Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, banyak kita temui orang yang menjadi guru seperti pilihan profesi
terakhir. Dengan kata lain, kalau sudah mendesak tidak ada pekerjaan lain atau sebuah
status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah di bawah
garis kemiskinan. Bahkan ada guru yang dipilih asal pilih yang penting ada yang
mengajar. Sehingga sebagian besar peserta didik di negeri ini tidak mempunyai minat
yang tinggi dalam belajar. Sekolah hanya sekedar waktu kosong atau ikut-ikutan, setelah
itu pulang. Apalagi harus mendengarkan materi pelajaran yang monoton. Sangat
disyukuri bila guru tidak masuk. anak-anak bersorai gembira karena tidak terbebani hari
itu. Sehingga yang menyebabkan semua ini terjadi adalah hilangnya kreatifitas guru
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang sempurna sehingga mempengaruhi atas
peningkatan mutu kualitas belajar mengajar itu sendiri.
Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa merupakan
salah satu indikator terjadinya perbaikan dalam proses belajar mengajar dan peningkatan
profesionalisme guru. Salah satu indikasi perofesionalisme seorang guru adalah selalu
mempunyai keinginan untuk memperbaiki pembelajaran yang dilakukannya secara
berkelanjutan. Untuk menumbuhkan profesionalisme, guru harus mampu melihat (peka)
terhadap permasalahan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran dalam upaya
melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran. Guru yang cepat puas dan bersikap tak
acuh terhadap pembelajaran yang dilakukannya tidak dapat diharapkan menjadi guru
yang professional.
Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan
jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Dalam hal ini, termasuk guru saat ini harus
profesional. Sebab guru adalah pihak ujung tombak dalam proses belajar mengajar.
Untuk menghasilkan peserta didik yang berprestasi, tentu berawal dari seorang guru yang
memberikan ilmu kepada mereka. Guru saat ini masih sangat sedikit yang antusias untuk
menambah ilmunya sendiri. Juga masih rendah minat guru untuk membaca dan membeli
buku. Padahal semua itu adalah sumber pengetahuan yang bisa mereka aplikasikan untuk
mereka para peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Selain itu, kualifikasi dan
latar belakang pendidikan guru tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak di
antara guru yang mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi
pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Sehingga semua itu jelas
nantinya akan berdampak buruk pada kualitas (mutu) belajar mengajar di kelas, bahkan
berdampak buruk pada potensi dan masa depan siswa.
Parkey (1998: 3) mengemukakan bahwa guru tidak hanya sekedar sebagai guru di
depan kelas, akan tetapi juga sebagai bagian dari organisasi yang turut serta menentukan
kemajuan sekolah bahkan di masyarakat. Sehingga bila disimpulkan dari pendapat tadi,
maka kita dapat menemukan beberapa faktor yang menyebabkan semakin tingginya
tuntutan terhadap keprofesionalan yang harus dimiliki oleh guru. Faktor pertama adalah
karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini terutama
perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Implikasi bagi guru adalah dimana guru
harus memiliki keterampilan-keterampilan yang cukup untuk mampu memilih topik,
aktivitas, dan cara kerja dari berbagai kemungkinan yang ada.
Faktor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan dalam masyarakat yang
memiliki implikasi pada upaya-upaya pengembangan terhadap siswa. Sebagai contoh,
banyak guru yang memberikan motivasi seperti mendorong anak-anak bekerja keras di
sekolah agar nanti mereka memperoleh suatu pekerjaan yang baik, tidak lagi menarik
bagi mereka. Faktor ketiga adalah perkembangan teknologi baru yang mampu
menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik. Perkembangan-
perkembangan ini menguji fleksibilitas dan adaptabilitas guru untuk memodifikasi gaya
mengajar mereka dalam mengakomodasi sekurang-sekurangnya sebagian dari
perkembangan baru tersebut yang memiliki suatu potensi untuk meningkatkan proses
pembelajaran.
Berdasarkan hal di atas, maka pentingnya keprofesionalan guru ini sangat
berpengaruh terhadap meningkatnya (mutu) kualitas belajar mengajar. Seorang guru
harus mengetahui apa yang dilakukannya di dalam proses itu dan menciptakan berbagai
pengajaran-pengajaran yang memungkinkan membangkitkan minat siswa untuk belajar.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas secara umum tentang
kompetensi guru yang profesional dalam proses belajar mengajar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan guru yang professional dan kriteria guru profesional ?
2. Bagaimana personaliti guru untuk meningkatkan profesionalisme guru?
3. Hal-hal apa saja yang di lakukan untuk meningkat untuk meningkatkan kualitas belajar
mengajar?
4. Bagaimana usaha guru untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan menguasai bahan
ajar ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar para guru meningkatkan
profesionalisme dan kualitasnya dalam mengajar sehingga anak didik mendapat
pendidikan yang lebih baik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Guru Profesional
Kata profesional berasal dari bahasa Inggris yang berarti ahli, pakar, mampu
dalam bidang yang digeluti. Menjadi profesional berarti menjadi ahli dalam bidangnya.
Dan seorang ahli tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi,
tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas karena menjadi berkualitas bukan hanya
menjadi persoalan ahli. Tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti.
Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, mejadi profesional adalah satu
kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang yang dipadupadankan dengan skil
atau keahliannya. Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi yang telah familiar
di tengah masyarakat.
Dalam kaitannya dengan guru, maka guru juga jelas sebuah profesi yang idealis
dan membutuhkan keprofesionalannya dalam menjalani profesi tersebut. Kalau mengacu
pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan integritas
menjadi guru profesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat
lekat dengan peran psikologis, humanis, bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Ibarat
sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap
nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Guru merupakan tokoh sentral dalam dunia
pendidikan yang sangat menentukan ke arah mana sebuah bangsa menuju tujuan yang
ingin dicapai. Oleh karena itu, menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidik
atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai. Sementara
itu, menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran. Oleh karena itu, guru yang profesional
adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas
pendidikan dan pengajaran.
Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus
menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi
yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya. Hal ini
berkaitan dengan kompetensi profesional yang harus dimiliki guru dalam PP RI No.
19/2005 yang merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi
pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
Pengajar harus lebih memperhatikan minat, bakat, dan kebutuhan pelajar ketimbang
dengan target-target untuk menyelesaikan kurikulum yang sebagian mungkin tidak
relevan dengan minat, bakat, dan kebutuhan pelajar setempat. Guru profesional juga
harus memperhatikan dan memfasilitasi proses-proses aktualisasi potensi, bakat, dan
talenta murid-muridnya. Di samping itu masih banyak beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru yang profesional dalam meningkatkan mutu (kualitas) belajar
mengajar yang berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai hal tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan,
dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Lalu guru
yang professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan,
sikap, dam ketrampilan professional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun
akademis. Dengan kata lain guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan
dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Ciri-ciri Guru Profesional
Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat-sifat dan karakteristik profesi, yang
secara taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi oleh guru, menghasilkan simpulan sebagai
berikut:
Kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan
Memiliki pengetahuan spesialisasi
Menjadi anggota organisasi profesi
Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien
Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable
Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization
Mementingkan kepentingan orang lain.
Memiliki kode etik
Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas
Mempunyai sistem upah
Budaya profesional
Melaksanakan pertemuan profesional tahunan

B. Personaliti Guru
Peran guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina,
mengasuh ataupun mengajar. Reece dan Walker (1997:92) mempertegas pernyataannya
bahwa afektif adalah daerah yang paling sulit dan relatif kurang literatur menyangkut
sikap. Sikap dapat diajarkan melalui pemberian contoh, misalnya bilamana guru sering
terlambat, maka siswa pun akan berbuat sama. Dalam hal ini, siswa menjadikan guru
sebagai lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut
tergantung contohnya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran
tersebut, sudah menjadi kemutlakkan bahwa guru harus memiliki integritas dan
personaliti yang baik dan benar. Hal sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya
mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar dari bangun
karakter atau akhlak anak. Pembelajaran yang baik tidak dapat dipahami terutama hanya
dari sebuah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sebab sentral dari pembelajaran
tersebut mencakup tindakan-tindakan moral dalam konteks yang bersifat khusus. Oleh
sebab itu menurut Shulman dan Socket, guru yang baik harus menggunakan penilaian
terhadap tindakan situasi kelas secara khusus. Penilaian dan tindakan-tindakan guru
terhadap situasi haris mencakup tindakan-tindakan siswa sebagai sumber-sumber (agen)
moral.
Di samping itu, personaliti guru ini juga menyangkut kepribadian seorang guru
sebagaimana dalam PP RI No. 19/2005 menetapkan 4 kompetensi yang harus dimiliki
guru, salah satunya yaitu kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Memiliki
kepribadian yang stabil dan mantap dimaksudkan guru harus bangga sebagai pendidik
dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Memiliki kepribadian
yang dewasa dimaksudkan agar guru menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai
pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik. Memiliki kepribadian yang arif
dimakduskan agar guru menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan
peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir
dan bertindak. Memiliki kepribadian yang berwibawa agar guru memiliki perilaku yang
berpengaruh yang positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan, guru bertindak sesuai dengan norma
(imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Oleh karena itu, jika personaliti guru ini tidak mencerminkan sesuatu yang baik maka
akan berpengaruh kepada proses belajar mengajar.

C. Hal-Hal Yang Di Lakukan Guru Untuk Meningkatkan Mutu Kuliatas Belajar


Mengajar
1. Memahami Karakter Siswa
Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode, dan teknik-teknik
evaluasi yang akan dipergunakan dalam belajar mengajar, maka guru terlebih dahulu
dituntut keprofesionalannya untuk memahami karakter siswa dengan baik. Hal ini
dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti
sikap siswa, kemampuan, dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan
konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting
terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998: 5).
Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar merupakan faktor yang
sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran
yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan
serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan terhadap siswa mengandung
arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai keunikan cara belajar siswa dan
kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka.
Dalam meningkatkan mutu kualitas belajar mengajar, maka upaya-upaya guru
dalam mengenal dan memahami siswa merupakan kegiatan yang berlangsung secara
terus-menerus, karena kebutuhan siswa tidak bersifat menetap, akan mengalami
perubahan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Bahkan seringkali perubahan-
perubahan yang terjadi pada siswa berlangsung dengan cepat sehingga guru tidak jarang
mengalami kesulitan untuk mengenal dan memahaminya secara cermat. Di samping itu
pula, kebutuhan-kebutuhan merka menggambarkan kebutuhan intelegensial, kemampuan
maupun ketidakmampuannya (Parkey, 1998: 276). Bagi anak-anak yang memiliki
kualitas intelegensi yang baik dan berada dalam tahap atau masa perkembangan tertentu
memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda dengan anak-anak yang tergolong memiliki
intelegensi yang rendah walaupun sama-sama berada pada tahap perkembangan tertentu.
Dalam pandangan DePorter & Hernacki (2001: 117) terdapat tiga karakteristik atau
modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses
pembelajaran, yaitu:
1. Orang-orang yang visual, yang sering ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di
telepon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta daripada mendengar penjelasan.
2. Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka
mendengar ceramah atau seminar daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada
menulis.
3. Orang-orang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau
berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk diam.
Selain itu, Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dan sebagai pembimbing
belajar siswa, guru harus mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan
intruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal
approach) dalan setiap proses belajar mengajar berlangsung. Melalui pendekatan pribadi,
guru akan secara langsung mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam
sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Abdillah (2008) mengemukakan
bahwa sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan
mampu;
1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah probadi yang dihadapinya.
3. Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai
dengan karakteristik pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap siswa, baik secara individual maupun secara kelompok

2. Menumbuhkan Motivasi Belajar


Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar
yang sekaligus mempengaruhi proses belajar mengajar adalah motivasi belajar. Dalam
kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
(Sardiman, 2006: 75). Motivasi belajar merupakan faktor yang bersifat non intelektual.
Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup yang tinggi, bisa gagal karena
kurang adanya motivasi dalam belajarnya. Pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia,
penurunan motivasi yang terjadi pada diri siswa bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu
bisa dikarenakan adanya faktor luar dari sekolah yang mengakibatkan kelelahan secara
fisik kepada siswanya atau faktor yang dari dalam sekolahan itu sendiri. Bisa dikatakan
dari luar sekolah kita juga perlu memperhatikan faktor yang sangat penting, dari dalam
diri siswa itu sendiri.
Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar, baik bagi
guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan
guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Sedangkan bagi siswa
motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk
melakukan kegiatan belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan senang hati karena
didorong motivasi. Dengan adanya motivasi yang tinggi yang ada dalam diri siswa, akan
menumbuhkan keikhlasan dalam belajar dan kesadaran bahwa belajar adalah hal yang
sangat penting bagi mereka dan untuk masa depan mereka sendiri di hari kelak. Bahkan
motivasi yang tinggi akan menjadikan mereka mempunyai tekad yang kuat untuk belajar
dan bersedia menghadapi segala kesulitan-kesulitan yang datang dalam kegiatan belajar
para siswa. Oleh karena itu, motivasi siswa untuk belajar sangat penting dalam proses
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang
sangat penting. Sehingga proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai
motivasi dalam belajar. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting
di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang
optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa
motivasi terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adalah meyakinkan para siswa
agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi kebutuhan bagi setiap siswa. Dengan
kata lain, memperjelas tujuan yang dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin
dibawa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah
suatu kebutuhan guna mencapat sukses yang dicita-citakan. Pemahaman siswa tentang
tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa akan terdorong untuk belajar
manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Sehingga, bilamana guru dapat merubah
tujuan-tujuan belajar ini menjadi kebutuhan, maka siswa akan lebih mudah untuk
terdorong melakukan aktivitas belajar.

3. Mengembangkan Model (Strategi) Pembelajaran


Pembelajaran merupakan suatu tindakan dalam kelas atau dalam proses belajar
mengajar. Guru profesional sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan
sekaligus pengajar yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak moral maupun sosial dan untuk
menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Seorang guru dalam
menyampaikan materi perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelas
atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan.
Dengan variasi metode, dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa (Slameto, 2003: 96).
Proses pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan
pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, sumber
daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif. T. Raka Joni (1992)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk
membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai secara efisien dan efektif. Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi
pembelajaran meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik (Gerlach and Ely). Strategi belajar mengajar
tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya
materi pengajaran atau paket pengajarannya (Dick and Carey).
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru
mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada intensitas
keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model
pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan
sehinga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Untuk
mengembangkan model pembelajaran yang efektif, maka setiap guru harus memiliki
pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian
model-model tersebut dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif
memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan
kondisi siswa-siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap
sarana dan fasiltas sekolah yang tersedia, kondisi kelas, dan beberapa faktor lain yang
terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini, model
yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran serta siswa secara
optimal dalam pembelajaran. Dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang
besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Oleh karena itu, Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan
pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efesien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh,
model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John
Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara
demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model berfikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. Misalnya
model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model dalam pelaksanaan, yaitu: urutan langkah-langkah
pembelajaran(syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem
pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu model pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi: dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan dampak
pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedomaan model
pembelajaran yang dipilihnya.
Di samping itu, hal ini berkaitan dengan kompetensi pedagogik yang harus
dimiliki oleh seorang guru dalam PP RI No. 19/2005 merupakan kemampuan yang
berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik
dan dialogis. Dalam proses belajar mengajar, guru merancang pembelajaran, termasuk
memahami landasan pendidikan untuk kepentingan untuk kepentingan pembelajaran.
Tujuannya guru dapat menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan
materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Yang pada akhirnya guru harus merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran
secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses
dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum. Dengan demikian, profesionalisme seorang guru dapat
meningkatkan mutu (kualitas) mengajar dan secara tidak langsung menggiring atau
membebaskan potensi kemanusiaan yang ada dalam diri setiap individu (educare).

D. Upaya Guru Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengajar dan Menguasai Bahan


Ajar
Kenyataan menunjukkan bahwa masih sebagian besar guru underqualified,
tingkat penguasaan bahan ajar dan keterampilan dalam menggunakan metode
pembelajaran yang inovatif masih kurang. Pada dasarnya peningkatan kualitas diri
seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Kesadaran ini akan timbul dan
berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir mereka. Oleh karena itu
pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai
pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan
dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari
peningkatan kualitas seseorang selaku guru. Untuk bisa meningkatkan kualitasnya
sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi, guru
harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman
mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar pikiran
tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru. Kegiatan
ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya,
hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Wadah dan kelembagaan untuk pengembangan ini adalah kelompok
yang merupakan organisasi bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini
dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing
sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun diharapkan
bisa berfungsi sebagai pembimbing.
Secara terperinci kegiatan kelompok ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
Diskusi tentang satuan pelajaran.
Diskusi tentang substansi meteri pelajaran.
Diskusi pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran.
Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas.
Mengembangkan evaluasi penampilan guru oleh peserta didik.
Mengkaji hasil evaluasi penampilan guru oleh peserta didik sebagai feedback bagi
anggota kelompok.
2. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya bidang studi yang
menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
Kajian jurnal dan buku baru.
Mengikuti jalur pendidikan formal yang lebih tinggi.
Mengikuti seminar-seminar dan penataran-penataran.
Menyampaikan pengalaman penataran dan seminar kepada anggota kelompok.
Melaksanakan penelitian.
3. Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
Menulis artikel.
Menyusun laporan penelitian.
Menyusun makalah.
Menyusun laporan dan review buku.
Kegiatan kelompok dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan.
Sebagaimana konsep asah, asuh dan asih, maka setiap anggota kelompok memiliki hak,
kewajiban dan kesempatan yang sama dalam setiap kegiatan tanpa memandang jenjang
kepangkatan, jabatan dan gelar akademik yang disandangnya. Input, feedback, komentar
dan saran-saran sejawat atas penampilan salah seorang anggota kelompok kesejawatan
diberikan baik secara tertulis maupun secara lisan sesuai dengan kebutuhan. Untuk hasil
observasi kelas, misalnya kelompok kesejawatan mungkin bisa mengembangkan format
observasi bisa dilaksanakan secara sistematis, objektif dan rasional, sehingga anggota
yang diobservasi bisa memperoleh input tertulis di samping juga input lisan. Aktifitas
yang dimaksudkan ini tidak bersifat searah, melainkan bersifat multiarah. Artinya,
aktifitas yang dilaksanakan bersifat komprehensif dan total yang mencakup presentasi,
observasi, penilaian, kritik, tanggapan, saran, dan bimbingan.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan


mutu (kualitas) belajar mengajar dalam suatu kelas tergantung dari keprofesionalan guru
dalam mengelola proses itu. Keprofesionalan guru itu dapat dilihat dari kemampuannya
mengajar di atas rata-rata. Dengan kata lain, profesionalisme guru dapat dilihat dari
profesinya yang bukan hanya sebagai pengajar juga sebagai motivator, fasilitator,
mediator, dinamisator, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus
menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi
yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya.
Disamping itu, diperlukan keahlian-keahlian lainnya. Guru harus memiliki kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia, memahami karakter
siswa dengan baik, kreatif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa yang
merupakan salah satu faktor penentu berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar
mengajar; serta guru dapat memilih metode pembelajaran mana yang sesuai dengan
keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang
diajarkan dan merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara
berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.
Untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan menguasai bahan ajar dan untuk
bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang
kepangkatan tertinggi, guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang
berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan
peserta didik. Kegiatan tersebuat dapat dilakukan dengan membuat sebuah wadah dan
kelembagaan.

Kunci Untuk Menjadi Guru Terbaik

Guru merupakan pekerjaan yang paling kaya, karena setiap hari memberi. Bahkan Nabi
menegaskan, guru adalah orang yang dijamin mendapat passive income (keuntungan
pasif yang tidak terputus) dunia akhirat. Apabila seorang manusia meninggal dunia,
maka putuslah amalannya, melainkan dari tiga hal yaitu sedekah yang mengalir [jariah],
ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih yang mendoakan untuknya. [H.R
Muslim]

Dari penjabaran sistem pendidikan di atas, terlihat jelas bahwa guru memiliki peran
paling penting dalam mencapai tujuan pendidikan anak-anak Indonesia. Guru
menentukan arah dan masa depan siswa yang mereka didik, guru akan menjadi teladan
siswa dalam menjalani kehidupannya baik di rumah, lingkungan, dan masa depannya
kelak. Untuk itu, kehadiran guru terbaik sangatlah penting untuk melahirkan siswa yang
berkarakter mulia.

Guru Terbaik adalah guru yang mampu melejitkan potensi anak didiknya sehingga anak
didiknya menemukan potensinya dan menjadi profesinya dikemudian hari. Setidaknya,
untuk menjadi guru terbaik diperlukan tiga hal penting yang harus dipersiapkan guru 1.
Motivasi, 2. Pengetahuan dan 3. Keterampilan.

Pertama, Peningkatan Motivasi. Guru yang memiliki motivasi tinggi maka dia akan
mencintai pekerjaannya, profesi menjadi guru adalah pilihan utama. Passion-nya adalah
sebagai guru, betul-betul menjiwai pekerjaan ini. Mahmud Yunus dalam Tarbiyah al-
Talim mengatakan, bahwa cara lebih baik daripada guru, guru lebih baik dari cara itu
sendiri dan yang terpenting adalah penjiwaan menjadi guru lebih penting dari
kompetesnsi guru itu sendiri.

Saya pernah terharu ketika anak didik saya menghampiri dan mengatakan, bapak kok
tidak mengajar kita lagi, kita kengen diajar sama bapak lagi, bapak itu mengajarnya asyik
dan banyak gamesnya, pokoknya belajar sama bapak seru. Saya berkata dalam hati bapak
juga kanegen sama kalian ternyata tiga hal yang saya lakukan setiap mau mengajar
membuahkan hasil. Pertama, dimalam hari saya cek RPP dan menyiapkan yang terbaik
dengan pembukaan yang menarik, menggunakan variasi metode. Intinya adalah
mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mengajar diesok hari. Kedua, semenjak
menjadi guru saya selalu menkoleksi berbagai strategi dan metode pembelajaran, ice
breaking, katalog rencana pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas. Semua itu menjadi
modal saya untuk mengajar dengan menyenangkan. Ketiga, menghadirkan mereka dalam
doa. Sehabis shalat subuh atau dalam perjalanan menuju sekolah memanjatkan doa
kepada Allah, Ya Allah yang maha pengasih dan lagi maha penyayang, aku pinjam
ilmumu untuk aku berikan yang terbaik buat anak didikku.

Guru pun dituntut memiliki nilai-nilai spiritual dalam bekerja. Menghadirkan anak-anak
dalam doa setiap mau mengajar, saya selalu berdoa, Ya Allah aku pinjam ilmumu untuk
aku berikan yang terbaik buat muridku. Dengan doa yang saya minta kepada Allah SWT.,
menumbuhkan semangat mengajar saya dari dalam hati. Karena, mengajar dengan hati
menghadirkan pembelajaran dengan cinta dan kasih sayang serta menyajikan
pembelajaran dengan penuh kasih sayang pula.

Di sisi lain, guru tak pernah boleh berhenti untuk belajar, selalu meningkatkan wawasan
dan pengetahuannya baik itu dalam mengikuti pelatihan, membaca buku, rajin mengikuti
workshop, seminar, diskusi dan berbagai kegiatan lain, guna terus bisa memantaskan diri.
Peningkatan kapasitas pengetahuan guru dapat dilakukan dengan tiga hal. Pertama,
menjelajahi kemampuan siswa. Menjelajahi kemampuan siswa berarti menemukan
keunggulan yang terdapat pada siswa tersebut, kemudian dikembangkan, sehingga siswa
menemukan potensi yang dimilikinya. Akhirnya, potensi tersebut menjadi profesinya
dikemudian hari, dan dengan profesi tersebut bisa sukses dan menebar manfaat bagi
banyak umat manusia. Kedua, Memahami cara kerja otak dalam menyerap
informasi: Memahami arus informasi masuk ke dalam otak Duo Brain (kiri dan kanan).
Dalam proses pemberian informasi pada siswa, harus menggunakan keseimbangan antara
otak kiri dan kanan (holistik brain), artinya cara penyampaian informasi tersebut haruslah
merupakan konsumsi otak kanan dan otak kiri secara seimbang. Selama ini proses
pembelajaran dominan hanya menggunakan otak kiri. Kondisi ini perlu dirubah, karena
hanya menjadikan siswa piawai dalam menggunakan otak kirinya. Selama ini sebagian
besar guru jarang mengajar untuk memberikan asupan kepada otak kanan siswa, seperti
mengajar menggunakan musik, gambar, dan melakukan imajinasi dalam pengaman
belajar. Menurut Tony Buzan, pakar mindapping usia 0-8 tahun, siswa kelas 3 SD 80%
dominan otak kanan. Sedangkan pada usia 9 sampai 60 tahun seseorang perlu melakukan
penyeimbangan antara otak kiri dan otak kanan (50/50). Apabila terlalu kiri terlihat kaku
dan jika terlalu kanan dapat tidak beraturan. Maka, yang terbaik adalah keseimbangan
antara otak kiri dan kanan (holistik Brain).

Di sisi lain guru perlu memahami bahwa dalam 1 kepala ada 3 otak yaitu Triune Brain
(reptil, mamalia dan neocortext) sebelum mengajar guru perlu terlebih dulu memamantau
kebersihan kelas, dan pencahayaannya, untuk memuaskan otak reptil. Setelah itu, dalam
mengajar guru perlu melibatkan emosi siswa, salah satu contohnya adalah dengan
tersenyum. Ketika kedua otak ini sudah terpuaskan barulah mulai masuk ke otak berfikir
yaitu (neokortex). Tahap berikutnya guru perlu mengetahui gelombang otak Wave Brain
(beta, alfa, teta dan delta). Kondisi terbaik siswa menerima pelajaran ketika gelombang
otak dalam keadaan alfa. Dalam hal ini dirumuskan dengan nama 234. Rumusan ini,
harus dipahami, dikuasai dan diimplementasikan oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar. Perlu disadari bahwa setiap mengajar guru pasti berhadapan dengan otak
siswa, maka guru diwajibkan untuk mempelajari kemampuan otak yang dimiliki
manusia.

Ketiga keterampilan, berupa apersepsi. Menggunakan pengantar sebelum masuk ke


materi. Bukalah materi pelajaran dengan senyum, pujian, saling mendoakan, pantun khas,
cerita lucu, ice breaking, brain gym, musik, menyampaikan temuan-temuan baru, apa
manfaat bagi aku (AMBAK), Quiz, Motivasi, dan menghubungkan materi dengan
kehidupan sehari-hari. Memberikan pengantar sebelum masuk materi menurut Bobbi de
Porter istilahnya berikan pengalaman sebelum menamai. Dengan menggunakan
apersepsi, maka pembelajaran menjadi menyenangkan.

Menguasai variasi metode pembelajaran, merupakan cara-cara yang ditempuh guru


untuk menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan. Pembelajan yang
menyenangkan mendukung bagi kelancaran proses belajar mengajar. Keterampilan pun
dapat ditumbuhkan dengan Menggunakan media pembelajaran, yaitu dengan praktek
menggunakan ICT dalam pembelajaran (cutting film, membuat slide mengajar) dan
mengajar dengan menggunakan bahan bekas berkualitas. Keterampilan yang terakhir
adalah membuat rencana pelaksanaaan pembelajaran yang kreatif. RPP harus karya
guru sendiri. Apabila Rencana Pembelajaran ini dibuat dengan sungguh-sungguh, maka
bisa menjadi buku ajar dan hasilnya menjadi sumber inspirasi bagi guru-guru yang lain.

Sejauh ini keterbatasan pengetahuan dan keterampilan serta lemahnya motivasi guru
berakibat kepada stagnannya kualitas institusi pendidikan dan berujung pada lemahnya
kualitas output siswa. Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi kondisi ini adalah
melakukan peningkatan wawasan guru dalam 3 hal tersebut. Sehingga mereka mampu
membantu peningkatan kualitas output siswa. Perlu diingat guru terbaik adalah yang
mampu melejitkan potensi siswanya dan dapat membentuk peradadaban sukses mulia.
Karena tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga membentuk generasi yang sukses
dalam hidupnya dan juga mulia.

Apabila guru memiliki 3 kunci tersebut, maka siswa akan merasa sedih ketika gurunya
tidak hadir dalam mengajar. Karena, guru terbaik akan selalu dikenang oleh siswanya
sepanjang masa. Jadilah guru terbaik karena itu akan mengantarkanmu menuju surga.

Siswa Berkarakter SuksesMulia

Sistem pendidikan yang berpijak pada tujuan pendidikan dapat melahirkan lulusan yang
cerdas otaknya dan emosinya. Di samping itu, dapat pula melahirkan manusia yang
benar-benar sesuai fithrahnya, yaitu manusia yang selalu mengaktulisasikan kebaikan
dalam kehidupannya. Dengan fitrah itu, manusia dapat memaksimalkan potensi otak,
emosi dan raganya. Sehingga dapat menjadi manusia yang bekerja keras, cerdas dan
ikhlas serta berkualitas. Fitrah manusia sulit untuk dilahirkan, jika tidak diwadahi oleh
pendidik yang memiliki kualitas baik.

Proses pendidikan harus mampu mewadahi semua aspek perkembangan siswa, baik dari
segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Sehingga tidak hanya berbasis kognitif semata.
Biasanya hal ini berasal dari model pembelajaran satu arah, teacher oriented, tidak
student oriented dan cenderung mengutamakan prestasi akdemik saja. Tetapi dengan
adanya keseimbangan pada ketiga hal tersebut dan dibarengi dengan pendidikan berbasis
akhlak serta guru-guru terbaik di sekolah-sekolah di Indonesia, akan mampu melahirkan
siswa yang hebat dan berkarakter mulia. Pendidikan model ini diharapkan mampu
menjadi solusi dari problematika kemorosotan akhlak yang terjadi.

Pendidikan karakter dapat menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas
2025. Visi 2015 untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif. Insan
Indonesia cerdas adalah cerdas secara intelektual, emosional, spiriitual dan kinestetis.
Bagi bangsa Indonesia sekarang ini, pendidikan perlu memberikan kesadaran kepada
semua rakyat di dalamnya, bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa
membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa
depan yang lebih baik dengan kejujuran, kedisiplinan, kegigihan, semangat belajar yang
tinggi, mengembangkan rasa tanggung jawab, dan kepeduliaan pada sesama.

Sekolah pada dasarnya adalah sebuah institusi sosial. Pendidikan merupakan sebuah
proses sosial, dan sekolah merupakan bentuk komunitas kehidupan di mana semua agen
kehidupan berkonsentrasi untuk membuatkan suasana bagi anak untuk bisa berbagi
semua hal yang diperoleh dari masyarakat, dan juga untuk menggunakan kemampuannya
untuk tujuan-tujuan sosial.

Yang perlu disadari semua pihak, para siswa tidak hanya cerdas secara akademis, seperti
beprestasi dalam berbagai kegiatan science, memenangkan lomba matematika,
memenangkan juara robotic se-Indonesia, memenangkan cepat tepat kimia, mewakili
sekolahnya untuk tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional bahkan tingkat
international dalam bidang-bidang tersebut dan semata-mata hanya untuk berprestasi juga
mendapat pujian. Tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah para siswa tersebut
berpikir untuk mengaplikasikan ilmunya untuk kemajuan masyarakat sekitar dengan
membuat karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti membuat destilasi air
laut untuk menghasilkan air minum bagi masyarakat di sekitar pantai yang kesulitan
mendapatkan air minum, menciptakan alat yang mampu mengolah sampah untuk
menghasilkan energi bagi masyarakat sekitar, dan sebagainya.

Dengan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, maka siswa-
siswa berprestasi dapat memiliki karakter sukses mulia. Di samping piawai dalam
mengaktualisasikan kemampuannya, siswa berkarakter SuksesMulia juga memiliki
kecerdasan emosional yang mampu memahami dan berbagi dengan lingkungannya,
mereka akan mampu bekontribusi untuk masyarakat sekitar melalui kegiatan-kegiatan
sosial, seperti aktif dalam kegiatan bakti sosial di sekolah maupun di rumah, dan aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan

Di sisi lain, siswa berkarakter SusksesMulia, memiliki kecerdasan spriritual yang tidak
hanya diperuntukan bagi diri sendiri tapi juga untuk masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat
dalam berbagai kegiatan yang dilakukan para siswa seperti kunjungan dan berbagi
dengan anak-anak yatim dan panti asuhan, menjadi remaja masjid yang aktif dalam
menyelenggarakan kegiatan pesantren kilat, dan sebagainya.

Output siswa yang dididik oleh guru terbaik akan melejitkan prestasinya, baik itu dari
segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Siswa tidak hanya suskses dalam bidang
akdemik, tetapi juga memiliki produk yang bermanfaat bagi banyak umat manusia serta
peduli pada sesama. Siswa tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, tetapi
memiliki kepedulian dengan orang lain, menebarkan manfaat bagi banyak orang. Dalam
Hadits nabi ditegaskan: sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia
yang lainnya.

Ada tiga kunci penting yang harus dipersiapkan guru dalam menciptakan siswa
berkarakter sukses mulia. Pertama, peningkatan motivasi. Kuncinya adalah mencintai
peerjaan, menjadi guru sudah merupakan pilihan utama dalam hidup, dan tidak pernah
berhenti untuk belajar, selalu mengajar dengan hati, dan memiliki nilai-nilai spiritual
dalam mengajar. Kedua kapasitas pengetahuan. Kuncinya: menjelajahi kemampuan
siswa dan memamahi arus informasi masuk yang masuk ke dalam otaknya. ketiga
keterampilan. Kuncinya adalah Appersepsi, menggunakan variasai metode, menguasai
media pembelajaran dan membuat RPP kreatif. Sejauh ini keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan serta lemahnya motivasi guru berakibat kepada stagnannya kualitas institusi
pendidikan yang berujung pada lemahnya kualitas output siswa. Peningkatan mutu
pendidikan suatu keniscayaan dan guru berada di garis terdepan. Patut dicatat, Guru
terbaik merupakan gelombang masa depan Indonesia dan berkontribusi dalam
mewujudkan peradaban SuksesMulia.

Anda mungkin juga menyukai