Anda di halaman 1dari 38

PENDEKATAN NORMATIF DALAM STUDI ISLAM

A. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Al-Quran)


Metode yang dapat diambil dari studi Al-Quran yaitu metode penafsiran Al-Quran.
Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya
telah diperkenalkan dan diterapkan oleh paka-pakar Al-Quran.
Metode penafsiran Al-Quran tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
1. Tafsir Bil-Matsur
Tafsir bil-matsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih
menurut urutan yang telah disebutkan di muka dalam syarat-syarat mufasir. Yaitu
menafsirkan Quran dengan Quran, dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan
Kitabullah.[1]
2. Tafsir Bil-Rayu
Tafsir bil-rayu ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya para mufasir hanya
berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada rayu
semata. Rayu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap
Kitabullah.[2]
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat
macam metode, yaitu :
a.

Metode Tahlily
Metode tahlily yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayatayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Quran
sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke
ayat berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat
sesuai dengan yang termaktub di dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh
seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosa kata, asbabun nuzul, munasabat,
dan lain-lain.

b. Metode Ijmali

Metode ijmali yaitu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menunjukkan
kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dengan metode ini seorang
mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara
garis besar saja.
c.

Metode Muqarin
Metode muqarin dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Quran yang satu dengan
yang lainnya. Penafsiran ini dapat dilakukan sebagai berikut :
-Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi
-Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut
-Mengadakan penafsiran
d. Metode Maudluiy
Metode ini berupaya menghimpun ayat-ayat al-Quran dari berbagai surat yang berkaitan
dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.
Dengan mengetahui berbagai corak penafsiran al-Quran seperti di atas, maka kita
akan

mengetahui

isi

kandungan

al-Quran,

memahami

makna-maknanya,

dan

mengaplikasikan ajaran al-Quran dengan kehidupan sehari-hari.


Adapun tafsir yang harus diikuti dan dipedomani ialah tafsir matsur. Karena ia adalah
jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari
tergelincir dan kesesatan dalam memahami Kitabullah.

B. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Hadits)


A. Pengertian Takhrijul Hadits
Takhrij Hadits adalah bentuk masdar dari fiil madhi yang secara bahasa berarti
mengeluarkan sesuatu dari tempat. Sedangkan Takhrij menurut ahli hadits memliki tiga
macam pengertian, yaitu :
1. Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang
tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
2. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunannya.

3. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh
penyusun atau pengarang suatu kitab.[3]

B. Cara Pelaksanaan Takhrijul Hadits


Secara garis besar manakharij hadits (takhrijul hadits) dapat dibagi menjadi dua cara
dengan menggunakan kitab-kitab.
Adapun dua macam takhrijul hadits yaitu :

Manakharij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat dicari atau
ditellusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan
abjad.

Manakharij hadits dengan berdasarkan topic permasalahan. Upaya mencari hadits terkadang
tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadits, tetapi didasarkan pada topic masalah.
Pencarian matan dan hadits berdasarkan topic masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan
cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadits. Dengan bantuan kamus hadits
tertentu, pengkajian teks dan konteks hadits menurut riwayat dari berbagai periwayatan akan
mudah dilakukan.
Macam-macam metode yang dapat dipakai dalam takhrijul hadits.
C. Metode Takhrijul Hadits
Dalam buku Cara Praktis Mencari Hadits dikemukakan bahwa metode takhrijul
hadits yang dijalankan dalam buku ini terbagi dua macam, yakni :

Takhrijul Hadits Bil-Lafz, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits dengan cara
menelusuri matan hadits yang bersangkutan berdasarkan lafal atau lafal-lafal dari hadits yang
dicarinya itu.

Takhrijul Hadits Bil-Maudhu, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits
berdasarkan topic masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadits.[4]
D. Tujuan dan Manfaat Takhrijul Hadits

Menurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber
hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua
hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :

Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits

Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan)
atau ditolak (Dhaif).[5]
Manfaat takhrijul hadits itu sangat banyak sehingga apabila ada seseorang yang akan

melaksanakan takhrijul hadits, maka dia termasuk salah satu orang yang sangat teliti pada
hadits-hadits Rasulullah.

C. Pendekatan Teologi Islam


A. Pengertian Teologi Islam
Secara etimologi, Teologi berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan logos artinya
ilmu. Jadi, Teologi adalah Ilmu Ketuhanan.
Sedangkan Teologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dan
pertaliannya dengan manusia baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun penyelidikan akal
murni.[6]
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam
Teologi Islam muncul karena adanya masalah-masalah politik yang terjadi setelah
wafatnya Rasulullah. Mulai dari masalah pergantian khalifah hingga masalah yang terjadi
setelah wafatnya Usman Ibn Affan. Ali bin Abi Thalib dituduh melakukan dosa besar karena
tidak mempersoalkan masalah kematian Usman Ibn Affan yang mati terbunuh. Dri peristiwa
inilah lahir beberapa aliran Teologi, seperti aliran Khawarij, Murjiah, Mutazilah, Jabariyah,
Qadariyah, Asyariah, dan Maturidiah.[7]

D. Pendekatan Teologi Islam ( MuTazilah )


Kaum Mutazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang
lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum

Khawarij dan Murjiah. Dalam pembahasan, mereka banyak menggunakan akal sehingga
mereka mendapat nama kaum rasional Islam.[8]
Kaum Mutazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan, yaitu :

Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah.

Sifat-sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang disebut sifat filiyah.[9]


Kaum Mutazilah meyakini adanya lima dasar keimanan dan dijadikan sebagai

prasyarat bagi orang yang ingin bergabung dengan mazhab mereka. Lima dasar tersebut
adalah :
1. At-Tauhid (keesaan Allah)
ATauhid merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mutazilah, bagi Mutazilah Tuhan
harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti ke Maha Esaan Allah.
Tuhanlah satu-satunya yang Esa yang tidak ada satu pun menyamainya.
2. Al-Adl (Keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah Al-Adl yang berarti Tuhan yang Maha Adil. Adil
ini merupakan sifat yang menunjukkan kesempurnaan Tuhan. Ajaran ini bertujuan ingin
menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena ala mini
diciptakan untuk kepentingan manusia.
3. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Artinya yaitu posisi menengah bagi orang yang berbuat dosa besar, juga erat hubungannya
dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada
Tuhan dan Nabi Muhammad SAW tetapi bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi
sempurna. Karena bukan mukmin ia tidak dapat masuk syurga, dank arena bukan kafir pula ia
tidak harus masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka.
4. Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat
Menurut mereka hal ini tidak hanya dilakukan dengan seruan tetapi juga dengan kekerasan.

5. Tuhan itu Qadim


Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu qadim (terdahulu) maka sesuatu yang hadits (baru)
setelah Tuhan adalah ciptaan Tuhan (makhluk) sehingga mereka memandang bahwa surga
dan neraka itu belum ada karena belum dipergunakan saat ini.[10]

Tokoh-tokoh Mutazilah yaitu :

Wasil bin Atha al-Ghazzal

Abu al-Huzail al-Allaf

Ibrahim bin Sayyar an-Nazam

Muammar bin Abbad as-Sulmay

Bisyr bin al-Mutamir[11]

E. Pendekatan Teologi Islam ( AsyAriyah )


Aliran Teologi ini merupakan aliran yang timbul dari reaksi atas paham-paham
golongan mutazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy-ari.
Al-asyari dalam perkembangannya membuat aliran baru yang kemudian banyak disebut
sebagai ahli sunnah wal-jamaah. Aliran ini timbul atas respon terhadap paham mutazilah,
sehingga aliran teologi ini banyak berpendapat bertentangan dengan paham mutazilah.
Misalnya dalam pandangan al-Asyari bahwa Tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil
katanya bahwa Tuhan mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah
pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (ilm) tetapi
yang mengetahui (Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya bukanlah dengan zatNya. Demikian pula dengan sifat seperti hidup, berkuasa, mendengar, dan melihat. Begitu
juga mengenai al-Quran. Al-Asyari berpendapat bahwa al-Quran itu Qadim. Mengenai
perbuatan, asyari berpendapat bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan manusia itu
sendiri. Asyari juga berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai tangan, muka, mata dan
sebagainya karena Tuhan tidak mempunyai bentuk dan batasan.[12]

F. Pengetahuan Manusia
Pengetahuan pada hakikatnya adalah keadaan mental yang mengetahui hasil aktivitas
substansi manusia. Pada dasarnya pengetahuan mempunyai tiga criteria, yaitu :

agasan dalam pikiran

gasan itu dengan benda-benda sebenarnya

ntang persesuaian itu


Pengetahuan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.

Pengetahuan Indrawi (knowledge)


Pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca
indera, batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera.

2. Pengetahuan Ilmu (sains)


Pengetahuan ini meliputi fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen.
Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang terorganisir dengan mengadakan pendekatanpendekatan terhadap benda-benda, peristiwa dengan menggunakan metode observasi yang
sifatnya terjangkau oleh rasio.
3. Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan ini merupakan jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi
pemikiran filsafati yang secara radikal, universal dan sistematis guna memperoleh hakikat
yang sebenarnya akan suatu hal.

PENDEKATAN NORMATIF DALAM STUDI ISLAM

A. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Al-Quran)


Metode yang dapat diambil dari studi Al-Quran yaitu metode penafsiran Al-Quran.
Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya
telah diperkenalkan dan diterapkan oleh paka-pakar Al-Quran.
Metode penafsiran Al-Quran tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
1. Tafsir Bil-Matsur
Tafsir bil-matsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih
menurut urutan yang telah disebutkan di muka dalam syarat-syarat mufasir. Yaitu

menafsirkan Quran dengan Quran, dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan


Kitabullah.[1]
2. Tafsir Bil-Rayu
Tafsir bil-rayu ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya para mufasir hanya
berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada rayu
semata. Rayu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap
Kitabullah.[2]
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat
macam metode, yaitu :
a.

Metode Tahlily
Metode tahlily yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayatayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Quran
sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke
ayat berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat
sesuai dengan yang termaktub di dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh
seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosa kata, asbabun nuzul, munasabat,
dan lain-lain.

b. Metode Ijmali
Metode ijmali yaitu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menunjukkan
kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dengan metode ini seorang
mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara
garis besar saja.
c.

Metode Muqarin
Metode muqarin dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Quran yang satu dengan
yang lainnya. Penafsiran ini dapat dilakukan sebagai berikut :
-Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi
-Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut
-Mengadakan penafsiran
d. Metode Maudluiy
Metode ini berupaya menghimpun ayat-ayat al-Quran dari berbagai surat yang berkaitan
dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.

Dengan mengetahui berbagai corak penafsiran al-Quran seperti di atas, maka kita
akan

mengetahui

isi

kandungan

al-Quran,

memahami

makna-maknanya,

dan

mengaplikasikan ajaran al-Quran dengan kehidupan sehari-hari.


Adapun tafsir yang harus diikuti dan dipedomani ialah tafsir matsur. Karena ia adalah
jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari
tergelincir dan kesesatan dalam memahami Kitabullah.

B. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Hadits)


A. Pengertian Takhrijul Hadits
Takhrij Hadits adalah bentuk masdar dari fiil madhi yang secara bahasa berarti
mengeluarkan sesuatu dari tempat. Sedangkan Takhrij menurut ahli hadits memliki tiga
macam pengertian, yaitu :
1. Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang
tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
2. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunannya.
3. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh
penyusun atau pengarang suatu kitab.[3]

B. Cara Pelaksanaan Takhrijul Hadits


Secara garis besar manakharij hadits (takhrijul hadits) dapat dibagi menjadi dua cara
dengan menggunakan kitab-kitab.
Adapun dua macam takhrijul hadits yaitu :

Manakharij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat dicari atau
ditellusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan
abjad.

Manakharij hadits dengan berdasarkan topic permasalahan. Upaya mencari hadits terkadang
tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadits, tetapi didasarkan pada topic masalah.

Pencarian matan dan hadits berdasarkan topic masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan
cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadits. Dengan bantuan kamus hadits
tertentu, pengkajian teks dan konteks hadits menurut riwayat dari berbagai periwayatan akan
mudah dilakukan.
Macam-macam metode yang dapat dipakai dalam takhrijul hadits.
C. Metode Takhrijul Hadits
Dalam buku Cara Praktis Mencari Hadits dikemukakan bahwa metode takhrijul
hadits yang dijalankan dalam buku ini terbagi dua macam, yakni :

Takhrijul Hadits Bil-Lafz, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits dengan cara
menelusuri matan hadits yang bersangkutan berdasarkan lafal atau lafal-lafal dari hadits yang
dicarinya itu.

Takhrijul Hadits Bil-Maudhu, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits
berdasarkan topic masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadits.[4]
D. Tujuan dan Manfaat Takhrijul Hadits
Menurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber
hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua
hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :

Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits

Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan)
atau ditolak (Dhaif).[5]
Manfaat takhrijul hadits itu sangat banyak sehingga apabila ada seseorang yang akan

melaksanakan takhrijul hadits, maka dia termasuk salah satu orang yang sangat teliti pada
hadits-hadits Rasulullah.

C. Pendekatan Teologi Islam


A. Pengertian Teologi Islam

Secara etimologi, Teologi berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan logos artinya
ilmu. Jadi, Teologi adalah Ilmu Ketuhanan.
Sedangkan Teologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dan
pertaliannya dengan manusia baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun penyelidikan akal
murni.[6]
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam
Teologi Islam muncul karena adanya masalah-masalah politik yang terjadi setelah
wafatnya Rasulullah. Mulai dari masalah pergantian khalifah hingga masalah yang terjadi
setelah wafatnya Usman Ibn Affan. Ali bin Abi Thalib dituduh melakukan dosa besar karena
tidak mempersoalkan masalah kematian Usman Ibn Affan yang mati terbunuh. Dri peristiwa
inilah lahir beberapa aliran Teologi, seperti aliran Khawarij, Murjiah, Mutazilah, Jabariyah,
Qadariyah, Asyariah, dan Maturidiah.[7]

D. Pendekatan Teologi Islam ( MuTazilah )


Kaum Mutazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang
lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum
Khawarij dan Murjiah. Dalam pembahasan, mereka banyak menggunakan akal sehingga
mereka mendapat nama kaum rasional Islam.[8]
Kaum Mutazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan, yaitu :

Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah.

Sifat-sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang disebut sifat filiyah.[9]


Kaum Mutazilah meyakini adanya lima dasar keimanan dan dijadikan sebagai

prasyarat bagi orang yang ingin bergabung dengan mazhab mereka. Lima dasar tersebut
adalah :
1. At-Tauhid (keesaan Allah)
ATauhid merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mutazilah, bagi Mutazilah Tuhan
harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti ke Maha Esaan Allah.
Tuhanlah satu-satunya yang Esa yang tidak ada satu pun menyamainya.

2. Al-Adl (Keadilan Tuhan)


Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah Al-Adl yang berarti Tuhan yang Maha Adil. Adil
ini merupakan sifat yang menunjukkan kesempurnaan Tuhan. Ajaran ini bertujuan ingin
menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena ala mini
diciptakan untuk kepentingan manusia.
3. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Artinya yaitu posisi menengah bagi orang yang berbuat dosa besar, juga erat hubungannya
dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada
Tuhan dan Nabi Muhammad SAW tetapi bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi
sempurna. Karena bukan mukmin ia tidak dapat masuk syurga, dank arena bukan kafir pula ia
tidak harus masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka.
4. Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat
Menurut mereka hal ini tidak hanya dilakukan dengan seruan tetapi juga dengan kekerasan.
5. Tuhan itu Qadim
Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu qadim (terdahulu) maka sesuatu yang hadits (baru)
setelah Tuhan adalah ciptaan Tuhan (makhluk) sehingga mereka memandang bahwa surga
dan neraka itu belum ada karena belum dipergunakan saat ini.[10]

Tokoh-tokoh Mutazilah yaitu :

Wasil bin Atha al-Ghazzal

Abu al-Huzail al-Allaf

Ibrahim bin Sayyar an-Nazam

Muammar bin Abbad as-Sulmay

Bisyr bin al-Mutamir[11]

E. Pendekatan Teologi Islam ( AsyAriyah )

Aliran Teologi ini merupakan aliran yang timbul dari reaksi atas paham-paham
golongan mutazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy-ari.
Al-asyari dalam perkembangannya membuat aliran baru yang kemudian banyak disebut
sebagai ahli sunnah wal-jamaah. Aliran ini timbul atas respon terhadap paham mutazilah,
sehingga aliran teologi ini banyak berpendapat bertentangan dengan paham mutazilah.
Misalnya dalam pandangan al-Asyari bahwa Tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil
katanya bahwa Tuhan mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah
pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (ilm) tetapi
yang mengetahui (Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya bukanlah dengan zatNya. Demikian pula dengan sifat seperti hidup, berkuasa, mendengar, dan melihat. Begitu
juga mengenai al-Quran. Al-Asyari berpendapat bahwa al-Quran itu Qadim. Mengenai
perbuatan, asyari berpendapat bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan manusia itu
sendiri. Asyari juga berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai tangan, muka, mata dan
sebagainya karena Tuhan tidak mempunyai bentuk dan batasan.[12]

F. Pengetahuan Manusia
Pengetahuan pada hakikatnya adalah keadaan mental yang mengetahui hasil aktivitas
substansi manusia. Pada dasarnya pengetahuan mempunyai tiga criteria, yaitu :

agasan dalam pikiran

gasan itu dengan benda-benda sebenarnya

ntang persesuaian itu


Pengetahuan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.

Pengetahuan Indrawi (knowledge)


Pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca
indera, batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera.

2. Pengetahuan Ilmu (sains)


Pengetahuan ini meliputi fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen.
Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang terorganisir dengan mengadakan pendekatanpendekatan terhadap benda-benda, peristiwa dengan menggunakan metode observasi yang
sifatnya terjangkau oleh rasio.
3. Pengetahuan Filsafat

Pengetahuan ini merupakan jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi


pemikiran filsafati yang secara radikal, universal dan sistematis guna memperoleh hakikat
yang sebenarnya akan suatu hal.

PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG
Petunjuk-petunjuk

agama

mengenai

berbagai

kehidupan

manusia,

sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-quran dan Hadits tampak


amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan
spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan,
anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak
mulia dan bersikap positif lainnya.
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif
di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama
tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar
disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan caracara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab mana kala
pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis
dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain,
yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap
masalah yang timbul.

Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian


perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional
dapat dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi
pendekatan teologis, normative, antropologis, sosiologis, psikologis, historis dan
pendekatan filosofis, serta pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama.
Dan disini kami mengajak anda untuk mengetahui lebih lanjut seperti apa
itu saja pendekatan dalam studi Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pendekatan filosofis dalam studi Islam ?
2. Bagaimana pendekatan normative dalam studi Islam ?
3. Bagaimana pendekatan historis dalam studi Islam ?
4. Bagaimana pendekatan antropologis dalam studi Islam ?
5. Bagaimana pendekatan sosiologis dalam studi Islam ?
6. Bagaimana pendekatan teologis dalam studi Islam ?
7. Bagaimana pendekatan psikologis dalam studi Islam ?
8. Dan apa saja pendekatan-pendekatan lainnya dalam studi Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDEKATAN FILOSOFIS
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta
kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha

menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. 1[1] Dalam Kamus Umum Bahasa


Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan
sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai
kebenaran dan arti adanya sesuatu.2[2]
Jika melihat definisi yang diberikan oleh dua orang yang mula-mula
mencintai kebijakan, Plato dan Aristoteles, kita dapat mulai melihat bagaimana
kemungkinan-kemungkinan itu dapat dimengerti. Plato mendeskripsikan filsuf
sebagai orang yang siap merasakan setiap bentuk pengetahuan, senang belajar
dan tidak pernah puas. Aristoteles juga memberikan suatu defenisi filsafat
sebagai pengetahuan mengenai kebenaran .
Sedangkan Sextus Empiricius menyatakan bahwa filsafat adalah suatu
aktivitas yang melindungi kehidupan yang bahagia melalui diskusi dan argumen.
Maka unsur kunci yang menyusun cinta pada kebijakan adalah kemauan
menjaga

pikiran

tetap

terbuka,

kesediaaan

membaca

secara

luas,

dan

mempertimbangkan seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian pada


kebenaran. Semua itu bagian dari suatu aktivitas atau proses dimana dialog,
diskusi, dan mengemukakan ide dan argumen merupakan intinya. Dengan kata
lain, cinta pada kebijakan ini adalah suatu komitmen, suatu kemauan
mengikuti sesuatu atau alur pemikiran atau suatu ide sampai pada kesimpulankesimpulannya, namun setiap langkah proses itu selalu terbuka untuk ditentang
selalu terbuka untuk dibuktikan salah. Kesimpulan-kesimpulan yang dicapai
bersifat sementara dan tentatif.
Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang
dikemukakan

Sidi

Gazalba.

Menurutnya

filsafat

adalah

berpikir

secara

mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran,


inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik
objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang
terdapat dibalik yang bersifat lahiriah.
1
2

Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan
harganya yang berbeda, namun inti semua pulpen itu adalah sebagai alat tulis.
Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. Louis
O. Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi
merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat
untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik dan
universal. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke
batas di mana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya
hingga tidak ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan
secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu, dan universal
maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu,
tetapi untuk seluruhnya.
Sedangkan filsafat setelah memasuki ranah agama terjadi sedikit
pergeseran makna dari yang disebutkan di atas. Misalnya, dalam kajian agama
kristen Dalferd menyatakan bahwa tugas filsafat adalah melihat persoalanpersoalan

yang

menyebabkan

melingkupi

pengalaman

pengalaman
manusia

manusia,

menjadi

faktor-faktor

pengalaman

religius,

yang
dan

membahas bahasa yang digunakan umat beragama dalam membicarakan


keyakinan mereka. Baginya, rasionalitas kerja reflektif agama dalam proses
keimanan yang menuntut pemahaman itulah yang meniscayakan adanya
hubungan antara agama dan filsafat.
Dalam upaya agar agama terpahami baik upaya yang bersifat internal
yakni upaya tradisi keagamaan mengeksplorasi watak dan makna keimanan
maupun upaya eksternal yakni upaya menjelaskan dan mengartikulasikan
makna itu bagi mereka yang tidak berada dalam tradisi, agama tidak dapat
dipisahkan dari filsafat. Keterkaitan antara keduanya terfokus pada rasionalitas,
kita dapat menyatakan bahwa suatu pendekatan filosofis terhadap agama
adalah suatu proses rasional. Yang dimaksud proses rasional ini mencakup dua
hal. Pertama, kita menunjukkan fakta bahwa akal memainkan peran fundamental
dalam refleksi pengalaman dan keyakinan keagamaan dalam suatu tradisi
keagamaan.

Kedua,

kita

menunjukkan

fakta

bahwa

dalam

menguraikan

keimanannya, tradisi keagamaan harus dapat menggunakan akal dalam


memproduksi argumen-argumen logis dan dalam membuat klaim-klaim yang
dapat dibenarkan.

Sedangkan dalam kajian Islam berpikir filosofis tersebut selanjutnya dapat


digunakan dalam memahami agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau
inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama.
Pendekatan filosofis ini sebenarnya sudah banyak dilakukan sebelumnya,
diantaranya Muhammad al Jurjawi yang menulis buku berjudul Hikmah Al Tasyri
wa Falsafatuhu. Dalam buku tersebut Al Jurjawi berusaha mengungkapkan
hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam, misalnya ajaran
agama Islam mengajarkan agar melaksanakan sholat berjamaah dengan tujuan
antara

lain

agar

seseorang

dapat

merasakan

hikmahnya

hidup

secara

berdampingan dengan orang lain, dan lain sebagainya. Makna demikian dapat
dijumpai melalui pendekatan yang bersifat filosofis.
Dengan
memberi

menggunakan

makna

terhadap

pendekatan
sesuatu

filosofis

yang

seseorang

dijumpainya,

dan

akan

dapat

dapat

pula

menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara


demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa
kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu
menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat
pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.
Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada
pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama
dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang
didapatkan dari pengamalan agama hanyalah pengakuan formalistik, misalnya
sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam kelima dan berhenti sampai disitu
saja. Tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Namun

demikian

menyepelekan

pendekatan

bentuk

filosofis

pengamalan

ini

tidak

berarti

agama

yang

bersifat

menafikan
formal.

atau

Filsafat

mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma)


memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Islam sebagai agama yang
banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat
dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran
agamanya.
Dari pemaparan di atas penulis mencoba untuk merumuskan pengertian
dari pendekatan filosofis. Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara
pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau
hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata

lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan
apa dibalik sesuatu yang nampak.
B.

PENDEKATAN NORMATIF
Pendekatan normatif adalah studi islam yang memandang masalah dari
sudut legal-formal atau normatifnya. 3[3] Legal-formal adalah hukum yang ada
hubungannya dengan halal dan haram, boleh atau tidak dan sejenisnya.
Sementara normatif adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan
demikian, pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas sebab
seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih (usuliyin), ahli hokum
islam (fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) danah lihadits (muhaddithin) ada
hubungannya dengan aspek legal-formal serta ajaran islam dari sumbernya
termasuk pendekatan normatif.
Sisi lain dari pendekatan normatif secara umum ada dua teori yang dapat
digunakan bersama pendekatan normatif-teologis.Teori yang pertama adalah hal
- hal yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran serta dapat dibuktikan secara
empirik dan eksperimental.Teori yang kedua adalah hal-hal yang sulit dibuktikan
secara empirik dan eksperimental.Untuk hal-hal yang dapat dibuktikan secara
empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan dengan rayi (penalaran).
Sedang masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib)
biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan.Hanya
saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi
empirik dan mana yang tidak terjadi sehingga menyebabkan perbedaan
pendapat dikalangan para ahli.Maka sikap yang perlu dilakukan dengan
pendekatan normatif adalah sikap kritis.
Adapun beberapa teori popular yang dapat digunakan dengan pendekatan
normatif

disamping

teori-teori

yang

digunakan

oleh

para

fuqaha,usuluyin,muhaddithin dan mufassirin diantara adalah teori teologisfilosofis

yaitu

pendekatan

memahami

Al

Quran

dengan

cara

menginterpretasikannya secara logis-filosofi yakni mecari nilai-nilai objektif dari


subjektifitas Al Quran.
Teori lainnya adalah normatif-sosiologis atau sosiologis seperti yang
ditawarkan Asghar Ali Engerineer dan Tahir al-Haddad yakni dalam memahami
3

nash (Al Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW.) selain itu ada pemisahan
antara nash normatif dengan nash sosiologis. Nash normatif adalah nash yang
tidak tergantung pada konteks. Sementara nash sosilogis adalah nash yang
pemahamannya harus disesuaikan dengan konteks waktu, tempat dan lainnya.
Dalam aplikasinya pendekatan nomatif tekstualis tidak menemui kendala
yang berarti ketika dipakai untuk melihat dimensi islam normatif yang bersifat
Qothi. Persoalanya justru akan semakin rumit ketika pendekatan ini dihadapkan
pada realita dalam Al-Quran bahkan diamalkan oleh komunitas tertentu secara
luas contoh yang paling kongkrit adalah adanya ritual tertentu dalam komunitas
muslim yang sudah mentradisi secara turun temurun,seperti slametan (Tahlilan
atau kenduren).
Dari uraian tersebut terlihat bahwa pendekatan normatif tekstualis dalam
memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang
berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak sehingga tidak perlu
dipertanyakan lebih dulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya
diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Pendekatan normatif tektualis sebagaimana disebutkan diatas telah
menunjukan adanya kekurangan seperti eksklusif dogmatis yang berarti tidak
mau

mengakui

adanya

sebagainya.Namun

paham

demikian

golongan

melalui

lain

bahkan

pendekatan

agama

norrmatift

lain

tektualis

dan
ini

seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama sehingga berpegang


teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar tanpa memandang
dan meremehkan agama lainya.
C. PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah atau historis (Historical Approach) adalah suatu ilmu yang
didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat,
waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini
segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di
mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dal peristiwa tersebut. Melalui
pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat emiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis.

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agam,


karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah
melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam,
menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-quran ia sampai pada
satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi
dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak
sekali istilah Al-Quran yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative
yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran
keagamaan

pada

umumnya.

Istilah-istilah

atau

singkatnya

pernyataan-

pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh
masyarakat Arab pada waktu Al-Quran, atau bisa jadi merupakan istilah-istilah
baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin
diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke dalam
pandangan dunia Al-Quran, dan dengan demikian, lalu menjadi konsep-konsep
yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang
bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akhirat, Maruf,
munkar dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep
tentang fuqara, masakin, termasuk yang konkret. Selanjutnya, jika pada bagian
yang berisi konsep, Al-Quran bermaksud membentuk pemahaman yang
komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang
berisi

kisah

dan

perumpamaan

Al-Quran

ingin

mengajak

dilakukannya

perenungan untuk memperoleh hikmah.


Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan
yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka
seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seseorang yang ingin memahami Al-Quran secara benar misalnya, yang
bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Quran atau kejadiankejadian yang mengiringi turunnya Al-Quran yang selanjutnya disebut dengan
ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat Al-Quran.
Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung

dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk
memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke
alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan
melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam
idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Menurut perpektif sejarah,
ada 2 macam penafsiran terhadap aturan hukum dan perundang-undangan,
yaitu :
Penafsiran menurut sejarah hukum,
Penafsiran menurut sejarah penetapan peraturan perundang-undangan. 4[4]
D. PENDEKATAN ANTROPOLOGI
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik
keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui ini
pendekatan agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
a. Antropologi Sebagai Bidang Ilmu Humaniora
Antropologi adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi gartisipasi
yang luas tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan
menetralkan nilai, analisa yang tenang (tidak memihak) menggunakan metode
komgeratifi. Tugas utama antropologi, studi tentang manusia adalah untuk
memungkinkan kita memahami diri kita dengan memahami kebudayaan lain.
Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan manusia secara esensil, dan
karenanya membuat kita saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang
berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah
martabat

kepada

penghidupan

dan

eksitensis

manusia

menurut

Elwood

mendefinisikan Humaniora sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia


terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia
adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem,
namun sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan
4

merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama,


filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora
adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.
Jadi antara antropologi dan humaniora hubungannya sangat erat yang
kesemuanya memberikan sumbangan kepada antropologi sebagai kajian umum
mengenai manusia. Bagi para humanis bahan antropologis juga sangat penting.
Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi tradisional
biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, menguraikan artifak,
musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga menjadi subjek analisa bagi
para humanis dengan menggunakan alat-alat konseptual mereka sendiri.
b. Ilmu-ilmu Bagian Dari Antropologi
Di universitas-universitas Amerika, antropologi telah mencapai suatu
perkembangan

yang

paling

luas

ruang

lingkupnya

dan

batas

lapangan

perhatiannya yang luas itu menyebabkan adanya paling sedikit lima masalah
penelitian khusus:
1. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (evolusinya) secara biologis.
2. Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari
sudut ciri-ciri tumbuhnya.
3. Masalah sejarah asal, perkembangan dan persebaran aneka warna bahasa
yang diucapkan manusia diseluruh dunia.
4. Masalah perkembangan persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan
manusia di seluruh dunia.
5. Masalah

mengenai

asas-asas

kebudayaan

manusia

dalam

kehidupan

masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar diseluruh bumi masa kini.
c. Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik
keagamaan

yang

tumbuh

dan

berkembang

dalam

masyarakat.

Melalui

pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu

antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami


agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo,
lebih mengutamakan langsung bahkan sifatnya partisipatif.
E.

PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat
dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Dari dua definisi terlihat sosiologi
adalah ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Jalaluddin

Rahman

dalam

bukunya

yang

berjudul

Islam

Alternatif,

menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam
terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1. Pertama, dalam Al-Quran atau kitab-kitab hadits, proporsi terbesar kedua
sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut
Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip
Jalaluddin Rahman, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah
dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding
seratus untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).
2. Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah
adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan
urusan

muamalah

yang

penting,

maka

ibadah

boleh

diperpendek

atau

ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan


sebagaimana mestinya.
3. Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakan diberi ganjaran
lebih besar dari pada ibadah yang bersifat seorangan. Karena itu shalat yang
dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya dari pada shalat yang
dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh
derajat.
4. Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal karena melanggar pantangan tertentu maka kifaratnya
(tembusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah
sosial.

5. Kelima, dalam

Islam

terdapat

ajaran

bahwa

amal

baik

dalam

bidang

kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.


Ilmu sosial dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal ini dapat dimengerti karena banyak bidang kajian agama
yang baru dipahami secara imporsional dan tepat apabila menggunakan jasa
bantuan

dari

ilmu

sosila.

Pentingnya

pendekatan

sosial

dalam

agama

sebagaimana disebutkan diatas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran


agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami
ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
Maksud pendekatan ilmu sosial ini adalah implementasi ajaran Islam oleh
manusia dalam kehidupannya. Pendekatan ini mencoba memahami keagamaan
seseorang pada suatu masyarakat. Fenomena-fenomena keislaman yang bersifat
lahir diteliti dengan menggunakan ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi dan
lain sebagainya. Pendekatan sosial ini seperti apa perilaku keagamaan seseorang
didalam masyarakat apakah perilakunya singkron dengan ajaran agamanya atau
tidak. Pendekatan ilmu sosial ini digunakan untuk memahami keberagamaan
seseorang dalam suatu masyarakat.
F.

PENDEKATAN TEOLOGIS
Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theologia.
Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya
ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan . sedangkan pendekatan
teologis adalah suatu pendekatan yang normatif dan subjective terhadap agama.
Pada umumnya, pendekatan ini dilakukan dari dan oleh penganut agama dalam
usahanya menyelidiki agama lain. Secara harfiah, pendekatan teologis normatif
dalam memahami agama dapat diartikan sebagai upayamemahami agama
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu
keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang
paling benar dubandungkan dengan yang lainnya.
Menurut The Encyclopedia of American Religion, di Amerika Serikat
terdapat 1.200 sekte keagamaan. Satu diantaranya adalah sekte Davidian
bersama 80 orang pengikut fanatiknya melakukan bunuh diri masal setelah
berselisih dengan kekuasaan pemerintah Amerika Serikat. Dalam Islam pun
secara tradisional dapat dijumpai teologi Mutazilah, teologi Asyariyah, dan

teologi Maturidiyah. Sebelumnya terdapat pula teologi bernama Khawarij dan


Murjiah.
Di masa sekarang ini, perbadaan dalam bentuk formal teologis yang
terjadi di antara berbagai madzhab dan aliran teologis keagamaan. Namun,
pluralitas dalam perbedaan tersebut seharusnya tidak membawa mereka pada
sikap saling bermusuhan dan saling menonjolkan segi-segi perbedaan masingmasing secara arogan, tapi sebaiknya dicari titik persamaanya untuk menuju
subtansi dan misi agama yang paling suci. Salah satunya adalah dengan
mewujudkan rahmat bagi seluruh alam yang dilandasi pada prinsip keadilan,
kemanusiaan, kebersamaan, kemitraan, saling menolong, saling mewujudkan
kedamaian, dan seterusnya. Jika misi tersebut dapat dirasakan, fungsi agama
bagi kehidupan manusia segera dapat dirasakan.
G. PENDEKATAN PSIKOLOGIS
Pendekatan ini merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari
aspek-aspek

batini

pengalaman

keagamaan.

Suatu

esensi

pengalaman

keagamaan itu benar-benar ada dan bahwa dengan suatu esensi, pengalaman
tersebut dapat diketahui. Sentimen-sentimen individu dan kelompok berikut
gerak dinamisnya, harus pula diteliti dan inilah yang menjadi tugas interpretasi
psikologis.
Interpretasi agama melalui pendekatan psikologis memang berkembang
dan dijadikan sebagai cabang dari psikologi dengan nama psikologi agama.
Objek ilmu ini adalah manusia, gejala-gejala empiris dari keagamaanya. Karena
ilmu ini tidak berhak mempelajari betul tidaknya suatu agama, metodenya pun
tidak berhak untuk menilai atau mempelajari apakah agama itu diwahyukan
Tuhan atau tidak, dan juga tidak berhak mempelajari masalah-masalah yang
tidak empiris lainnya. Oleh karena itu pendekatan psikologis tidak berhak
menentukan benar salahnya suatu agama karena ilmu pengetahuan tidak
memiliki teknik untuk mendemonstrasikan hal-hal seperti itu, baik sekarang
maupun waktu yang akan datang.
Selain itu, sifat ilmu pengetahuan sifatnya adalah empirical science, yakni
mengandung

fakta

empiris

yang

tersusun

secara

sistematis

dengan

menggunakan metode ilmiah. Fakta empiris ini adalah fakta yang dapat diamati
dengan pola indera manusia pada umumnya, atau dapat dialami oleh semua
orang biasa, sedangkan Dzat Tuhan,wahyu,setan,dan fakta gaib lainnya tidak

dapat diamati dengan pola indera orang umum dan tidak semua orang mampu
mengalaminya. Sumber-sumber ilmiah untuk mengumpulkan data ilmiah melalui
pendekatan psikologi ini dapat diambil dari:
1. Pengalaman dari orang-orang yang masih hidup
2. Apa yang kita capai dengan meneliti diri kita sendiri
3. Riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh yang bersangkutan, atau yang ditulis
oleh para ahli agama.
H. PENDEKATAN LAINNYA
Pendekatan Kasus
Pendekatan

kasus

(Case

Approach)

bertujuan

untuk

memperlajari

penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik


hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana dapat
dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi focus
penelitian.

Dalam

hukum

Islam,

pendekatan

kasus

dilakukan

dengan

mempersembahkan kasus hukum baru dengan kasus hukum lama yang terdapat
ketentuan reasoning-nya atau persamaannya dalam teks suci. Dalam hal ini
disebut juga dengan analogi atau qiyas.
Pendekatan Analisis
Pendekatan analisis (analytical approach) adalah mengetahui makna
yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundangundangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam
praktik

dan

putusan-putusan

hukum.

Pendekatan

ini

bertujuan

untuk

menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, system hukum, dan
berbagai komsep yuridis. Misalnya konsep yuridis tentang subjek hukum, objek
hukum, hak milik, perkawinan, perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual beli,
prestasi, dan sebagainya. 5[5]
Pendekatan Perbandingan
Pendekatan perbandingan (comparative approach) merupakan penel;itian
normative untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions)
5

dari system hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama
dari system hukum) yang lain, atau membandingkan satu pendapat hukum
dengan pendapat hukum lainnya
Pendekatan perundang-undangan
Hukum sebagai system

tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut:
1.

Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada didalamnya terkait


antara satu dengan lain secara logis.

2.

All-inclusive
menampung

bahwa

kumpulan

permasalahan

normas

hukum

yang

hukum
ada,

tersebut

sehingga

cukup
tidak

mampu

aka

nada

kekurangan hukum.
3.

Systematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan lainny, normanorma hukum tersebut juga tersusun secara hirarkis. 6[6]
Sistem perundang-undangan tertentu tak lain merupakan produk hukum
melalui kajian mendalam, karena itu pendekatan perundang-undangan ini akan
sangat membantu kerja penelitian hukum untuk menemukan preskripsi baru
yang sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat.

BAB III
PENUTUP
6

A. SIMPULAN
Dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha
untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada
dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti
yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Karena sumber pengetahuan
pendekatan filosofis adalah rasio, maka untuk melakukan kajian dengan
pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat signifikan.
Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat
mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan
baru yang harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian,
pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari
teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang
digunakan dalam memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan teologis,
normative,

antropologis,

sosiologis,

psikologis,

histories,

dan

pendekatan

filosofis, serta pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun pendekatan yang


dimaksud disini (bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan
dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahman mendasarkan
bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas
keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan
kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian
agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian filosofi, atau penelitian legalistik.

B.

SARAN
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya
para pembaca sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran guna
perbaikan dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Omar mohammad, AL-Toumy al-syaibani, filsafah pendidikan islam, (terj.) Langgulung dari judul
asli falsafah al-tarbiyah al-islamiyah, Jakarta: bulan bintang ,1979, cet.1
Poerwadarminta, kamus umum bahasa indonesia, Jakarta: balai pustaka, 1991, cet,XII
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009
Yasid, Abu , Aspek-aspek Penelitian Hukum, Situbondo: 2010
pendekatan normatif
BAB I
PENDAHULUAN

Agama bukan hanya sekedar lambang kesalehan umat atau topik dalam kitab suci
umat beragama,namun secara konsepsional kehadiran agama semakin dituntut aktif untuk
menunjukkan cara-cara paling efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
umat manusia.
Tuntutan yang demikian itu akan mudah dijawab oleh kita sebagai kalangan intelektual
muslim dan siapa saja tatkala kita sebagai muslim memahami agama kita sendiri. Di mana
dalam memahami agama kita sendiri itu terdapat beberapa pendekatan diantaranya
pendekatan

teologis

normative.

Dengan

pendekatan-

pendekatan

tersebut

secara

operasional konseptual dapat memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan umat.


Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan
dalam memahami agama.
Tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut,agama akan menjadi sulit untuk
difahami oleh masyarakat,tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan

masalah kepada selain agama. Dengan adanya makalah ini menjelaskan salah satu
pendekatan, yakni pendekatan teologis normative.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEOLOGI NORMATIF


Dalam kamus inggris Indonesia, kata teologi diartikan ilmu agama, 7[1] sedangkan
dalam arti istilah teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang masalah ketuhanan, sifatsifat wajibnya, sifat-sifat mustahilnya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
pmbuatanya.8[2]
Dengan demikian teologi adalah istilah ilmu agama yang membahas ajaran ajaran
dasar dari suatu agama atau suatu keyakinan yang tertanam dihati sanubari. Setiap orang
yang ingin memahami seluk beluk agamanya, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat
dalam agama yang diyakininya.
Adapun kata normatif berasal dari bahasa ingris norm yang berarti norma, ajaran,
acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan.9[3] Sedangkan istilah normatif adalah prinsif prinsif atau pedoman
pedoman yang menjadi petunjuk manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat.
7
8

B.

PENDEKATAN TEOLOGIS DAN PENDEKATAN NORMATIF

1.

Pendekatan Teologis
Pendekatan teologis sering disebut juga sebagai perpektif timur,Pendekatan teologis
berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri.dimana agama
tidak lain merupakan hak prerogatif tuhan sendiri.realitas sejati dari agama adalah
sebagaimana yang dikatakan oleh masing-masing agama. 10[4] pendekatan seperti ini
biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini
peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya
itu.
Yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian yang dilakukan
oleh ulama-ulama,pendeta,rahib terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi
tanggung jawab mereka,baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah maupun dalam
rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang sudah ada.
Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang
menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud
empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.11[5]
Amin Abdullah dalam bukunya metodologi study islam mengatakan, bahwa teologi,
sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak, pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas
terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa
yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah
merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran-teologis.

2.

Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya
yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan,
9
10
11

tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil
sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara
normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama tampil
menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong,
tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil
menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu
pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demikian
pula untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama
tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalildalil yang terdapat dalam ajaran
agama yang bersangkutan.12[6]
Pendekatan teologis ini erat kaitanya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu
pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang
di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologi
normatif ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlakdari tuhan, tidak ada kekurangan
sedikitpun dan tempat bersikap ideal.
C.

CIRI- CIRI YANG MELEKAT


Pendekatan teologis normative ini mempunyai ciri- ciri yang malekat, yakni:

1.

Loyalitas terhadap sendiri

2.

Komitmen

3.

Dedikasi yang tinggai serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif yakni bahasa
sebagai pelaku bukan sebagai pengamat.
Dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah
pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau symbol- symbol keagamaan yang
masing- masing bentuk forma atau symbol- symbol keagamaantersebut mengklaim dirinya
sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu
yakin dan fanatic bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham yang lainnya salah,
sehingga memandang paham orang lain keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Dalam
kedaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirkan, salah menyalahkan antara

12

satu aliran dengan yang lainnya tidak terbuka dialog atau tidak saling menghargai. Yang ada
hanyalah ketertutupan, sehingga terjadi pemisah dan tekotak kotak.
Dengan

demikian, pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara

berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan
mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti benar, sehingga tidak
perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya
diperkuat dengan dalil- dalil dan argumentasi.
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Pendekata teologis normative ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
1.

Kelebihan
Kelebihan dari pendekatan teologis normatif adalah melalui pendekatan ini seorang akan
memiliki sikap mencintai dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama yang
diyakininya sebagai yang bnar tanpa memandang dan meremehkan agama lain. Dengan
pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang
dianutnya.13[7]

2.

Kekurangan

a.

Bersifat eksklusif

b.

Dogmatis

c.

Tidak mau mengakui kebenaran agama lain


Klasifikasi atau pembidangan ilmu-ilmu agama islam erat hubungannya dengan
perkembangan islam dalam sejarah. Tidak bisa dipungkiri bahwa ajaran islam mengalami
perkembangan dalam sejarah, sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai ke zaman kita
sekarang, dan akan terus berkembang lagi pada masa depan.
Ajaran-ajaran islam tidak turun sekaligus begitu saja dari langit melainkan diturunkan
secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw. Sesuai dengan perkembangan umat
islam pada zaman beliau hidup. Alquran datang untuk meluruskan keyakinan manusia
dengan membuat ajaran tauhid. Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud

13

Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada Nya. Sifat-sifat yang lebih disifatkan
kepadaNya dan tentang sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari padaNya.
Sesungguhnya fitrah manusia tentang keyakinan tentang keEsaan Allah telah terbantuk. 14[8]

BAB III
KESIMPULAN

Pendekatan Teologis
Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan
peneliti itu sendiri. pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama
untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran
keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.
Sikap eksklusifisme (ketertutupan) teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas
agama sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain,tetapi juga
merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit masuknya

14

kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan
nuansa.
Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif erat kaitannya dengan pendekatan teologis.pendekatan normatif
yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari
Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Cirri- cirri yang melekat: Loyalitas terhadap

kelompok sendiri, Komitmen, dan

Dedikasi yang tinggai serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif yakni bahasa sebagai
pelaku bukan sebagai pengamat.
Kelebihan pendekatan teologis normative adalah melalui pendekatan ini seorang
akan memiliki sikap mencintai dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama yang
diyakininya sebagai yang bnar tanpa memandang dan meremehkan agama lain. Dengan
pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang
dianutnya.
Kekurangan pendekatan teologis normative: Bersifat eksklusif, Dogmatis, dan Tidak
mau mengakui kebenaran agama lain.

DAFTAR PUSTAKA

Echols, John M., 1979, kamus ingris Indonesia, Jakarta :gramedia.


Nata, Abudin, 2001, peta keragaman pemikiran islam di Indonesia, Jakarta :
rajagrafindo.
Abdullah, M.Amin, 2000, Metodologi study agama, yOgyakarta: pustaka belajar.
Nata, H.Abuddin, 2008, Metodologi study Islam, jakarta: Raja Grafindo.
Nasution, Khoirudin, 2009, pengantar studi islam, yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahan
    Bahan
    Dokumen38 halaman
    Bahan
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makala H
    Makala H
    Dokumen21 halaman
    Makala H
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makala H
    Makala H
    Dokumen21 halaman
    Makala H
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makalah Moneter
    Makalah Moneter
    Dokumen18 halaman
    Makalah Moneter
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Makkalah
    Makkalah
    Dokumen17 halaman
    Makkalah
    NINGSIH
    Belum ada peringkat
  • Resume
    Resume
    Dokumen54 halaman
    Resume
    NINGSIH
    Belum ada peringkat