Anda di halaman 1dari 14

EKONOMI SYARIAH

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Besar UAS Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam dan Etika

Dosen Pengampu:
Dr. H. Mahrus As’ad, M.Ag.

Disusun Oleh:
IRWANSYAH
1101213450
TT-45-11

FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun
sampai dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulissangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 19 Juni 2022

Irwansyah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ 3
BAB II PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6
2.1 Pengertian Ekonomi Syariah .............................................................................................. 6
2.2 Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah ....................................................................................... 6
2.3 Makna Riba ........................................................................................................................ 8
2.4 Tujuan Ekonomi Syari’ah ................................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 13
3.2 Saran ................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang bersumber dari
wahyu yang transendental alquran dan hadist dan sumber interpretasi dari wahyu yang disebut dengan
ijtihad. Ekonomi syari’ah atau ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi
kehidupan di dunia.
Dan adapun prinsip-prinsip ekonomi atau ekonomi islam dan diantaraanya sebagai berikut :
a. Riba
b. Zakat
c. Gharar dan maysir
d. Takaful
e. Prinsi bagi hasil
f. Mudharabah (investasi)
g. Musyarakah (kemitraan)
Bila kita perhatikan Undang-undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989, maka dapat diketahui bahwa
ruang lingkup ekonomi syariah meliputi : Bank syariah, asuransi syariah, lembaga keuangan mikro syariah,
reasuransi syariah, obligasi syariah, surat berjangka menengah syariah, reksadana syariah, sekuritas
syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis
syariah.
Salah satu manfaat ekonomi syari’ah yaitu mengamalkan ekonomi syariah atau ekonomi islam berarti
mendukung gerakan amar ma'ruf nahi mungkar, oleh karena dana yang terkumpul tersebut hanya boleh
dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek-proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha-
usaha haram, seperti usaha pabrik minuman keras, usaha narkoba dan narkotika, usaha perjudian, hotel
yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa mungkar seperti diskotik dan
sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Apa pengertian ekonomi syari’ah ?
b. Apa saja prinsip-prinsip ekonomi syari’ah ?
c. Apa makna dari riba?
d. Apa tujuan ekonomi syari’ah ?
e. Apa saja manfaaat ekonomi syari’ah ?

4
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk:
a. Untuk mengetahui pengertian ekonomi syari’ah.
b. Untuk mengetahui prinsip-prinsip ekonomi syari’ah.
c. Untuk mengetahui makna dari riba.
d. Untuk mengetahui tujuan ekonomi syariah.
e. Untuk mengetahui manfaat ekonomi syari’ah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekonomi Syariah


Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam menurut para pakar, sebagai
berikut:
a. Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam menurut M.A. Manan adalah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-
nilai islam.
b. Menurut Muhammad Abdullah abdullah al-'Arabi, Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian
Ekonomi Islam ialah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari alquran
dan sunnah, dimana merupakan bangunan perekonomian yang didirikan di atas landasan dasar-
dasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa.
c. Prof.Dr. Zainuddin Ali mengemukakan bahwa Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian
Ekonomi Islam merupakan kumpulan norma hukum yang bersumber dari alquran dan hadist yang
mengatur perekonomian umat manusia.
d. Menurut Dr. Mardani, Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam yaitu usaha
atau kegiatan yang dilakukan oleh orang per orang atau kelompok orang atau badan usaha yang
berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat
komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.
Dari pengertian ekonomi syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Ekonomi Syariah atau
Pengertian Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu yang transendental alquran
dan hadist dan sumber interpretasi dari wahyu yang disebut dengan ijtihad.
2.2 Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah
Adapun prinsip-prinsip keuangan syariah meliputi:
a. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah tambahan. Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti
pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam
menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang
dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok
kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan.
Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan

6
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasih adalah penangguhan
penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.
Riba nasih muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini
dan yang diserahkan kemudian.
b. Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti
setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin
atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk
sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk
menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan
sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
c. Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam
Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah
tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan
Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak
sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena itu lembaga keuangan syariah
tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan
terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan
produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
d. Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata
maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan) penjudi berusaha
mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk
aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur
judi. Hukum islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri
melalui permainan judi harus dilarang.
Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar secara harfiah berarti
resiko. Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis.
Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau
menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar
dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
e. Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan

7
kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan suatu kelompok sepakat
untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota
partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima manfaat finansial dari dana sebagaimana
ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud
dan Lewis, 2007).
Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan
antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan
dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam
konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama mutual insurance, karena para anggotanya menjadi
penjamin insurer dan juga yang terjamin insured.
f. Prinsip Bagi Hasil
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil profit and
loss sharing. Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan
dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah
dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
g. Mudharabah (Investasi)
Mudharabah dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal shahib al
mal atau rabb al mal yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha
mudharib untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak
mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi
pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. (Algaoud dan Lewis,
2007)
h. Musyarakah (Kemitraan)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2.3 Makna Riba
a. Pengertian Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam istilah linguistik, riba berarti tumbuh dan
membesar. Akan tetapi tidak semua tambahan adalah riba. Dalam istilah fiqih, riba adalah
pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil baik dalam transaksi maupun pinjam meminjam.
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan
persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan
bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam
secara bathil atau bertentangan denganprinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini
dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275: “...padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba...”
b. Macam-Macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba piutang dan riba jual beli.
Kelompok pertama terbagi menjadi riba Qardh dan Jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua
macam, yaitu riba Fadl dan Nasi’ah.
8
a) Riba Qardh, yaitu suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berhutang (Muqtaridh).
Maksudnya meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang
meminjami/ mempiutangi.
Contoh: Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan
Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
b) Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar
pada waktu yang ditentukan.
Contoh: Susanto meminjam uang sebesar Rp.5.000.000,00 kepada Adi dan harus dikembalikan pada
waktu 2 minggu, karena Susanto tidak memiliki uang dalam 2 minggu tersebut akhirnya ia tidak bisa
mengembalikannya kepada Adi. Nah, akhirnya hutang Susanto naik 2 kali lipat dari sebelumnya,
dimana Susanto seharusnya mengembalikan uang kepada Adi sebesar Rp.5.000.000,00 akan tetapi
Susanto harus mengembalikan uang sebesar Rp.10.000.000,00.

c) Riba Fadl, yaitu pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.4
Contoh: tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.

d) Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan
jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan
antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian
Contoh: Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2gram
lagi, menjadi 14gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

c. Hukum Riba
Secara garis besar, pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:
Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat ganda, karena yang diharamkan al - qur’an
adalah riba yang berlipat ganda saja, yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis tidak ada
riba kecuali nasi’ah. Karenannya, selain riba nasi’ah maka diperbolehkan.
Kelompok kedua: mengharamkan riba, baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam islam, baik
besar maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram hukumnya karena
zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutupi pintu ke riba yang lebih besar.

d. Dampak Pelarangan Riba

Riba dapat berdampak buruk terhadap:

1. Pribadi seseorang
2. Kehidupan masyarakat
3. Ekonomi
Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta
kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi di dalam
perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan
resersi.·
Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang melakukan
penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara sebagian besar anggota
masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta konsentrasi kekayaan di tangan
sedikit orang. Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat menjadi tidak merata dan
celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun dengan tajam terbagi menjadi dua

9
kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan mereka memengaruhi kedamaian dan
harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi,
depresi, inflasi dan pengangguran terjadi.

Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba
yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek yang ditangani
oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran sumber-sumber finansial di
dalam negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang sama atau
lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja
memiliki nilai sosial.·
Riba (bunga) yang dipungut pada utang internasional akan menjadi lebih buruk lagi karena
memperparah DSR (debt-service ratio) negara-negara debitur. Riba (bunga) itu tidak hanya
menghalangi pembangunan ekonomi negara-negara miskin, melainkan juga menimbulkan transfer
sumber daya dari negara miskin ke negara kaya. Lebih dari itu, ia
juga memengaruhi hubungan antara negara miskin dan kaya sehingga membahayakankeamanan dan
perdamaian internasional.
Akibat-akibat buruk yang di jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di antaraya:

a. Riba merusak sumber daya manusia


b. Riba merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi
c. Riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
d. Riba menciptakan kesenjangan social
e. Riba Faktor utama terjadinya krisis Ekonomi Global
f. Cara menghindari Riba dalam Ekonomi Syariah
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan
Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan
bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat bunga
bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba
adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank
dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda
dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat
ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at.
Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam
menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian
profit and loss sharing.
c. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai
andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura).
d. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
f. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang
dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah
60%: 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat olehpihak bank.

10
g. Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan cara
berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil
untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah yang
penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah
swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi
juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga
agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalahmengajarkan
agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada
orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba.
Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini
dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan
(komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam
Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah
pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya
syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik
dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah
ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi
Islam. Ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah didasarkan pada prinsip syariah yang digali dari
Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran
mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.
g. Hikmah dibalik larangan riba:
Diantara hikmah dari adanya larangan riba yaitu:

1. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi hanya
mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun
masyarakat.
2. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh si
pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Keuntungannya diperoleh
dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya.
3. Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau barang
akan kehilangan rasa sosialnya, egois.
4. Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lainyang
lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.
5. Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan hartabenda
dan akhirnya menjadi fakir miskin.
2.4 Tujuan Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Syariah atau Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi
kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh
mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Syariah adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama falah. Ekonomi Islam menjadi rahmat
seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam
mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber

11
hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran
hukum Islam yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia,
yaitu (Rahman, 1995:84):
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang
menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar, yaitu: keselamatan keyakinan agama
(al din), kesalamatan jiwa (al nafs), keselamatan akal (al aql), keselamatan keluarga dan keturunan
(al nasl) dan keselamatan harta benda (al mal).
2.5 Manfaat Ekonomi Syari’ah
Manfaat ekonomi syariah atau manfaat ekonomi islam, sebagai berikut :
a. mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah (menyeluruh), sehingga islamnya tidak lagi
parsial. Apabila ada seorang muslim yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi
konvensional yang mengandung unsur riba, berarti islamnya belum kaffah (menyeluruh), sebab
ajaran ekonomi syariah diabaikannya.
b. menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah atau ekonomi islam melalui bank syariah,
asuransi-asuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah akan mendapatkan keuntungan di
dunia dan di akhirat. Keuntungan di dunia berupa keuantungan bagi hasil dan keuntungan akhirat
adalah terbebasnya dari unsur riba. Selain itu, seorang muslim yang mengamalkan ekonomi
syariah atau ekonomi islam akan mendapatkan pahala karena telah mengamalkan ajaran islam dan
meninggalkan aktivitas riba.
c. praktik ekonomi syariah berdasarkan islam bernilai ibadah, hal ini bernilai ibadah karena telah
mengamalkan syariat Allah SWT.
d. mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syariah dan juga BMT, berarti
mendukung lembaga ekonomi umat islam itu sendiri.
e. mengamalkan ekonomi syariah atau ekonomi islam dengan membuka tabungan, deposito atau pun
menjadi nasabah asuransi syariah, secara otomatis akan mendukung upaya pemberdayaan ekonomi
umat islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslim.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ekonomi syari’ah memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan
keadilan pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga
menciptakan stabilitas perekonomian.
Ekonomi syari’ah yang menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam
menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional.
3.2 Saran
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan, bahkan sudah
banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian indonesia. Penerapan ekonomi islam
sendiri menurut kelompok kami merupakan perbaikan perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-
prinsip yang mengaturnya.
Oleh karena itu, pemerintah hendaknya bisa menyentakkan dan membuka mata untuk melirik dan
menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi perekonomian Indonesia. Pemerintah harus melihat ekonomi
syari’ah dalam konteks penyelamatan ekonomi Nasional.

13
DAFTAR PUSTAKA
LPES Salman. Selasa, 16 February 2010. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah. (online),
(http://salmanitb.com/2010/02/16/prinsip-prinsip-dasar-ekonomi-syariah/). diakses pada 5 April 2016
Rosiyanti. Minggu, 21 April 2013. Solusi perekonomian Indonesia dengan Ekonomi Syariah.
(online), diakses pada 5 April 2016

An-Nabhani,Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persektif Islam, Risalah Gusti,


1996, Surabaya.
Karim, M.A S.E, Adiwarman. Ir.,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, The International Institut of
Islamic Thought Indonesia, 2001, Jakarta
Lubis, Ibrahim, H. Drs, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Kalam Mulia, 1995 Jakarta.
Sholahuddin, M. S.E, M.Si., Asas-asas Ekonomi Islam, PT.Raja Grafindo Persada, 2007, Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai