Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17


Agustus 1950, struktur perekonomian Indonesia, masih didominasi oleh struktur
kolonial. Meskipun saat itu struktur perbankan Indonesia boleh dikatakan merupakan
komponen sarana moneter yang tidak banyak berperan dalam operasi perbankan, tetapi
kondisi semacam ini menimbulkan keinginan kuat masyarakat untuk memasukkan lebih
banyak unsur nasional dalam struktur ekonomi Indonesia.
Bank Indonesia lahir setelah berlakunya Undang-Undang (UU) Pokok Bank
Indonesia pada 1 Juli 1953. Sesuai dengan UU tersebut, Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral bertugas untuk mengawasi bank-bank. Namun demikian, aturan pelaksanaan
ketentuan pengawasan tersebut baru ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.
1/1955 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia, atas nama Dewan Moneter,
melakukan pengawasan bank terhadap semua bank yang beroperasi di Indonesia, guna
kepentingan solvabilitas dan likuiditas badan-badan kredit tersebut dan pemberian
kredit secara sehat yang berdasarkan asas-asas kebijakan bank yang tepat. Dari
pengawasan dan pemeriksaan BI, terungkap berbagai praktik yang tidak wajar yang
dilakukan, seperti penyetoran modal fiktif atau bahkan praktik bank dalam bank. Untuk
mengatasi kondisi perbankan itu, dikeluarkan Keputusan Dewan Moneter No. 25/1957
yang melarang bank-bank untuk melakukan kegiatan di luar kegiatan perbankan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari Kebijakan Moneter?
b. Apa saja jenis dari Kebijakan Moneter?
c. Apa Tujuan dari Kebijakan Moneter?
d. Apa saja yang termasuk kedalam instrumen kebijakan moneter?
e. Apa pengertian Bank Sentral?
f. Bagaimana Riwayat dari Bank Indonesia?
g. Apa saja fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia?
h. Bagaimana Stabilitas Sistem Keuangan BanK Indonesia?
i. Apa pengertian dari OJK?

1
j. Apa saja Fungsi dari OJK?
k. Apa tujuan pembentukan OJK?
l. Bagaimana pengaturan dan pengawasan OJK dengan BI?
m. Apa perbedaan OJK dan BI?

1.3 Tujuan Masalah


a. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan moneter
b. Untuk mengetahui jenis dari kebijakan moneter
c. Untuk mengetahui tujuan dari kebijakan moneter
d. Untuk mengetahui instrumen kebijakan moneter
e. Untuk mengetahui pengertian dari Bank Sentral
f. Untuk mengetahui riwayat dari Bank Indonesia
g. Untuk mengetahui fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia
h. Untuk mengetahui stabilitas sistem keuangan Bank Indonesia
i. Untuk mengetahui pengertian dari OJK
j. Untuk mengetahui fungsi dari OJK
k. Untuk mengetahui tujuan pembentukan OJK
l. Untuk mengetahui pengaturan dan pengawasan OJK dengan BI
m. Untuk mengetahui perbedaan OJK dan BI
1.4

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Instrumen Moneter


2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter terdiri dari dua kata, yaitu kebijakan dan moneter, kebijakan
berasal dari bahasa Indonesia yaitu Bijak, imbuhan ke-an pada kebijakan memiliki arti
kepandaian atau kemahiran.
Menurut wikipedia kebijakan adalah serangkaian monsep dan strategi serta asas yang
dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan
langkah bertindak. Sedangkan moneter memiliki arti uang, keuangan, mengenai uang,
serta segala hal yang berkaitan dengan uang. Berdasarkan pengertian diatas maka
kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan uang.
Sedangkan secara umum kebijakan moneter adalah langkah pemerintah dalam
hal ini bank sentral (Bank Indonesia) untuk mengatur ketersediaan uang yang beredar
demi kestabilan keuangan perekonomian (moneter) negara.

2.1.2 Jenis Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter terbagi kedalam dua jenis:

a. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy) : Kebijakan moneter


ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya
beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami
resesi atau depresi. Kebijakan moneter ekspansif juga disebut dengan kebijakan
moneter longgar (easy money policy).

b. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy) : Kebijakan


moneter kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah
uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami
inflasi. Kebijakan moneter kontraktif disebut.

3
2.1.3 Tujuan Kebijakan Moneter

Secara garis besar, tujuan kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan ekonomi
yang ditandai dengan gairah dunia usaha dan meningkatnya kesempatan kerja. Jika
dirinci tujuan kebijakan moneter adalah sebagai berikut..
a. Menjaga Stabilitas Ekonomi
b. Menjaga Stabilitas
c. Meningkatkan Kesempatan Kerja
d. Memperbaiki Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran

2.1.4 Instrumen Kebijakan Moneter


Agar tujuan kebijakan moneter dapat tercapai, bank sentral menggunakan
instrumen-instrumen kebijakan moneter seperti berikut:
a. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) : Operasi pasar
terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral untuk mengurangi
atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan dengan cara
menjual sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar
modal.
b. Kebijakan Diskonto (Discount Policy): Diskonto adalah pemerintah mengurangi
atau menambah jumlah uang beredar dengan cara mengubah diskonto bank
umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah uang beredar telah melebihi
kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral mengeluarkan keputusan untuk
menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang
keinginan orang untuk menabung.
c. Kebijakan Cadangan Kas : Bank sentral dapat membuat peraturan untuk
menaikkan atau menurunkan cadangan kas (cas ratio). Bank umum, menerima
uang dari nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito,
dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan
nasabah yang tidak boleh dipinjamkan.
d. Kebijakan Kredit Ketat : Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi
pemberiannya harus benar-benar didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character,
Capability, Collateral, Capital, dan Condition of Economy. Dengan kebijakan

4
kredit ketat, jumlah uang yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini
biasa diambil pada saat ekonomi sedang mengalami gejala inflasi.
e. Kebijakan Dorongan Moral (Moral Suasion) : Bank sentral dapat juga
memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai pengumuman, pidato, dan
edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku moneter lainnya. Isi
pengumuman, pidato dan edaran dapat berupa ajakan atau larangan untuk
menahan pinjaman tabungan ataupun melepaskan pinjaman. 1

1 Munawar Ismail,dkk, Sistem Ekonomi Di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 217-218

5
2.2 Bank Indonesia
2.2.1 Pengertian Bank Indonesia
Bank sentral merupakan lembaga yang memiliki peran penting bagi
perekonomian suatu negara. Seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian
dunia, setiap negara di dunia memiliki bank sentral. Oleh karena itu, fungsi, tujuan, dan
tugas yang dijalankan serta bagaimana operasi dan organisasi bank sentral merupakan
bagian penting yang harus diketahui.
Dari aspek usaha, bank sentral memiliki perbedaan dengan lembaga keuangan
yang lain. Apabila lembaga keuangan lain khususnya yang berbentuk badan usaha,
tujuan utamanya adalah memaksimalkan keuntungan, bank sentral sebagai lembaga
negara terkadang harus menanggung kerugian dalam melaksanakan tugasnya, hal
tersebut dilakukan agar masyarakat luas tidak mengalami kerugian yang lebih besar.

2.2.2 Riwayat Bank Indonesia


Perjalanan sejarah Bank Indonesia amatlah panjang dan berliku-liku, namun
secara singkat dapatlah kita lihat bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, lahir
pada 1 Juli 1953. Kelahiran Bank Indonesia ini didasarkan pada UU Pokok Bank
Indonesia atau UU No 11 Tahun 1953, hampir delapan tahun sesudah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Lahirnya Bank Indonesia ini merupakan hasil
nasionalisasi dari De Javasche Bank, sebuah bank Belanda yang pada masa kolonial
diberi tugas oleh pemerintah Belanda sebagai bank sirkulasi di Hindia Belanda. Jadi,
dapat dikatakan, De Javasche Bank inilah yang menjadi cikal bakal dari lahirnya Bank
Indonesia. Jika dilihat dari usia De Javasche Bank sudah lebih dari 172 tahun, karena
didirikan pada tahun 1828 dan dahulu berfungsi sebagai bank sirkulasi selain juga
melakukan kegiatan komersial.
De Javasche Bank kemudian ditetapkan menjadi bank sentral pada tahun 1949
berdasarkan hasil Konperensi Meja Bundar. Namun sebagai Bank Sentral saat itu, De
Javasche Bank juga tetap melakukan kegiatan komersial. Pada tahun 1953. De Javasche
Bank dinasionalisasi menjadi BANK INDONESIA yang juga ditetapkan sebagai Bank
Sentral. Tapi, seperti juga sebelumnya, Bank Indonesia juga tetap melakukan kegiatan
komersial. Dengan peran ganda yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada masa itu

6
tentu saja mengakibatkan perkembangan moneter yang tidak sehat bagi perkembangan
perekonomian.
Atas dasar keadaan tersebut, pada tahun 1968 melalui UU No 13 tahun 1968
tentang Bank Sentral, peran Bank Indonesia diubah lagi dan didudukkan secara murni
sebagai Bank Sentral. Hal ini berarti Bank Indonesia tidak melakukan kegiatan
komersial lagi selain menjalankan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan.
Dalam perkembangan selanjutnya, UU No. 13 Tahun 1968 dirasakan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi. Beberapa ketentuan dalam undang-
undang tersebut dalam kenyataannya belum memberikan jaminan yang cukup untuk
terselenggaranya fungsi suatu bank sentral yang independen. Penetapan status dan
kedudukan Bank Indonesia sebagai pembantu Pemerintah misalnya, membuka peluang
terjadinya campur tangan dari pihak luar yang pada gilirannya menyebabkan kebijakan
yang diambil menjadi kurang bahkan tidak efektif.
Dengan latar belakang tersebut, maka pada tanggal 17 Mei 2000 lahirlah
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968 yang
memberikan status dan kedudukan kepada Bank Indonesia sebagai suatu bank sentral
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak luar termasuk Pemerintah.

2.2.3 Tujuan Fungsi, Tugas, dan Wewenang Bank Sentral Republik Indonesia
Mengapa di suatu Negara didirikan bank sentral? Tahukan Anda apa tujuan
didirikannya bank sentral? Untuk mengetahui jawabannya, coba kalian amati bunyi
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana sudah disempurnakan terakhir
melalui UU Nomor 6 tahun 2009, tentang Bank Indonesia pasal 7 yang menyebutkan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.
Kestabilan nilai Rupiah itu terdiri atas dua aspek penting yaitu sebagai berikut.

1. Kestabilan terhadap barang dan jasa yang tercermin pada perkembangan laju
inflasi,

2. Kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan
nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap mata uang negara lain.

7
Bagan Tujuan Bank Sentral Republik Indonesia

Untuk di Indonesia, UU Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telali diamandemen


dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2009 pasal 4 bahwa Bank
Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. Lebih lanjut pasal 7 UU tersebut
menjelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah itu terdiri atas dua aspek, yaitu kestabilan terhadap
barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain (kurs). Kestabilan nilai
rupiah terhadap barang dan jasa tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan
kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan
nilai tukar (kurs) rupiah terhadap mata uang negara lain. Penetapan tujuan memelihara
stabilitas nilai rupiah memberikan batas tanggung jawab yang jelas bagi Bank Indonesia
dalam melaksanakan tugasnya dan dalam menetapkan sasaran yang harus dicapai.
Untuk mencapai tujuan dalam mencapai dan memeliharakestabilan nilai rupiah,
BI sebagaimana dijelaslkan dalam UU BI Pasal 8 bahwa BI mempunyai tiga tugas
sebagai berikut.
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c. Mengatur dan mengawasi bank
Adapun wewenang yang diberikan oleh undang-undang dalam rangka melaksanakan
tiga tugas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Wewenang terkait dengan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, meliputi:
- menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi;
- melakukan pengendalian moneter dengan tidak terbatas pada operasi pasar
terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing;

8
- menetapkan tingkat diskonto, menetapkan cadangan minimum, dan
mengatur kredit atau pembiayaan.
b. Wewenang terkait dengan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, meliputi:
melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran;

- mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan


laporan kegiatannya;

- menetapkan penggunaan alat/instrumen pembayaran.

c. Wewenang terkait dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, meliputi:

- menetapkan peraturan;

- memberikan dan mencabut izin atas lcelembagaan dan kegiatan usaha


tertentu dari bank;

- mengawasi bank baik secara individual maupim sebagai sistem perbankan;

- mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-


undangan.

2.2.4 Stabilitas Sistem Keuangan


Tugas Bank Indonesia di dalam mengatur dan mengawasi bank mulai 1 Januari
2014 memang dialihkan kepada OJK. Nainun demikian, disadari bahwa pencapaian
tujuan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas nilai rupiah tidak mungkin
dilakukan tanpa adanya stabilitas sistem keuangan. Stabilitas sistem keuangan
merupakan suatu kondisi dimana seluruh lembaga keuangan, pasar keuangan serta
sarana pendulomgnya memiliki ketahanan dan mampu mengatasi ketidakseimbangan
keuangan. Kondisi ketidakseimbangan keuangan bersumber dari proses intermediasi
yang mengalami gangguan.

9
Salah satu usaha untuk menjaga stabilitas sistem keuangan adalah melalui
kebijakan makroprudential. Hal tersebut dilakukan untuk menggantikan tugas mengatur
dan mengawasi bank yang sudah dialihkan dari Bank Indonesia kepada OJK. Apakah
yang dimaksud dengan kebijakan makroprudential? Kebijakan makroprudential secara
umum adalah kebijakan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik dalam rangka
memelihara keseimbangan sistem keuangan secara keseluruhan.
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan. Kelima peran utama tersebut adalah sebagai berikut.

1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter, antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia di
tun tut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan
berimbang.

2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga


keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga
perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Khusus terkait dengan peran kedua ini, UU Bank Indonesia mengamanahkan
untuk dimandatkan kepada OJK, hal tersebut diperkuat dengan lahirnya UU
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran


sistem pembayaran. Bank Indonesia inengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderimg
semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang
bersifat real time atau dikenal dengan natna sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement) yang dapat lebih meningkatkankeamanan dan kecepatan sistem
pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia
memilild informasi dan kealilian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam
sistem pembayaran.

4. Bank Indonesia melakukan fungsi riset. dan pemantauan. Hasil riset dan
pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi pihak terkait

10
dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam masalah dalam
sektor keuangan.

5. Bank Indonesia memililki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangan


melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi
LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
mengelola krisis giuia menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal
maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi
masalah likuiditas dan berpotensi memicu teijadinya krisis yang bersifat
sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang
mengalami kesulitan likuiditas temporer, nainun masih memilild kemampuan
untuk membayar kembali.2

2.3 Otoritas Jasa Keuangan


2.3.1 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah
lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi.
Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari
ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di
sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai suatu lembaga
pengawasan sektor keuangan di Indonesia yg perlu diperhatikan, karena ini harus
dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa
Keuangan tersebut. Pada dasarnya OJK mempunyai fungsi dan tujuan dalam
pembentukannya, seperti yang sudah dijelaskan dalam pengertian OJK sendiri.

Adanya OJK, fungsi pengawasan lembaga keuangan baik bank maupun bukan bank
akandiambil alih OJK. Sementara Bank Indonesia sebagai Bank Sentral hanya berperan
sebagairegulator kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas moneter. Dengan demikian
pembentukanOJK akan berdampak pada perubahan atas empat peraturan perundang-

2 M.Sulhan dkk, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm
19-37

11
undangan terkait denganasuransi, pasar modal, perbankan, serta Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuanganlainnya.

2.3.2 Fungsi Otoritas Jasa Keuangan

a. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan

b. Menjaga stabilitas sistem keuangan.

c. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yg sama seperti sekarang.

d. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh
lembaga baru.

2.3.3 Tujuan Dalam Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan:


a. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara
berkelanjutan, konsisten, dan transparan dgn mempertimbangkan kebijakan
umum pemerintah di bidang perekonomian.
b. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
c. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya
manusia dan ahli yang mencukupi. 3

2.3.4 Pengaturan Dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan & Bank Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap :

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

3 Muhammad Shollahuddin, Lembaga Keuangan dan Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm
335-337

12
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga


Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK
mempunyai wewenang:

1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:


a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. Sistem informasi debitur;
d. Pengujian kredit (credit testing); dan
e. Standar akuntansi bank;
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
a. Manajemen risiko;
b. Tata kelola bank;
c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
4. Pemeriksaan bank.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

13
i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.4

2.4 Perbedaan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan

Sebagai masyarakat umum yang kurang paham dalam bidang keuangan banyak
yang tidak mengetahui apa perbedaan tugas Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya berbagi
kewenangan dimana saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan memerlukan kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil
alih tugas, perbedaaan BI dengan OJK adalah BI berperan sebagai pengawas aspek
makroprudensial dan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial.
Pada awal tahun 2014 oleh Agus Martowardojo selaku Gubernur BI di kantor
Presiden, Jakarta menyebutkan “Pada saat OJK menerima pengalihan pengawasan
perbankan dari BI, OJK akan lebih mengawasi aspek mikroprudensialnya, sedangkan
umum tetap ada di BI dari segi makroprudensial, namun tidak bisa betul-betul
dipisahkan karenanya perlu ada sinergi dimana implementasi pengawasan
mikroprudensial dan makroprudensial itu perlu dilakukan dengan baik”. Dari sini bisa
kita tangkap tugas BI berfokus menjaga stabilitas keuangan contohnya aturan batas
minimal uang muka kredit kendaraan bermotor, pemilikan rumah serta aturan giro wajib
minimum (GWM), sedangkan tugas OJK lebih kepada pengaturan dan pengawasan
individual perbankan atau lembaga keuangan. Contoh kasus yang ditangani oleh OJK
yakni kasus tindak pidana perbankan, baik dari sisi nominal, kepengurusan bank,dan
kualitas sumberdaya manusianya.5

4 http://kaguralagoe.blogspot.co.id/2014/10/otoritas-jasa-keuangan.html
5 http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/bi-dan-
publik/kebanksentralan/Documents/4be5b38ff75b4cb2b4107fd20f047e0bBIApaSiapadanBagaimana.pdf

14
2.5 Studi Kasus

Dalam topic ini yaitu tetang Bank Indonesia dan OJK saya mengambil kasus
dari Bank century. Mengapa saya mengambil kasus tersebut karena:
Pertama pada awlanya kasus ini ditangani oleh Bank Indonesia dan BAPPEPAM karena
pada saat itu otoritas jasa keuangan (ojk) belum dibentuk. Pada saat krisis moeter bank
Indonesia harus memberikan dana talangan kepada 48 bank dengan jumlah 147,7
triliun. Terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun yang merugikan Negara.
Kemudian pemberian dana talangan sebesar 6,762 triliun yang dianggap tidak sesuai
prosedur yang berlaku untuk menyelamatkan Bank Century yang dianggap dapat
menimbulkan krisis secara sistemik, dan pengelapan milyaran dana nasabah
CITIBANK. Kasus tersebut dapat diindikasikan adanya kelengahan pengawasan yang
dilakukan Bank Indonesia. Kasus perbankan itu telah cukup membuktikan bahwa BI
sudah kecolongan dalam praktik-praktik perbankan yang merugikan Negara.
Kedua agar kasus bank sentury tidak terulang lagi oleh bank-bank lain di
indonesia pemeritah membentuk otoritas jasa keuangan (ojk). Ojk disini mengambil alih
peran BI sebagai Pengawas Bank. Namuan pada saat kasus krisis moneter yang
melibatkan beberpa bank dan terutamnya bank century disini bank Indonesia masih ikut
campaur dalam masalah yang seharusnya diselesaikan oleh OJK. Padahal seharusnya BI
hanya mengurus bank dan moneter saja. Dan perbankan menjadi uruan dari OJK dan
didalamnya ada BAPPEPAM.

Solusi
Dalam mengatasi kasus diatas sebaikya BI dan OJK melakukan kerjasama dan tidak
usah berebut dalam menangani kasus bank century.
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia
dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan, antara lain: \
- Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
- Sistem informasi perbankan yang terpadu;
- Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan
pinjaman komersial luar negeri;
- Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
- Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important banks; dan

15
- Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
- OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan
memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Dengan adanya pengambil alihan pengawasan perbankan dari dari BI ke
OJK.Tidak serta merta BI dan OJK tidak bekerja sama.Sebab fungsi BI sebagai lender
of the last resort harus memiliki data yang mumpuni tentang sektor keuangan
(perbankan) yang dipegang oleh OJK.Kedua lembaga yang independent ini harus dapat
saling bahu-membahu dan dapat terintegrasi untuk menciptakan sebuah sistem
keuangan yang baik dan aman.Terutama dengan semakin menjamurnya berbagai
lembaga keuangan ditengah perekonomian Indonesia yang cukup baik.Dan BI dan OJK
juga harus lebih kuat dalam mengawasi sistem keuangan Indonesia terutama menjelang
Asean Economic Community tahun 2015 dimana adanya arus pasar bebas di
ASEAN.BI dan OJK harus mampu menciptakan perbankan yang siap bersaing secara
global dan mampu ekspansi keluar Indonesia.

16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan moneter adalah langkah pemerintah dalam hal ini bank sentral (Bank
Indonesia) untuk mengatur ketersediaan uang yang beredar demi kestabilan keuangan
perekonomian (moneter) negara. Kebijakan Moneter terbagi kedalam dua jenis:
Kebijakan Moneter Ekspansif dan Kebijakan Moneter Kontraktif. Tujuan dari kebijakan
moneter yaitu Menjaga Stabilitas Ekonomi , Menjaga Stabilitas, Meningkatkan
Kesempatan Kerja dan Memperbaiki Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca
Pembayaran. Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri dari: Kebijakan Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation), Kebijakan Diskonto (Discount Policy,
Kebijakan Cadangan, Kebijakan Kredit, dan Kebijakan Dorongan Moral (Moral
Suasion) .
Bank sentral merupakan lembaga yang memiliki peran penting bagi
perekonomian suatu negara. Seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian
dunia, setiap negara di dunia memiliki bank sentral. Oleh karena itu, fungsi, tujuan, dan
tugas yang dijalankan serta bagaimana operasi dan organisasi bank sentral merupakan
bagian penting yang harus diketahui. Sejarah Bank Indonesia amatlah panjang dan
berliku-liku, namun secara singkat dapatlah kita lihat bahwa Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral, lahir pada 1 Juli 1953. Kelahiran Bank Indonesia ini didasarkan pada UU
Pokok Bank Indonesia atau UU No 11 Tahun 1953, hampir delapan tahun sesudah
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Lahirnya Bank Indonesia ini merupakan
hasil nasionalisasi dari De Javasche Bank, sebuah bank Belanda yang pada masa
kolonial diberi tugas oleh pemerintah Belanda sebagai bank sirkulasi di Hindia Belanda.
Tugas dari bank sentral sebagai berikut: Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mone
ter; Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta Mengatur dan mengawa
-si bank. Salah satu usaha untuk menjaga stabilitas sistem keuangan adalah melalui
kebijakan makroprudential. Hal tersebut dilakukan untuk menggantikan tugas mengatur
dan mengawasi bank yang sudah dialihkan dari Bank Indonesia kepada OJK. Apakah
yang dimaksud dengan kebijakan makroprudential? Kebijakan makroprudential secara
umum adalah kebijakan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik dalam rangka
memelihara keseimbangan sistem keuangan secara keseluruhan.

17
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah
lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi.
Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari
ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di
sektor perbankan dan keuangan lainnya. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan: Mengawasi
aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan, Menjaga stabilitas
sistem keuangan, Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yg sama seperti
sekarang, Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang
oleh lembaga baru. Tujuan Dalam Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan: Untuk
mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan,
konsisten, dan transparan dgn mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di
bidang perekonomian, Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis dan
Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan
ahli yang mencukupi.
Pengaturan Dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan & Bank Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan.
Perbedaan Bank Indonesia dengan OJK yaitu Sebagai masyarakat umum yang
kurang paham dalam bidang keuangan banyak yang tidak mengetahui apa perbedaan
tugas Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya berbagi kewenangan dimana saat masa pengalihan
pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan memerlukan
kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil alih tugas, perbedaaan BI dengan OJK
adalah BI berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial dan OJK berperan sebagai
pengawas mikroprudensial.

18

Anda mungkin juga menyukai