Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

REHABILITASI BERBASIS MASYARAKAT

TUNAGRAHITA

Dosen Pembimbing:

Rindu febriyeni Utami, S. Ft, MKM

Disusun Oleh:

Annisa Saputri (1811401051) Alvin Yulianto (1811401042)

Rahmatika Putri (1811401048) Belgin Pramuyono (1811401061)

Asmaul Husna (1811401045) Dheo Yullian Putra (1811401068)

Lira Noveria Utami (1811401067) Salsabila Herlian (1811401055)

UNIVERSITAS FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa dengan rahmat perkenaa-Nya penulis dapat

menyelesaikan makalah ini, untuk menambah pengetahuan para pembaca. Juga untuk para

mahasiswa yang saat ini menempuh pendidikan di Universitas Fort De Kock. Agar mereka dapat

mengetahui tentang etika, moral, disiplin, hukum.

Terimakasih kepada dosen mata kuliah yang membimbing dan memberi arahan kepada

penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Dan kepada teman-teman yang member dukungan

serta ide-ide yang cemerlang demi terciptanya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saran

dan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis harapan. Demi

penyempurnaan makalah ini saran dan kritikan terbuka bagi siapa saja. Untuk kritikan dan saran

nya saya ucapkan terimakasih.

Penulis berharap makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Dan makalah ini

dapat menambah ilmu pengetahuan penulis maupun pembaca.

Bukittinggi, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Anak Tunagrahita..............................................................................................

2.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita..........................................................................................

2.3 Karakteristik Anak Tunagrahita.......................................................................................

2.4 Faktor Resiko Anak Tunagrahita.....................................................................................

2.5 Rehabilitasi Pada Anak Tunagrahita................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................

3.2 Saran................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan

mengalami kelainan atau penyimpangan fisik mental-intelektual sosial atau emosional dibanding

dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus (Darmawanti

dan Jannah, 2004: 15). Meskipun anak termasuk kedalam kategori anak berkebutuhan khusus,

tetapi memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berhak

mendapatkan kasih sayang yang sama dari kedua orang tuanya, perlakuan khusus sesuai kategori

yang dialaminya, serta mendapatkan mendapatkan pendidikan yang layak dan memenuhi setiap

kebutuhannya. Sebagaimana diketahui bahwa anak dengan berkebutuhan khusus memiliki

kebutuhankebutuhan khusus sesuai dengan kategorinya yang harus terpenuhi, baik di rumah atau

bahkan di sekolah terlebih bagi anak tunagrahita.

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim,

kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak

memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari mereka adalah anak tumagarahita. Anak

tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata – rata yang ditandai oleh

keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social. Anak tuna grahita atau

dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk

mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal.

Namun walaupun begitu anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak normal
lainnya. Salah satu hak itu adalah mendapatkan pendidikan. Karena selain memiliki hambatan

intelektual, mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan

kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diatur

dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak

mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam UU No.20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33 ayat 1, menyatakan bahwa warga

Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan atau sosial berhak memperoleh

pendidikan khusus. Oleh karena itu sangat diperlukan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi

pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara harafiah

kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak

tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar. Kurangnya kemampuan belajar dan

adaptasi sosial berada di bawah rata-rata (Mulyono Abdulrachman, 1994 : 19). Untuk mengatasi

hambatan- hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan cara pelayanan pendidikan yang

berbeda dengan anak normal dan harus disesuaikan dengan taraf kelainannya. American

Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam Mumpuniarti (2007 : 13) mengatakan

klasifikasi tunagrahita adalah tunagrahita ringan dengan IQ berkisar 50-70, tunagrahita sedang

dengan IQ berkisar 30-50 dan tunagrahita berat dan sangat berat dengan IQ berkisar < 30.

Dari ketiga jenis taraf ketunagrahitaan tersebut, yang diungkap dalam penelitian ini adalah

kelompok tunagrahita ringan. Anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan

dalam berbagai aspek, diantaranya dalam kemampuan mental, bahasa, motorik, emosi dan social.

Menurut Edgar Dole dalam Moh Efendi (2006 : 89) mengatakan bahwa sesorang dikatakan
tunagrahita jika (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental di bawah anak normal sebayanya,

(3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda dan (4) kematangannya terhambat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa defenisi Anak Tunagrahita?

2. Apa Klasifikasi Anak Tunagrahita?

3. Apa Karakteristik Anak Tunagrahita?

4. Apa Faktor Dan Resiko Anak Tunagrahita?

5. Apa Rehabilitasi Pada Anak Tunagrahita?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Anak Tunagrahita

A. Peristilahan

Banyak terminology (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi
kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan,
misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat
grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah mental retardation,
mental deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995:
20). Istilah lain yang banyak digunakan adalah intelleactually handicapped dan intelleactually
disable.

Untuk lebih jelasnya mengenai peristilahan tersebut dijelaskan pada uraian berikut :

1. Mental retardation banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam


bahasa Indonesia sebagai terbelakang mental.
2. Feebleminded (lemah
3. pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
4. Mental subnormality digunakan di Inggris pengertiannya sama dengan mental
retardation.
5. Mental deficiency menunjukan kepasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang
menyerang organ tubuh.
6. Mentally handicapped dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.
7. Intellectual handicapped merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
8. Intellectual disabled istilah ini banyak digunakan oleh PBB.

Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan
kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita
mengalami perkembangan seperti berikut:
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
peraturan pemerintah No. 72/1991 tentang pendidikan Luar Biasa.

Beragamnya istilah yang digunakan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan
para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah tersebut tertuju pada
pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan
kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada
umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung
pada masa perkembangan.

B. Defenisi

Pemahaman yang jelas tentang siapa dan bagaimanakah anak tunagrahita itu merupakan hal
yang sangat penting untuk menyelenggarakan layanan pendidikan dan pengajaran yang tepat
bagi mereka. Berbagai defenisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu defenisi yang
diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah defenisi yang rumuskan Grossman (1983)
yang secara resmi digunakan AAMD (Americam Assocation on Mental Deficiency) sebagai
berikut.

“Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning


resulting in or adaptive behavior and manifested during the developmental period. (Hallahan
& Kauffman, 1988: 47)”

Yang artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada dibawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah
laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan defenisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratman, 1987:403) menggariskan bahwa
seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya
yang jelas-jelas dibawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan
norma dan tuntutan yang berlaku dimasyarakat.

Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita perhatikan adalah berikut ini :
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berbeda dibawah rata-rata, maksudnya bahwa
kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan
layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata-rata mempunyai IQ
(Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif) maksudnya bahwa yang
bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukannya pekerjaan seperti yang dapat
dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah
ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18
tahun.

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa untukk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita,
seseorang harus memiliki tiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu
ciri-ciri tersebut maka yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang
tunagrahita. Oleh karena itu, di Amerika muncul istilah “Tunagrahita Enam Jam”(Kirk &
Gallagher, 1986:118). Istilah ini muncul disebabkan seseorang anak tidak dapat menyesuaikan
diri selama 6 jam berada di sekolah, yaitu antara pukul 09.00 hingga pukul 15.00 karena ia
dituntut untuk berfikir efektif. Akan tetapi, mereka dapat menyesuaikan diri dengan sukses di
lingkungannya pada jam-jam lain dihari yang sama.

2.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk mempermudah guru dalam


menyusun program dan melaksanakan pelayanan pendidikan. Sangat penting untuk memahami
bahwa pada anak tunagrahita terdapat perbedaan individual yang variasinya sangat besar.
Artinya, berada pada level usia (usia kalender dan usia mental) yang hamper sama serta jenjang
pendidikan yang sama, kenyataannya kemampuan individu berbeda satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, sudah barang tentu diperlakuan strategi dan program khusus yang disesuaikan
dengan perbedaan individual tersebut.

Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan
pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Kalsifikasi anak tunagrahita yang telah lama
dikenal adalah debil, imbecile, dan idiot, sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum
pendidik di Amerika adalah educable mentally retarted (mampu didik), trainable mentally
retarted (mampu latih), dan totally/custodial dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang
telah disebutkan itu telah jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan kekampuan
akademik seseorang.

Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan,
1982:43), sebagai berikut:

1. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70 - 55 ringan)


2. Moderate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55 - 40 sedang)
3. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40 - 25 berat)
4. Profound mental retardation (sangat berat) IQ-nya 25 kebawah

Klasifikasi yang diguanakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991 adalah
sebagai berikut:

1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50 – 70


2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30 – 50
3. Tunagraqhita berat dan sangat berat IQ-nya kurang darin 30

Selain klasifikasi di atas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut
tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Down syndrome (Mangoloid)


Anak tunagrahita jelas ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai
orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar,telinga
kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2. Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri,seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan
pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir,
kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3. Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendenganaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephal
Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.

2.3 Karakteristik Anak Tunagrahita

2.3.1. Karakteristik Umum

Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi
dari James D. Page (Suhaeri, HN: 1979) sebagai berikut.

1. Akademik

Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai hal-hal
yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan
pengertian. Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung
menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan
lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta
rentang perhatiannya pendek. Karakteristik tersebut dapat Anda kaji lebih cermat dalam contoh
berikut ini.

a. Apabila mereka diberikan pelajaran Berhitung hanya berkisar beberapa menit mereka
langsung mengatakan bosan, susah, mengantuk. Tetapi bila diberikan pelajaran Kesenian,
olahraga atau keterampilan mereka menunjukkan minat belajar yang baik dan perhatian
berlangsung dalam waktu yang lama. Mereka meminta ingin belajar lagi. b. Apabila anak normal
mendapatkan mainan baru ia langsung memainkannya dengan memeriksa mainan itu. Tetapi
sebaliknya, tidak jarang anak tunagrahita hanya diam saja menatap mainan itu tanpa mencoba
menggerakkannya.

2. Sosial/Emosional

Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri.
Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena mereka mudah terperosok ke dalam
tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak
yang lebih muda darinya.Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu
menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis,
mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau
dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik,
seperti mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.Namun, dibalik itu semua mereka
menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau
perlakukan dan lingkungan yang kondusif.Untuk lebih meyakinkan Anda bahwa mereka
memiliki keunggulan bacalah uraian berikut ini.

a. Menurut pernyataan beberapa orang tua, pada saat orang tuanya sakit, anaknya yang
tunagrahitalah yang selalu berada di sampingnya menunggu dengan setia. Sementara anak-
anaknya yang normal pergi meninggalkannya karena urusannya sendiri-sendiri. Anaknya itu
rupanya memperhatikan perawat yang melayani ibunya, kemudian ia berusaha menggantikan
peran perawat. Ia mengelap keringat ibunya, kemudian memijit-mijit tangan atau kaki ibunya.

b. Contoh lainnya, apabila ada gurunya yang sakit, tidak jarang muridmurid tunagrahita langsung
mendekati, kemudian memijit-mijitnya, mengambilkan air minum atau ia memberi tahu guru
lain. Kedua contoh ini menandakan bahwa mereka memiliki rasa empati yang cukup baik.

c. Penyandang tunagrahita tidak jarang menunjukkan ketekunan yang baik pada saat bekerja.
Contohnya, pada minggu pertama pekerja tunagrahita bekerja bersama-sama dengan orang
berbakat dalam membuat dus. Hasilnya penyandang tunagrahita tidak menghasilkan apa pun,
malahanbahan banyak yang rusak; sebaliknya anak berbakat langsung menghasilkan dus yang
bagus. Minggu berikutnya penyandang tunagrahita hanya berhasil membuat 2 buah dus dengan
masih membutuhkan perhatian dari instruktur, sedangkan yang berbakat langsung menghasilkan
puluhan dus. Pada minggu ketiga penyandang tunagrahita telah dapat membuat 5 dus tanpa
bantuan, sedangkan pekerja yang berbakat (gifted) mulai menurun semangat kerja, yang
padaakhirnya tidak mau melakukan pekerjaan seperti itu lagi.

3. Fisik/Kesehatan

Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal.
Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan
gerakannya kurang indah, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara.
Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan pada organ
tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat, tetapi tidak memahami apa yang
dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami apa yang didengarnya.Bagi anak tunagrahita yang
berat dan sangat berat kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar,
tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda. Mereka
mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam memelihara diri, serta tidak memahami
cara hidup sehat.

2.3.2. Karakteristik khusus

Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat


ketunagrahitaannya.

1. Karakteristik Tunagrahita Ringan

Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat
mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan
belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan
ringannya kelainan. Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga per
empat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Perbendaharaan katanya terbatas,
tetapi penguasaan bahasanya memadai dalam situasi tertentu. Mereka dapat bergaul dan
mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak di antara
mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia
anak normal 9 dan 12 tahun.

2. Karakteristik Tunagrahita Sedang


Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran akademik.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka
berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan menulis, seperti namanya
sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain. Mereka mengenal angka-angka tanpa
pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki potensi untuk mengurus diri sendiri.
Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti
kegiatan dan menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu
membutuhkan pengawasan, pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak
normal usia 6 tahun. Mereka dapat mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada
pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan,
berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu). Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan
bukan bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata
atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak
normal usia paling tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka
perlu diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan benda, mengisi
karung dengan beras sampai penuh

2.3.3. Karakteristik/ ciri-ciri pada masa perkembangan

Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting artinya karena segera dapat diketahui tanpa
mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapaciri yang dapat dijadikan indikator adanya
kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (1982) adalah sebagai
berikut.

1. Masa Bayi

Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli mengemukakan bahwa
ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang
menangis, kalau menangis terusmenerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.

2. Masa Kanak-kanak

Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada tunagrahita ringan. Oleh
karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis, seperti mongoloid, kepala besar,
dan kepala kecil. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar
mulai dengan sesuatu, sukar untuk melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang,
tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada
pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat,
tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga memberi kesan bahwa anak ini pintar, pemusatan
perhatian sedikit, hyperactive, bermain dengan tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa
dipikirkan terlebih dahulu.

3. Masa Sekolah

Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak tunagrahita langsung
masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai
berikut.

a. Adanya kesulitan belajar pada hampir semua mata pelajaran (membaca, menulis, dan
berhitung)Ia tidak dapat melihat perbedaan antara dua hal yang mirip bentuknya ataupun
ukurannya. Ia sukar membedakan arah dan posisi, seperti huruf d dan b, n dan m, ikan dan kain.
Ia juga sulit atas perintah dan melokalisasi suara. Dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita
mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik,
dan gangguan koordinasi sensomotorik.b. Prestasi yang kurangHal ini mulai tampak jelas bila ia
mulai menduduki kelas 4 SD karena di kelas tersebut mulai mempelajari konsep abstrak.
Biasanya mereka berprestasi biasa di kelas 1, 2, 3 SD.

c. Kebiasaan kerja yang tidak baik

Biasanya kebiasaan ini muncul karena mereka bingung dengan tugas yang ia rasakan sulit dan
banyak. Reaksi penolakan ini bermacammacam, seperti duduk diamsambil melamun,
mengganggu teman, memainkan alat tulis, sering menghapus tulisannya, dan sering
meninggalkan pekerjaan.
d. Perhatian yang mudah beralih Perhatian anak tunagrahita hanya berlangsung sebentar. Ia
mudah merasa lelah, bosan dan akhirnya mengalihkan perhatiannya ke hal-hal yang lain. Ia
mudah terangsang oleh sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga mengganggu anak lain.

e. Kemampuan motorik yang kurang

Oleh karena kerusakan otak banyak, anak tunagrahita mengalami gangguan motorik. Ia tidak
dapat bergerak dengan tepat, kaku, koordinasi motorik tidak baik. Kekurangan ini dapat terlihat
pada cara berjalan, lari, lompat, melempar, menulis, memotong, dan pekerjaan lainnya.

f. Perkembangan bahasa yang jelek

Hal ini terjadi karena perkembangan bahasa yang miskin dan kekurangan kemampuan
berkomunikasi verbal, kurangnya perbendaharaan kata, dan kelemahan artikulasi. Kekurangan
ini semakin bertambah karena lingkungan tidak merangsangnya untuk perkembangan bahasa
atauadanya gangguan emosi dari anak itu sendiri.

g. Kesulitan menyesuaikan diri.

Manifestasi dari kesulitan tersebut adalah adanya sikap agresif, acuh takacuh, menarik diri,
menerima secara pasif atau tidak menaruh perhatian atas nasihat atau merasa tidak dianggap oleh
lingkungan.

4. Masa Puber

Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan
fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah
usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan

dalam pergaulan dan mengendalikan diri. Setelah tamat sekolah ia belum siap untuk bekerja,
sedangkan ia tidak mungkin untuk melanjutkan pendidikan. Akibatnya ia hanya tinggal diam di
rumah yang pada akhirnya ia merasa frustrasi. Kalau diterima bekerja, mereka bekerja sangat
lamban, dan tidak terarah. Hal ini tidak memenuhi tuntutan dunia usaha

2.4 Faktor dan Resiko Anak Tunagrahita


 Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan meliputi hal-hal berikut:
1. Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentukk nomornya. Dilihat dari bentuknya
berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena
melilitnya kromosom, delesi (kegagalan meiosis, yaitu urutan salah satu pasangan
tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel,
duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan
kromosom pada salah satu sel yang lain), translokasi (adanya kromosom yang patah
dan patahnnya menempel pada kromosom lain).
2. Kelainan gene, kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak selamanya tampak dari
luar (tetap dalam tingkah genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk
memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut dan tempat gena (locus) yang
mendapat kelainan.

 Gangguan metabolisme dan gizi


Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan
individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metanolisme dan kegagalan
pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental
pada individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara
lain phenylketonuria (akibat gangguan metabolisme asam amino) dengan gejala yang
tampak berupa: tunagrahita, kekurangan pigmen, kejang saraf, kelainan tingkah laku.
Gargoylism (kerusakan metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam
mucopolysacchraride dalam hati, limpa kecil, dan otak) dengan gejala yang tampak
berupa ketidaknormalan tinggi badan, kerangka tubuh tidak professional, telapak tangan
lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita. Cretinism
(keadaan hypohydroidsm kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirikan)
dengan gejala kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan
ketunagrahitaan.
 Infeksi dan keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih
berada dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud, antara lain rubella yang
mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran, penyakit jangtung
bawaan, berat badan sangat kurang ketika lahir. Syphilis bawaan, syndrome gravidity
beracun hamper pada semua kasus berakibat ketunegrahitaan.
 Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atrau terkena radiasi zat
radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada
saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat
bantu. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar x selama bayi dalam kandungan
mengakibatkan cacat mental microsephaly.
 Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai hypoxia
yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang, dan napas pendek.
Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutamapada kelahiran yang
sulit.
 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan menjadi penyebab terjadinya tunagrahita. Telah banyak penelitian
yang dilakukan untuk membuktikan hal ini, salah satunya adalah penemuan Patton &
Polloway (1989:188) bahwa bermacam-macam pengalaman negative atau kegagalan
dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu
penyebab ketunagrahitaan. Studi yang dilakukan Kirk (Triman Prasadio, 1982:25)
menemukan bahwa anak berasal dari keluarga yang tingkat social ekonoominya rendah
menunjukan kecenderungan mempertahankan mentalnya pada saraf yang sama, bahkan
prestasi belajarnya semakin berkurang meningkat usia.
Latar belakang pendidikan orang tua sering juga dihubungkan dengan masalah-
masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini
serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan positif dalam masa
perkembangan anak menjadi salah satu timbulnya gangguan. Mengenai hal ini , Triman
Prasadio (1982:26) mengemukakan bahwa kurangnya rangsangan intelektual yang
memadai mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan inteligensia sehingga
anak dapat berkembang menjadi retardasi mental.
2.5 Rehabilitasi Pada Anak Tunagrahita

Kegiatan rehabilitasi. Pusat Rehabilitasi dan Pengembangan Psikologis Anak-anak


Tunagrahita sebagai wadah pengembangan kemampuan anak berkebutuhan khusus memiliki
berbagai kegiatan yang beragam, yaitu:

1. Kegiatan Konsultasi

Konsultasi merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mengetahui tingkat ketunaan bagi anak
yang mengalami tuna grahita. Dari kegiatan konsultasi ini akan diamati tingkah lakunya dan
gejala-gejala yang muncul pada anak sehingga dapat diketauhi apakah anak tersebut mengalami
tunaan atau tidak, sehingga orang tua penderita dapat

mengetahui upaya penanganan yang tepat untuk anak yang mengalami ketunaan. Kegiatan
konsultasi ini dapat dilayani oleh dokter dan tenaga ahli antara lain:

a. Dokter Gizi

Peranan Dokter Gizi adalah melayani kegiatan konsultasi mengenai pemberian nutrisi yang tepat
bagi penderita tuna grahita. Selain asupan makanan yang tepat, pemberian suplemantasi perlu
diberikan kepada pasien tuna grahita.

b. Dokter Anak

Dokter Anak melayani konsultasi bagi anak penderita tuna grahita yang mengalami gangguan
perkembangan perilakunya. Dokter Anak ini dapat memberikan diagnosis apakah anak tersebut
mengalami ketunaan atau tidak dan juga memberikan jenis penanganan yang tepat bagi anak
yang mengalami ketunaan.

c. Dokter THT

Dokter yang bertugas untuk melayani konsultasi bagi penderita tuna grahita yang mengalami
gangguan-gangguan pada indra mereka.

d. Psikolog

Psikolog bertugas melayani konsultasi mengenai perilaku yang menyimpang pada anak tuna
grahita dan mendalami karakter anak, serta memberikan konsultasi kepada orang tua penderita
tua grahita.

2. Kegiatan Terapi

Penderita tuna grahita membutuhkan terapi khusus sebagai usaha untuk penenganan gangguan
perkembanganan yang dialami oleh anak tuna grahita. Kegiatan terapi ini diberikan untuk
mengurangi kelainan perilaku yang mereka alami. Tujuan dari terapi ini bukan untuk menubah
anak tunagrahita menjadi anak normal, melainkan untuk melatih anak tuna grahita untuk dapat
hidup secara mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Terapi yang
diberikan bagi anak tuna grahita meliputi:

a. Occupational Theraphy (Terapi Gerak)

Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh
(Gerak kasar dan halus)

b. Play Therapy (Terapi Bermain)

Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain. Misalnya: memberikan
pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermail jual – beli.

c. Activity Daily Living (ADL) atau kemampuan merawat diri

Untuk memandirikan anak tunagrahita, meraka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan
tentang kegiatan kehidupan sehari hari agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan
orang lain den tidak bergantung kepada orang lain.

d. Life Skill (Keterampilan Hidup)

Anak tunagrahita memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ dibawah rata-rata tidak
diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah rata
rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup,
mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang mereka miliki diharapkan
mereka dapat hidup dilingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri
dan usaha.
e. Vacational Theraphy (Terapi Bekerja)

Selain diberikan latihan keterampilan, anak juga diberikan keterampilan bekerja. Dengan
keterampilan yang dimilikinya anak diharapkan dapat bekerja.

3. Kegiatan Pendidikan

Kegiatan rehabilitasi merupakan kegiatan utama yang ada di Pusat Rehabilitasi dan
Pengembangan Psikologis Anak-anak Tunagrahita. Kegiatan ini berhubungan dengan kegiatan
belajar mengajardalam hubungannya dengan pengembangan kemampuan pada anak tunagrahita
yang didukung dengan sarana dan prasaranan yang dibutuhkan dalam pengembangan
kemampuan anak tunagrahita.

4. Kegiatan Pengelolaan

Pengelolaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan suatu kegiatan operasional dan sangat
menentukan terorganisasinya kegiatan-kegiatan yang ada sehingga seluruh kegiatan yang
berlangsung di Pusat Rehabilitasi dan Pengembangan Psikologis Anak-anak Tuna Grahita dapat
berlangsung. Beberapa kegiatan yang meliputi kegiatan pengelolaan anatara lain:

a. Administrasi Umum

Kegiatan yang menangani masalah administrasi baik itu administrasi perkantoran maupun
administrasi yang berhubungan dengan konsumen.

b. Supervisi (Pengawasan)

Kegiatan yang menangani pengawasan terhadap kegiatan operasional terutama yang


berhubungan dengan konsumen dan unsur-unsur didalam Pusat Rehabilitasi dan Pengembangan
Psikologis Anak-anak Tunagrahita serta memberikan tanggapan

terhadap tuntutan konsumen.

c. Pengembangan

Kegiatan yang bertanggung jawab terhadap peningkatan keseluruhan kualitas pelayanan terhadap
konsumen dan menindak lanjuti tuntutan konsumen.
5. Kegiatan Informasi

Kegiatan informasi ini diperuntukan untuk masyrakat umum agar mengetahui pengetahuan
tentang penderita tuna grahita dan gejala yang timbul pada anak tuna grahita. Kegiatan ini
meliputi kegiatan seminar tuna grahita.

6. Kegiatan Service

Kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan pemakaian bangunan meliputi pemeliharaan dan
keamanan bangunan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Undang-Undang Dasar 1945.


Bandung: Lubuk Agung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). UURI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia No. 71/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:

Hallahan, D. P. and Kauffman, J. M. (1988). Exceptional Children Introduction to


Special Education. New Jersey: Prentice Hall International.
Kirk, S. A. and Gallagher, J. J. (1986). Educating Exceptional Children. Boston:
Houghton Mifflin Company.

Moh. Amin. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: DirektoratJenderal


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Patton and Payne. (1986). Mental Retardation. Ohio: Charles E. MerrillPublishing


Company.

Suhaeri H.N. (1980). Ortopedagogik Umum 1 dan 2. Diktat Kuliah. Bandung: PLB FIP
IKIP.

Suhaeri H.N. (1979). Penyelidikan tentang Persepsi Visual Anak Terbelakang. Bandung:
PLB FIP IKIP.

Prasadio, T. (1982). Anak-anak yang Terlupakan Liku-liku Anak Terbelakang. Surabaya:


Erlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai