang
dimaksudkan

akan

sebagai

melaksanakan
upaya

suatu

merealisir

pekerjaan

tertentu,

keinginan-keinginan

dan

kebutuhan-kebutuhan yang ada.


2)

Tanggung jawab terhadap tugas


Sebagai konsekuensi atas jabatan yang diemban guru, maka seorang
guru akan mempunyai sejumlah tugas yang harus dilakukan sesuai
dengan jabatannya, tugas ini berkaitan dengan kualitas dan kuantitas yang
diberikan guru. Motivasi kerja guru dalam memenuhi kebutuhannya akan
ditentukan oleh besar kecilnya tanggung jawab yang ada dalam
melaksanakan tugasnya.
Tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas di sekolah,
ditandai dengan upaya tidak segera puas atas ahsil yang dicapainya.
Selalu mencari cara-cara baru guna mengatasi setiap hambatan yang ada
dan mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan cara melaksanakan
secara baik, dan merasa malu apabila ternyata kegiatan-kegiatan yang
dilakukan itu gagal / tidak dapat dilakukan.

Dapat dikatakan bahwa kadar motivasi kerja yang dimiliki guru


dalam melaksanakan tugas disekolah tergantung banyak sedikitnya beban
tugas yang menjadi tanggung jawabnya yang harus dilaksanakan guru
sehari-hari dan bagaimana cara menyelesaikan tugas ini yang ditekankan
pada tugas mengajar, membimbing dan melaksanakan administrasi
sekolah.
3)

Minat terhadap tugas


Besar kecilnya minat guru terhadap tugas yang akan mempengaruhi
kadar atau motivasi kerja guru mengembangkan di sekolah. Hadar
Nawawi mengatakan bahwa minat dan kemampuan terhadap suatu
pekerjaan berpengaruh pula terhadap moral kerja.

4)

Penghargaan atas tugas


Penghargaan atas suatu jabatan atas keberhasilan yang dicapai guru
dalam bekerja merupakan salah satu motivasi yang mendorongnya
bekerja. Karena penghargaan, penghormatan, pengakuan sebagai subyek
yang memiliki kehendak, pilihan, perasaan dan lain-lain sangat besar
pengaruhnya terhadp kerja seorang guru.
Dengan adanya penghargaan ini dapat memberikan kepuasan
kepada guru sehingga menyebabkan mereka bekerja lebih giat lagi.
Apabila guru menghargai terhadap tugas-tugas tersebut maka guru yang
bersangkutan dalam bekerjanya diwarnai oleh rasa cinta dan bangga
sehingga memungkinkan mereka mengoptimalkan pola kerjanya.
Pada garis besarnya kinerja guru dibagi menjadi dua, yaitu : kinerja
guru dalam mendesain program pengajaran dan kinerja guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar.

D.

Macam-Macam Kinerja Guru


1. Kinerja guru dalam mendesain program pengajaran
Salah satu dari tahapan mengajar yang harus dilalui oleh guru adalah
menyusun perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut juga
dengan mendesain program pengajaran (Syarifudin Nurdin. 2002 ; 83) dalam
implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, dan menilai hasil
belajar siswa merupakan rangkaian kegiatan yang saling berurutan dan tak
terpisahkan satu sama lainnya
Bandung

Kurikulum

Perencanaan
Kegiatan

Kegiatan
Pengajaran

Evaluasi
Pengajaran

10

Proses belajar mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan


oleh guru dan siswa di dalam situasi. Mengajar atau lebih spesifik lagi
melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah dan dapat terjadi begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan
tetapi mengajar mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya
direncanakan dan didesain sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah dan
prosedur tertentu. Sehingga dengan demikian pelaksanaannya dapat
mencapai hasil yang diharapkan.
Pada prinsipnya terdapat beberapa karakteristik yang perlu dimiliki
oleh seorang guru, yaitu :
a)

Harus bersedia membuat rencana

b)

Mengorganisasikan sesuatu dengan baik

c)

Bersemangat

d)

Mau terlibat secara langsung

e)

Periang
Dengan memiliki karakteristik ini guru harus dapat mengenal,

menguasai cara, menghayati dan melaksanakan tugasnya serta mengetahui


batas-batas kemampuan sendiri, siap dan mampu menemukan sumber yang
dapat membantu mengatasi keterbatasannya.
Agar bahan pelajaran dapat disajikan kepada siswa dalam jam
pelajaran tertentu, guru harus membuat persiapan pelajaran yang
dilakukannya berdasarkan pedoman instruksional. Tiap pengajaran harus
membuat persiapan pelajaran sebelum ia dengan penuh tanggung jawab
memasuki kelas. Megajar adalah tugas yang begitu kompleks dan maha sulit
sehingga tidak dapat dilakukan dengan baik oleh siapapun tanpa persiapan,
sekalipun ia telah berpengalaman bertahun-tahun.
Mengajar merupakan tugas mengorganisasi dan mengatur jalannya
proses belajar mengajar. Oleh karena itu setiap guru perlu membuat
persiapan pengajaran atau satuan pelajaran, sehingga dengan demikian ia
dapat menggunakan dan mengatur alokasi waktu yang tersedia secara efektif
dan efisien.
Perencanaan adalah pemetaan langkah-langkah kearah tujuan.
Perencanaan sangat diperlukan guru karena alokasi waktu, sumber, terutama
jatah waktu yang terbatas.

11

Adapun perencanaan itu oleh guru, meskipun tidak ditulis lengkap


seyogyanya meliputi : 1) penentuan tujuan mengajar, 2) pemilihan materi
sesuai dengan waktu, 3) strategi optimum, 4) alat dan sumber, 5) kegiatan
belajar mengajar, 6) evaluasi.
Perencanaan pengajaran atau desain instruksional membuat guru
mengarahkan langkah-langkah dan aktivitas serta kinerja yang akan
ditampilkan dalam proses belajar mengajar dalam memcaai tujuan.
Sekurang-kurangnya dalam desain instruksional yang diwujudkan dalam
bentuk satuan pembelajaran itu tercakup unsure-unsur : Tujuan mengajar
yang diharapkan, materi / bahan yang akan diberikan, strategi / metode
mengajar yang akan diterapkan dan prosedur evaluasi yang dilakukan dalam
menilai hasil belajar siswa.
Perencanaan pengajaran yang dipersiapkan oleh guru pada dasarnya
berfungsi antara lain, untuk : 1. Menentukan arah kegiatan pembelajaran, 2.
Memberi isi dan makna tujuan, 3. Menenrukan cara bagaimana mencapai
tujuan yang ditetapkan, 4. Mengukur seberapa jauh tujuan itu telah tercapai.
Atau dengan kata lain, perencanaan pengajaran pada hakikatnya proyeksi
atau pemikiran mengenai apa yang akan dilakukan guru pada waktu
mengajar.
Setelah rencana pengajaran atau satuan pelajaran disusun, langkah
selanjutnya yang akan dikerjakan oleh guru yaitu melaksanakan proses
belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu, diharapkan seorang guru
memiliki kemampuan (kompetensi). Disini peranan guru sebagai pengajar
lebih berorientasi sebagai pemimpin kegiatan proses belajar mengajar,
dimana ia harus merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi dan
mengawasi kegiatan proses belajar mengajar. Guru harus dapat memilih dan
menetapkan metode belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuan
danm karakteristik siswa serta lingkungan dan kondisi yang ada pada saat
kegiatan belajar berlangsung. Karena guru sebagai pengelola dan pelaksana
pendidikan memiliki empat fungsi pokok, yaitu :
1)

Merencanakan

2)

Mengorganisasikan

3)

Memimpin

4)

Mengawasi

12

Masing-masing fungsi mempunyai peran yang sangat berarti dalam


pelaksanaan kegiatan pendidikan. Setiap fungsi senantiasa berkaitan dengan
fungsi yang lainnya.
2. Kinerja guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar
Menurut Syarifudin Nurdin terdapat sejumlah kinerja (performance)
guru/staf mengajar dalam

melaksanakan proses belajar mengajar,

diantaranya : Model Rob Norris, model Oregon dan model Stanford.


(Syarifudin Nurdin, 2002 : 91)
Berikut ini dikemukakan secara singkat diskripsi model-model tersebut :
a. Model Rob Norris
Pada model ini ada beberapa komponen kemampuan mengajar
yang perlu dimiliki oleh seorang staf pengajar / guru yakni : a) kualitaskualitas personal dan professional, b) persiapan mengajar, c) perumusan
tujuan pembelajaran, d) Penampilan guru dalam mengajar dikelas, e)
penampilan siswa dalam belajar, f) Evaluasi.
b. Model Oregon
Menurut model ini kemampuan mengajar dikelompokkan menjadi
lima bagian, a) perencanaan dan persiapan mengajar, b) kemampuan
guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam belajar, c)
kemampuan mengumpulkan dan menggunakan informasi hasil belajar,
d) kemampuan hubungan interpersonal yang meliputi hubungan dengan
siswa, supervisor dan guru sejawat, e) kemampuan hubungan dengan
tanggung jawab profesional
c. Model Stanford
Model ini membagi kemampuan mengajar dalam lima komponen,
tiga dari lima komponen tersebut dapat diobservasi dikelas, meliputi
komponen tujuan, komponen guru mengajar dan komponen evaluasi.
Mengingat dalam pembahasan tulisan ini adalah terfokus pada
pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, maka pembahasan
diarahkan

pada

aspek-aspek

yang

termasuk

pada

kompetensi

professional yang akan ditampilkan oleh pengajar dalam proses belajar


mengajar, antara lain :
1) Menggunakan metode pembelajaran
Secara umum, pemilikan suatu metode mengajar dipengaruhi
oleh tujuan instruksional. Hal ini dapat mencakup : a) penerimaan

13

pegetahuan yang berupa fakta, konsep prinsip, b) aplikasi


pengetahuan atau penerimaan keterampilan, c) tujuan yang bersifat
efektif atau motifasional yaitu berhubungan dengan pengembangan
atau perubahan sikap dan perasaan
Dalam menggunakan metode mengajar disamping dilator
belakangi oleh beberapa factor tersebut, dipersyaratkan pula kepada
dalam hal ini guru, mengetahui dan menguasai metode yang akan
disampaikan.
2) Menggunakan alat pelajaran
Alat pehngajaran adalah segala alat yang dapat menunjang
keefektifan dan efisiensi pengajaran. Alat pengajaran sering
puladiartikan oleh sebagian orang dengan istilah sarana belajar atau
sarana pengajaran. Alat pengajaran ini dapat mempengaruhi tingkah
laku siswa sebab alat pengajaran tersebut termasuk bagian dari
sumber pengajaran. Alat pengajaran secara umum misalnya papan
tulis, papan flannel, papan magnetik dan akasis.
Adapun alat pengajaran yang dirancang khusu untuk bidang
studi tertentu, misalnya balok, kerucut, jajaran genjang dan kubus
untuk pengajaran matematika, untuk bidang studi ilmu pengetahuan
alam misalnya : elenmayer untuk tretasi, labu takar untuk
pengeceran, avometer untuk mengukur arus dan tahanan listrik,
barometer, gelas kimia dan lain-lain. Alat pengajaran bisa dibuat
oleh guru dan dapat dibeli di took. Criteria yang perlu diperhatikan
dalam memilih alat pengajaran meliputi : a) kesesuaian alat
pengajaran dengan materi pengajaran atau jenis kegiatan yang akan
dilakukan siswa, b) kemudahan dalam perolehan alatnya dan
kemudahan dalam perancangannya, d) terjamin keamanan dalam
penggunaannya, e) kemampuan dana
kemudahan

dalam

penyimpanan

dan

dalam pengadaannya, f)
pemeliharaannya,

dan

sebagainya.
3) Menggunakan media pembelajaran
Fungsi media dalam proses belajar mengajar tidak hanya
sebagai alat yang digunakan oleh guru, tetapi juga mampu
mengkomunikasikan pesan kepada peserta didik. Pada dasarnya
fungsi media adalah menumbuhkan motivasi peserta didik, dapat

14

mengingat pelajaran dengan mudah, peserta didik menjadi aktif


dalam merespon, member umpan balik dengan cepat, menolong
peserta didik untuk melaksanakan kegiatan praktik dengan cepat.
Intinya adalah bahwa penggunaan media itu merupakan cara untuk
memotifasi dan berkomunikasi dengan peserta didik agar lebih
efektif.
Penggunaan media hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip
pemilihan media, antara lain : 1) tujuan penelitian, 2) karakteristik
media pengajaran, 3) alternative pemilihan. Factor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam memilih media pengajaran antara lain : a)
objektifitas, b) program pengajaran, e) Sasaran program, d) situasi
dan kondisi, e) kualitas tehnik, f) keefektifan dan efisiensi
penggunaan.
4) Bahan pembelajaran
Konten

atau

materi

pelajaran

merupakan

komponen

kurikulum yang amat penting. Konten menyangkut jawaban atas


pertanyaan, apa yang akan diajarkan ? . secara umum konten
kurikulum

merupakan

tiga

komponen

utama,

yaitu

ilmu

pengetahuan, keterampilan dan sikap (nilai-nilai). Boleh dikatakan


semua mata pelajaran mengandung unsur kognitif, afektif dan
psikomotorik atau keterampilan.
5) Mendorong dan mengoptimalkan siswa dalam proses pembelajaran
Siswa belajar melalui interaksi dengan lingkungannya,
lingkungan orang-orang, alat-alat, ide-ide. Tugas utama guru adalah
menciptakan

lingkungan

tersebut

untuk

mendorong

siswa

melakukan interaksi yang produktif dan member pengalaman


belajar yang dibutuhkan.
Aspek kompetensi ang mendorong dan menggalakkan
keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar terdiri atas
aktivitas :
a) Menggunakan prosedur yang melibatkan siswa pada awal
pelajaran
b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berprestasi
c) Memelihara keterlibatan siswa dalam pelajaran
d) Menguatkan upaya siswa untuk memelihara keterlibatan

15

6) Mengorganisasi waktu dalam proses belajar mengajar


Pada aspek kompetensi ini, seorang pengajar diharapkan
mampu menggunakan secara maksimum waktu pengajaran yang
telah dialokasikan. Untuk kepentingan tersebut ada sejumlah unsure
yang perlu diperhatikan dan ditampilkan oleh pengajar agar waktu
dapat digunakan secara efisien, yaitu : a) memulai pengajaran tepat
waktu. b) meneruskan pengajaran sampai habis waktu yang telah
dialokasikan. c) menghindari penyimpangan topic yang tidak
diperlukan selama pengajaran berlangsung. d) sikap siswa yang
keras

ditanggapi

dengan

memadahi.

e)

gaya

presentasi

memperhitungkan reaksi-reaksi yang tidak diharapkan dari para


siswa.
7) Melaksanakan penilaian hasil belajar (pencapaian siswa) dalam
proses belajar mengajar
Penilaian atau evaluasi berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai
sesuatu. Bila penilaian ini digunakan dalam kegiatan interaksional, maka
penilaian iu berarti suatu tindakan untuk menentukan segala sesuatu dalam
kegiatan instruksional selama proses belajar mengajar berlangsung. Yang
mengambil tindakan / keputusan dalam hal ini adalah pengajaran untuk
mendapatkan balikan atas usaha yang dilakukannya.
Beberapa aktivitas yang perlu dilakukan oleh pengajar dalam menilai
pencapaian siswa selama proses belajar mengajar berlangsung adalah :
(1)

Penilaian pada permulaan proses belajar mengajar, dimaksudkan agar


guru mampu mengetahui kesiapan terhadap bahan pelajaran yang akan
diajarkan, hasilnya akan dipakai untuk memantapkan strategi mengajar

(2)

Penilaian

pada

proses

belajar

mengajar,

dimaksudkan

untuk

mendapatkan umpan balik terhadap tujuan yang hendak dicapai.


(3)

Penilaian pada akhir proses belajar mengajar, dimaksudkan untuk


mengetahui capaian siswa terhadap tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian jelaslah bahwa penilaian yang dilakukan melalui

tahap permulaan proses belajar mengajar, tahap pelaksanaan dan tahap akhir
proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, untuk mendukung kinerja guru, maka
menurut Teori Maslow, harus diperhatikan hal-hal berikut ini :

16

1)

Professional guru dan kematangan dalam melaksanakan tugas guru,


misalnya : Guru memahami keadaan peserta didik secara perorangan
dan memelihara suasana belajar yang baik.

2)

Keberadaan peserta didik (rasa aman dalam belajar, kesiapan belajar,


bebas dari rasa cemas).

3)

Memperhatikan

lingkungan

belajar,

misalnya

tempat

belajar

menyenangkan, bebas bising atau polusi dan tanpa gangguan dalam


belajar (Depag RI, 2002; 33)
Dari sejumlah studi tentang guru, postlethwaite (1987) memberikan
dua kesimpulan utama, yaitu 1) jika guru dibayar lebih tinggi, maka orangorang yang memiliki kemampuan ingin memiliki profesi guru. 2) jika guruguru dididik lebih lama, mereka akan memiliki kemampuan yang lebih
tinggi, apapun jenis lembaga pendidikan tersebut.
Jadi guru yang berkualitas adalah mereka yang memiliki kemampuan
sesuai dengan profesinya. Kemampuan guru lebih tinggi dapat diperoleh
dengan jalan memberikan perangsang yang lebih menarik atau dengan
mendidik mereka lebih lama.
E.

Kesimpulan
Analisis atas kinerja pendidikan di Indonesia, sejak dulu hingga kini telah
membuat kita sampai pada kesimpulan bahwa terdapat beberapa kelemahan
mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di tanah air.
Guru diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi bahan
pembicaraan banyak orang , terutama berkaitan dengan kinerja dan totalitas
dedikasi dan loyalitas pengabdiannya. Banyak hal yang perlu menjadi bahan
pertimbangan kita, bagaimana kinerja guru akan berdampak kepada pendidikan
bermutu. (H. Isjoni, 2006: 106)
Jika kita meginginkan kualitas pendidikan di negeri ini meningkat dan
mampu bersaing dengan Negara-negara lain atau serumpun. Sudah seharusnya
kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya harus benar benar diperhatikan oleh
penentu kebijakan perekrutan guru. (M. Saroni. 2006: 129)
Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan
komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun
anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan nawaitu yang
bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada
17

dirinya dan berupaya untuk meningkatkan kekurangannya sebagai upaya untuk


meningkatkan kearah yang lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian para pakar, menyimpulkan bahwa ukuran
kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya menjalankan amanah, profesi
yang diembannya.
Dari sejumlah studi tentang guru, Ostlethwaite (1987) memberikan dua
kesimpulan utama, yaitu 1) jika guru dibayar lebih tinggi, orang-orang memiliki
kemampuan ingin memilih profesi guru, 2) jika guru-guru dididik lebih lama,
mereka akan memiliki kemampuan yang lebih tingi, apapun jenis lembaga
pendidikan tersebut. (Ace Suryadi. 1993: 177)
Jadi guru berkualitas adalah mereka yang memiliki kemampuan sesuai
dengan professional. Kemampuan guru lebih tinggi dapat diperoleh dengan
jalan memberikan perangsang yang lebih menarik atau dengan mendidik
mereka lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996.
Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,
Bumi Aksara, Jakarta, 1994.
Cyril Pioster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, lembaga Indonesia Adidaya,
Jakarta, 2000.
Departemen Agama RI, Motivasi dan Etos Kerja, Depag RI. Jakarta, 2002.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2007.
H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002.
M. Saerozi, Manajemen Sekolah, Ar Ruzz, Yogyakarta, 2006.
Moh. Uzer Usman, menjadi guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001
Sam N Chan, Analisis Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005
Sondang P Siagaan, Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta,
2002.
Suparlan, Manajemen Guru Efektif, Hikayat, Yogyakarta, 2005.
Sutrisno, Revolusi Pendidikan di Yogyakarta, Ar Ruzz 2, Yogyakarta, 2005
Syarifudin Nurdin, Guru Professional dan Implementasi Kurikulum, Ciputat Press,
Jakarta, 2002.

18

Anda mungkin juga menyukai