Anda di halaman 1dari 4

BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL

MATA KULIAH : EKONOMI MONETER


DOSEN PEMBIMBING: LUQMAN HAKIM, S. E ., M. Pd. I
Kelompok 4
1. RAHMAT SETIAWAN (11)
2. ROHMIATIN UMMAH (21)
3. SAGITA GHINA SALSABILA (22)

I. PENDAHULUAN
Dari makalah sebelumnya telah di uraikan tugas/fungsi serta kebijaksanaan
moneter Bank sentral secara umum, maka sekarang tiba gilirannya untuk menguraikan
bank Indonesia sebagai bank sentral. Undang-undang yang mengatur Bank Indonesia
adalah UU No. 13 Tahun 1968.1 Dalam pasal 7 undang-undang ini disebutkan bahwa
tugas pokok bank Indonesia adalah membantu pemerintah dalam hal:
a. Mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah
b. Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Dalam menjalankan tugas pokok tersebut harus berdasarkan kebijaksanaan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dengan bantuan dewan moneter. Dewan moneter ini
terdiri atas 3 orang anggota yaitu menteri yang membidangi keuangan dan
perekonomian serta gubernur Bank Indonesia.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apa usaha-usaha Bank Indonesia sebagai Bank sentral?
2. Bagaimana Struktur serta kebijakan moneter di Indonesia?

III. TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui usaha-usaha bank Indonesia sebagai Bank sentral
2. Untuk mengetahui Struktur serta kebijakan moneter di Indonesia

IV. PEMBAHASAN
A. USAHA-USAHA BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagai bank sentral, maka Bank Indonesia
(pasal 41dan 43)2
1. Memindahkan uang, dan penarikan atas saldo kredit yang ada pada
koresponden dilakukan secara telegram atau dengan wesel tunjuk.
1
Isi lengkap UU No.13 Tahun 1968 tertera pada lampiran A
2
Nopirin,Ph,D,;;Ekonomi moneter;;BPFE.Yogyakarta 1992).hal 50

1
2. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran,
menjalankan perintah untuk pemindahan uang, menerima pembayaran
dan tagihan atas kertas berharga dan melakukan perhitungan dengan atau
dengan pihak ketiga.
3. Membeli dan menjual :
 Wesel yang di akseptasi oleh suatu bank dengan masa berlaku
yang tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan.
 Kertas perpendaharaan atas beban negara.
 Surat utang negara atau surat utang lainya yang tercatat pada
suatu bursa efek yang resmi yang bunga dan pelunasanya
dijamin oleh negara.
4. Membeli dan menjual cek, surat-surat berharga, kertas dagang lainya.
5. Memberi jaminan bank (Bank-Garansi) dengan tanggungan yang cukup.
6. sMenyediakan tempat penyimpanan barang-barang berharga.
Susunan Organisasi Bank Sentral
Dalam rangka mendukung UU No. 13 Tahun 1968 tersebut di atas, maka telah di susun
Organisasi yang terdiri dari:
 8 bidang, 16 urusan/biro yang membawahi 56 bagian .
 37 kantor cabang di seluruh wilayah Republik Indonesia
 5 kantor perwakilan di luar negeri

B. STRUKTUR SERTA KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA


Sistem moneter di Indonesia terdiri: Departemen Keuangan, Bank Indonesia,
dan lembaga-lembaga perbankan lainnya. Dalam periode 1950-1966 pengaturan jumlah
uang yang beredar secara langsung melalui pengaturan langsung oleh bank Indonesia
mengenai penggunaan kredit dan aktivitas bank-bank umum. Bank-bank umum ini
masih sebagian besar Milik pemerintah. Semenjak 1967, pemerintah telah berusaha
untuk menciptakan tata kehidupan perbankan yang mengarah pada orientasi pasar. 3
Namun demikian masih juga terlihat adanya pengaturan kredit oleh bank umum
pemerintah. BNI 1946 untuk industri pengangkutan, pertanian dan ekspor; BDN untuk
ekspor dan pertambangan ; BRI untuk pertanian; bank Exim untuk ekspor dan impor;
dan Bank bumi daya untuk ekspor dan pertambangan. Pembidangan tersebut makin
lama makin menjadi kabur. Peranan yang dominan dari bank umum pemerintah ini di
tunjukkan dengan besarnya kredit yang memberikan (±70% dari total kredit).
Sebagai bank sentral, bank Indonesia juga memberi beberapa macam kredit, di
antaranya kredit likuiditas, kredit langsung dan kredit Pertamina. Kredit likuiditas
adalah kredit yang diberikan kepada bank-bank umum untuk membantu likuiditas
mereka. Kredit langsung adalah kredit yang diberikan kepada bank pemerintah
(BULOG, misalnya) untuk subsidi pangan, subsidi pupuk atau untuk terutama untuk
mengatasi kesulitan keuangan Pertamina pada tahun 1975-1976.

3
Nopirin,ph,D,,Ekonomi Moneter’’ .(BPFE.Yogyakarta,1992),hal,55

2
Di samping bank-bank umum (baik pemerintah maupun swasta) terdapat pula
lembaga-lembaga keuangan lainya, seperti misalnya asuransi dan lembaga-lembaga
tabungan dan pengkreditan. Pada tahun 1968 pemerintah mulai dengan usaha untuk
mendirikan pasar modal yang ditujukan untuk meningkatkan peranan sektor moneter
dalam menunjang pembangunan ekonomi. Namun demikian, lembaga-lembaga
keuangan tersebut masih belum berfungsi seperti yang diharapkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem moneter di Indonesia masih
sederhana. Konsekuensinya, ruang gerak penguasa moneter untuk melakukan
kebijaksanaan moneter juga sangat terbatas. Seperti di uraikan di atas bahwa bank
Indonesia mengatur langsung jumlah uang beredar melalui pengaturan penyaluran
kredit perbankan. Pengaturan secara secara tidak langsung (misalnya politik pasar
terbuka) belum bisa dilakukan karena pasar modal belum berkembang, bahkan surat-
surat berharga jumlahnya masih sangat terbatas. Pernah sebelum tahun 1973 pemerintah
menerapkan kebijakan cadangan minimum 30% . Tetapi dengan adanya boom minyak
padabyahun 1973 dan 1974 bank-bank umum menjadi terlalu likuid sehingga cadangan
minimum 30% menjadi tidak cukup untuk menahan ekspansi kredit. Oleh karena itu,
pada tahun 1974 bank Indonesia meninggalkan pengaturan kredit secara langsung
tersebut dan beralih pada penetapan batas tertinggi/ceiling kredit. Ceiling ditentukan
oleh bank Indonesia setiap permulaan tahun, dan setiap periode bisa diadakan revisi.
Dengan kebijaksanaan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat ditekan sehingga
dapat dicapai kestabilan harga.
Di samping kestabilan harga, tujuan kebijaksanaan moneter Bank Indonesia
adalah pertumbuhan ekonomi. Dan kebijaksanaan tingkat bunga dapat dipakai untuk
mempengaruhi jumlah deposito sehingga dapat disalurkan untuk investasi. Caranya
tingkat bunga ditentukan berbeda-beda, tergantung jangka waktunya. Di samping
akumulasi tabungan, kebijaksanaan tingkat bunga ditujukan pula untuk mengadakan
alokasi dana/investasi.
Sebelum tahun 1968 kebijaksanaan moneter bersifat langsung. Penguasa
moneter mengendalikan sektor moneter secara ketat, sehingga tidak ada fleksibilitas
sama sekali disektor perbankan. Perbankan lebih bersifat kepanjangan tangan dari
pemerintah.
Pada tahun 1981/1982 ekonomi dunia mengalami kelesuan. Hal ini disebabkan
oleh adanya ketidakseimbangan peradangan antarnegara maju. Amerika mengalami
double defisit, yakni dalam anggaran belanja serta neraca pembayaran. Akibatnya
muncul gerakan proteksi. Resesi dan proteksionisme ini merupakan hambatan bagi
ekspor Indonesia. Di samping ini masalahnya diperberat lagi oleh adanya ekonomi
biaya tinggi yang menghinggapi perekonomian Indonesia pada masa masa itu. Efisiensi
produksi yang rendah sebagai akibatnya kebijaksanaan perlindungan yang berupa
notarif merupakan salah satu sebab tingginya biaya produksi sehingga memperlemah
daya saing di pasar internasional. Kelesuan ini mengakibatkan dana pemerintah untuk
pembangunan ekonomi menjadi terbatas.
Pada tahun 1988 keadaan ekonomi Indonesia membaik. Pemerintah melanjutkan
deregulasi di bidang keuangan dengan dikeluarkannya paket 27 Oktober 1988; paket
Desember 1987dan 1988. Sasaran yang ingin dicapai meliputi Peningkatan mobilitas
dana, ekspor non migas, meningkatkan efisiensi perbankan serta pengembangan pasar

3
modal. Paket deregulasi tersebut dapat mendorong perkembangan perbankan.
Kebijaksanaan deregulasi perbankan tersebut kemudian dilanjutkan lagi pada bulan
Januari 1990 guna mendorong kearah kemandirian serta mencapai sasaran pemerataan.
Dari serangkaian kebijaksanaan deregulasi tersebut membawa dampak
meningkatnya likuiditas serta mobilitas dana masyarakat. Kredit perbankan melonjak
dengan pesat dari sebesar Rp. 54. 241 Miliar pada bulan Desember 1988 menjadi Rp.
93.372 Miliar pada bulan April 1990. Kenaikan aktivitas perbankan ini tentu saja akan
mendorong likuiditas masyarakat meningkat sehingga permintaan agregat naik.
Kebijakan moneter ketat tersebut juga menyulitkan perbankan sendiri karena
banyaknya kredit mancet sebagai akibat ekspansi yang cukup tinggi pada tahun 1989,
1990 dan 1991 sehingga kualitas portofolio menurun. Untuk mengatasi hal ini
pemerintah memberikan pil pahit yang harus ditelan berupa tidak hanya pengetatan
likuiditas tetapi juga ketentuan untuk menyehatkan perbankan melalui CAR (Capital
adequacy ratio) sebesar 8% serta LDR (Loan to deposit ratio) kurang dari 100% yang
kemudian dikenal dengan paket Februari 1991(Paktri).

DAFTAR PUSTAKA

Noprin, Ph.D, 1922. ekonomi moneter. Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai