Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF


“Tuna Grahita”

DI SUSUN OLEH
“KELOMPOK 4”

Moh Yunus A 421 18 142 Moh. Reynaldi Asang A 421 18 027

M.Chaedir Furqaan A 421 18 038 Alexandrio Milenio D A 421 18 025

Sarjono A 421 18 224 Kendisa Abbas A 421 18 116

Akhim Aldiky T A 421 18 216 Abdul Khalik A 421 18 035

Diky Wahyudi A 421 18 213 Eka Yudha Laksamana A 421 18 334

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena telah melimpahkan
rahmatnya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kelompok kami dapat memyelesaikan
makalah ini pada waktunya.
Terima Kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berusaha dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.Namun
terlepas dari itu,kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Palu,17 Februari 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................

1.3 Tujuan………………………………………………………………………………....

BAB II ISI…………………………………………………………………….
2.1 Pengertian Tunagrahita ...............................................................................................

2.2 Klasifikasi Anak Penyandang Tunagrahita .................................................................

2.3 Karakteritik Anak Penyandang Tunagrahita ...............................................................

2.4 Etiologi Anak Tunagrahita ………………………..…………….………….............


2.5 Dampak Ketunagrahitaan ……...…………………………………………………..
2.6 Kemampuan Olahraga Pada Anak Tunagrahita …………………………................
2.7 RPP ATLETIK LARI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA………………………...

BAB III PENUTUP…………………………………………………………


3.1 Penutup.................................................................................................................. ……..

3.2 Saran ...............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau dalam perkembangan sekarang lebih dikenal
dengan istilah developmental disability, sering keliru dipahami oleh masyarakat, bahkan sering
terjadi pada para professional dalam bidang pendidikan luar biasa didalam memahami konsep
tunagrahita. Perilaku tunagrahita yang kadang-kadang aneh, tidak lazim dan tidak cocok dengan
situasi lingkungan seringkali menjadi bahan tertawaan dan olok-olok orang yang berada didekat
mereka. Keanehan tingkah laku tunagrahita dianggap oleh masyarakat sebagai orang sakit jiwa
atau orang gila. Tunagrahita sesungguhnya bukan orang gila, perilaku aneh dan tidak lazim itu
sebetulnya merupakan manifestasi dari kesulitan meraka didalam menilai situasi akibat dari
rendahnya tingkat kecerdasan. Dalam pengertian lain terdapat kesenjangan yang signifikan
antara kemampuan berfikir dengan perkembangan usia.
Keterbelakangan mental yang biasa dikenal dengan anak tunagrahita biasa dihubungkan
dengan tingkat kecerdasan seseorang. Tunagrahita memiliki arti menjelaskan kondisi anak yang
kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak
cakapan dalam interaksi sosial. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada
hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya
pada kemampuan adaptif seseorang.
Tumbuh kembang anak terjadi secara kompleks dan sistematis. Anak akan mengalami dua
proses, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Proses pertumbuhan dan perkembangan anak
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman orang tua. Beberapa anak mengalami
kegagalan atau gangguan tumbuh kembang, yaitu penyandang cacat fisik dan mental. Kelompok
anak dengan disabilitas digolongkan kedalam anak berkebutuhan khusus (ABK). Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang fisik dan mental
(WHO dalam Menkes RI, 2009). Menurut Somantri (2007) anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki kelainan pada fisik, emosi, mental, intelektual dan sosial. Salah satu anak
berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan tunagrahita (Sujarwanto, 2005).

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian anak tunagrahita?
2. Bagaimanakah klasifikasi anak tunagrahita?
3.Bagaimanakah karakteristik anak tunagrahita?
4. Bagaimanakah etiologi anak tunagrahita?
5. Bagaimanakah dampak ketunagrahitaan?
6. Bagaimanakah kemampuan olahraga pada anak tunagrahita?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian anak tunagrahita.
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak tunagrahita.
3. Untuk mengetahui karakteristik anak tunagrahita.
4. Untuk mengetahui bagaimana etiologi anak tunagrahita.
5. Untuk mengetahui bagaimana dampak ketunagrahitaan.
6. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan olahraga pada anak tunagrahita.

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Tunagrahita

Batasan anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, para ahli dalam beberapa
referensi mendefinisikan secara berbeda. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal
atau tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah
normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan
secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. (Bratanata, 1979).
Penafsiran yang salah sering kali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan mental
subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke
lembaga pendidikan atau perawatan khusus anak diharapkan dapat normal kembali. Penafsiran
tersebut sama sekali tidak benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang manapun sama sekali
tidak ada hubungannya penyakit atau sama dengan penyakit (Kirk, 1970).
Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) Secara social tidak cakap,
(2) secara mental dibawah normal, (3) kecerdasanya terhambat sejak lahir atau pada usia muda,
(4) kematangannya terhambat (Kirk, 1970). Sedangkan menurut The American Assotiation on
Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya secara
umum dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian social dalam setiap fase
perkembangannya (Hallahan dan Kauffman, 1986).
Tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual yang
rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikegorikan
sebagai tunagrahita apabila tidak mempunyai dua hal tersebut yaitu, perkembangan intelektual
yang rendah dan kesulitan dalam perilaku adaptif. Dalam pengertian lain seseorang baru dapat
dikategorikan tunagrahita apabila kedua syarat tadi dipenuhi.
Istilah perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul
tanggungjawab social menurut ukuran normal social tertentu, dan bersifat kondisi sesuai dengan
tahap perkembangannya. Hambatan dalam perilaku adaptif pada tunagrahita dapat dilihat dalam
tujuh area yaitu; (1) terhambat dalam perkembangan keterampilan sensorimotor, (2) terhambat
dalam keterampilan komunikasi, (3) terhambat dalam keterampilan menolong diri, (4) terhambat
dala sosialisasi, (5) terhambat dalam mengaplikasikan keterampilan akedemik dalam kehidupan

3
sehari-hari, (6) terhambat dalam menilai situasi lingkungan secara tepat dan (7) terhambat dalam
menialai keterampilan sosial. Aspek 1 sampai dengan 4 dapat diobservasi pada masa bayi dan
kanak-kanak, sementara aspek 5 sampai dengan 7 dapat diobservasi pada masa remaja.
Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak
menyandang tunagrahita.
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan
(expectancy for filure).
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-
kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness).
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral).
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif menurut hasil
penelitian dari Meins tahun 1995 (Smith, et al.. 2002: 278-289).

2.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita

4
Berbagai cara digunakan para ahli dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita. Berikut
diuraikan klasifikasi menurut berbagai tinjauan profesi. Seorang dokter dalam
mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada tipe kelainan fisiknya, seperti tipe
mongoloid, microcephalon, cretinism, dan lain-lain. Seorang pekerja social dalam
mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada derajat kemampuan penyesuaian diri atau
ketidakketergantungan kepada orang lain. Seorang psikolog dalam mengklisifikasi anak
tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental intelegensinya, indikasinya dapat dilihat pada
angka tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan
IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklasifikasi anak tunagrahita
didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak, dari penilaian tersebut
dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan
anak tunagrahita mampu rawat.
Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti
pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan
pada anak tunagrahita mampu didik anatara lain: (1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung;
(2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain; (3) keterampilan yang
sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu
didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis,
social, dan pekerjaan.
Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan
bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita
mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu (1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya; makan,
pakaian, tidur, atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau
sekitarnya, (3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja, atau di lembaga
khusus. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu latih berarti anak tunagrahita hanya dapat
dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living),
serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemapuannya.

5
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus
kebutuhan diri ssendiri sangat membutuhkan lorang lain. Dengan kata lain, anak tunagrahita
mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang
hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent)

2.3 Karakteritik Anak Penyandang Tunagrahita

Menurut Mumpuniarti (2007) adapun karakteristik pada aspek-aspek individu anak


tunagrahita sebagai berikut : 1.

Karakteristik fisik, pada tingkat hambatan mental sedang lebih menampakkann


kecacatannya. Penampakan fisik jelas terlihat karena pada tingkat ini banyak dijumpai tipe
down syndrome dan bram damage
Koordinasi motorik lemah sekali dari penampilannya menampakkan sekali sebagai anak
terbelakang. 2.

Karakteristik psikis, pada umur dewasa anak tunagrahita baru mencapa kecerdasan
setaraf anak normal usia 7 tahun atau 8 tahun. Anak nampak hampir tidak mempunyai insiatif,
kenak-kanakan, sering melamun, atau sebaliknya hiperaktif. 3.

Karakteristik sosial, banyak diantara anak tunagrahita sedang yang sikap sosialnya
kurang baik, rasa etisnya kurang dan nampak tidak mempunyai rasa terimakasih, rasa belas
kasihan dan rasa keadilan.

2.4 Etiologi Anak Tunagrahita


Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya,
yaitu dibawa sejak lahir (factor endogen) dan factor dari luar seperti penyakit atau keadaan
lainnya (factor eksogen).
Kirk (1970) berpendapat bahwa ketunagrahitaan karena factor endogen, yaitu factor
ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen. sedangkan factor eksogen, yaitu
factor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal.
Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport
dapat dirinci melalui jenjang berikut: (1) kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma,
(2) kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur, (3) kelainan atau ketuanaan
yang dikaitkan dengan implantasi, (4) kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio, (5)
kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran, (6) kelainan atau ketunaan yang

6
timbul dalam janin, dan (7) kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-
kanak.
Selain sebab-sebab diatas, ketunagrahitaanpun dapat terjadi karena: (1) radang otak, (2)
gangguan fisiologis, (3) factor hereditas, dan (4) pengaruh kebudayaan (Kirk & Johnson, 1951).
Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi saat kelahiran. Radang
otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam otak. Pada kasus yang ekstrem, peradangan
akibat pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebab-sebab yang pasti sekitar
pendarahan yang terjadi dalam otak belum dapat diketahui. Hedrocephalon misalnya, keadaan
diduga karena peradangan pada otak. Gejala yang tampak yaitu membesarnya tengkorak kepala
disebabkan makin bertambahnya cairan cerebrospinal. Tekanan yang terjadi pada otak
menyebabkan kemunduran fungsi otak demikian pula cerebal anoxia, yakni kekurangan oksigen
dalam otak dan menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik tanpa adanya oksigen yang cuku.
Penyakit-penyakit inveksi lainnya yang menjadi penyebab ketunagrahitaan, seperti measles,
scarlet fever, meningitis, encephalitis, diphtheria, dan cacar, dapat menjadi penyebab terjadinya
peradangan otak.
Gangguan fisiologis berasal dari virus yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan diantaranya
rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada tri
semester pertama saat ibu mengandung, sebab akan memberi peluang timbulnya keadaan
ketunagrahitaan terhadap bayi yang dikandung. Selain rubella, bentuk gangguan fisiologis lain
adalah rhesus factor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan orang mongol) sebagai
akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid.
Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab terjadinya ketunagrahitaan masih
sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri mempunyai formulasi yang berbeda
mengenai keturunan sebagai penyebab ketunagrahitaan.
Faktor kebudayaan adalah factor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan lingkungan
psikososial. Dalam beberapa abad factor kebudayaan sebagai penyebab ketunagrahitaan sempat
menjadi masalah yang kontroversial. Di satu sisi, factor kebudayaan memang mempunyai
sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik,
namun apabila faktor-faktor tersebut tidak berperan baik, tidak manutup kemungkinan
berpengaruh terhadap perkembangan psikofisik dan psikososial anak. Contoh kasus anak idiot
yang di temukan Itard dari hutan Aveyron, ataupun anak yang ditemukan hidup diantara serigala

7
di India seperti yang ditulis Arnold Gesel. Walaupun anak tersebut kemudian dirawat dan
mendapatkan intervensi pendidikan secara ekstrem, ternyata tidak mampu membuatnya menjadi
manusia normal kembali.
Faktor etiologi biomedik sebagai penyebab ketunagrahitaan menurut Kanner, yakni 6,4%
akibat trauma lahir dan anoxia prenatal, 35,61% akibat factor genetik, 6,2% akibat penyakit
infeksi prenatal, 5 % akibat infeksi otak setelah lahir, dan 2% lainnya adalah lahir prematur.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Inggris dan beberapa Negara lain di Amerika,
prevalensi anak tunagrahita berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan tempat anak
berasal. Makin tinggi kelas makin sedikit frekuensinya, kelas dalam masyarakat tinggi
diasumsikan memiliki kehidupan social ekonomi yang tinggi pula sehingga memungkinkan
layanan kesehatan psikofisik dapat dipenuhi dengan baik, serta dapat menekan tumbuhnya
kelainan dalam kecerdasan rendah yang lebih besar (faktor eksternal).

2.5 Dampak Ketunagrahitaan


Kecerdasan yang dimiliki seseoranag disamping menggambarkan kesanggupan secara mental
seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi yang baru, atau kesanggupan
untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dalam menghadapi lingkungan secara
efektif, juga sebagai kesanggupan untuk belajar dan berfikir secara abstrak.
Teori kecerdasan berasumsi bahwa kecerdasan bukanlah suatu unsur yang beraspek tunggal,
melainkan terdiri dari beberapa unsur atau kemampuan, yaitu kemampuan yang bersifat umum
dan kemampuan yang bersifat khusus. Kemampuan umum yang dimaksud adalah rangkuman
dari berbagai kemampuan pada bidang tertentu, sedangkan kemampuan khusus adalah
kemampuan yang dimiliki pada bidang-bidang tertentu.
Pada dasarnya, anak yang memiliki kemampuan kecerdasan dibawah rata-rata normal atau
tunagrahita menunjukkan kecenderungan rendah pada fungsi umum kecerdasannya, sehingga
banyak hal menurut persepsi orang normal dianggap wajar terjadi akibat dari suatu proses
tertentu, namun tidak demikian halnya menurut pers yang mempunyai pepsi anak yang
mempunyai kecerdasan sangat rendah. Hal-hal yang dianggap wajar oleh anak normal barangkali
dianggap sesuatu yang sangat mengherankan oleh anak tunagrahita. Semua itu terjadi karena
keterbatasan fungsi kognitif anak tunagrahita.

8
Fungsi kognitif adalah kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan.
Pada anak tunagrahita, gangguan fungsi kognitifnya terjadi pada kelemahan salah satu atau lebih
dalam proses (diantara proses persepsi, ingatan, pengembangan ide, penilaian dan penalaran).
Oleh sebab itu, meskipun usia kalender anak tunagrahita sama dengan anak normal namun
prestasi yang diraih berbeda dengan anak normal.
Dalam berbagai studi diketahui bahwa ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi
yang lebih baik dan sejajar dengan anak normal, karena kesetiaan ingatan anak tunagrahita
sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan
kepada anak tunagrahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif. Akibatnya anak
tunagrahita jika dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan proses pemanggilan kembali
pengalaman atau peristiwa yang lalu sering kali mengalami kesulitan.
Inhelder (1968) dalam penelitiannya menemukan: (1) penyandang tunagrahita berat
perkembangan kognitifnya terhambat pada tingkat perkembangan sensomotorik, (2) pada
penyandang tunagrahita ringan perkembangan kognitifnya terhenti pada perkembangan
operasional konkret (Kirk, 1970).
Perangkat yang digunakan untuk mengukur derajat ketunagrahitaan seseorang dapat
dilakukan dengan memberikan berbagai macam tes kecerdasan, dalam hal ini yang umun
digunakan ialah Stanford-Binet dan Revise Weschler Scale for Children (WISC-R). materinya
meliputi performance test (menyusun balok, mengatur warna, menggambar dengan kertas dan
pensil, dan tes verbal/ tes perbendaharaan kata).
Kesimpulannya, keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi masalah
besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas pekembangannya. Beberapa hambatan yang
tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif dan sekaligus menjadi karakteristiknya yaitu
sebagai berikut:
1. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berfikir.
2. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi.
3. Kemampuan sosialisasinya terbatas.
4.Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit.
5. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.
6. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak
normal setingkat kelas III-IV sekolah dasar.

9
Dalam buku Delphie, Bandi : 2006 hambatan-hambatan yang dihadapi anak dengan hendaya
perkembangan adalah sebagai berikut:
A. Pada umumnya anak dengan hendaya perkembanagan mempunyai pola perkembangan
perilaku yang tidak sesuai dengan kemapuan potensialnya.
B. Anak dengan hendaya perkembangan mempunyai kelainan perilaku mal adaftif dengan sifat
agresif secara verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri, perilaku suka
menghindarkan diri dari orang lain, suka menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang
tidak masuk akal atau sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak menentu sebab
akibatnya, selalu ketakutan dan sikap suka bermusuhan.
C. Pribadi anak dengan hendaya perkembagan mempunyai kecenderungan yang sangat tinggi
untuk melakukan tindakan yang salah.
D. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya perkembangan gerak,
tingkat pertumbuhan yang tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada persepsi penglihatan
dan pendengaran sering tampak pada anak dengan hendaya perkembangan.
E. Sebagian dari anak dengan hendaya perkembangan memiliki kelainan penyerta cerebal palsy,
kelainan saraf otot yang disebabkan oleh kerusakan bagioan tertentu pada otak saat ia dilahirkan
ataupun saat awal kehidupan.
F. Secara keseluruhan anak dengan hendaya perkembangan mempunyai kelemahan pada segi:
1) Keterampilan gerak
2) Fisik yang kurang sehat
3) Koordinasi gerak
4) Kurangnya perasaan percaya diri terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya
5) Keterampilan gross dan fine motor yang kurang
G. Dalam aspek keterampilan social, anak dengan hendaya perkembangan umumnya tidak
mempunyai keterampilan social, antara lain suka menghindar dari keramaian, ketergantungan
hidup pada keluarga, kurangnya kemampuan mengatasi marah, rasa takut yang berlebihan,
kelainan peran seksual, kurang mampu berkaiatan dengan kegiatan yang melibatkan kemampuan
intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual secara khusus.
H. Anak dengan hendaya perkembangan mempunyai keterlambatan pada berbagai tingkat dalam
pemahaman dan penggunaan bahasa, masalah bahsa dapat mempengaruhi perkembanagn
kemandirian dan dapat menetap hingga usia dewasa.

10
I. Pada beberapa anak dengan hendaya perkembanagan mempunyai keadaan lain yang
menyertai, seperti autism, cerebral palsy, gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit dan
penyakit, kecelakaan dan luka), epilepsy, dan disabilities fisik dalam berbagai porsi.

2.6 Kemampuan Olahraga Pada Anak Tunagrahita


Jenis terapi perilaku lain yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita, yaitu melalui
kegiatan bermain (kegiatan fisik/ atau psikis yang dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh).
Freud berpandangan bahwa bermain merupakan cara seseorang untuk membebaskan diri dari
berbagai tekanan yang kompleks, merugikan. Melalui kegiatan bermain perasaan menjadi lega,
bebas, dan berarti. Mengingat urgensinya bermain bagi anak tunagrahita dewasa ini aktivitas
bermain berkembang menjadi play therapy.
Terapi permainan yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang permainan
tetapi permainan yang memiliki muatan antara lain: (1) setiap permainan hendaknya memiliki
nilai terapi yang berbeda, (2) sosok permainan yang diberikan tidak terlalu sukar untuk dicerna
anak tunagrahita (Prasedio, 1976). Beberapa nilai yang penting dari bermain bagi perkembangan
anak tunagrahita, antara lain sebagai berikut.
1. Pengembangan fungsi fisik, misalnya pernafasan, pertukaran zat, peredaran darah dan
pencernaan makanan, dapat dibantu dilancarkan melalui kegiatan bermain, baik bantuan pada
satu aspek fungsi fisik maupun lebih.
2. Pengembangan sensomotorik, melalui bermain melatih pengindraan (sensoris) seperti
ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan atau penciuman, disamping melatih otot dan
kemampuan gerak, seperti tangan, kaki, leher, dan gerak tubuh lainnya.
3. Pengembangan daya khayal, melalui bermain, anak tunagrahita diberikan kesempatan untuk
mampu menghayati makna kebebasan sebagai sarana yang diperlukan untuk pengembagan daya
khayal dan kreasinya.
4. Pembinaan pribadi, dalam bermain anak pun sebenarnya berlatih memperkuat kemauan,
memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri, dan lainnya.
5. Pengembangan sosialisasi, ada unsure yang menarik yaitu anak harus berbesar hati
menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.
6. Pengembangan intelektual, melalui bermain anak tunagrahita belajar mencerna sesuatu.
Contohnya, peraturan dan skor yang diperoleh dalam permainan. Teknisnya, misal dalam setiap

11
langkah yang harus dilakukan dalam permainan, ada kesempatan bagi anak tunagrahita untuk
mengaktualisasikan kemampuannya melalui ucapan atas apa yang dilihat dan didengar tentang
permaianan yang dilakukan. Secara tidak langsung cara ini sebenarnya merupakan bagian dari
pengembangan intelektual anak tunagrahita.
Beberapa model permainan yang menekankan pada pengembangan kecerdasan dan motorik
halus yang cenderung bersifat individual, antara lain sebagai berikut.
1. Latihan menuangkan air, pertama-tama anak diberi latihan menuang air dengan jumlah
sedikit melalui contoh yang diberikan. Semakin teratur dan tanpa tetesan dalam menuangkan air,
maka semakin baik kemampuannya.
2. Bermain pasir, botol dan panci sebagai tempat menuang air, dan pasir yang telah dituangkan
ke botol dan panci tersebut dituangkan kembali ke ember. Bermain pasir seperti ini dapat pula
menggunakan pasir basah, anak tunagrahita diajak berkhayal untuk mencetak benda-benda yang
diinginkan seperti kue, bangunan, gedung, gunung, dan lain sebagainya.
3. Bermaian tanah liat, barangkali kegiatan yang dilakukan hanya mengepal-ngepal saja.
Namun apabila diberikan bimbingan dan latihan, kegiatan tersebut dapat diarahkan membentuk
benda-benda disekitarnya, seperti boneka, asbak dan lainnya. Setelah selesai dan dikeringkan
dapat dapat dicat dengan barbagai warna agar menarik perhatiannya dan timbul motivasi untuk
berbuat lagi yang lebih baik.
4. Meronce manik-manik, pertama kali yang diajarkan yaitu meronce manik-manik yang besar
kemudian dilanjutkan dengan yang kecil dengan menggunakan benang atau kawat halus. Setelah
anak tertarik dengan kegiatan tersebut, dilanjutkan dengan pemilihan dan kombinasi warna
manik-manik yang dironce.
5. Latihan melipat, latihan ini diawali dengan dua lipatan, empat lipatan dan seterusnya dengan
berbagai kombinasi batas kemampuan anak.
6. Mengelem dan menempel, pertama-tama yaitu dengan menggunakan telunjuk jari unruk
mengelem dan mengulasnya agar tidak terjadi kecerobohan. Untuk dapat lebih melekat, taruhlah
secarik kertas atau kain diatasnya dan tekan. Apabila anak mampu mengerjakan dengan baik dan
rapi, berilah pujian sebagai tanda penghargaan jerih payahnya.
7. Menggunting dan memotong, dapat diawali dengan menggunting bentuk sembarang,
kemudian menggunting dengan cara yang lurus dan dilanjutkan dengan menggunting dengan
garis-garis melengkung.

12
8. Latihan menyobek, untuk latihan ini harus menggunakan dua tangannya, dimulai menyobek
menjadi bagian-bagian besar hingga menjadi bagian yang sekecil-kecilnya. Hasil sobekan kertas
tersebut selanjutnya dapat dipergunakan untuk membuat rumah, pohon, gunung, dan lain-lain
dengan cara menempelkan dikertas yang masih utuh.
9. Jarum dan benang, untuk kepentingan tersebut dibutuhkan semacam alat bordir yang mula-
mula harus ditusuk-tusukkan. Selanjutnya anak dapat dilatih menggunakan kain strimin yang
kasar atau kain wol yang tebal dan sederhana. Dengan menggunakan jarus dan benang, anak
tunagrahita dapat membuat hiasan dinding, alas baki, tas dan sebagainya.
Model permainan lain yang dapat dilakukan untuk pengembangan kemampuan anak
tunagrahita yaitu bermain yang mengandung unsur olahraga. Misalnya berjalan diatas bangku,
berjalan dengan beban dan tanpa beban dikepala melewati titian garis atau tali dengan posisi
lurus, melengkung, dan bulat. Latihan lain yang menggunakan alat, misalnya menbribel bola,
menendang bola, melempar dan menangkap bola, berlari memindahkan bendera, dan lain-lain.
Khusus yang sifatnya kelompok, pengembangan aktivitas bermain pada anak tunagrahita
materinya dapat digali dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau
kombinasi keduanaya. Misalnya bermain menjala ikan, lempar dan tangkap bola, memuluk bola
disela-sela kaki, dan sebagainya.
Bocce merupakan olahraga yang pelaksanaannya menggabungkan antara bowling dan
biliar.Bocce awalnya diperuntukan bagi anak tunagrahita.ada banyak manfaat yang dapat dipetik
dari cabang olahraga ini,terutama bagi anak-anak tuna grahita.
“Sangat besar pengaruhnya setelah anak sering mengikuti latihan bocce,pertama meningkatkan
kemampuan bersosialisasi,menambah kepercayaan diri,serta melatih kejujuran dan sportifitas”
Cara memainkan bocce adalah melemparkan bola,untuk menyentuh atau mendekati bola
putih.bola putih dalam bocce disebut bola palina.bola lemparan pemain yang bisa menyentuh
bola palina atau paling dekat jaraknya dengan bola palina inilah pemenangnya.wanita yang
pernah mendampingi kontingen Indonesia ke olimpiade khusus tuna grahita di Athena,yunani,ini
menambahkan bahaw cabang olahraga bocce tidak perlu kecepatan,dan kekuatan.”hanya perlu
focus dan konsentrasi”.

13
2.7 RPP ATLETIK LARI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan : SLB


Kelas/Semester : C. VI
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani Adaptif
Tema : Teknik dasar lari jarak pendek
Pertemuan :I
Waktu : 1 x 25 menit ( 1 x pertemuan )

A. Kompetensi Inti :

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.


2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi,
gotong royong) santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan
kejadian tampak mata.
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai,
merangkai memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan
sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

B. Kompetensi Dasar :
1.1 Menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang dianut dalam melakukan aktivitas jasmani,
permainan, dan olahraga, dicerminkan dengan:
a. Pembiasaan perilaku berdoa sebelum dan sesudah pelajaran
b. Selalu berusaha secara maksimal dan tawakal dengan hasil akhir.
c. Membiasakan berperilaku baik dalam berolahraga dan latihan.
2.1. Berperilaku sportif dalam bermain.
2.2. Bertanggung jawab dalam penggunaan sarana dan prasarana pembelajaran serta menjaga
keselamatan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.

14
2.3. Menghargai perbedaan karakteristik individual, Menunjukkan kemauan kerjasama, Toleransi
dan mau berbagi dengan teman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik.
2.4. Disiplin selama melakukan berbagai aktivitas fisik.
2.5. Menerima kekalahan dan kemenangan dalam permainan.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi :

1. Melakukan doa sebelum memulai pembelajaran.


2. Menunjukkan sikap sportif dalam bermain.
3. Menunjukkan sikap disiplin selama mengikuti pembelajaran
4. Menirukan teknik start jongkok
5. Menirukan teknik dasar lari jarak pendek
6. Menirukan teknik saat masuk garis finish
7. Melakukan teknik start jongkok
8. Melakukan teknik dasar lari jarak pendek
9. Melakukan teknik saat masuk garis finish

D. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan peserta didik dapat:
1. Membiasakan berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
2 2. Menunjukkan sikap sportif dalam bermain.
3. Menunjukkan sikap disiplin selama mengikuti pembelajaran.

4. Melalui peragaan siswa dapat menirukan teknik start jongkok dengan benar
5. Melalui peragaan siswa dapat menirukan teknik dasar lari jarak pendek dengan benar
6. Melalui peragaan siswa dapat menirukan teknik saat masuk garis finish dengan benar
7. Melalui peragaan siswa dapat melakukan teknik start jongkok dengan benar
8. Melalui peragaan siswa dapat melakukan teknik dasar lari jarak pendek dengan benar
9. Melalui peragaan siswa dapat melakukan teknik saat masuk garis finish dengan benar

E. Media Pembelajaran :
1. Peluit
2. Tali pembatas

F. Materi Pembelajaran :
Lari cepat/ lari jarak pendek yaitu lari yg diperlombakan dengan cara berlari secepat-
cepatnya, yang dilaksanakan didalam lintasan lari menempuh jarak 100 m, 200 m, dan 400 m.
1. Teknik start pendek cara melakukannya adalah :

a. sikap jongkok rileks

15
b. lutut kaki kanan menempel tanah
c. kaki kiri terletak diantara kaki kanan dan lutut kanan
d. kedua tangan menempel di atas garis start dengan membentuk huruf “V”
e. pandangan lurus kedepan, dan konsentrasi pada aba-aba start berikutnya
f. Start jongkok pada aba-aba start

2. Aba-aba bersedia

a. Salah satu lutut diletakkan ditanah dengan jarak + satu jengkal dari garis start, kaki satunya
diletakkantepat disamping lututyang menempel ditanah + satu kepal
b. Badan membungkuk kedepan,kedua tangan diletakkan ditanah dibelakang garis start, keempat
jari rapat, ibu jari terbuka (membentuk huruf “V”)
c. Kepala ditundukkan, leher rileks, pandangan kebawah dan kosentrasi aba-aba berikutnya.
d. (peserta didik disuruh mengamati dan merasakan koordinasi gerak)

3. Aba-aba siap, (jika ada aba-aba “siap”) maka :

a. lutut yang menempel ditanah diangkat, panggul diangkat setinggi bahu dan berat badan dibawa
kemuka kaki belakang membentuk sudut 1200, sedangkan kaki depan membentuk sudut 90
b. Kepala tetap ditundukkan, leher rileks, pandangan kebawah dan kosentrasi aba-aba berikutnya.

4. Aba-aba ya, (jika ada aba-aba “ya”) maka :

a. menolak kedepan dengan kekuatan penuhatau gerakan meluncur tetapi tidak melompat.
b. Badan tetap condong kedepan disertai dengan gerakan lengan yang diayunkan
c. Dilanjutkan dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek, tetapi cepat agar badan tidak jatuh
kedepan.

5. Teknik lari jarak pendek


a. Prinsip lari cepat yaitu lari pada ujung kaki, tumpuan kuat agar mendapat dorongan yang kuat
b. Sikap badan condong ke depan + 60 , sehingga titik berat badan selalu didepan
c. Ayunan lengan kuat dan cepat, siku dilipat, kedua tangan menggenggam lemas, agar gerakan
langkah kaki juga cepat dan kuat.
d. Setelah + 20 m dari garis start, langkah diperlebar dansikap badan dicondongkan kedepan
dipertahankan serta ayunan lengan dan gerakan langkah dipertahankan kecepatan serta kekuatan
bahkan harus ditingkatkan.
6. Teknik memasuki garis finish
a. Berlari secepat mungkin, jika perlu ditingkatkan kecepatannya seakan-akan garis finish masih
10 m dibelakang garis sesungguhya

16
b. Setelah sampai + satu meter didepan garis finish merebahkan badan kedepan tanpa mengurangi
kecepatannya
c. Sampai garis finish membusungkan dada, tangan ditarik kebelakangatau putar salah satu bahu
kedepan
G. Metode Pembelajaran.
1. Pendekatan : saintifik (scientific)
2. Metode : penugasan, resiprokal/timbal-balik

H. Kegiatan Pembelajaran.
KEGIATAN DISKRIPSI WAKTU
a. Berbaris, berdoa, presensi, dan apersepsi 5 menit
b. Memberikan motivasi dan menjelaskan tujuan
Pendahuluan pembelajaran
c. Pemanasan sebelum materi pembelajaran

a. Mengamati guru melakukan teknik dasar lari jarak pendek 15 menit


menggunakan teknik start, teknik gerak lari, dan memasuki
garis finish.
b. Bertanya tentang teknik dasar lari jarak pendek
menggunakan teknik start, teknik gerak lari, dan memasuki
garis finish.
c. Diskusi tentang teknik dasar lari jarak pendek
menggunakan teknik start, teknik gerak lari, dan memasuki
garis finish.
d. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal tentang teknik
Inti dasar lari jarak pendek menggunakan teknik start, teknik
gerak lari, dan memasuki garis finish

e. Guru menfasilisai peserta didik untuk mendemonstrasikan


(memberi contoh) teknik start lari jarak pendek (sprint).
f. Peserta didik mengamati gerakan yang dilakukan demonstran
g. Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya tentang gerakan
yang di demonstrasikan oleh demonstran
h. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba gerakan teknik
start sprint secara berulang-ulang.

i. Guru menfasilisai peserta didik untuk mendemonstrasikan

17
(memberi contoh) teknik lari jarak pendek (sprint).
j. Peserta didik mengamati gerakan yang dilakukan
demonstran
k. Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya tentang
gerakan yang di demonstrasikan oleh demonstran
l. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba gerakan
teknik lari sprint secara berulang-ulang

m. Guru menfasilisai peserta didik untuk mendemonstrasikan


(memberi contoh) teknik memasuki garis finish dalam lari
jarak pendek (sprint).
n. Peserta didik mengamati gerakan yang dilakukan
demonstran
o. Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya tentang
gerakan yang di demonstrasikan oleh demonstran
p. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba gerakan
teknik memasuki garis finish dalam lari sprint secara
berulang.

q. Strategi pelaksanaan dengan menggunakan model


resiprokal/timbal-balik
r. Kelas dibagi menjadi 4 kelompok
s. Siswa mengambil bahan ajar yang disiapkan oleh guru,
yang berisi deskripsi tugas dan indikator tugas gerak
kepada setiap kelompok.
t. Siswa mempelajari tugas gerak dan indikator
keberhasilannya
u. Siswa membagi tugas, siapa yang pertama kali melakukan
teknik dasar start, teknik lari, teknik memasuki garis finish
dalam lari jarak pendek, seterusnya dilakukan secara
bergantian sampai semua anggota kelompok melakukan lari
jarak pendek dan yang lain menjadi pengamat dan
melakukan koreksi.
v. Siswa melaksanakan tugas gerak, dan menampilkan gerak
sesuai dengan indikator yang telah ditentukan.
w. Lomba lari dengan peraturan yang dimodifikasi

18
a. Pendinginan, 5 Menit
b. evaluasi proses pembelajaran, melakukan refleksi dengan
tanya jawab kepada peserta didik
Penutup
c. Menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran
d. Berdoa dan bubar (kembali ke kelas)

I. Sumber Belajar
a. Ruang terbuka yang rindang, datar dan aman
b. Peluit.
c. Buku teks
d. Buku referensi, Buku Pegangan guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Kelas VI,
Kemdikbud
e. Buku referensi, Roji, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Kelas VI, Jakarta :
Erlangga

J. Penilaian
1. Teknik penilaian:
– Pengetahuan (kognitif):
Jawab secara lisan atau peragakan dengan baik, pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep gerak
dalam teknik dasar lari jarak pendek
Keterangan:
Berikan penilaian terhadap kualitas jawaban peserta ujian, dengan rentang nilai antara 1 sampai
dengan 4
Keterangan :
1. Nilai 4 jika jawaban sesuai
2. Nilai 3 jika jawaban kurang sesuai
3. Nilai 2 jika jawaban belum sesuai
4. Nilai 1 jika jawaban tidak sesuai

Jumlah skor yang diperoleh


Nilai = ————————————–
Jumlah skor maksimal

– Tes Ketrampilan/unjuk kerja (psikomotor):


Lakukan teknik dasar lari jarak pendek 50 m

19
Keterangan:
Berikan penilaian terhadap kualitas unjuk kerja peserta ujian, dengan rentang nilai antara 1
sampai dengan 4
Keterangan :
1. Nilai 4 jika unjuk kerja sesuai
2. Nilai 3 jika unjuk kerja kurang sesuai
3. Nilai 2 jika unjuk kerja belum sesuai
4. Nilai 1 jika unjuk kerja tidak sesuai

Jumlah skor yang diperoleh


Nilai = ————————————-
Jumlah skor maksimal

– Pengamatan sikap (afektif):


Lakukan teknik dasar lari jarak pendek dengan peraturan yang telah dimodifikasi dan nilai
percaya diri serta kejujuran
Keterangan:
Berikan tanda cek ( √ ) pada kolom yang sudah disediakan, setiap peserta ujian menunjukkan
atau menampilkan perilaku yang diharapkan. dengan rentang nilai antara 1 sampai dengan 4
Keterangan :
1. Nilai 4 jika sikap sangat baik (SB)
2. Nilai 3 jika sikap baik (B)
3. Nilai 2 jika sikap cukup (C)
4. Nilai 1 jika sikap kurang (K)
Jumlah skor yang diperoleh

Nilai = —————————————–
Jumlah skor maksimal

2. Rubrik Penilaian
RUBRIK PENILAIAN
PENGETAHUAN LARI JARAK PENDEK

20
Kualitas Jawaban
Pertanyaan yang diajukan
1 2 3 4
Jelaskan
1. Bagaimana posisi start jongkok?
2. Bagaimana gerakan kaki dan pendaratan telapak kaki lari jarak
pendek ?
3. Bagaimana posisi gerakan lengan yang benar pada saat melakukan
lari jarak pendek ?
4. Bagaimana posisi badan yang benar pada saat melakukan lari jarak
pendek ?
5. Bagaimana posisi badan memasuki garis finish?
JUMLAH
JUMLAH SKOR MAKSIMAL: 20

RUBRIK PENILAIAN
KETRAMPILAN TEKNIK DASAR LARI JARAK PENDEK
Kualitas Gerak
Aspek Yang Dinilai
1 2 3 4
Lakukan!
1. Gerakan posisi start jongkok
2. Pendaratan telapak kaki menggunakan ujung telapak kaki
3. Posisi badan condong ke depan saat lari
4. Gerakan posisi badan saat masuk garis finish.
JUMLAH
JUMLAH SKOR MAKSIMAL: 16

RUBRIK PENILAIAN
PERILAKU DALAM LARI JARAK JAUH

PERILAKU YANG DIHARAPKAN Kualitas Sikap


1. Percaya diri 1 2 3 4
2. Dapat bekerjasama
3. Kejujuran (tidak bermain curang/mencuri srtart)

21
4. Menunjukkan sikap bersungguh-sungguh dalam lomba
JUMLAH
JUMLAH SKOR MAKSIMAL: 16

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Anak tunagrahita yaitu anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya
sehingga untuk meniti tugas perkembangannya. Indikasinya dapat dilihat pada angka tes
kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75
kategori debil atau moron. Ketunagrahitaan disebabkan karena faktor endogen dan faktor
eksogen. Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi masalah besar
bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas perkembangannya. Maka butuh pengembangan
kemampuan bahasa dan bicara dan membantu penyesuaian sosial anak tunagarahita serta
modifikasi tingkalaku agar mampu mengembangkan intelektualnya.
3.2 Saran
Anak tunagrahita memang memiliki kemampuan yang rendah dibandingkan dengan anak
normal lainnya, maka perlu adanya perhatian khusus terhadap mereka untuk dilatih, dibimbing,
dan diberi kesempatan serta dukungan agar mereka mampu mengembangkan seluruh potensinya
agar dapat mandiri dan memiliki harga diri dihadapan orang lain disekitarnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Rochyadi, Endang. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak


Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Refika Aditama.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama.

24

Anda mungkin juga menyukai