TUNAGRAHITA
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
BUKITTINGGI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa dengan rahmat perkenaa-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini, untuk menambah pengetahuan para pembaca. Juga untuk para
mahasiswa yang saat ini menempuh pendidikan di Universitas Fort De Kock. Agar mereka dapat
Terimakasih kepada dosen mata kuliah yang membimbing dan memberi arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Dan kepada teman-teman yang member dukungan
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis harapan. Demi
penyempurnaan makalah ini saran dan kritikan terbuka bagi siapa saja. Untuk kritikan dan saran
Penulis berharap makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Dan makalah ini
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan
mengalami kelainan atau penyimpangan fisik mental-intelektual sosial atau emosional dibanding
dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus (Darmawanti
dan Jannah, 2004: 15). Meskipun anak termasuk kedalam kategori anak berkebutuhan khusus,
tetapi memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berhak
mendapatkan kasih sayang yang sama dari kedua orang tuanya, perlakuan khusus sesuai kategori
yang dialaminya, serta mendapatkan mendapatkan pendidikan yang layak dan memenuhi setiap
kebutuhankebutuhan khusus sesuai dengan kategorinya yang harus terpenuhi, baik di rumah atau
Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim,
kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak
memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari mereka adalah anak tumagarahita. Anak
tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata – rata yang ditandai oleh
keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social. Anak tuna grahita atau
dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk
Namun walaupun begitu anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak normal
lainnya. Salah satu hak itu adalah mendapatkan pendidikan. Karena selain memiliki hambatan
intelektual, mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan
kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diatur
dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33 ayat 1, menyatakan bahwa warga
Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus. Oleh karena itu sangat diperlukan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi
pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara harafiah
kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak
tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar. Kurangnya kemampuan belajar dan
adaptasi sosial berada di bawah rata-rata (Mulyono Abdulrachman, 1994 : 19). Untuk mengatasi
hambatan- hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan cara pelayanan pendidikan yang
berbeda dengan anak normal dan harus disesuaikan dengan taraf kelainannya. American
klasifikasi tunagrahita adalah tunagrahita ringan dengan IQ berkisar 50-70, tunagrahita sedang
dengan IQ berkisar 30-50 dan tunagrahita berat dan sangat berat dengan IQ berkisar < 30.
Dari ketiga jenis taraf ketunagrahitaan tersebut, yang diungkap dalam penelitian ini adalah
kelompok tunagrahita ringan. Anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan
dalam berbagai aspek, diantaranya dalam kemampuan mental, bahasa, motorik, emosi dan social.
Menurut Edgar Dole dalam Moh Efendi (2006 : 89) mengatakan bahwa sesorang dikatakan
tunagrahita jika (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental di bawah anak normal sebayanya,
(3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda dan (4) kematangannya terhambat.
PEMBAHASAN
A. Peristilahan
Banyak terminology (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi
kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan,
misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat
grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah mental retardation,
mental deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995:
20). Istilah lain yang banyak digunakan adalah intelleactually handicapped dan intelleactually
disable.
Untuk lebih jelasnya mengenai peristilahan tersebut dijelaskan pada uraian berikut :
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan
kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita
mengalami perkembangan seperti berikut:
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
peraturan pemerintah No. 72/1991 tentang pendidikan Luar Biasa.
Beragamnya istilah yang digunakan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan
para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah tersebut tertuju pada
pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan
kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada
umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung
pada masa perkembangan.
B. Defenisi
Pemahaman yang jelas tentang siapa dan bagaimanakah anak tunagrahita itu merupakan hal
yang sangat penting untuk menyelenggarakan layanan pendidikan dan pengajaran yang tepat
bagi mereka. Berbagai defenisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu defenisi yang
diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah defenisi yang rumuskan Grossman (1983)
yang secara resmi digunakan AAMD (Americam Assocation on Mental Deficiency) sebagai
berikut.
Yang artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada dibawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah
laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan defenisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratman, 1987:403) menggariskan bahwa
seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya
yang jelas-jelas dibawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan
norma dan tuntutan yang berlaku dimasyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita perhatikan adalah berikut ini :
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berbeda dibawah rata-rata, maksudnya bahwa
kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan
layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata-rata mempunyai IQ
(Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif) maksudnya bahwa yang
bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukannya pekerjaan seperti yang dapat
dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah
ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18
tahun.
Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa untukk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita,
seseorang harus memiliki tiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu
ciri-ciri tersebut maka yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang
tunagrahita. Oleh karena itu, di Amerika muncul istilah “Tunagrahita Enam Jam”(Kirk &
Gallagher, 1986:118). Istilah ini muncul disebabkan seseorang anak tidak dapat menyesuaikan
diri selama 6 jam berada di sekolah, yaitu antara pukul 09.00 hingga pukul 15.00 karena ia
dituntut untuk berfikir efektif. Akan tetapi, mereka dapat menyesuaikan diri dengan sukses di
lingkungannya pada jam-jam lain dihari yang sama.
Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan
pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Kalsifikasi anak tunagrahita yang telah lama
dikenal adalah debil, imbecile, dan idiot, sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum
pendidik di Amerika adalah educable mentally retarted (mampu didik), trainable mentally
retarted (mampu latih), dan totally/custodial dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang
telah disebutkan itu telah jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan kekampuan
akademik seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan,
1982:43), sebagai berikut:
Klasifikasi yang diguanakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991 adalah
sebagai berikut:
Selain klasifikasi di atas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut
tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi
dari James D. Page (Suhaeri, HN: 1979) sebagai berikut.
1. Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai hal-hal
yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan
pengertian. Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung
menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan
lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta
rentang perhatiannya pendek. Karakteristik tersebut dapat Anda kaji lebih cermat dalam contoh
berikut ini.
a. Apabila mereka diberikan pelajaran Berhitung hanya berkisar beberapa menit mereka
langsung mengatakan bosan, susah, mengantuk. Tetapi bila diberikan pelajaran Kesenian,
olahraga atau keterampilan mereka menunjukkan minat belajar yang baik dan perhatian
berlangsung dalam waktu yang lama. Mereka meminta ingin belajar lagi. b. Apabila anak normal
mendapatkan mainan baru ia langsung memainkannya dengan memeriksa mainan itu. Tetapi
sebaliknya, tidak jarang anak tunagrahita hanya diam saja menatap mainan itu tanpa mencoba
menggerakkannya.
2. Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri.
Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena mereka mudah terperosok ke dalam
tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak
yang lebih muda darinya.Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu
menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis,
mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau
dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik,
seperti mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.Namun, dibalik itu semua mereka
menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau
perlakukan dan lingkungan yang kondusif.Untuk lebih meyakinkan Anda bahwa mereka
memiliki keunggulan bacalah uraian berikut ini.
a. Menurut pernyataan beberapa orang tua, pada saat orang tuanya sakit, anaknya yang
tunagrahitalah yang selalu berada di sampingnya menunggu dengan setia. Sementara anak-
anaknya yang normal pergi meninggalkannya karena urusannya sendiri-sendiri. Anaknya itu
rupanya memperhatikan perawat yang melayani ibunya, kemudian ia berusaha menggantikan
peran perawat. Ia mengelap keringat ibunya, kemudian memijit-mijit tangan atau kaki ibunya.
b. Contoh lainnya, apabila ada gurunya yang sakit, tidak jarang muridmurid tunagrahita langsung
mendekati, kemudian memijit-mijitnya, mengambilkan air minum atau ia memberi tahu guru
lain. Kedua contoh ini menandakan bahwa mereka memiliki rasa empati yang cukup baik.
c. Penyandang tunagrahita tidak jarang menunjukkan ketekunan yang baik pada saat bekerja.
Contohnya, pada minggu pertama pekerja tunagrahita bekerja bersama-sama dengan orang
berbakat dalam membuat dus. Hasilnya penyandang tunagrahita tidak menghasilkan apa pun,
malahanbahan banyak yang rusak; sebaliknya anak berbakat langsung menghasilkan dus yang
bagus. Minggu berikutnya penyandang tunagrahita hanya berhasil membuat 2 buah dus dengan
masih membutuhkan perhatian dari instruktur, sedangkan yang berbakat langsung menghasilkan
puluhan dus. Pada minggu ketiga penyandang tunagrahita telah dapat membuat 5 dus tanpa
bantuan, sedangkan pekerja yang berbakat (gifted) mulai menurun semangat kerja, yang
padaakhirnya tidak mau melakukan pekerjaan seperti itu lagi.
3. Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal.
Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan
gerakannya kurang indah, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara.
Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan pada organ
tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat, tetapi tidak memahami apa yang
dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami apa yang didengarnya.Bagi anak tunagrahita yang
berat dan sangat berat kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar,
tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda. Mereka
mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam memelihara diri, serta tidak memahami
cara hidup sehat.
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat
mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan
belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan
ringannya kelainan. Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga per
empat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Perbendaharaan katanya terbatas,
tetapi penguasaan bahasanya memadai dalam situasi tertentu. Mereka dapat bergaul dan
mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak di antara
mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia
anak normal 9 dan 12 tahun.
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada
pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan,
berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu). Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan
bukan bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata
atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak
normal usia paling tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka
perlu diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan benda, mengisi
karung dengan beras sampai penuh
Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting artinya karena segera dapat diketahui tanpa
mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapaciri yang dapat dijadikan indikator adanya
kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (1982) adalah sebagai
berikut.
1. Masa Bayi
Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli mengemukakan bahwa
ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang
menangis, kalau menangis terusmenerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.
2. Masa Kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada tunagrahita ringan. Oleh
karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis, seperti mongoloid, kepala besar,
dan kepala kecil. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar
mulai dengan sesuatu, sukar untuk melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang,
tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada
pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat,
tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga memberi kesan bahwa anak ini pintar, pemusatan
perhatian sedikit, hyperactive, bermain dengan tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa
dipikirkan terlebih dahulu.
3. Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak tunagrahita langsung
masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai
berikut.
a. Adanya kesulitan belajar pada hampir semua mata pelajaran (membaca, menulis, dan
berhitung)Ia tidak dapat melihat perbedaan antara dua hal yang mirip bentuknya ataupun
ukurannya. Ia sukar membedakan arah dan posisi, seperti huruf d dan b, n dan m, ikan dan kain.
Ia juga sulit atas perintah dan melokalisasi suara. Dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita
mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik,
dan gangguan koordinasi sensomotorik.b. Prestasi yang kurangHal ini mulai tampak jelas bila ia
mulai menduduki kelas 4 SD karena di kelas tersebut mulai mempelajari konsep abstrak.
Biasanya mereka berprestasi biasa di kelas 1, 2, 3 SD.
Biasanya kebiasaan ini muncul karena mereka bingung dengan tugas yang ia rasakan sulit dan
banyak. Reaksi penolakan ini bermacammacam, seperti duduk diamsambil melamun,
mengganggu teman, memainkan alat tulis, sering menghapus tulisannya, dan sering
meninggalkan pekerjaan.
d. Perhatian yang mudah beralih Perhatian anak tunagrahita hanya berlangsung sebentar. Ia
mudah merasa lelah, bosan dan akhirnya mengalihkan perhatiannya ke hal-hal yang lain. Ia
mudah terangsang oleh sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga mengganggu anak lain.
Oleh karena kerusakan otak banyak, anak tunagrahita mengalami gangguan motorik. Ia tidak
dapat bergerak dengan tepat, kaku, koordinasi motorik tidak baik. Kekurangan ini dapat terlihat
pada cara berjalan, lari, lompat, melempar, menulis, memotong, dan pekerjaan lainnya.
Hal ini terjadi karena perkembangan bahasa yang miskin dan kekurangan kemampuan
berkomunikasi verbal, kurangnya perbendaharaan kata, dan kelemahan artikulasi. Kekurangan
ini semakin bertambah karena lingkungan tidak merangsangnya untuk perkembangan bahasa
atauadanya gangguan emosi dari anak itu sendiri.
Manifestasi dari kesulitan tersebut adalah adanya sikap agresif, acuh takacuh, menarik diri,
menerima secara pasif atau tidak menaruh perhatian atas nasihat atau merasa tidak dianggap oleh
lingkungan.
4. Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan
fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah
usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan
dalam pergaulan dan mengendalikan diri. Setelah tamat sekolah ia belum siap untuk bekerja,
sedangkan ia tidak mungkin untuk melanjutkan pendidikan. Akibatnya ia hanya tinggal diam di
rumah yang pada akhirnya ia merasa frustrasi. Kalau diterima bekerja, mereka bekerja sangat
lamban, dan tidak terarah. Hal ini tidak memenuhi tuntutan dunia usaha
1. Kegiatan Konsultasi
Konsultasi merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mengetahui tingkat ketunaan bagi anak
yang mengalami tuna grahita. Dari kegiatan konsultasi ini akan diamati tingkah lakunya dan
gejala-gejala yang muncul pada anak sehingga dapat diketauhi apakah anak tersebut mengalami
tunaan atau tidak, sehingga orang tua penderita dapat
mengetahui upaya penanganan yang tepat untuk anak yang mengalami ketunaan. Kegiatan
konsultasi ini dapat dilayani oleh dokter dan tenaga ahli antara lain:
a. Dokter Gizi
Peranan Dokter Gizi adalah melayani kegiatan konsultasi mengenai pemberian nutrisi yang tepat
bagi penderita tuna grahita. Selain asupan makanan yang tepat, pemberian suplemantasi perlu
diberikan kepada pasien tuna grahita.
b. Dokter Anak
Dokter Anak melayani konsultasi bagi anak penderita tuna grahita yang mengalami gangguan
perkembangan perilakunya. Dokter Anak ini dapat memberikan diagnosis apakah anak tersebut
mengalami ketunaan atau tidak dan juga memberikan jenis penanganan yang tepat bagi anak
yang mengalami ketunaan.
c. Dokter THT
Dokter yang bertugas untuk melayani konsultasi bagi penderita tuna grahita yang mengalami
gangguan-gangguan pada indra mereka.
d. Psikolog
Psikolog bertugas melayani konsultasi mengenai perilaku yang menyimpang pada anak tuna
grahita dan mendalami karakter anak, serta memberikan konsultasi kepada orang tua penderita
tua grahita.
2. Kegiatan Terapi
Penderita tuna grahita membutuhkan terapi khusus sebagai usaha untuk penenganan gangguan
perkembanganan yang dialami oleh anak tuna grahita. Kegiatan terapi ini diberikan untuk
mengurangi kelainan perilaku yang mereka alami. Tujuan dari terapi ini bukan untuk menubah
anak tunagrahita menjadi anak normal, melainkan untuk melatih anak tuna grahita untuk dapat
hidup secara mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Terapi yang
diberikan bagi anak tuna grahita meliputi:
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh
(Gerak kasar dan halus)
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain. Misalnya: memberikan
pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermail jual – beli.
Untuk memandirikan anak tunagrahita, meraka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan
tentang kegiatan kehidupan sehari hari agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan
orang lain den tidak bergantung kepada orang lain.
Anak tunagrahita memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ dibawah rata-rata tidak
diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah rata
rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup,
mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang mereka miliki diharapkan
mereka dapat hidup dilingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri
dan usaha.
e. Vacational Theraphy (Terapi Bekerja)
Selain diberikan latihan keterampilan, anak juga diberikan keterampilan bekerja. Dengan
keterampilan yang dimilikinya anak diharapkan dapat bekerja.
3. Kegiatan Pendidikan
Kegiatan rehabilitasi merupakan kegiatan utama yang ada di Pusat Rehabilitasi dan
Pengembangan Psikologis Anak-anak Tunagrahita. Kegiatan ini berhubungan dengan kegiatan
belajar mengajardalam hubungannya dengan pengembangan kemampuan pada anak tunagrahita
yang didukung dengan sarana dan prasaranan yang dibutuhkan dalam pengembangan
kemampuan anak tunagrahita.
4. Kegiatan Pengelolaan
Pengelolaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan suatu kegiatan operasional dan sangat
menentukan terorganisasinya kegiatan-kegiatan yang ada sehingga seluruh kegiatan yang
berlangsung di Pusat Rehabilitasi dan Pengembangan Psikologis Anak-anak Tuna Grahita dapat
berlangsung. Beberapa kegiatan yang meliputi kegiatan pengelolaan anatara lain:
a. Administrasi Umum
Kegiatan yang menangani masalah administrasi baik itu administrasi perkantoran maupun
administrasi yang berhubungan dengan konsumen.
b. Supervisi (Pengawasan)
c. Pengembangan
Kegiatan yang bertanggung jawab terhadap peningkatan keseluruhan kualitas pelayanan terhadap
konsumen dan menindak lanjuti tuntutan konsumen.
5. Kegiatan Informasi
Kegiatan informasi ini diperuntukan untuk masyrakat umum agar mengetahui pengetahuan
tentang penderita tuna grahita dan gejala yang timbul pada anak tuna grahita. Kegiatan ini
meliputi kegiatan seminar tuna grahita.
6. Kegiatan Service
Kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan pemakaian bangunan meliputi pemeliharaan dan
keamanan bangunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). UURI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.
Suhaeri H.N. (1980). Ortopedagogik Umum 1 dan 2. Diktat Kuliah. Bandung: PLB FIP
IKIP.
Suhaeri H.N. (1979). Penyelidikan tentang Persepsi Visual Anak Terbelakang. Bandung:
PLB FIP IKIP.