PLASENTA PREVIA
DISUSUN OLEH:
IDA SUSILA
TA. 2020/2021
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk bundar
dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 gram. Plasenta
merupakan organ yang sangat aktif dan memiliki mekanisme khusus untuk menunjang
pertumbuhan dan ketahanan hidup janin. Salah satu kelainan pada plasenta adalah kelainan
implantasi atau disebut dengan plasenta previa (Manuaba, 2005).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (ostium uteri internal) dan oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala
memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada
keadaan normal plasenta umumnya terletak di korpus uteri bagian depan atau belakang agak
ke arah fundus uteri (Prawirohardjo, 2008).
Selain pengertian diatas Chalik, (2008). Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina
tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan.
2. Etiologi
Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya blastokis pada segman bawah
rahim belum diketahui secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi
salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang mungkin
terjadi karena proses radang maupun atropi.
Keadaan ini bisa ditemukan pada :
a. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
b. Mioma uteri.
c. Koretasi yang berulang.
d. Umur lanjut.
e. Bekas seksio sesarea.
f. Umur dan parietas
-Umur diatas 35 tahun
-Parietas tinggi dan parietas rendah
g. Endometrium cacat
h. Tumor
i. Malnutrisi
j. Bekas aborsi
k. Bekas sectio sesarea
l. Kelainan janin
m. Leiomioma uteri
n. Korpus luteum bereaksi lambat
o. Hipoplasia endometrium
3. Faktor resiko
Menurut Chalik (2008) faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti
namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi
pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta
gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa.
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko plasenta previa yaitu:
1. Risiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan
dengan umur < 35.
2. Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.
3. Risiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih besar dibandingkan
dengan tanpa riwayat abortus.
4. Riwayat seksio sesaria tidak ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya plasenta previa.
Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya blastokis pada segman
bawah rahim belum diketahui secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang
menjadi salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang
mungkin terjadi karena proses radang maupun atropi.
4. Klasifikasi
Menurut Chalik (2008). Ada 4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas
terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu :
5. Fatofisiologi
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke
arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih
luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada
implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung aliran darah
balik. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang
vena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada
kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-
perubahan terjadi pula pada jonjot- jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan
24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast
sel- sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih
besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan
dengan semakin tuanya kehamilan. Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen
bawah rahim dapat disebabkan:
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi,
dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi
perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan
solusio plasenta yang berwarna kehitam- hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus
yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta
yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.
6. Manifestasi klinis
Gambaran klinik plasenta previa adalah sebagai berikut :
a) Perdarahan pervaginam
Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak
sehingga tidak akan berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari perdarahan sebelumnya.
b) Tanpa alasan dan tanpa nyeri
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri yang
biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya.
c) Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, perdarahan yang sedikit
demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat, dapat menimbulkan
anemia sampai syok.
d) Pada janin, turunnya bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas panggul (PAP) akan
terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan
aspiksia sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2005; Murah dkk, 1999).
7. Pathway
Plasenta previa
Perdarahan
Risiko
Kehilangan cairan HbO2 dalam O2 kejaringan pertumbuhan janin
dan darah darah menurun fetus menurun terhambat/kematia
n janin
Kelelahan
Perubahan perpusi
jaringan utero plasenta
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak dan fatal.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperi
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterine, ligasi arteria ovarika,
pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi
total.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
9. Penatalaksanaan
a) Konservatif bila :
1. Kehamilan kurang 37 minggu.
2. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
3. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15
menit).
Perawatan konservatif berupa :
1. Istirahat
2. Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
3. Memberikan antibiotik bila ada indikasi.
4. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif
maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan.
Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan
senggama.
b) Penanganan aktif bila :
1. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
2. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
3. Anak mati
Penanganan aktif berupa :
1. Persalinan per vaginam.
2. Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni
dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Plasenta previa marginalis
2. Plasenta previa letak rendah
3. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala
sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit
perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus
per vaginam bila gagal drips. Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
c) Penanganan (pasif)
1. Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit
tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.
2. Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamilan belum
cukup 37 minggu/berat badan janin kurang dari 2.500 gram persalinan dapat
ditunda dengan istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi
teliti.
3. Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan dipertahankan setua mungkin
supaya tidak prematur
4. Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.
Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin prematur
tetapi tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan menciptakan
suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnyabagi ibu maupun janin. Perawatan
di rumah sakit yang memungkinkan pengawasan ketat, pengurangan aktivitas fisik,
penghindaran setiap manipulasi intravaginal dan tersedianya segera terapi yang tepat,
merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang diberikan mencangkup infus larutan
elektrilit, tranfusi darah, persalinan sesarea dan perawatan neonatus oleh ahlinya sejak
saat dilahirkan.
Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh
meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang cukup
jauh dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahn utama. Arias
(1988) melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage serviks yang dilakukan
antara usia kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan yang disebabkan oleh
plasenta previa.
Prosedur yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke dalam dua
kategori, yaitu persalinan sesarea atau per vaginam. Logika untuk melahirkan lewat
bedah sesarea ada dua :
a) Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinakan uterus untuk
berkontraksi sehingga perdarahan berhenti.
b) Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks yang
merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa totalis
serta parsial.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku atau
bangsa, pendididkan, pekerjaan, dan alamat.
2) Identitas Penanggung Jawab Pasien
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama :
Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri.
Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
Perdarahan yang berulang-ulang.
2) Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah yang
keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan
pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau
pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
3) Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi, tali pusat pendek,
trauma, uterus / rahim feulidli.
4) Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui
asal dan penyebabnya.
c. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1) Keadaan umum
Kesadaran : composmetis sampai dengan koma
Postur tubuh : biasanya gemuk
Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
Raut wajah : biasanya pucat
2) Tanda-tanda vital
Tensi : normal sampai turun (syok)
Nadi : normal sampai meningkat (> 100x / menit)
Suhu : normal / meningkat (> 37,5˚ c)
RR : normal / meningkat (> 22x / menit)
3) Anamnesa plasenta previa
1. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
2. Sift perdarahan :
a. Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
b. Tanpa sebab yang jelas
c. Dapat berulang
3. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu atau janin dalam rahim
4. Pada inspeksi dijumpai
a. Perdarahan pervagina encer sampai menggumpal
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tanpa anemis
4) Pemeriksaan fisik ibu
1. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
2. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
3. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
a. Tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal
b. Tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat
c. Tanpa anemis
5) Pemeriksaan khusus
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
a) Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil.
b) Karena plasenta di segmen bahwa rahim, maka dapat dijumpai kelainan
letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
a. Bervariasi dari normal sampai ke ujung asfiksia dan kematian dalam rahim.
b. Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan, Tujuan pemeriksaan dalam untuk :
a) Menegakkan diagnosa pasti
b) Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya
memecahkan ketuban.
c) Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum, uteri, internum.
2. Pemeriksaan diagnostik
a. USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat
maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan
teknik operasi yang akan dilakukan.
b. Kardiotokografi (KTG) : Kardiotokografi dalam Persalinan adalah suatu metoda
elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam
persalinan. Dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
c. Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu
diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu.
Pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi medis.
d. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
janin.
e. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu).
Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).
Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
f. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta
g. Amniocentesis
Jika 35-36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis
untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau
kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
O2 kejaringan menurun
Metabolisme anaerob
Kelelahan
Intoleransi Aktivitas
1. Chalik TMA. 2008. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat Cetakan Pertama. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Manuaba, Ida bagus Gde, (2005). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
berencana unuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.
3. Murah Manoe dkk, 1999, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi.
Bagian /SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
4. Prawirohardjo Sarwono, 2008, ed. Keempat. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka:
Jakarta.