Anda di halaman 1dari 45

Produk dan Jasa Perbankan Syariah

23 Sepember 08 | 21:54

Pembaca Suara Komunitas yang budiman, ini ada artikel tentang Produk Jasa Perbankan
Syariah. Semoga bermanfaat.

Pendahuluan

Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perabankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama
islam untuk memungut atau meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan untuk melakukan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram ( missal
usaha perjudian) dimana hal ini tidak dapat dijamin dalam sistem perbankan konvensional.

Adapun Bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan operasinya dengan sistem hukum
islam (syariah). Fungsinya sama dengan bank konvensional yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang dan jasa keuangan lainnya, tetapi yang membedakan adalah cara operasi,
produk, kesepakatan, dan sistemnya.

Berkembangnya bank-bank syariah di Indonesia dimulai sejak awal tahun 1990-an. Di Indonesia
pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalah Indonesia. Berdiri tahun 1992, bank ini
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukunagan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Saat ini keberadaan
bank syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Meskipun bank syariah telah berdiri sejak awal tahun 1990-an, namun keberadaanya masih
kurang diminati masyarakat pada umumnya. Hal ini mungkin berkaitan dengan kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap produk atau jasa yang ditawarkan dari bank-bank syariah
tersebut dan atau kurangnya sosialisasi dari produk dan jasa tersebut.Padahal dalam kaitanya
dengan produk dan jasa, ada perbedaan yang menyolok antara prinsip-prinsip pada produk dan
jasa bank syariah dengan prinsip dalam produk dan jasa bank konvensional. Makalah ini akan
mencoba membahas mengenai produk dan jasa bank syariah.

Prinsip Dasar Perbankan Syariah

Ada prinsip-prinsip dalam bank syariah yang membedakanya dengan bank konvensional, antara
lain :

1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-wadi’ah)

Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendakinya. Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima
simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk
giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut
menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat
jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain. Dalam dunia
perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi
kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya merangsang semangat
masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank.

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)

Pada dasarnya prinsip ini terbagi atas :


a) Al-Mudharabah

Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pola transaksi
mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi
penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada
sisi pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja.

b) Al-Musyarakah

Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para
pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha
tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem ini, terkandung
apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila
Anda memiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan produk
al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-sama
memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank
syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati
bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.

3. Prinsip Al-Murabahah

Dalam skim ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan
Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan
dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di
sektor perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. Dalam sistem bank syariah,
tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan
menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah
akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada
Anda. Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda,
harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk
keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus Anda
bayarkan relative lebih tetap.

Produk-Produk Perbankan Syariah

Secara garis besar produk perbankan syariah terbagi atas produk penyaluran dana,
penghimpunan dana dan produk jasa. Adapun penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut :

1. Penghimpun Dana

Penghimpun dana atau yang sering disebut dengan sumber dana pada bank syariah terdiri dari
beberapa sumber antara lain, yaitu wadiah (modal), titipan, investasi dan investasi khusus.

· Wadiah, yaitu sejumlah titipan murni dari satu pihak kepada bank dan bank harus menjaganya
akan penitip berhak mengambilnya kapanpun ia mau. Konsep wadiah yang dipakai dalam
perbankan syariah adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.
Dalam konsep ini bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank
bertanggungjawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
· Investasi, yang dimagsud disini adalah mudharabah mutlaqoh. Yaitu mudharabah yang tidak
disertai pembatasan penggunaan dana dari shokhibul mal.

· Investasi khusus terbagi atas mudaharabah muqoyyadah on balance sheet dan mudharabah
muqoyyadah of balance sheet.

- Mudharabah muqoyyadah on balace sheet adalah aqad mudharabah yang disertai dengan
pembatasan penggunaan dana dari shakhibul mal untuk investasi-investamdharabah si tertentu.

- Mudharabah muqoyyadah of balance sheet adalah bank bertindak sebagai perantara


(arranger) yan mempertemukan nasabah pemilik modal dengan nasabah yang akan menjadi
mudharib.

· Wakalah, adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada bank
sebagai pihak kedua dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu. Contohnya transfer uang,
inkaso, dll.

2. Penyaluran Dana

Penyaluran dana pada bank syariah dilakukan dengan berbagai cara yang masing-masing
memiliki prinsip akad yang berbeda pula, antara lain :

a. Ba’I (Jual Beli)

Ada tiga jenis jual beli yang dijadikan dasar modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah,
Yaitu :

· Ba’I Murabahah, yaitu transaksi jual beli dimana bank mendapat sejumlah keuntungan,sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli.

· Ba’I Salam, yaitu transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada sehingga barang yang
menjadi objek diserahkan secara tangguh.dalam hal ini bank menjadi pembeli dan nasabah
menjadi penjual.

· Ba’I Istisna, yaitu sama dengan salam hanya saja dalam pembayaranya bank membayar
dengan beberapa kali pembyaran

b. Ijarah (Sewa)

Secara prinsip ijarah ini sama dengan jual beli, hanya saja yang menjadi objek adalah
manfaatnya. Pada akhir masa sewanya dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil
manfaatnya salam mas sewa akan dijual belikan antara bank dan nasabahyang menyewa (Ijarah
muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).

c. Syirkah

Syirkah adalah produk pembiayaan bank syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil.
Syirkah ini terdiri atas :

· Al-Musyarokah, merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kera sama ini para
pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak
berwujud untuk menjadi modal proyek kerja sama untuk dikelola bersama-sama pula.

· Al-Mudharabah, merupakan bentuk spesifik dari musyarokah. Dalam mudharabah salah satu
pihak berfungsi sebagai shokhibul mal (pemilik modal) dan pihak lain berpera sebagai mudharib
(pengelola).
d. Akad Pelengkap

Untuk memudahkan pelaksanaan pembiayaan diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini
ditujukan untuk mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Akad
pelengkap terdiri atas :

· Hiwalah, adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah, fasilitas
hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
usahanya, sedangkan bank mendapatkan ganti biaya atas jasa.

· Rahn, biasa dikenal dengan gadai. Tujuan dari akad ini adalah memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

· Qardh, adalah pinjaman uang. Piak bank memberikan sejumlah pinjaman uang kepada
nasabah dengan pelunasan yang ditentukan.

· Wakalah, adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada bank
sebagai pihak kedua dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu. Contohnya transfer uang,
inkaso, dll.

· Kafalah, adalah bank yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran. Bankdapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk
fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat juga menerima uang tersebut dengan prinsip wadiah, bank
mendapatkan biaya pengganti atas jasa yang diberikan.

3. Jasa Perbankan

Bank syariah dapat meklaukan pelayanan jasa perbankan kepada para nasabahnya dengn
mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut natara lain
berupa :

· Sharf (Jual beli valuta asing), islam membolehkan jual beli valuta asing baik pada matauang
yag sejenis mauoun yang tidak sejenis tetapi dengan ketentuan jual beli tersebut dilakukan
dalam waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valta asing ini.

· Ijarah (sewa), sebagaimana telah dielaskan seperi diatas bahwa Secara prinsip ijarah ini sama
dengan jual beli, hanya saja yang menjadi objek adalah manfaatnya. Pada akhir masa sewanya
dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya salam mas sewa akan dijual
belikan antara bank dan nasabahyang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan).

· Pengiriman uang (Transfer) antar bank dan kliring

Jasa transfer dan kliring sudah biasa diindustri perbankan. Jasa ini mempermudah transaksi
yang dilakukan oleh pengguna (nasabah maupun bukan dengan bank lain. Atas jasa ini, bank
mengenakan biaya tertentu sesuai ketentuan pihak bank sendiri

· Penggunaan ATM bersama dengan bank lain

Penggunaan ATM bersama dengan bank lain akan memudahkan baik nasabah bank tersebut
maupun nasabah bank lain dalam melakukan transaksi-transaksi keuangan. Imbalan yang
diterima bank biasanya berupa biaya pertransaksi.

· Pembayaran dan pembelian beberapa produk via bank. Ketersedian layanan yang
memudahkan nasabah dalam berbagai kegiatan merupakan salah satu daya tarik bank. Saat ini,
banyak bank yang telah bekerja sama dengan pihak lain dalam memberikan kemudahan
pembayaran dan pembelian produk-produk tertentu, seperti pembayaran telepon, pajak, listrik,
biaya sekolah, pembelian voucher telepon pra bayar, premi asuransi dan angsuran pinjaman /
hutang. Dari transaksi ini, bank memperoleh keuntungan berupa tambahan likuiditas semu dan
fee tertentu sesuai kesepakatan bank dengan pihak lain tersebut

Perbedaan Produk Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

Perbedaan Bank Syariah Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung di bank syariah dengan
yang berlaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank
syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara
umum. Akan tetapi bila diamati lebih dalam terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara
keduanya.

Perbedaan pertama terletak pada akadnya. Pada bank syariah, semua transaksi harus
berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus
mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank
konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito,
berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah,
misalnya wadi’ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan
dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.

Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan
konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di
muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank.
Oleh karena itu bank harus “menjual” kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga
yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah
perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang
dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka
dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar. Sedangkan
bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank
disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua,
untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.

Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/ pembiayaan. Para penabung di bank konvensional
tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-
haram bisnis tersebut. Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat
dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh
ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain
yang tidak sesuai dengan syariah.

Kesimpulan

Salah satu kendala yang dihadapi dunia perbankan syariah adalah kurang dikenalnya produk-
produk perbankan syariah oleh masyarakat. Hal ini mungkin karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang produk mapun jasa perbankan syariah sehinga masyarakat enggan untuk
memanfaatkanya.

Pada dasarnya prinsip dasar pada produk-produk perbankan syariah adalah terbagi kedalam
prinsip simpanan yang biasa disebut dengan prinsip wadiah, prinsip bagi hasil (profit sharing)
yang terbagi atas prinsip mudharabah dan murabahah. Dan prinsip murabahah.

Produk perbankan syariah secara garis besar terdiri atas produk penghimpun dana, produk
penyaluran dana dan jasa perbankan.

Setidaknya ada tiga karakteristik produk perbankan syariah yang membedakanya dengan
produk bank konvensional. Petama, adalah akadnya. Semua transaksi dalam perbankan syariah
harus dilandasi dengan akad. Kedua, adalah pada imbalan yang diberiakan. Pada perbankan
syariah menggunakan prinsip bagi hasil bukan bunga. Karakeristik ketiga adalah pada sasara
kredit atau pembiayaan. Pada perbankan syariah pembiayaan harus pada kegiatan yang sesuai
dengan syariat islam.

Daftar Pustaka

Heri Sudarsono, 2005, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Deskriptip dan Ilustratip),
Yogyakarta, Penerbit Ekonisia

http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah

http://suherilbs.files.wordpress.com/2007/12/dampak-pengembangan-sukuk-terhadap-
perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia.doc

http://Blogdetik.com/produk-syariah/sannicommunity/March 28, 2008

http://hukumonline.com//Perbankan&keuangan-bank-syariah, oleh mahawisnu alam/ 22 april


2008

http://sinarharapan.com//prinsip-dasar-perbankan-syariah

(Makalah ini telah dipresentasikan dalam mata kuliah LEmbaga Keuangan dan PErbankan Islam
pada jurusan Keuangan Islam Universitas ISlam NEgeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Latar Belakang

Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah menunjukkan trend


perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam
memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik
(Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend
positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan
konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada
awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar, 2002).
Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan
ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga
besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.

Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing
menawarkan pembagian hasil usahadengan perhitungan pendapatan/keuntungan
bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama
operasional usaha. Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang
menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross
profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang
menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat
menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha
ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi
investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap
mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diketahui bahwa konsep bagi
hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah dan konvensional memiliki
perbedaan dalam keuntungan yang diperoleh dalam pembiayaan/investasi usaha
produktif yang dikembangkan kreditur. Profit sharing dan revenue sharing
merupakan pengganti bunga dalam perbankan konvensional.

Perumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan Perbankan Syariah?


2. Bagaimana produk-produk tentang perbankan syariah?

Tujuan Pembahasan

1. Agar Mengetahui Pengertian Tentang Perbankan Syariah.


2. Agar Mengetahui Produk-Produk dari Perbankan Syariah.

PEMBAHASAN

Perbankan Syariah

Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah
dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya
dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank
konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank
konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun
harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk
dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank
syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

1. Al-wadi’ah (Simpanan)
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
3. Bai’al Murabahah
4. Bai’as-Salam
5. Bai’al Istishna’
6. Al-Ijarah (Leasing)
7. Al-Wakalah (Amanat)
8. Al-Kafalah (Garansi)
9. Al-Hawalah
10. Ar-Rahn

Secara spesifik risiko-risiko yang akan menyebabakan bervariasinya tinngkat


keuntungan bank meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan tingkat bunga, dan risiko
modal. Namun demikian, bank syariah tidak akan menghadapi risiko bunga,walapun
di lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di
pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya risiko berpindah ke bank
konvensional.

Produk Perbankan Syariah

Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan
nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja
bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik
terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah
tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

1. Al-wadi’ah (Simpanan)

Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan
murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang
harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.Penerima
simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan
selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan
dalam memelihara barang titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu
meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang
menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip
yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan
pada produk rekening giro. Wadh’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah.
Dalam wadi’ah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi,
sedangkan dhamanah yang dititipi (bank) boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimanan nasabah meminjamkan uang
kepada bank. Pemilik dana tidak mendapat imbalan tapi insentif yang tidak
diperjanjikan. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan
(mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk
simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil


a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal
dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.

Al-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan


proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan
dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai
dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang
dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi
seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

b. Al-mudharabah
Pengertian Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian
diantara dua belah pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-
mal atau al-mal), memercayakan kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha),
untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Apabila mengalami kerugian maka
akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
pengelola, maka sipengelolalah yang bertanggug jawab.Dan didalam prktiknya
mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:

a) mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak
lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi
usaha dan daerah bisnis.

b) mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di


mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk


pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan
mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau
tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito
spesial yang dititipkan.

Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran ganda dari
mudharib, yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari
rabb al- mal dalam setiap transaksi yang ia lakukan pada harta mudharabah.
Mudharib kemudian menjadi mitra dari rabb al-mal ketika ada keuntungan.
c. Al-muzara’ah
Pengertian AI-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap
untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation
atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan
penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari
hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.

d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza’arah yaitu penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana
dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen
pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap.

3. Bai’al Murabahah
Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih
dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang
diinginkannya.

Sebagai contoh harga pokok barang “X” Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan
adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai’al-
Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru
kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai’al-
Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri
maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
4. Bai’as-Salam
Bai’as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui
terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus
dalam bentuk uang.

5. Bai’al Istishna’
Bai’ Al istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’assalam, oleh karena itu
ketentuan dalam Bai` Al istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam.
Pengertian Bai’ Al istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan
produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau
sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat
dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau
secara angsuran per bulan atau di belakang.

6. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing,
baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian
mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan
yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.

8. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan
sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia
perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

9. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang
dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal
dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti
jaminan utang atau gadai.

Selain itu produk pemberian jasa lainnya, seperti:


Jasa penerbitan L/C
Jasa Transfer
Jasa Inkaso
Bank Garansi
Menerima Zakat, Infak, dan Sadaqoh (untuk disalurkan)

PENUTUP

Kesimpulan

Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah
dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya
dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank
konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank
konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun
harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk
dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank
syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
3. Bai’al Murabahah
4. Bai’as-Salam
5. Bai’al Istishna’
6. Al-Ijarah (Leasing)
7. Al-Wakalah (Amanat)
8. Al-Kafalah (Garansi)
9. Al-Hawalah
10. Ar-Rahn
Secara spesifik risiko-risiko yang akan menyebabakan bervariasinya tinngkat
keuntungan bank meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan tingkat bunga, dan risiko
modal. Namun demikian, bank syariah tidak akan menghadapi risiko bunga,walapun
di lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di
pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya risiko berpindah ke bank
konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2002),cetakan keenam., Hlm 177
Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya.,Ibid,., Hlm 179-180
Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya.,Ibid,., Hlm183
MervvynLewis dan Latifa Algaoud,Perbankan Syariah
Prinsip,Praktik,Prospek,(Yakarta:Serambi,2001).Hlm 66.
Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya.,Ibid,., Hlm184
Ibid,., Hlm 185
MervvynLewis dan Latifa Algaoud,Perbankan Syariah Prinsip,Praktik,Prospek, Ibid
Hlm 67

Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya.,Ibid,., Hlm185Sumber :


http://didiklaw.blogspot.com/2014/05/perbankan-syariah-dan-produk-produknya.html
Posts tagged ‘Produk Penghimpunan Dana di bank syariah’
Buku Saku Perbankan Syariah (3/4)
BAB IV. PRODUK PERBANKAN SYARIAH
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran
Dana, (II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.
4.1. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah
terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip
jual beli.
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip
sewa.
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi
bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini
adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan
istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori
ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan
prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang
disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini
adalah musyarakah dan mudharabah.
4.1.1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi
bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang seperti:
a. Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah. Murabahah berasal dari
kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga
jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad
jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam
perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil).
Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan
secara tangguh.
b. Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh
karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip
jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan
barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada rekanan nasa¬bah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara
cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah
keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan
(bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak
harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam
akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau
secara cicilan.
Ketentuan umum Salam:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam,
ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A”
dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
• Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah
(produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah
diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
• Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan
(inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga
(pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini
disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum:
• Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah.
Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan
harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

4.1.2. Prinsip Sewa (Ijarah)


Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.

4.1.3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah:
a. Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat
atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama
untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam
golongan musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih
dima¬na mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang
perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill),
kepemilikan (property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten
atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi
masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat
fleksibel.

Ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-
sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang
dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek
musyarakah tidak boleh melakukan tindak¬an seperti:
• Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
• Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
• Memberi pinjaman kepada pihak lain.
• Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau di¬gantikan oleh pihak lain.
• Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
¥ Menarik diri dari perserikatan
¥ Meninggal dunia,
¥ Menjadi tidak cakap hukum
• Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui
bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan
porsi kontribusi modal.
• Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah
mengembalikan dana terse¬but bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah
yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan
kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen
proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung
jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul
maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba
optimal.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi
atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya
berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau
lebih. musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan
(uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan.
Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan
setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan
pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.

Ketentuan umum:
• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan
tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila
modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
• Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua
cara:
¥ (Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
¥ (Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
• Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu
yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri
urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau
membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewa¬jiban, dapat dikenakan sanksi
administrasi.
Mudharabah Muqayyadah
Karakteristik mudharabah muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas.
Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan
permintaan pemilik modal.
4.1.4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap.
Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah
fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk
mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas
kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang
dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya
kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena
kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya.
Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

b. Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :
• Milik nasabah sendiri.
• Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
• Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat
menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak
barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah
harus bertanggungjawab.
Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas
perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank.
Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka ke-lebihan tersebut menjadi milik
nasabah. Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi
keku¬rangannya.
c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,
yaitu :
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan
untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya
sebelum keberangkatannya ke haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah
diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan
memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau
bagi hasil.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank me¬nyediakan fasilitas ini untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya
secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
d. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso
dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.
Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka
penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam,
ijarah, mudharabah, atau musyakarah.
Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan
karena force majeure menjadi tanggung jawab nasabah.
Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-masing bank tidak boleh bertindak
sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain, kecuali dengan seizin nasabah.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank.
Setiap tugas yang dilakukan ha¬rus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh
bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan
kesepakatan bersama.
Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah
dengan bank.
e. Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana
untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan
prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
4.2. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadi’ah dan mudharabah.
4.2.1. Prinsip Wadiah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah
amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan
dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan
harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad
dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai
yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti yang
dilakukan Zubair bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman Rasulullah SAW’.
Ketentuan umum dari produk ini adalah:
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank
dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai sua¬tu insentif untuk
menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
• Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran
dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet
giro, dan debit card.
• Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi
untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4.2.2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang
telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan
pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang
disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah,
maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi2.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang
akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada
produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi
tiga yaitu:
a. Mudharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua
jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah. Berda¬sarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan umum dalam produk ini adalah:
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan; maka hal tersebut
harus dicantumkan dalam akad.
• Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk
deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet)
deposito kepada deposan.
• Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian
yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
• Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti
de¬posito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpan¬jangan otomatis maka tidak
perlu dibuat akad baru.
• Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya
disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digu¬nakan dengan akad
tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
• Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus di¬ikuti oleh bank wajib
membuat akad yang mengatur persyarat¬an penyaluran dana simpanan khusus.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut
harus dicantumkan dalam akad.
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya.
• Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan
(bilyet) deposito kepada deposan.
c. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana
usahanya, dimana bank ber¬tindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara
pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan
pelaksana usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam
rekening administratif.
• Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan
oleh pemilik dana.
• Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik
dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
4.2.3. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul.
Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
4.3. Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan
mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :
4.3.1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang
tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank
mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
4.3.2. ljarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-
laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
baca sebelumnya :
Buku Saku Perbankan Syariah (1/4)
Buku Saku Perbankan Syariah (2/4)
baca selanjutnya :
Buku Saku Perbankan Syariah (4/4)
sumber:Sumber : http://www.scribd.com/doc/11839097/Buku-Saku-Perbankan-Syariah
PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
A. Produk-Produk Pembiayaan
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat, bank syariah
menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:
1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syari’ah yaitu :
a. Bai’ Al-Murabahah
Murabahah (al-ba’i bitsaman ajil) lebih dikenal sebagai Murabahah berasal dari kata ribhu
(keuntungan). Ba’i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak
harus menyepakati harga jual dan jangka w aktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Dalam perbankan, Murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman
ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran
dilakukan secara tangguh/cicil. Bai’ al-Murabahah dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan usaha (modal kerja dan investasi seperti pengadaan barang modal: mesin,
peralatan dan lain-lain) dan kebutuhan perorangan
Syarat Bai’ al-Murabahah
a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual
c. Membatalkan kontrak
Skema Bai’ Al-Murabahah

1. Negosiasi dan Persyaratan

2. Akad Jual Beli

6. Bayar
5. Terima
3. Beli Barang 4. Kirim Barang &
Dokumen

b. Pembiayaan Salam
Bai’ As-Salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan dimuka.
Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini
kuantitas, kualitas, harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara
pasti.
Rukun Bai’ As-Salam:
a. Muslam (Pembeli)
b. Muslam ilai (penjual)
c. Modal atau uang
d. Muslam fiih (barang)
e. Sighat atau ucapan
Syarat Bai’ as-Salam:
a. Berkaitan dengan modal transaksi bai’ as-salam, maka modal transaksinya harus diketahui
dan berbentuk uang tunai serta pembayaran salam harus dilakukan di tempat kontrak.
b. Berkaitan dengan barang, maka barang
– Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
– Harus bisa di identifikasi secara jelas
– Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari, namun
mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan barang segera.
– Dibolehkan menentukan tanggal waktu dimasa datang untuk penyerahan barangnya.
– Tempat penyerahan barang harus disepakati pihak-pihak yang berakad.
– Tidak dibolehkan mengganti barang dengan barang lain yang berbeda. Tetapi jika barang
tersebut diganti dengan barang lain yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, hal
tersebut dibolehkan.
Skema Bai’ As-Salam

Skema Bai’ As-Salam Paralel

Ketentuan umum Salam :


– Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam,
ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton cabe merah keriting dengan harga Rp.
10.000-/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
– Apabila hasil produksi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan akad maka nasabah
(produsen) harus bertanggung jawab, dengan cara antara lain mengembalikan dana yang
telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
– Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan
(inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga
(pembeli kedua). Mekanisme seperti ini disebut dengan salam paralel.
c. Pembiayaan Istishna
Transaksi bai’ al-istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Lalu pembuat barang
berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang
telah disepakatai dan menjualnya kepada pembeli akhir. Menurut jumhur fuqaha ,
merupakan suatu jenis khusus dari akad bai’ as-salam. Dengan demikian, ketentuan bai’ al-
istishna mengikuti ketentuan dan aturan bai’ as-salam.
Istishna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.
Skema Bai’ al-Istishna

Ketentuan Umum :
– Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah.
Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan
harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
2. Prinsip Sewa (Ijaroh)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Transaksi Ijaroh dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijaroh
sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya.
Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada Ijaroh objek transaksinya
adalah jasa.
Skema al-Ijarah

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya pada nasabah.
Karena itu dalam perbankan Syariah dikenal Ijaroh Muntahhiyah Bittamlik (sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad
utama, yaitu:
Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :
a. Pembiayaan Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musyarakah (Syirkah atau Syarikah atau serikat
atau kongsi). Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama
untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Jenis-Jenis Al-Musyarakah:
a. Musyarakah pemilikan. Tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Musyarakah akad, tercipta dengan adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian.
Syirkah akad dibagi menjadi:
– Syirkah al-’Inan
– Syirkah Muwafadhah
– Syirkah A’maal
– Syirkah Wujuh
– Syirkah al-Mudharabah

Ketentuan umum :
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek Musyarakah dan dikelola bersama-
sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang
dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek
musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti :
• Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
• Menjalankan proyek Musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
• Memberi pinjaman kepada pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat dianggap mengakhiri kerjasama apabila; Menarik diri dari
perserikatan, meninggal dunia aau menjadi tidak cakap hukum
Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui
bersama, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan
porsi kontribusi modal.
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Skema al-Musyarakah

b. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak dimana pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(mudharib).
Rukun Mudharabah:
a. Ada shahibul maal (modal/nasabah)
b. Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c. Adanya amal (usaha/pekerjaan)
d. Adanya hasil (bagi hasil/keuntungan) dana.
e. Adanya aqad (ijab-qabul)
Syarat-syarat mudharabah:
a. Modal/barang yang diserahkan ini berbentuk uang tunai
b. Modal harus diketahui dengan jelas
c. Keuntungannya harus jelas persentasenya
d. Melafazkan ijab dari pemilik modal
Jenis-jenis Mudharabah:
a. Mudharabah Muthlaqah yakni kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah yakni kerja sama antara shahibul maal dan mudharib dimana
terdapat pembatasan atas jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Ketentuan umum :
• Jumlah modal yang diserahkan kepada Mudharib harus diserahkan tunai, dapat berupa
uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam jumlah satuan uang.
• Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua
cara :
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
• Hasil usaha dibagi dalam prosentase yang disetujui dalam akad, pada setiap bulan atau
waktu yang disepakati.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
Skema Al-Mudharabah

B. Kombinasi Produk Pembiayaan


Kombinasi produk pembiayaan dilakukan sebagai proses kreativitas dari Bank Syariah dalam
mengembangkan produk perbankan Syariah :
• Hawalah Wal IMBT adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mentake over
pembiayaan dari bank lain dengan syarat :
Penggunaan Hawalah jika untuk menutupi pokoknya saja dari Bank lain, sedangkan IMBT
dilakukan dimana nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan
diambil manfaatnya atau kegunaannya dan mengindari bai al innah
• Qard Wal IMBT adalah akad kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mentake over
pembiayaan dari bank lain dengan syarat. Penggunaan Qard apabila menutup bunga dan
pokoknya dari Bank lain, namun harus diingat bank tidak boleh mengambil keuntungan dari
aqad ini hanya boleh mendapatkan biaya administrasi (Fee Ujrah), sedangkan IMBT
dilakukan dimana nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan
diambil manfaatnya atau kegunaannya dan menghindari bai al innah
• Wakalah bil Ujrah adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas
pembiayaan L/C, dimana nasabah memiliki dana yang cukup
Wakalah bil Ujrah dan Qard kombinasi tiga akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas
pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya
• Wakalah bil Ujrah dan Musyarakah kombinasi tiga akad yang yang dilakukan untuk
memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya dan berlaku
pembiayaan eksport
• Wakalah bil Ujrah dan Murabahah kombinasi tiga akad yang dilakukan untuk memberikan
fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya dan berlaku pembiayaan
eksport
• Mudharabah Wal Murabahah adalah kombinasi dua aqad yang dilakukan dimana peristiwa
mudharabah diberikan untuk suatu institusi dan institusi tersbut meneruskannya ke
anggota.Contoh Koperasi yang mendapatkan pembiayaan dari Bank Zulfikar Syariah dan
meneruskannya ke anggota koperasi
• Qard wal Ijarah adalah kombinasi dua aqad yang dilakukan untuk menalangi suatu
pendanaan dan memberikan fasilitas sewa atas penggunaan dari manfaat tersbit
Contoh dana talangan haji untuk memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH

C. Pengembangan Produk Perbankan Syariah


Pengembangan produk perbankan syariah dipengaruhi oleh:
a) Pendekatan yang dilakukan oleh BI agar pengembangan produk berada dalam koridor
kesesuaian dengan prinsip kehati-hatian yang dapat mendukung kesinambungan dan
kestabilan industri perbankan syriah.
b) Pendekatan yang dilakukan oleh DSN agar pengembangan produk berada dalam koridor
kesesuaian dengan prinsip syariah.
c) Pendekatan yang dilakukan pelaku perbankan syariah agar pengembangan produk berada
dalam koridor kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat.
D. Tantangan Pembiayaan Syariah
Pengembangan pembiayaan syariah masih menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan. Namun hal ini cukup dapat dimaklumi karena memang keberadaan lembaga
pembiayaan syariah masih relatif baru. Beberapa tantangan tersebut adalah:
a) Secara teoritis konsep pembiayaan syariah masih lemah dalam teknis implementasinya
b) Masih relatif kecil pangsa dan volume aset
c) Terbatasnya Sumber Daya Insani yang faham ekonomi syariah
d) Paradigma Bank Konvensional masih kuat
e) Kurangnya proses sosialisasi ke masyarakat dan pejabat publik
f) Terbatasnya jumlah lembaga pembiayaan, terutama di wilayah pedesaan
E. DAFTAR PRODUK PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
NAMA PRODUK SKEMA KEUANGAN
Pembiayaan Multi jasa iB (KTA iB) untuk pendidikan, pernikahan dan Kesehatan Sewa
Pembiayaan pemilikkan rumah iB (KPR iB) Fleksibel: Jual beli dengan margin, jual beli
dengan pesanan, sewa beli (leasing)
Pembiayaan pemilikan mobil iB (KPM iB) Fleksibel: Jual beli dengan Margin, Sewa Beli
(leasing), sewa
Kartu kredit iB Penjaminan, pinjaman uang, sewa dan perwakilan
Pembiayaan dana berputar iB Kemitraan
Pembiayaan menengah dan korporasi iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan mikro dan kecil iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan rekening koran iB Kemitraan
Pembiayaan sindikasi iB Kemitraan
Pembiayaan modal kerja iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan sewa equipment iB Sewa beli (leasing)
Pembiayaan ke sektor pertanian iB Jual beli dengan pesanan secara paralel
Pembiayaan dana talangan iB Pinjaman uang

Produk Pembiayaan dan Jasa Perbankan Syariah


No. Produk Prinsip Syariah
1 Pinjaman kebajikan dan lunak usaha mikro Al qardhul al hasan
2 Pembiayaan modal kerja Mudharabah, musyarakah
3 Pembiayaan Proyek Mudharabah, musyarakan
4 Pengadaan barang investasi (jual beli barang) Murabahah
5 Produksi agribisnis/sejenis Salam, salam paralel
6 Manufaktur, konstruksi Istishna’, istishna’ paralel
7 Penyertaan Musyarakah
8 Letter of Credit Ekspor (Pembiayaan Ekspor) Mudharabah, musyarakah, murabahah
9 Letter of Credit Impor (Pembiayaan Impor) Mudharabah, murabahah, salam, istishna’
10 Surat berharga (obligasi) Mudharabah, ijarah
11 Sewa Beli Ijarah muntahhiyah bittamlik
12 Sewa dengan opsi pemindahan hak Ijarah muntahhiyah bittamlik
13 Anjak Piutang Hiwalah
14 Transfer, inkaso, kliring Wakalah
15 Dana talangan Qardh
16 Safe deposit Wadiah, ijarah
17 Penukaran valas (bank note) Sharf
18 Gadai (jaminan) Rahn
19 Pay roll Wakalah
20 Bank garansi Kafalah
21 Letter of credit ekspor Wakalah
22 Letter of Credit impor Wakalah

Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan mudharabah meliputi perdagangan, industri, modal
kerja atau investasi.
Banyak jenis usaha yang dapat dibiayai dengan musyarakah, antara lain perdagangan,
industri, usaha atas dasar kontrak dan lain-lain. Beberapa kegiatan usaha dalam bentuk kerja
sama, yang mirip dengan pembiayaan musyarakah adalah PT, CV dan koperasi.
Bai’ al-Murabahah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha (modal kerja dan
investasi seperti pengadaan barang modal: mesin, peralatan dan lain-lain) dan kebutuhan
perorangan.
Makalah Produk Pembiayaan Perbankan Syariah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki modal dan
orang yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk
mengembangkan suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan roda perekonomian agar
lebih produktif untuk menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami peningkatan.
Terciptanya lapangan pekerjaan baru dan berkurangnya angka pengangguran dengan luasnya
lapangan pekerjaan yang di buka dengan adanya pembiayaan modal bagi para pebisnis.

Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang bermula dari


Undang-undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan syariah yang
dipertegas kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undang mengenai
perbankan syariah lebih memiliki titik terang ketika disahkannya Undang-undang No. 21
Tahun 2008. Akhirnya banyak dari sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan
dengan membentuk perbankan syariah demi menjaga kondisi kestabilan keuangan.

Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk pembiayaan.
Pada dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang dilakukan pihak perbakan
konvensional dan perbankan syariah memiliki persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas
barang atau jasa yang di kehendaki oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan
yang hanya dikehendaki pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiyaan
perbankan syariah lebih mengarah pada ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan
pembiayaan untuk mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan perbankan
syariah itu sendiri

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, beberapa rumusan masalah yang penulisan
akan uraikan pada bab pembahasan yaitu:

1. Apa definisi pembiayaan perbankan syariah?

2. Apa tujuan dari dapa pembiayaan perbankan sayariah?

3. Apa manfaat dari pembiayaan perbankan syariah? dan

4. Berapa macam produk pembiayaan perbankan syariah.?


C. Tujuan

Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini yaitu antara lain:

1. Mengetahui definisi pembiayaan perbankan syariah

2. Mengetahui tujuan daripada pembiayiaan

3. Mengetahui manfaat perbankan syariah

4. Mengetahui macam-macam produk pembiayaan perbankan syariah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank islam atau biasa disebut bank tanpa bunga, lembaga keuangan yang operasional dan
produknya dikembagkan berlandaskan pada al-qur’an dan hadits.

Menurut Karnaen A. Perwataatmadja, bank syari’ah adalah bank yang berperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip islam, yakni bank dengan tata cara operasinya mengikuti ketentuan-
ketentuan syari’ah islam.[1]

Bank sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya
adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dana dimaksud dapat memenuhi
kebutuhan dana pembiayaan yag tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan
negara). Pembiayaan dalam perbankan syari’ah atau istilah teknisnya
aktiva produktif[2],dimana perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk
memutar uang yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas
pembiayaan. menurut ketentuan bank indonesia adalah peneneman dana bank syari’ah baik
dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga
syari’ah, penentapan, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening
administrasi serta sertifikat wadi’ah bank indonesia.

B. Tujuan Pembiayaan

Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syari’ah. Tujuan pembiayaan yang
dilaksanakan perbankan syari’ah terkait dengan stake holder, yakni:

1. Pemilik: dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh
penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2. Pegawai: para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bak yang
dikelolanya.

3. Masyarakat:

Pemilik dana, sebagai pemilik mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasi akan
diperoleh bagi hasil.

Debitur yang bersangkutan, dengan menyediakan dana baginya mereka membantu guna
menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang
diinginkannya (pembiayaan konsumtif).

Masyarakat umumnya-konsumen, mereka memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.

4. Pemerintah: akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan


pembangunan negara, disamping akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas
keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.

5. Bank: bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank
dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan
usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.

C. FUNGSI PEMBIAYAAN

Ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah kepada
masyarakat penerimaan, diantaranya:

1. Meningkatkan daya guna uang

Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.
Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu
usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk
memperluas/ memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi, perdagangan maupun
untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha baru. Dengan demikian dana yang
mengendap di bank tidak menjadi idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang
bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bagi masyarakat.

2. Meningkatkan daya guna barang

Dengan bantuan pembiayaan dari bank dapat meningkatkan daya guna barang contohnya
dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut
meningkat.

3. Meningkatkan peredaran uang


Pembiayaan yag disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha menciptakan
paertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan
sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih
berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga
penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif.

4. Menimbulkan kegairahan berusaha

Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu berhubungan
bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.

5. Stabiltas ekonomi

Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan
pada usaha antara lain:

Ø Pengendalian inflasi

Ø Peningkatan ekspor

Ø Rehabiltasi prasarana

Ø Pemenuh kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat

Untuk menekan arus inflasi dan berlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi
maka pembiayaan bank memegang peranan penting.

6. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional

Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan
usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara
kumulatifd dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi kedalam struktur
pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.

Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan
terus bertambah. Di lain pihak pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang pertambahan
kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa negara. Disamping itu dengan
semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti akan dihemat
devisa keuangan negara.

7. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional


Bank sebagai lembaga kredit/ pembiayaan tidak hanya bergerak di dalam negeri tetapi
juga di luar negeri. Negara-negara yang kaya atau kuat ekonominya, demi persahabatan antar
negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau
membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat
yang ringan yaitu margin (bunga) yang relatif rendah dan jangka waktu penggunaan yang
panjang.

D. Macam-Macam Pembiayaan

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit[3] pembiayaan
perbankan syariah menurut sifat penggunaanya dapat dibagi menjadi dua hal yaitu:

1. Pembiayaan yang bersifat produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik untuk usaha
produksi, perdagangan, maupun investasi, dan

2. Pembiayaan yang bersifat konsumtif, yaitu pembiayaan yang ditujukkan untuk penggunaan
pemenuhan kebutuhan konsumtif, yaitu yang akan habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.

Sedangkan pembiayaan perbankan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Sale and Purchase)

Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu


penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:

a. Pembiayaan Murabahah (Deferred Payment sale)

Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah, yang
berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebutkan
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.
Harga jual adalah harga beli bank di tambah keuntungan (margin).

Landasan hukum al-Qur’an pembiayaan murabahah terdapat dalam surat al-baqarah ayat 275

“….Alllah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275.

Kemudian landasan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Shuhaib radhiyallahu
Anhu yaitu:[4]

“ada tiga perkara yang diberkati, jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan
mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majjah)
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
pencantuman dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak berubah selama berlakunya
akad, cara pembayaran pada akad murabahah dilakukan dengan cicilan (bi tsaman
ajil, atau muajjal). Barang akan diserahkan segera setelah terjadinya akad.

b. Pembiayaan Salam (In Font Payment sale)

Pembiayaan salam dilakukan pada akad jual beli yang mana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Sehingga pembayaran dilakukan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan
tunai. Bank sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sehingga transaksi ini mirip
dengan jual beli ijon, namun dalam trankasi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu
pembayaran barang ditentukan secara pasti.

Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, da tidak dapat berubah selama berlakunya
akad. Sehingga pada umumnya akan di diterapkan dalam pebiyaan barang yang belum ada
seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk dimudian dijual kembali secara tunai
atau cicilan.

Al-Qur’an dalam Surah al-Baqarah ayat 288.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak dengan tunai untuk
jangka waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah: 282).

dan hardist yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim

“dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam tiba di Madinah, sedang orang-orang biasa melakukan salaf dalam buah-buahan
selama setahun, dua tahun dan tiga tahun. Maka beliau bersabda, ‘siapa melakukan salam
dalam sesuatu, maka hendaklah dia melakukannya dengan timbangan tertentu, takaran
tertentu dan sampai waktu tertentu,(HR Bukhari – Muslim).

Begitu jelas bahwa larangan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “ jangan kalian
menjual sesuatu yang tidak ada ditanganmu.” Akad untuk salam ini sesuai dengan qiyas.
Syarat terpenting sebagai fuqaha ialah ada yang mengetatkan dengan menyebutkan beberapa
batasan tertentu, yang sama sekali tidak didukung dalil.[5]

c. Pembiayaan Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture)

Merupakan pembiayaan yang menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna’


pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.Skim
Istinhna’ dalam perbankan syariah umumnya pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi.
Ketentuan pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti
jeni, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan
dalam akad istishna’ tidak berubah selam berlakukan akad, jika terjadi perubahan criteria
pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seleuruh biaya tambahan
tetap ditanggung nasabah.

2. Pembiayaan dengan prinsip sewa “Ijarah” (Operational Lease and Financial Lease)

Prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, akan tetapi memiliki perbedaan yang terletak
dari pada objek transaksinya. Pada transaksi ijarah objek transaksinya adalah barang maupun
jasa.

Perinsip pembiayaan ijarah memiliki landasan dalam al-Qur’an dalam surat al-Baqarah ayat
233.

“dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang paput. Bertaqwalah kamu kepada Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan”.

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim[6]

“diriwayatkan dari ibu abbas bahwa rasulullah saw. Bersabda, “berbekamlah kamu,
kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”.

dan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah[7]

“dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. Bersabda,”berikanlah upak pekerjaan sebelum
keringatnya kering.” (HR. Ibju Majah).

3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Profit Sharing)

Beberapa produk pembiayaan perbankan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil
(profit sharing) adalah sebagai berikut:

a. Pembiayaan Musyarakakah (Partnership, Project Financing Participation)

Merupakan pembiayaan bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan dengan bekerja
sama untuk meningkatkan aset yang mereka miliki. Atau usaha bagi hasil yang melibatkan
beberapa atau kedua belah pihak yang sama-sama menggaungkan sumber daya yang mereka
miliki baik dalam bentuk berwujud maupun tidak berwujud.
Bentuk kontribusi pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan (trading
asset), kewirauswastaan (entrepreneur ship), kepandaian (skill), kepemilikan (property),
peralatan (Equipment), atau intangibel aset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (Credit worthiness) dan barang-barang lain yang dapat dinilai dengan
uang.

Ketentuan umum dalam pembiayaan musyarakah dalam perbankan syariah adalah:

· Penyatuan modal proyek musyarakah yang kemudian dikelola bersama. Kedua belah
pihak berhak memberikan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana usaha. Pelaksana
diberikan kepercayaan (amanah) untuk menjalankan usaha dengan tidak boleh melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut:

- Menggabungkan dana usaha dengan harta pribadi

- Menjalankan usaha musyarakah dengan pihak lain tanpa seizin pemilik modal

- Memberikan pinjaman kepada pihak lain

- Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak
lain.bshatian untuk mengantisipasi kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana.

4. Pembiayaan dengan akad pelengkap

Akad pelengkap pembiayaan perbankan syariah yang ditunjukkan untuk mempermudah


pelaksanaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah.

a. Pembiayaan Hawalah (Tranfer Service)

Pembiayaan hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang ditunjukkan untuk
membantu perusahan untuk kelanjutan usaha produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya
atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengurangi resiko terjadinya kecurangan nasabah dan
laporan palsu atau wanprestasi yang merupakan kewajiban hawalah ke bank perlu adanya
penelitian atas kemampuan pihak berutang dan kebenaran transaksi antara memindahkan
piutang dengan yang berutang.

b. Rahn (Mortage)
Pembiayaan dengan memberikan jaminan atas pinjaman pinjaman yang telah diterimanya
dari pihak perbankan. Barang yang digadai harus memiliki nilai yang sebanding dengan
besarnya pinjaman, kepemilikan sendiri dan merupakan sector rill, serta dapat dikuasai oleh
pihak bank, namun tidak untuk dimanfaatkan. Sebatas sebagai jaminan atas pembiayaan.
Dalam surat al-Baqarah ayat 283
“jika kamu dalam perjalanna (dan bermuamalah tidak secara tunai) sednagkan kamu tidak
memperoleh seraogn penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). (QS. Al-Baqarah: 283).
Dan dipertegas dengan beberapa hadis perihal gadai rahn (Mortage) yaitu sebagai berikut:[8]
“Aisya r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. membeli makan dari seorang Yahudi dan
menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926 kitab al-Buyu, dan Muslim).
“Anas ra. Berkata, “Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di
Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no. 1927,
kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah)
“Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “apabila ada ternah
digadaikan, punggunya boleh dinaiki (oleh orang menerima gadai) karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternah itu digadaikan, air susunya yang deras
boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum harus mengeluarkan biaya
(perawatan)nya.”(HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’I, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn).
“Abu Hurairah ra. Berkata bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “barang yang digadai
itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan
tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’I dan Daruqutni).
Resiko wanprestasi yang terjadi dalam pembiayaan dengan gadai diatasi dengan penjualan
barang jaminan atas perintah hakim. Dengan ketentuan ketika telah melakukan peneguran
secara berkala minimal 3 kali, dan ditambah dengan melakukan negosiasi kembali oleh pihak
perbankan kepada nasabah. Hasil penjualan digunakan untuk menutupi kekurangan daripada
pengganti atas pembiayaan yang didapat. Ketika terjadi kelebihan atas penjualan maka
dikembalikan kepada si pemilik barang jaminan tersebut.
c. Qarrd (Soft and Benevolent Loan)
Merupakan transaksi pembiayaan yang diberikan perbankan kepada nasabah dengan tanpa
mengharapkan imbalan. Dikategorikan sebagai aqd tathawwui atau akan saling membantu
dan bukan komersial[9]
Aplikasi pembiayaan qard dalam perbankan meliputi:
1. Pinjaman talangan haji.
2. Jaminan tunai (cash advanced)
3. Jaminan kepada pengusaha kecil
4. Pinjaman kepada pengurus bank,
Landasan hokum pembiayaan qard (soft and benevolent loan) terdapat dalam al-quran dan
beberapa hadis yaitu:[10]
“siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan
melipatgandakan (balasa) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang
banyak.”(QS. Al-Hadid: 11)
“Ibnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi saw. Berkata, “Bukan seorang muslim (mereka)
yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai)
sedekah”(HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi).
“Anas Bin malik berkata bahwa rasulullah berkata, “aku melihat kepada waktu malam di
Isra’-kan, pada pintu surge tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qard delapan
belas kali, aku bertanya, “Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah?” ia
menjawab, karena peminta-minta suatu dan ia punya, sedangkan yang meminjamkan tidka
akan meminjam kecuali karena keperluan”(HR. Ibnu Majah no. 2422, kitab ahkam, dan
baihaqi).

d. Wakalah
Wakalah juga merupakan salah satu pembiayaan perbankan atas perwakilan melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Khusus L/C,
apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka pembiayaan dilakukan dengan pembiayaan
lain seperti, pembiayaan mudharabah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.
Landasan hokum pemberlakuaannya transaksi pembiayaa wakalah adalah seperti yang
terdapat dalam Qur’an dan Hadis[11]
“dan demikian kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antra mereka sendiri.
Berkata salah seorang diantara mereka, ‘sudah berapa lamakah kamu berada di sini? Merek
menjawab, ‘ kita sudah berada (disini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi),
‘tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamnya kamu berada (di sini), maka, suruhlah salah
seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia
lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untuk mu,
dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seseorang pun.”(QS. Al-Hafi: 19).
”jadikanlah aku bendaharawan Negara mesir. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga lagi berpengalaman.” (QS. Yusuf: 55).
Dan dalam beberapa hadis.
Yang diriwayatkan oleh malik.[12]
“bahwasannya Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk
mewakilinya mengawini Maimunah binti-Harits” (Malik no. 678, kitab al-Muwaththa’, bab
haji)
“dari Jabir ra. ia berkata: aku keluar pergi ke Khaibar, lalau aku dating kepada Rasulullah
saw. Maka beliau bersabda, “bila engkau dating pada wakilku di khaibar, maka ambilah
darinya 15 wasaq.”(HR Abu Dawud)[13]
“dari Jabir ra. bahwa Rasulullah saw. Menyemblih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali
ra. disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih.”(HR. Muslim).[14]
Bank yang ditunjuk oleh nasabah tidak diperbolehkan melakukan tindakan sendiri tanpa
adanya musyawarah dari pihak nasabah. Setiap tugas wewenang, dan tanggung jawab bank
harus jelas sesuai dengan kehendak nasabah dan mengatasnamakan nasabah dalam
pelaksanaan tugas.. Maka dalam hal pelaksanaan tugas tersebut bank dapat mengganti biaya
berdasarkan kesepakatan bersama.

e. Kafalah (Guaranty)
Merupakan pembiayaan dengan pengalihan tanggung jawab kewajiban pembayaran orang
kedua dalam hal ini nasabah atas orang ketiga (jasa atau objek) dengan jaminan pelaksanaan
yang akan dilakukan oleh orang pertama (bank). Dan dalam pelaksanaan kegiatan ini
si pemberi jasa berhak mendapatkan ganti rugi atas biaya jasa yang dikeluarkan atau
diberikan.
Landasan pembiayaan kafalah ini yaitu berdasarkan al-quran dan hadis.
”penyebu-penyebu itu berseru, “kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat
mengembalikkannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan akan menjamin
terhadapnya”(QS. Yusuf: 72).
Bentuk jaminan atas kafalah dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari[15]
“telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk dihalatkan)…
Rasulullah bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak”
Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya,
sejumlah tiga dinar”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi
beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.”
Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR Bukhari no. 2127, kitab al-
Hawalah.

Beberapa macam kafalah yang dilakukan oleh perbankan yaitu meliputi:


1. Kafalah bin Nafs
Merupakan pemberian jaminan atas diri (personal
2. Kafalah bil Mal
Merupakan jaminan pembayaran atas perlunasan utang atau barang
3. Kafalah bit-Taslim
Merupakan penjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa
berakhir.
4. Kafalah al-Munjazah
Merupakan jaminan mut lak yang tidak adanya batas jangka waktu dan kepengingan/tujuan
tertentu
5. Kafalah al-Muallaqah
Merupakan jaminan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik oleh industry perbankan
maupun asuransi.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah diuraikan penulis diatas beberapa kesimpulan diambil oleh penulis
terkait daripada rumusan masalah dan tujuan yaitu:

1. Maskud pembiayaan perbankan syariah merupakan aktifa produktif dimana perbankan


memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang dimiliki oleh
perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan.

2. Beberapa tujuan daripada pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah berdasarkan


penempatan (stakeholder) yaitu ditujukan kepada pemilik, pegawai, masyarakat, pemerintah,
bank

3. Manfaat daripada perbankan syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan untuk


meningkatkan pendapatan nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat

4. Produk pembiayaan perbankan meliputi pembiayaan yang bersifat konsumtif atau


pembiayaan yang bersifat produktif. Antara lain pembiayaan-pembiayan perbankan syariah
yaitu:

1. Pembiayaan berprinsip jual beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’

2. Pembiayaan berprinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah munthia bit-Tamlik

3. Pembiayaan berprinsip bagi hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah

4. dan beberapa pembiayaan pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard, dan wakalah

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi
Indonesia

Karim A. Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analis Fiqih dan Keuangan: edisi 3. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers.
Jakarta.

Karnaen Perwataatmadja. 1997. Apa dan Bagaimana Bank Islam,: PT. Dana Bhakta wakaf,
Yogyakarta

Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta

Nurhayati Sri dan Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat. Jarkata

Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003

www.mandirisyariah.com

[1] Karnaen Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakta
wakaf, 1997
[2] Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003

[3] Rifat Ahamd Abdul Karim. “The Impact of the Basie Capital Adequacy Ratio Regulation
on the Financial Strategy of Islamic Banks” dalam Proceeding of the 9th Expert level
Conference on Islamic Banking, disponsori oleh Bank Indonesia dan Internasional
Association of Islamic Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.

[4] Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta.,
hlm. 194

[5] Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi
Indonesiahlm. 629
[6] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta., hlm. 118

[7] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta., hlm. 118

[8] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta., hlm. 129

[9] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta., hlm. 129

[10] Opcit Hlm. 132

[11] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta., hlm. 121

[12] opcit

[13] Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta.,
hlm. 196

[14] Ibid

[15] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta., hlm. 124

- See more at: http://kmplnmakalah.blogspot.co.id/2013/04/makalah-produk-pembiayaan-


perbankan.html#sthash.ElpQZOks.dpuf

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahan
    Bahan
    Dokumen38 halaman
    Bahan
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makala H
    Makala H
    Dokumen21 halaman
    Makala H
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makala H
    Makala H
    Dokumen21 halaman
    Makala H
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makalah Moneter
    Makalah Moneter
    Dokumen18 halaman
    Makalah Moneter
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makkalah
    Makkalah
    Dokumen17 halaman
    Makkalah
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Resume
    Resume
    Dokumen54 halaman
    Resume
    NINGSIH
    Belum ada peringkat