Anda di halaman 1dari 128

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/365489611

HUKUM EKONOMI SYARIAH Buku Ajar

Book · November 2022

CITATION READS

1 1,768

1 author:

Abdul Wahab
Universitas Muhammadiyah Surabaya
9 PUBLICATIONS   62 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

hukum ekonomi syariah View project

All content following this page was uploaded by Abdul Wahab on 18 November 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dr. Abdul Wahab, M.E.I.
Dr. Abdul Wahab, M.E.I.

Buku Ajar

HUKUM
Buku Ajar HUKUM EKONOMI SYARIAH
EKONOMI
SYARIAH
www.zahirpublishing.com
BUKU AJAR
HUKUM EKONOMI SYARIAH

Dr. Abdul Wahab, M.E.I.


BUKU AJAR
HUKUM EKONOMI SYARIAH
Penulis
Dr. Abdul Wahab, M.E.I.
Tata Letak
Ulfa
Desain Sampul
Faizin
15.5 x 23 cm, vi + 120 hlm.
Cetakan I, Mei 2022
ISBN: 978-623-5705-20-0

Diterbitkan oleh:
ZAHIR PUBLISHING
Kadisoka RT. 05 RW. 02, Purwomartani,
Kalasan, Sleman, Yogyakarta 55571
e-mail: zahirpublishing@gmail.com
Anggota IKAPI D.I. Yogyakarta
No. 132/DIY/2020

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullilah atas karunia Allah swt, saya dapat


menyelesaikan penyusunan buku ajar ini. Buku Ajar Hukum Ekonomi
Syariah bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam memenuhi
alternatif referensi tentang hukum ekonomi syariah, dalam merespon
kemajuan industri ekonomi syariah.
Buku ini dikhususkan untuk mahasiswa dan pengajar hukum
ekonomi syariah di prodi HES, HKI, Perbankan Syariah, serta
masyarakat umum (Hakim, Pengacara, Panitera, dll) yang konsen
dengan Hukum Ekonomi Syariah, agar lebih mudah dalam
memahami hal ihwal tentang hukum ekonomi syariah.
Buku ini mungkin masih belum sempurna, untuk itu masukan, kritik,
saran, dari berbagai pihak sangat kami harapkan, guna lebih sempurna.

Surabaya, November 2021

Penulis

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah iii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... iii


DAFTAR ISI...................................................................................................... v
BAB 1 KONSEP DAN SISTEM EKONOMI SYARIAH....................... 1
BAB 2 RUANG LINGKUP HUKUM EKONOMI SYARIAH.............. 7
BAB 3 HUKUM KOPERASI SYARIAH................................................... 13
BAB 4 HUKUM PERSEROAN SYARIAH.............................................. 23
BAB 5 HUKUM INVESTASI SYARIAH ................................................. 33
BAB 6 HUKUM SAHAM SYARIAH....................................................... 41
BAB 7 OBLIGASI SYARIAH..................................................................... 53
BAB 8 HUKUM REKSADANA SYARIAH............................................. 61
BAB 9 HUKUM PERBANKAN SYARIAH............................................. 69
BAB 10 HUKUM ASURANSI SYARIAH.................................................. 81
BAB 11 JAMINAN DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH............. 91
BAB 12 SENGKETA HUKUM EKONOMI SYARIAH............................ 99
TENTANG PENULIS...................................................................................... 119

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah v


BAB 1
KONSEP DAN SISTEM EKONOMI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan definisi ekonomi syariah.
2. Menjelaskan konsep dan sistem ekonomi syariah
3. Menganalisa karakteristik konsep dan sistem ekonomi syariah.

A. Definisi Konsep dan Sistem Ekonomi


Pengertian “konsep” secara bahasa menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, bermakna ; 1. rancangan atau buram surat dan
sebagainya; 2. Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa
konkret; 3. Gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang
ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
hal-hal lain. Agar segala kegiatan berjalan dengan lancar dibutuhkan
suatu perencanaan yang mudah dipahami dan dimengerti.
Perencanaan yang baik akan menjadikan tujuan itu berkualitas. Di
dalam perencanaan yang baik dan matang tersebut dibutuhkan
gagasan atau ide atau cita-cita yang digunakan sebagai patokan
atau pedoman. Perencanaan inilah yang disebut dengan konsep.
Sedangkan pengertian “sistem” menurut beberapa ahli adalah:
1. Azhar Susanto mengartikan bahwa sistem adalah kumpulan
atau grup dari bagian atau komponen atau apapun baik fisik
maupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan
dapat bekerja sama untuk mencapai satu tujuan tertentu.
2. Menurut Sutarman, sistem adalah kumpulan elemen yang saling
berinteraksi dalam kesatuan untuk menjalankan suatu proses
pencapaian suatu tujuan utama.
3. Jogiyanto menjelaskan bahwa sistem dapat didefinisikan
dengan pendekatan prosedur dan komponen. Sistem dan

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 1


prosedur adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan yang lain. Suatu sistem baru dapat terbentuk jika
didalamnya ada beberapa prosedur yang mengikutinya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan konsep dan sistem
ekonomi adalah rancangan atau gambaran tentang suatu kesatuan
komponen atau elemen yang bekerja sama dalam mencapai tujuan
ekonomi.
Secara umum kita mengenal ada beberapa jenis sistem ekonomi:
1. Sistem ekonomi tradisional
2. Sistem ekonomi sosialis
3. Sistem ekonomi kapitalis
4. Sistem ekonomi campuran

B. Definisi Konsep dan Sistem Ekonomi Syariah


Secara terminologi, pengertian “syariah” adalah peraturan-
peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala, atau digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada
kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil
oleh orang Islam, sebagai penghubung dengan Allah dan juga
dengan sesama manusia.
Menurut Yusuf Qardhawi, bahwa syariah itu mengandung
seluruh aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, aspek keluarga, aspek
bisnis, aspek hukum dan peradilan, hingga hubungan antar Negara.
Pengertian “ekonomi syariah” menurut beberapa ahli:
1. Menurut Monzer Kahf, yaitu bagian dari ilmu ekonomi yang
bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah
tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik
dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu
pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai
tool of analysis seperti matematika, statistika, logika dan ushul fiqih.
2. Menurut Muhammad Abdullah Al-Arabi, yaitu sekumpulan
dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari al-Qur’an

2 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


dan As-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang
kita dirikan diatas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan
tingkat lingkungan dan masa.
3. Menurut M.A Mannan, yaitu suatu ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam.
Dengan demikian konsep dan sistem ekonomi syariah adalah
suatu rancangan atau gagasan atau gambaran utuh tentang seluruh
komponen dan elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai
tujuan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam.

C. Karakteristik Konsep dan Sistem Ekonomi Syariah


1. Dasar-Dasar Ekonomi Syariah
a. Mencapai kesejahteraan individu dan masyarakat baik di
dunia maupun di akhirat, tercapainya seluruh kebutuhan
secara optimal sesuai dengan Syariah, baik secara individu
maupun masyarakat. Pencapaian kebutuhan sumber daya
secara optimal tanpa pemborosan serta dapat melestarikan
seluruh rezeki yang telah disediakan Allah swt.
b. Hak milik individu diakui sebagai usaha dan kerja secara
halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang benar.
c. Larangan menimbun harta benda, barang dagangan dan
lain sebagainya yang dapat menyebabkan kesusahan bagi
orang lain yang lebih membutuhkan, dan menghambat
laju perekonomian.
d. Pada harta orang kaya ada hak untuk orang miskin, maka
dari itu ekonomi Islam harus membagikan sebagian
hartanya untuk berzakat maupun bersedekah.
e. Larangan riba dalam seluruh aspek ekonomi
2. Prinsip-prinsip dalam Ekonomi Syariah
a. Prinsip Tauhid (Keimanan)
Tauhid merupakan pokok dari ajaran Islam. Dengan tauhid,
manusia menyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 3


menciptakan manusia dan alam semesta sebagai sumber
daya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
b. Prinsip Adl (Keadilan)
Adil bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya,
menempatkan sesuatu secara proporsional, perlakuan
setara atau seimbang dalam segala bentuk muamalah.
c. Prinsip Nubuwwah (Kenabian)
Bahwasanya sebagai muslim meyakini bahwa Allah
mengutus Rasul untuk membimbing manusia dalam
kehidupannya agar mendapat petunjuk menuju kebenaran,
para rasul juga menjadi contoh bagi umat dalam hal
kegiatan ekonomi.
d. Prinsip Khilafah (Pemerintahan)
Bahwasanya manusia diciptakan untuk menjadi khalifah
dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur
seluruh sumber daya di bumi.
e. Prinsip Ma’ad (Hasil)
Maknanya adalah bahwa dunia ini tempat untuk menanam,
sedangkan akhirat adalah tempat untuk memanen hasil
amalan dunia.
3. Tujuan Sistem Ekonomi Syariah.
Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi syariah
berdasarkan konsep dasar dalam Islam, yang berdasarkan
rujukan kepada Alquran dan Sunnah adalah sebagai berikut.
a. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap
lapisan masyarakat.
b. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang.
c. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan
meminimalkan ketimpangan distribusi pendapatan dan
kekayaan di masyarakat.

4 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


d. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk
mematuhi nilai-nilai moral.
e. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Daftar Pustaka
Al Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem
Ekonomi Islam, Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya, Surabaya.
PT. Bina Ilmu, 1980.
Al-Arif, M Nur Rianto, Amalia Euis, Teori Mikro Ekonomi: Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional,
Jakarta. Kencana, 2010.
Al-Arif, M Nur Rianto, Teori Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan
Analisis. Bandung: Alfabeta, 2010.
Ghofur, Abdul, Pengantar Ekonomi Syariah: konsep dasar, paradigma,
pengembangan ekonomi syariah, Rajawali Pers. 2017.
Jogiyanto, HM., Analisis dan Desain Sistem Informasi, Yogyakarta.
Andi Offset, 2009.
Karim, Adiwarman A. , Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: IIIT, 2002.
KBBI, 2020. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). {online}. http://
kbbi.web.id/konsep. (Diakses 04 November 2020)
Kemenag, Alquran dan terjemahnya, surat At-Ma’idah ayat 3.
Shalihin, Ahmad Ifham, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Susanto, Azhar, Sistem Informasi Akuntansi: Struktur Pengendalian
Resiko Pengembangan. Bandung. Lingga Jaya, 2013.
M.A. Mannan, Ekonomi Islam, Jakarta. Intermasa, 1992.
Churiyah, Madziatul, Mengenal Ekonomi Syariah, Surya Pena
Gemilang, 2011.
Sutarman, Pengantar Teknologi Infomasi, Jakarta. Bumi Aksara, 2013.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan baik dan
benar.
1. Jelaskan definisi ekonomi syariah?
2. Jelaskan konsep ekonomi syariah?

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 5


3. Jelaskan sistem ekonomi syariah?
4. Jelaskan karakteristik ekonomi syariah?

6 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 2
RUANG LINGKUP HUKUM EKONOMI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan definisi hukum ekonomi syariah.
2. Menjelaskan ruang lingkup hukum ekonomi syariah.

A. Definisi Hukum Ekonomi Syariah


Guna memahami pengertian hukum ekonomi syariah, maka
diperlukan pemahaman terhadap hukum dan ekonomi syariah
secara umum, Untuk memudahkan dalam memahami makna kata
tersebut, maka dapat diuraikan yakni:
• Hukum menurut Soerjono Soekanto merupakan konkretisasi
dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat dan suatu
keadaan yang dicitacitakan adalah adanya kesesuaian antara
hukum dengan sistem nilai tersebut. Menurut Wiryono Kusumo,
hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan
terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Dalam
ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu
atas sesuatu atau meniadakannya. Sedangkan tujuan dari
hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan,
dan ketertiban dalam masyarakat
• Ekonomi Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang dilandasi
oleh nilai-nilai atau moral islamiah. Kajian ilmu ekonomi Islam
dari segi ini tidak berbeda dari ekonomi sekuler, akan tetapi dari
segi lain ia terikat dengan nilai-nilai Islam, atau dalam istilah
sehari-hari, terikat dengan ketentuan halal-haram. Ekonomi
Syariah, menurut penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor
3 tahun 2006 adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 7


dilaksanakan menurut prinsip syariah. Prinsip Syariah sendiri
merupakan prinsip yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
Dari pengertian hukum dan ekonomi syariah diatas maka hukum
ekonomi syariah dapat didifinisikan sebagai hukum yang mengatur
segala hal yang berkaitan dengan kegiatan sistem ekonomi yang
dilandasi dan didasari oleh nilai-nilai islamiah yang tercantum dalam
dasar hukum normatif dan dasar hukum formal. Dalam konteks
masyarakat, hukum ekonomi syariah berarti hukum ekonomi islam
yang digali dari sistem ekonomi islam yang ada dalam masyarakat.
Masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna
menciptakan tertib hukum dan menyelesaikan masalah sengketa
yang pasti timbul pada interaksi ekonomi untuk menyelesaikan
berbagai sengketa yang mungkin muncul dalam masyarakat.

B. Dasar Hukum Ekonomi Syariah


Dasar hukum Ekonomi syariah di Indonesia terbagi dalam
dua bagian, yaitu dasar hukum normatif dan dasar hukum formal
Keduanya saling menguatkan dalam proses berlakunya hukum
Ekonomi syariah di Indonesia.
1. Landasan normatif diantaranya: al-quran, as-sunnah, ijtihad,
qiyas, dan fatwa MUI/DSN.
2. Landasan formal terbagi kedalam beberapa bagian, diantaranya:
a. Landasan ideal: pembukaan UUD 1945 dan Pancasila
b. Landasan Konstitusional: Pasal 29 dan Pasal 33 UUD 1945
c. Landasan operasional:
1) UU No. 10 1998 perubahan atas UU No. 7 1992
perbankan dan penjelasannya.
2) UU No. 23 1999 BI dan penjelasan
3) Peraturan BI No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro wajib
4) Peraturan BI No. 2/8/PBI/2000 tentang pasar uang
antar bank berdasar prinsip syariah dan penjelasan.
5) Peraturan BI No. 2/9/PBI/2000 tentang sertifikat wadiah
BI dan penjelasan

8 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


6) Peraturan BI No. 4/1/PBI/2002 tentang perubahan
kegiatan usaha bank umum konfensional menjadi bank
umum berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan
kantor bank berdasarkan prinsip syariah oleh bank
umum konvensional dan penjelasan.
7) Peraturan BI No. 5/3/PBI/2003 tentang fasilitas
pembiayaan jangka pendek bagi bank syariah dan
penjelasan.
8) Peraturan BI No. 5/7/PBI/2003 tentang fasilitas aktiva
produktif bagi bank syariah dan penjelasan
9) Peraturan BI No. 5/9/PBI/2003 tentang penyisihan
penghapusan aktiva produktif bagi bank syariah dan
penjelasan
10) Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasar bank
syariah dan penjelasan
11) Surat keputusan BI Tentang Bank umum berdasar
prinsip syariah
12) Surat keputusan BI Tentang Bank perkereditan syariah
berdasar prinsip syariah.

C. Ruang Lingkup Hukum Ekonomi Syariah


Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karena itu
ia merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam.
Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam mengikuti agama
Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way
of life), di mana Islam telah menyiapkan berbagai perangkat aturan
yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
ekonomi. Beberapa aturan bersifat pasti dan berlaku permanen,
sebagian yang lain bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan
kondisi. Senada dengan uraian ini, M. Syafi’i Antonio menjelaskan
bahwa syariah Islam adalah syariah yang mempunyai keunikan
tersendiri, yaitu bukan saja menyeluruh atau komprehensif, melainkan
juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 9


syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya. Komprehensif
berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual
(ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal bermakna syariah
Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai
Hari Akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama dalam
bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel,
muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan nonmuslim.
Ruang lingkup ekonomi Islam secara komprehensif adalah
bermuamalah, dalam bermuamalah harus ada nilai-nilai universal
yang terkandung antara lain nilai-nilai tauhid (keesaan Tuhan),
adalah (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan),
dan ma’ad (hasil). Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib
ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta
benda. Dan secara umum ruang lingkup ekonomi syariah adalah
meliputi aspek ekonomi, antara lain shirkah dan mudharabah,
murabahah, khiyar, istisna, ijarah, salam, kafalah, hawalah, dan lain-
lain. Tetapi dalam aspek kerjasama yang paling banyak dilakukan
adalah bagi hasil, yaitu shirkah dan mudharabah.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ruang
lingkup hukum ekonomi Islam terbagi dalam 4 buku masing-masing:
1. Tentang Subjek Hukum dan Amwal, terdiri atas 3 bab (pasal 1-19).
2. Tentang Akad Tentang Akad, meliputi: Asas akad, Rukun, syarat,
kategori hukum, ‘Aib, Akibat, dan manfaat akad, Ba’i, Syirkah,
Mudharabah, Muzara’ah dan musaqah, Khiyar, Ijarah, dll terdiri
dari 29 bab (pasal 20-673).
3. Tentang Zakat dan Hibah yang terdiri atas 4 bab (pasal 674-734).
4. Tentang Akuntansi Syariah yang terdiri atas 7 bab (pasal 735-
796) (PERMA Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah).
Bila kita perhatikan cakupan bab dan pasal kompilasi hukum
ekonomi syariah, maka ruang lingkup ekonomi syariah meliputi
aspek ekonomi sebagai berikut: ba’i, akad-akad jual beli, syirkah,

10 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


mudharabah, murabahah, muzara’ah danmusaqah, khiyar, istisna,
ijarah, kafalah, hawalah, rahn, wadi’ah, gashb dan itlaf, wakalah,
shulhu, pelepasan hak, ta’min, obligasi, syariah mudharabah,
pasar modal, reksadana syariah, sertifikasi bank Indonesia syariah,
pembiayaan multi jasa, qardh, pembiayaan rekening koran syariah,
dana pensiun syariah, zakat dan hibah, dan akuntansi syariah.
Menurut UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU
No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UUPA), ruang lingkup
hukum ekonomi syariah adalah meliputi:
1. Bank Syariah
2. Reasuransi Syariah
3. Pembiayaan Syariah
4. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
5. Reksadana Syariah
6. Pegadaian Syariah
7. Asuransi Syariah
8. Sekuritas Syariah
9. Bisnis Syariah
10. Obligasi Syariah & Surat Berjangka Syariah
11. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah.
Sedang menurut UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas
UU Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989, maka dapat diketahui bahwa
ruang lingkup ekonomi syariah meliputi: Bank syariah, asuransi
syariah, lembaga keuangan mikro syariah, reasuransi syariah,
obligasi syariah, surat berjangka menengah syariah, reksadana
syariah, sekuritas syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah,
dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah

Daftar Pustaka
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani bekerja sama dengan Tazkia Cendekia, 2009.
Dasuki, HA. Hafizh. “Hukum”. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve, 1997.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 11


Hamid, Arifin. Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi syariah) Di Indonesia.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2007.
Hosen, M. Nadratuzzaman, A.M. Hasan Ali, dan Bahrul Muhtasib.
Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta: PKES, 2008.
Itang. “Dasar Hukum Ekonomi Islam.” Jurnal Ekonomi Islam UIN
Sultan Maulana Hasanuddin.” Vol 7, No.1 (Januari -Juni 2016).
Ka’abah, Rifyal. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari‟ah Sebagai
Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama.” Majalah Hukum
Varia Peradilan, Tahun ke XXI, No. 245 (April 2006)
Kahf, Monser. Deskripsi Ekonomi Islam. Terj Rifyal Ka’bah. Jakarta:
Penerbit Minaret. 1987.
Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.
Lukito, Ratno. “Syariat Islam dalam Ruang Polisentrisitas Hukum”,
Kompas (22 April 2002).
Naning, Ramdlon. 2008. “Penyelesaian Sengketa dalam Islam.” Jurnal
Varia Advokat, VI, 2008.
Panggabean, Samsu dan Taufik Adnan Amal. Politik Syariat Islam
dari Indonesia hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004.
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2009.
Rostini, Intan. “Pengertian Hukum Menurut Beberapa Ahli Hukum,”
http://intanrostini.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-hukum-
menurut-beberapa-ahli.html; diakses tanggal 14 Oktober 2020.
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan, 1998.
Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar.
1. Jelaskan definisi hukum ekonomi syariah?
2. Sebutkan ruang lingkup hukum ekonomi syariah menurut KHI?
3. Sebutkan ruang lingkup hukum ekonomi syariah menurut UU
No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama (PA)?

12 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 3
HUKUM KOPERASI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. menjelaskan pengertian Koperasi Syariah
2. menjelaskan tujuan Koperasi Syariah
3. menjelaskan fungsi Koperasi Syariah
4. menjelaskan landasan Koperasi Syariah
5. menjelaskan prinsip Koperasi Syariah
6. menjelaskan produk Koperasi Syariah
7. menganalisa perbedaan dan persamaan Koperasi Syariah dan
Koperasi Syariah

A. Pengertian Koperasi Syariah


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Koperasi adalah
perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan para anggotanya
dengan cara menjual barang keperluan sehari-hari dengan harga
murah (tidak bermaksud mencari untung). Sedangkan syariah
adalah syariat, maka dapat disimpulkan bahwa koperasi syariah
adalah suatu perserikatan yang memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan anggota dengan tidak mengambil keuntungan dan
dalam ruang lingkup syariat Islam.
Menurut Masjfuk Zuhdi,yang dimaksud dengan Koperasi
adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan
orangorang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh
kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar
suka rela secara kekeluargaan.
Pengertian umum dari koperasi syariah adalah badan usaha
koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsi-prinsip syariah.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 13


Apabila koperasi memiliki unit usaha produktif simpan pinjam, maka
seluruh produk dan operasionalnya harus dilaksanakan dengan
mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama
Indonesia. Berdasarkan hal 13 tersebut,maka koperasi syariah tidak
diperkenankan berusaha dalam bidang-bidang yang didalamnya
terdapat unsur-unsur riba, maysir, dan gharar.
Sebagian Ulama berpendapat bahwa Koperasi yang termasuk
Syirkah Ta’awuniyah (Persekutuan tolong-menolong), merupakan
suatu perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih, yang satu
pihak menyediakan modal usaha sedangkan pihak lain melakukan
usaha atas dasar profit sharring (membagi untung) menurut perjanjian.

B. Tujuan Koperasi Syariah


Tujuan dari koperasi syariah antara lain:
1. Mensejahterakan ekonomi anggotanya sesuai norma dan moral
islam
ْ َ ۙ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ٌ ْ َ ْ ّ َ ْ ّ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ
‫ان فل َي ْس َت ِج ْي ُب ْوا‬ِ ‫وِاذا سالك ِعب ِادي ع ِني ف ِا ِني ق ِريب ۗ ا ِجيب دعوة الد ِاع ِاذا دع‬
َّ َ ْ
‫ِل ْي َول ُي ْؤ ِم ُن ْوا ِب ْي ل َعل ُه ْم َي ْر ُش ُد ْون‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syetan,karena sesungguhnya syetan itu musuh nyata
bagimu”.(Q.S Al baqarah:168)

2. Menciptakan persaudaraan dan keadilan sesama anggota:


ُ َ ُ ُ ْ َُْ َ َ ُ ََ
‫اس ِإ َّنا خل ْق َناك ْم ِم ْن ذك ٍر َوأنثى َو َج َعل َناك ْم ش ُع ًوبا َوق َبا ِئ َل ِل َت َعا َرفوا‬ َّ ‫َيا َأ ُّي َها‬
ُ ‫الن‬
َ ٌ َ َ َّ َّ ْ ُ َ ْ َ َّ َ ْ ْ ُ َ َ ْ َ َّ
‫يم خ ِب ٌير‬ ‫ِإن أكرمكم ِعند الل ِه أتقاكم ِإن الله ع ِل‬
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki serta seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal”. (Q.S Al Hujarat: 13).

14 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


C. Fungsi Koperasi
Fungsi dari koperasi syariah terbagi menjadi 7, diantaranya
sebagai berikut:
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya,
guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya
2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi
lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen
(istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam
dan prinsip-prinsip syariah islam
3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan
perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan
dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta
5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu
bekerjasama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif
6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja
7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota

D. Landasan Koperasi Syariah


Dalam menjalankan keberlangsungan koperasi, koperasi syariah
memiliki beberapa landasan sebagai berikut:
1. Koperasi syariah berlandaskan pancasila dan undang-undang
dasar 1945
2. Koperasi syariah berazaskan kekeluargaan
3. Berlandaskan syariah Islam yaitu Al-Quran dan Assunah dengan
saling tolong menolong dan menguatkan.
a. Berdasarkan (Q.S. An-nisa 29)
ً َ ُ َ َ ٓ َّ
‫اط ِل ِال ا ْن تك ْون ِت َجا َرة َع ْن‬ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ ْٓ ُ ُ ْ َ َ ْ ُ َ ٰ َ ْ َّ َ ٰٓ
ِ ‫يا ُّي َها ال ِذين امنوا ل تأكلوا اموالك ْم بينك ْم ِبالب‬
ُ َ َ َ ّٰ َّ ْ ُ َ ُ ْ َ ْٓ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ْ ّ ََ
‫ان ِبك ْم َر ِح ْي ًما‬ ‫اض ِمنكم ۗ ول تقتلوا انفسكم ۗ ِان الله ك‬ ٍ ‫تر‬

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 15


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka samasuka
di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu”

b. Berdasarkan (Q.S. Al-Baqoroh 275)


ٰ َّ ُ َ َّ َ َّ َ َ ّ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َّ َ
‫الرٰبوا ل َي ُق ْو ُم ْون ِال ك َما َي ُق ْو ُم ال ِذ ْي َي َتخ َّبط ُه الش ْيط ُن ِم َن‬ ِ ‫ال ِذين يأكلون‬
ۗ ّ َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ ّٰ َّ َ َ َ ۘ ٰ ّ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ َّ ْٓ ُ َ ْ ُ َّ َ َ ٰ ّۗ َ ْ
‫الرٰبوا‬
ِ ‫الربوا واحل الله البيع وحرم‬ ِ ‫س ذ ِلك ِبانهم قالوا ِانما البيع ِمثل‬ ِ ‫الم‬
ّٰ َ ٓ َ ۗ َ َ َ َ ْ َ ٌ َ ۤ َ
‫ف َم ْن َجا َء ٗه َم ْو ِعظة ِّم ْن َّرِّب ٖه فان َت ٰهى فل ٗه َما َسلف َوا ْم ُر ٗه ِالى الل ِه ۗ َو َم ْن َع َاد‬
‫الن ِارۚ ُه ْم ِف ْي َها ٰخ ِل ُد ْو َن‬
َّ ‫ص ٰح ُب‬ْ ‫َف ُا ٰۤول ِٕى َك َا‬
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.”.

E. Prinsip Koperasi Syariah


1. Meyakini bahwa kekayaan adalah amanah Allah yang tidak
dapat dumiliki siapa pun secara mutlak
2. Kebebasan muamalah diberikan kepada manusia sepanjang
masih bersesuaian dengan syariah islam
3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur bumi
4. Menjunjung tinggi keadilan dan menolak semua bentuk ribawi
dan pemusatan sumber daya ekonomi pada segelintir orang.
Bunga atas modal tidak ada dalam sebuah koperasi syariah.
Konsep bunga diganti dengan sistem bagi hasil.

16 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


F. Produk Koperasi Syariah
Secara garis besar pengembangan produk koperasi syariah
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu produk penghimpunan
dana dan produk penyaluran dana. Menurut Muhammad dan Suwiknyo,
ketiga kelompok produk koperasi syariah adalah sebagai berikut:
1. Produk Penghimpunan Dana
a. Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah implikasi hukumnya sama dengan qardh,
dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan
uang dan bank bertindak sebagai yang meminjam
b. Prinsip Mudharabah
Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpanan
bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai
mudharib. Dana ini digunakan bank untuk melakukan
pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi
kerugian, maka bank akan bertanggungjawab atas kerugian
yang terjadi. Berdasarkan kewenangan penggunaan dana,
prinsip mudharabah dibagi menjadi:
• Mudharabah Mutlaqah Penerapan mudharabah
mutlaqah terdapat pada dua jenis penghimpunan dana
yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi
koperasi dalam menggunakan dana yang dihimpun.
• Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet Jenis
mudharabah ini merupakan simpanan khusus dimana
pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang
harus dipatuhi koperasi.
• Mudharabah Muqayyadah of Balance sheet Jenis
mudaharabah ini merupakan penyaluran dana
mudharabah langsung kepada pelaku usahanya,
dimana koperasi bertindak sebagai perantara yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 17


syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh koperasi
dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan
pelaksana usahanya.
2. Produk Penyaluran Dana Produk penyaluran dana di koperasi
syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Prinsip Jual Beli
Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan untuk
transfer of property dan tingkat keuntungan koperasi
ditentukan di depan dan menjadi harga jual barang.
Prinsip jual beli ini dapat dikembangkan menjadi bentuk-
bentuk pembiayaan. Pembiayaan sendiri Menurut Undang-
Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 merupakan
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
atau bgai hasil. Bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut:
• Pembiayaan Murabahah
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli
dimana penjual memberikan informasi kepada
pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan komoditas atau barang dan tambahan
profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga jual.
Koperasi syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai
pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran
dilakukan secara tangguh. Rukun dan syarat murabahah
adalah sama dengan rukun dan syarat dalam fikih,
sedangkan syarat-syarat lain seperti barang, harga, dan
cara pembayarannya adalah sesuai dengan kebijkan
lembaga yang bersangkutan.
• Salam (jual beli barang belum ada)
Pembayaran tunai, barang diserahkan tangguh.
Koperasi sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual.

18 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Dalam transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas,
kualitas, dan harga dan waktu penyerahan.
• Isthina’
Jual beli seperti akad salam namun pembayarannya
dilakukan oleh bank beberapa kali pembayaran. Isthina’
diterapkan pada pembiayaan manaufaktur dan konstruksi.
b. Prinsip Ijarah Transaksi ijarah dilandasi adanya permodalan
manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan
prinsip jual beli. Tetapi, jika pada jual beli objek transaksinya
adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya jasa
atau manfaat barang.
c. Prinsip Syrikah Prinsip syirkah dengan pola kemitraan untuk
produk pembiayaan di Bank syirkah dioperasionalkan
dengan pola musyarakah dan mudharabah.

G. Perbedaan Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional


1. Sistem Bunga
Pada koperasi konvensional terdapat sistem bunga yang
diberikan pada nasabahnya sebagai wujud dari keuntungan
koperasi. Sementara dalam koperasi syariah, menerapkan
sistem bagi hasil sebagai salah satu keuntungannya.
2. Sebagai Lembaga Zakat
Koperasi konvensional biasanya tidak menjadi tempat penyalur
zakat. Lain halnya dengan koperasi syariah yang menyediakan
layanan penyalur zakat sebagai salah satu praktik ekonomi di
dalamnya
3. Sisi Pengawasan
Pada koperasi konvensional berfokus pada pengawasan kinerja
pengelolaan koperasi saja. Sedangkan koperasi syariah bukan
hanya berfokus pada pengawasan kinerja yang berlandaskan
prinsip syariah Islam saja, tapi kejujuran di internal koperasi
serta aliran dana dan pembagian hasil.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 19


4. Penyaluran Produk
Koperasi konvensional memberlakukan sistem kredit atau
meminjam produk bagi para nasabah. Nasabah yang
meminjam dana atau barang harus mengembalikan beserta
dengan bunga pinjaman di waktu yang sudah disepakati.
Sementara koperasi syariah tidak memberlakukan sistem kredit
pada uang atau barang-barangnya, tapi dijual secara tunai
dan tidak menerapkan sistem bunga. Koperasi syariah lebih
mengedepankan sistem bagi hasil. Jika ada nasabah koperasi
yang mengalami kerugian, koperasi tersebut akan memperoleh
pengurangan pengembalian uang.

Daftar Pustaka
Sugono, Dendy. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Naufal, Zaenudin A. . Fikh Muamalah Klasik & Kontemporer.Bogor:
Ghalia Indonesia, 2012.
Ninik, Widyanti. Koperasi dan Perekonomian Indonesia.PT BINA ADI
AKSARA, 2003
Muhammad dan Dwi. Akuntansi Perbankan Syariah.Yogyakarta:Trust
Media, 2010.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo,
2002.
Mufid, Moh. Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer.
Jakarta: Prenada Media, 2002.
Zainul, Arifin. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta:Azkia
Publisher, 2009.
https://duitologi.com/articles/2021/06/28/apa-perbedaan-
koperasi-syariah-dan-koperasi-konvensional/
http://Saktirangkuti.blogspot.com/2013/02/
http://www.koperasisyariah.com/landasan-azas-dan-prinsip-
koperasi-syariah/

20 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan Pengertian koperasi syariah?
2. Sebutakan produk-produk koperasi syariah?
3. Jelaskan landasan hukum koperasi syariah?
4. Sebutkan prinsip-prinsip koperasi syariah
5. Jelaskan perbedaan antara koperasi syariah dan koperasi
konvensional?

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 21


BAB 4
HUKUM PERSEROAN SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian perseroan.
2. Menjelaskan konsep perseroan dalam Islam.
3. Menjelaskan bentuk-bentuk perseroan.

A. Pengertian Perseroan
Dari segi bahasa, Perseroan dapat diartikan sama dengan
syirkah dalam bahasa arab.Adapun menurut istilah syara’ ialah kerja
sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau ekonomi
perdagangan dan pada harta benda untuk memperoleh keuntungan
bersama dengan syarat dan ketentuan tertentu yang telah disepakati
bersama.Transaksi perseroan tersebut mengharuskan adanya ijab
Kabul sebagimana layaknya transaksi yang lain. Risiko rugi dan laba
dibagi secara seimbang dengan penyertaan modal.
Syarat sahnya suatu perseroan sangat tergantung kepada
sesuatu yang diperjanjikan. Pada umumnya, segala sesuatu
yang bisa dikelola dan dapat menguntungkan bagi mereka yang
melakukan perseroan terhadap sesuatu yang dilarang oleh syara’,
misalnya perseroan dalam bidang produksi minuman keras atau
penternakan babi dan sejenisnya. Hukum perseroan dalam Islam
adalah Mubah, sebab ketika Nabi Muhammad SAW diutus menjadi
Rasul, banyak orang yang telah mempraktikkan perseroan ini dalam
berbagai kegiatan ekonomi dan terhadap hal ini Rasulullah SAW
yang mendiamkan tindakan perseroan itu, penduduk Kota Madinah
menjadikan dasar pembenaran terhadap praktik perseroan tersebut.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 23


B. Konsep Perseroan Dalam Islam
Menurut Sulaiman Rasyid, rukun perseroan dalam syariat Islam
ada tiga macam yakni: pertama, adanya sighat ijab Kabul (lafaz
akad) apabila sudah terjadi kesepakatan terhadap sesuatu hal yang
diperjanjikan ; kedua, pihak pihak yang melakukan perseroan.Ketiga
pokok pekerjaan yakni bidang usaha yang akan dijalankan.
Selain itu, terdapat beberapa syarat harus ada dalam suatu
perseroan:
1. Orang yang melaksanakan perseroan itu harus sehat akalnya, oleh
karena itu tidak sah suatu perseroan yang dilakukan oleh orang yang
belum dewasa dan berada di bawah pengampunan dan perwalian.
2. Dengan kehendak nya sendiri, tidak dibenarkan perseroan
dilakukan di bawah tekanan, paksaan dan ancaman.
3. Barang modal yang diperjanjikan harus bernilai dan halal.
Para ahli hukum Islam membagi perseroan menjadi dua bentuk:
pertama, syirkatul amlak (syirkah hak milik) yaitu perseroan antara
dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan
salah satu sebab kepemilikan, seperti juak beli dalam warisan: kedua,
syirkah transaksional (syirkatul uqud) yakni perseroan antara dua
orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan, dan para
ahli hukum Islam membagi lagi Syirkah menjadi beberapa bentuk
yaitu syirkatul Inan, Syirkatul abdan (syirkah usaha), syirkatul wujuh,
syirkatul mufawadah dan sebagainya.
Syirkatul milk (perseroan dalam pemilikan harta) mempunyai
sifat yang berbeda antara “pilihan” dan “kewajiban”. Syirkah
pilihan adalah perseroan dimana dua orang melakukan usaha
gabungan pada suatu barang tertentu, atau barang itu ditinggalkan
kepada mereka, secara bersama sama dari warisan dan mereka
menerimanya, atau mereka berdua memperoleh pemilikan atas
suatu barang tertentu, atau menggabungkan harta yang dimilikinya
dengan sedemikian rupa sehingga sulit dipisahkan satu sama lain.
Adapun Syirkah wajib/ keharusan adalah perseroan di mana harta
dua orang digabung menjadi satu.

24 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Secara garis besar, terdapat dua jenis akad di dalam transaksi
perseroan dalam islam yakni, pertama, perseroan yang didasarkan
akad tabarru (Kebaikan) kedua, perseroan yang didasarkan kepada
akad Tijarah (perdagangan). Perseroan yang didasarkan akad tabarru
merupakan jenis perseroan dalam transaksi antara dua orang atau
lebih yang tidak berorientasikan kepada keuntungan dan bisnis,
dalam pelaksanaannya non profit oriented. Perseroan ini digunakan
untuk tujuan saling tolong menolong tanpa mengharap balasan
kecuali dari Allah SWT. Sedangkan Perseroan yang didasarkan
kepada akad tijarah merupakan jenis perseroan antara dua orang
atau lebih yang berorientasikan kepada profit.

C. Bentuk-Bentuk Perseroan
1. Perseroan ‘Inan (Syirkatul ‘Inan)
Mayoritas ulama fikih mendefinisikan perseroan ‘Inan (syirkatul
‘Inan) adalah persekutuan dalam lebih bentuk modal, usaha dan
keuntungan. Kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal
yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang dilakukan
sendiri, lalu membagi keuntungan yang diperoleh secara bersama
dengan prinsip keadilan dan kebersamaan. Modal dan usaha berasal
dari mereka, kemudian keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan.
Perseroan ‘Inan pada dasarnya adalah perseroan dalam bentuk
penyertaan modal kerja/usaha, dan tidak disyaratkan agar para
anggota perseroan harus menyetor modal yang sama besar,
demikian pula dalam hal wewenang pengurusan dan keuntungan
yang diperoleh. Dalam perseroan inan dapat saja para pihak
menyertakan modalnya lebih besar daripada modal yang disertakan
oleh pihak yang lain, dan juga boleh dilakukan salah satu pihak
sebagai penanggungjawab usaha (pesero pengurus), sedangkan
yang lain tidak (hanya sebagai persero komanditer). Di samping
tidak disyaratkan agar nilai kekayaan kedua belah pihak harus berupa
satu macam. Hanya saja kekayaan kedua belah pihak harus dinilai
dengan nilai (standar) yang sama, sehingga keduanya bisa melebur
menjadi satu. Sebab disyaratkan investasi perseroan tersebut harus

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 25


berupa kekayaan yang satu setelah terjadi peleburan, hingga bisa
berlaku untuk semua pihak, sehingga masing masing pihak tidak
bisa lagi memilah milah kekayaan satu pihak dengan pihak yang lain.
Perseroan model ini dibangun dengan prinsip perwakilan
(wakalah) dan kepercayaan (amanah). Masing masing pihak,
dengan memberikan kekayaannya kepada perseronya berarti telah
memberikan kepercayaan kepada peseronya serta dengan izinnya
untuk mengelola kekayaan tersebut, maka masing masing telah
mewakilkan pada peseronya. Dengan demikian, tidak diperbolehkan
seseorang yang mewakilkan kepada orang lain untuk menggantikan
posisinya dengan diri orang lain dalam menjalankan perseroannya.
Namun diperbolehkan meggaji siapa saja yang dikehendaki dan
memanfaatkan seseorang untuk dijadikan sebagi ajir perseroannya,
bukan sebagai ajir salah satu persero.
Beban tanggungan dalam perseroan inan, hanya ditentukan
berdasarkan kadar nilai kekayaannya. Apabila usaha mengalami
kerugian maka tanggungjawab masing masing pihak disesuaikan
dengan besar kecilnya modal yang disertakan oleh persero atau
dapat juga dalam bentuk lain sebagaimana halnya dalam pembagian
keuntungan.
Pembagian keuntungan dalam perseroan inan pula adalah
sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan atau kesepakatan. Pada
umumnya, dilakukan dengan membagi sama besar berdasarkan
perbandingan modal yang telah disetor. Bisa juga pembagian
keuntungan tidak sama besarnya sebab pekerjaan yang lebih dan
orang yang melakukan pekerjaan itu bisa berbeda beda sehingga
masing masing pihak dapat meraih keuntungan yang berbeda.
Jika seorang persero melakukan pekerjaan dalam perseroan ini
sedangkan anggota lainnya tidak melakukan pekerjaan dalam
perseroan tersebut, maka hasil kerja tetap berlaku pada mereka,
kerna pada hakikatnya pekerjaan itu dipikul bersama sehingga
adanya saling tanggung menanggung di antara mereka untuk
melakukan pekerjaan itu, maka ia wajib diberi keuntungan.

26 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


2. Perseroan Abdan (Syirkatul Abdan)
Perseroan Abdan adalah bentuk kerjasama untuk melaksanakan
sesuatu yang bersifat karya. Dengan mereka melakukan tersebut
mereka mendapatkan upah dan mereka membaginya sesuai
kesepakatan yang telah dilakukan, dapat juga dikatakan sebagai
serikat untuk melakukan pemborongan, misalnya tukang kayu,
tukang batu, tukang besi berserikat untuk melakukan suatu
pekerjaan membangun sebuah gedung mereka bersama sama
mengerjakan pekerjaan itu sampai selesai, kemudian hasilnya
mereka bagi bersama. Perseroan abdan juga dikenal dengan
berbagai perseroan seperti perseroan pertukangan (syirkatul al
sanayi), menerima kerja (syirkah al amal), perseroan perbengkelan,
pengangkutan dan pengeboran minyak.
Asas kerja sama sesame dalam perseroan ini adalah jaminan
dan garansi. Setiap usaha yang diterima masing masing pihak dalam
perseroan ini berada dalam jaminan semua pihak berdasarkan
kejujuran dan keridhaan. Oleh karena itu, setiap personel yang
berada dalam perseroan itu bisa menuntut dan dituntut untuk
bekerja semaksimal mungkin untuk mendapat keuntungan yang
diharapkan, sebab hal itu bisa dicapai kalau ada jaminan dan
garansi. Kalau mereka sudah bersepakat untuk bersekutu dalam
jaminan dan garansi maka mereka juga harus berserikat dalam
keuntungan. Mereka berhak mendapat keuntungan sebagaimana
mereka memikul jaminan dan garansi. Kalau mereka mensyaratkan
usaha dibagi dua dalam perseroannya, hal ini dapat dibenarkan
karena modal itu usaha dan keuntungan adala modal. Usaha dapat
dihargai dengan penilaian kualitas, sehingga bisa diperkirakan
harganya dengan prediksi kualitasnya.
Sehubungan dengan hal itu, kalau salah seorang di antara mereka
dalam perseroan berusaha sendiri, maka usaha itu menjadi milik
bersama anggota peseronya, asalkan pihak yang tidak ikut berusaha
dalam perseroan itu bukan karena menolak melakukan usaha tetapi
karena pembagian tugas saja. Jika ia menolak melakukan usaha

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 27


(bekerja), maka mitra perseronya berhak membatalkan perjanjian
kerja sama dalam perseroan tersebut.
Perseroan abdan berakhir dengan berakhirnya kerja sama
dengan berdasarkan kriterianya secara umum misalnya dengan
pembatalan oleh salah satu transaktor, atau karena kematian salah
satu dari pihak atau jadi gila, sakit atau bankrupt sebab terlalu
banyak utang dan sejenisnya. Selain itu, perseroan juga berakhir
karena berakhirnya perjanjian yang telah disepakati, dan atau salah
satu pihak menyimpang dari perjanjian yang telah disepakati, atau
juga karena ada bukti pengkhianatan dari salah satu pihak yang
melakukan perseroan.

3. Perseroan Wujuh (Syirkatul Wujuh)


Perseroan wujuh adalah perseroan antara dua badan dengan
modal dari pihak luar kedua badan tersebut. Artinya, salah seorang
memberikan modalnya kepada dua orang atau lebih yang bertindak
sebagai mudharib. Ibnu Qudamah mengemukakan bahwa syirkatul
wujuh adalah kerja sama yang dilakukan dua pihak dengan cara
mereka berdua membeli barang dengan menggunakan nama baik
mereka dan kepercayaan pedagang kepada mereka tanpa keduanya
memiliki modal uang sama sekali, menjualnya dengan pembagian
1-2,1-3 atau 1-4, keuntungan dibagi bersama, jual beli semacam
ini dibenarkan oleh hukum islam
Perseroan modal ini mengikat dua orang pelaku atau lebih yang
tidak memiliki modal uang, tetapi mereka memiliki nama baik di
tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan mereka untuk
bisa membeli sesuatu secara berutang. Mereka bersepakat untuk
membeli barang secara berutang dengan tujuan untuk dijual, lali
keuntungan dibagi bersama.
Perseroan wujuh dikatakan berbeda dengan perseroan lain kerna
letak perbedaannya adalah modal dan tanggungjawab. Perseroan
wujuh dibangun bukan modal berupa uang atau keahlian (skill),
tetapi pada prestige (nama baik) dan kehormatan dalam masyarakat
sehingga ia dipercaya untuk mengadakan jual beli sehingga

28 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


menghasilkan uang. Adapun pada perseroan lainnya bentuk kerja
sama didasarkan pada modal uang dan keahlian sehingga dapat
menghasilkan keuntungan yang dibagi kepada anggota perseroannya.

4. Perseroan Mufawadhah (Syirkatul Mufawadhah)


Al-mufawadhah mempunyai arti syirkah atau perseroan dalam
segala hal. Secara terminologi al mufawadhah adalah setiap
perseroan (syirkah) di mana para anggotanya memiliki kesamaan
dalam modal, aktivitas dan utang piutang, dari mulai berdirinya
perseroan hingga akhir dari perseroan. Masing masing menyerahkan
kepada mitranya untuk secara bebas mengoperasikan modalnya,
baik ketika ia ada atau tidak.
Mufawadhah merupakan persero atas dasar kemitraan universal
di dalam semua transaksi, di mana setiap mitra secara timbal balik
melakukan mitra bisnis dengan yang lain, tanpa batasan dan
ketentuan. Para ahli hukum menetapkan empat syarat yaitu pertama,
modal, harus ada persamaan modal antarmitra. Kedua, dalam hal
hak dan tanggungjawab. Hak dan tanggungjawab harus sama dalam
kemitraan, sebab jika salah satu mitra mendapat hak yang berlebih,
sedangkan mitra yang lain hanya sedikit, maka persamaan dalam
perseroan menjadi tidak sempurna. Ketiga, mempunyai agama yang
sama. Keempat, timbal balik dan hal ini harus dicantumkan dalam
kontrak,jika tidak ia menjadi tidak sah.
Suatu kontrak timbal balik dapat dilakukan antara dua orang
yang menyangkut perwakilan dan uang jaminan. Maksud pokoknya
adalah pertama kemitraan ini tidak dapat dilakukan kecuali dalam
bentuk tunai. Kedua, perdagangan yang dilakukan mitra dalam
bentuk kontrak timbal balik, keduanya saling berpartisipasi kecuali
dalam hal makan, pakaian. Ketiga, utang yang dilakukan oleh salah
satu mitra menjadi kewajiban bagi mitra lainnya pula.
Apabila salah seorang pesero menuntut pembubaran perseroan
yang telah dibentuk dengan kesepakatan bersama, maka anggota
pesero yang lain harus memenuhi tuntutan itu. Jika mereka terdiri
dari beberapa persero, kalau salah seorang di antara mereka

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 29


menuntut pembubaran, sementara anggota pesero lain tetap
bertahan maka statusnya tetap sebagai anggota pesero.
Pembagian untung dalam perseroan mufawadhah sangat
tergantung kepada kesepakatan sewaktu perseroan itu dibuat dan
dalam akta pendirian perseroan itu sudah dicantumkan dengan
detail keuntungan yang diharapkan beserta pembagiannya kepada
semua para anggota persero. Semuanya tergantung kepada situasi
dan kondisi perseroan itu dijalankan, dan juga keridhaan para
anggota pesero dalam membuat akad kerja sama tersebut.

5. Perseroan Mudharabah (Syirkatul Mudharabah)


Salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan
seseorang yang pakar dalam berdagang, dalam fikih islam disebut
mudharabah. Para ahli hukum islam mendefinisikan perseroan
mudharabah atau qiradh adalah pemilik modal menyerahkan
modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan
dibagi mengikut kesepakatan yang telah dibuat. Apabila terjadi
kerugian, maka pemilik modal akan menanggung sepenuhnya.
Perseroan mudharabah adalah suatu kontrak kemitraan yang
berdasarkan prinsip pembagaian hasil dengan cara seseorang
memberikan modalnya kepada yang lain untuk melakukan bisnis dan
keduanya membagi keuntungan atau memikul kerugian berdasarkan
isi perjanjian bersama. Pemilik modal disebut mudharib dan pihak
kedua disebut dharib. Dengan demikian, perseroan mudharabah
merupakan kemitraan antara penyumbang modal pada satu pihak,
dan pemakai modal di pihak yang lain, pihak pemilik menyumbang
modalnya dan pihak menerima mengelola modal tersebut sesuai
kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kontrak yang disepakat.
Perseroan mudharabah dibenarkan dalam hukum Islam karena
bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seorang yang ahli dalam mengelola dan menjalankan modal itu
untuk memperoleh keuntungan sebagaimana yang diharapkan.
Oleh karena itu, banyak pemilik modal tidak pakar dalam mengelola

30 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


bisnis, sementara banyak pula orang yang tidak punya modal tetapi
pakar dalam mengelola bisnis, maka Islam memberi kesempatan
untuk saling kerja sama antara pemilik modal dengan seseorang
yang terampil dalam mengelola modal itu. Selain itu, praktik
perseroan mudharabah dalam hukum Islam yaitu didasarkan kepada
contoh yang ada pada Nabi Muhammad SAW sendiri yang bekerja
sebagai dharib pada Siti Khodijah sebelum beliau diangkat secara
resmi sebagai Nabi. Para ahli hukum Islam sepakat atas keabsahan
Perseroan mudharabah sebagai suatu bentuk transaksi bisnis yang
dibenarkan oleh Allah dan Rasulullah SAW. Atas dasar persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW terhadap praktik perseroan mudharabah
ini, dijadikan dasar oleh para pelaku bisnis untuk melakukan kontrak
mudharabah ini.
Adapun syarat syarat perseroan mudharabah sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh jumhur ulama antara lain:
a. Yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah
orang yang dapat bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai
wakil, karena pada satu sisi posisi orang yang akan mengelola
modal adalah wakil dari pemilik modal.
b. Yang terkait dengan modal disyaratkan berbentuk uang, jelas
jumlahnya, dan diserahkan sepenuhnya kepada pengelola
modal (dharib).
c. Yang terkait keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian
keuntungan harus jelas dan bagian masing masing diambilkan
dari keuntungan itu.
Kemudian, ketentuan ketentuan pokok perseroan mudharabah
yakni:
a. Modal harus standar uang yang berada dan bukan berupa
komadias karena ketidakastabilan harga.
b. Modal dipercayakan kepada dharib (pemilik modal)
c. Keuntungan harus tidak terbatas dan dibagi secara adil.
d. Tidak boleh ada persyaratan tertentu yang dapat menimbulkan
ketidakpastian atas keuntungan.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 31


e. Modal harus dijelaskan, ditentukan dan diketahui pada saat
dilakukan kontrak.
Suatu kontrak mudharabah dapat dibubarkan apabila salah satu
pihak (mitra) meninggal dunia, sudah pindah agama (murtad) atau
melepaskan hak sebagai dharib. Selain itu, para ahli hukum Islam
juga menetapkan bahwa suatu kontak mudharabah menjadi tidak
sah kalau persyaratan manajemen yang diajukan oleh pemilik modal
tidak dilaksanakan, karena apabila persyaratan itu ada, maka modal
tidak pernah dimiliki manajer (dharib) secara mutlak, sehingga ia
tidak dapat bertindak secara leluasa dalam menegelola modal
sehingga dengan begitu tujuan diadakan kontrak mudharabah
yaitu untuk memperoleh keuntungan tidak tercapai.

Daftar Pustaka
A. Masadi, G.,FIqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.2002.
Haroen, N. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.2007.
Manan, A. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Raja Grafindo, 2012.
Saripudin, U. (n.d.). Aplikasi Akad Syirkah Dalam Lembaga Keuangan
Syariah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah,
Yusanto, M. I., Pengantar Ekonomi Syariah. Bogor: Al-Azhar Press, 2009.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan pengertian perseroan syariah?
2. Jelaska konsep perseroan dalam Islam?
3. Sebutkan macam syirkah?

32 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 5
HUKUM INVESTASI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian hukum investasi syariah.
2. Menjelaskan tujuan tujuan investasi syariah.
3. Menjelaskan jenis-jenis investasi syariah.

A. Pengertian Hukum Investasi Syariah


Investasi syariah dapat di artikan sebagai Kegiatan menanam
modal untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang, sesuai
dengan tuntunan dan hukum Islam.
Dalam hukum Islam,kegiatan berinvestasi dikategorikan sebagai
kegiatan ekonomi yang termasuk dalam kegiatan muamalah yaitu
suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia.
Sementara itu menurut kaidah Fikih, hukum asal kegiatan
muamalah itu adalah mubah (boleh) yang berarti semua kegiatan
dalam hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang
memang jelas ada larangannya (haram).
Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang baru muncul
dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan
tersebut dianggap dapat diperbolehkan kecuali yang memang
terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang melarangnya
secara implisit maupun eksplisit.
Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan
adanya terminologi investasi maupun pasar modal, akan tetapi
sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan tersebut dapat
diketegorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay)

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 33


Sudah jelas bahwa hukum melaksanakan investasi adalah wajib
yang mengacu kepada tuntunan sumber hukum Islam, Al Quran dan
Sunnah. Allah SWT berfirman: Barangsiapa yang tidak berhukum
kepada hukum Allah maka ia telah kafir. Adapun prinsip-prinsip
dasar investasi syariah sebagai berikut:
1. Halal
Produk investasi mesti terbebas dari yang namanya unsur
haram atau syubhat baik itu dalam jenis barang atau produk,
macam usaha, jenis bisnis dll harus tak mengandung unsur
haram dan syubhat. Misalnya usaha yang bersifat haram dalam
investasi antara lain bisnis jasa finansial riba, usaha minuman
keras, bisnis perjudian, dan lain sebagainya.
Jadi jika anda adalah seorang muslim dan memiliki dana
lebih, alangkah baiknya memanfaatkan dana tersebut untuk
dimasukkan pada investasi syariah.Dalam praktiknya, investasi
Syariah sama dengan investasi konvensional. Namun ada
beberapa hal yang menjadi kelebihan dari investasi Syariah, seperti:
2. Bebas Riba
Menurut Syaikh Yusuf Qaradhawi, riba adalah semua yang
ditambahkan atas pokok harta. Maksudnya, apa yang
ditambahkan kepada seseorang tanpa melalui perdagangan
atau tanpa usaha bersusah payaj sebagai tambahan hartanya.
Dalam prinsip islam, riba dilihat sebagai hal yang merugikan
salah satu pihak, terutama peminjam.
3. Tidak Ada Grahar dan Maysir
Dalam Bahasa Arab, Grahar artinya pertaruhan. Syaikh As’sadi
menjelaskan bahwa grahar adalah al-mukhatharah atau
pertaruhan dan al-jahalah atau ketidakjelasan. Artinya, grahar
adalah hal yang mengandung ketidakjelasan baik dari segi akad,
barang maupun kegiatannya.
Sementara maysir artinya memperoleh sesuatu tanpa
dengan susah payah bekerja keras. Contoh dari maysir adalah

34 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


judi karena dilakukan secara untung-untungan dan tidak ada
unsur kegiatan ekonomi yang saling menguntungkan.
4. Menggunakan Akad
Ciri khas yang menjadi kelebihan dari investasi Syariah ialah
adanya akad. Beberapa akad yang terdapat di investasi Syariah
berupa akad kerja sama (musyarakah), sewa-menyewa (ijarah),
dan akad bagi hasil (mudharabah).

B. Tujuan Investasi Syariah


Sedangkan tujuan investasi adalah mendapatkan sejumlah
pendapatan keuntungan. Dalam konteks perekonomian, menurut
Kamaruddin Ahmad ada beberapa motif mengapa seseorang
melakukan investasi, antara lain adalah:
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang
akan datang
2. Mengurangi tekanan inflasi
3. Sebagai usaha untuk menghemat pajak
Tujuan investasi konvensional pada umumnya adalah untuk
meraih return setinggitingginya, namun sebaliknya, investasi syariah
bukan semata-mata return, tapi juga mengedepankan Socially
Responsible Investment (SRI).
SRI adalah suatu bentuk strategi investasi yang menggabungkan
antara perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
kebajikan sosial. Investasi syariah menggunakan misi pemberdayaan
umat dalam aktivitas ekonomi serta ada unsur ibadahnya karena
sering melakukan sedekah.
Terdapat beberapa manfaat tambahan bila seseorang
menginvestasikan dananya pada bidang yang sesuai Syariah, antara lain:
• Sesuai syariat Islam, karena mengacu pada Al-Qur’an dan Hadis.
• Bebas riba, dengan tidak adanya riba, maka keuntungan yang
diperoleh dari investasi menjadi halal.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 35


• Lebih aman, karena investasi syariah menghindari unsur
gharar (ketidaktahuan kedua belah pihak) atau pun tadlis
(ketidaktahuan salah satu pihak).
• Memiliki aturan perundangan, dasar hukum investasi syariah
telah ditetapkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
• Memiliki manfaat sosial, investasi syariah dapat membantu
memperluas usaha yang masih kecil, dan mengurangi tingkat
pengangguran.

C. Jenis-Jenis Investasi Syariah


Jenis-jenis investasi syariah yang ada di Indonesia dilakukan
berdasarkan akad ijarah, istishna, kafalah, mudharabah, musyarakah,
dan wakalah. Berikut ini daftarnya:
1. Reksadana syariah
Secara sederhana, reksadana Syariah adalah bentuk penyertaan
modal yang dikelola oleh manajer investasi untuk kemudian
disalurkan kepada perusahaan yang dalam prosesnya sesuai
dengan ketentuan Syariah
2. Saham syariah
Berdasarkan definisi OJK, Saham Syariah adalah efek atau surat
berharga yang memiliki konsep penyertaan modal dengan hak
bagi hasil usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.
3. Sukuk Negara Ritel
Pastinya, ini bisa jadi salah satu investasi syariah yang paling
aman. Mengapa demikian? Karena ini adalah surat utang
negara, udah pasti aman dong karena dijamin negara.
Pemesanan sukuk ini sendiri bisa dilakukan di bank-bank
syariah yang ada di Indonesia. Akad yang digunakan untuk
pemesanan surat utang ini adalah akad ijarah.
Intinya, cuma warga negara Indonesia saja yang bisa
memesan sukuk. Minimum pembeliannya juga ditentukan
pemerintah, namun pastinya minimal Rp1 juta.

36 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Investasi ini dinyatakan aman lantaran negara sendiri yang
menjamin. Imbal hasilnya kurang lebih sekitar 7 hingga 8 persenan.
4. Investasi emas syariah
Beberapa bank syariah bahkan menawarkan produk cicil emas
yang bisa kita coba.
Harga 1 gram emas terkini (1 Agustus 2020) sudah mencapai
Rp1 jutaan. Sejak beberapa minggu terakhir, harganya naik
terus. Ini bisa menjadi investasi yang bagus. Nah, kalau mau
lebih murah lagi, kita bisa mencoba metode nabung emas.
Investasi yang satu ini juga sangat minim risiko serta aman
untuk jangka panjang.
5. Investasi obligasi syariah
Satu lagi instrumen investasi yang cukup diperhitungkan
mengingat minimnya modal dan resiko yang gak begitu besar dan
cocok bagi yang masih pemula, yaitu investasi obligasi syariah.
Tahun 2002, Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan
fatwa yang menyatakan bahwa pengertian obligasi syariah
adalah surat-surat berharga jangka panjang yang berprinsip
syariah dan dikeluarkan emiten kepada pemegang surat obligasi
berbentuk bagi hasil dan pembayaran kembali dana obligasi
pada jatuh tempo tertentu
Dalam pelaksanaannya, obligasi berbasis syariah ini
menggunakan proses akad. Akad yang digunakan cukup
bervariasi, yaitu ijarah, istisna, salam, murabahah, mudharabah,
serta musyarakah.
Obligasi syariah lebih menekankan pendapatan investasi
tidak berdasarkan tingkatan bunga yang sudah ditentukan
sebelumnya. Untuk tingkat pendapatan di dalam obligasi syariah
ini lebih menekankan pada tingkat rasio bagi hasil atau nisbah
yang besarannya sudah disepakati pihak investor dan emiten.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 37


6. Deposito syariah
Dengan menggunakan prinsip mudharabah, deposito syariah
bisa juga kita lirik jika ingin berinvestasi syariah. Deposito syariah
adalah produk simpanan berjangka yang dikelola berdasarkan
prinsip syariah yang ditujukan bagi nasabah perorangan dan
perusahaan.
Dalam deposito syariah, nasabah bertindak sebagai shahibul
maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib
atau pengelola dana. Sesuai kapasitasnya sebagai mudharib,
bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariat dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
Dalam akad mudharabah ini dijelaskan rasio keuntungan
yang akan kita peroleh. Misalnya saja, ketika akad disepakati
bahwa rasio yang digunakan adalah 65:35. Artinya, kamu
akan mendapatkan bagi hasil sebesar 65 persen dan
bank mendapatkan 35 persen. Sebelum memutuskan
menginvestasikan dana kita dalam bentuk deposito, pihak bank
akan menginformasikan rasio keuntungan nasabah.
Produk investasi Deposito Syariah adalah salah satu
instrument yang dimiliki oleh bank Syariah di mana kita menaruh
sejumlah uang di bank Syariah dalam bentuk deposito yang
tidak bisa diambil dalam beberapa waktu tertentu
7. Investasi properti syariah
Kalau kita ingin jenis investasi syariah yang memberikan untung
besar, investasi properti syariah bisa jadi pilihan. Nilai properti
biasanya cenderung meningkat setiap tahunnya, bahkan bisa
berkali lipat jika properti memiliki spesifikasi tertentu, misalnya
berada di titik atau lokasi yang strategis.
Properti syariah saat ini banyak diminati seiring
meningkatnya kesadaran masyarakat akan konsep syariat Islam.
Prinsip dasar properti syariah tidak melibatkan unsur riba dan
penipuan keuntungan dari sebuah transaksi jual beli.

38 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Sehingga penjual maupun pembeli tidak ada yang boleh
merasa dirugikan.
Ada beberapa hal yang menjadi keunggulan rumah KPR
Syariah yaitu rumah gak akan dijadikan jaminan, gak mengenal
denda keterlambatan, serta gak ada sistem sita dan pinalti.
Menariknya, kita bisa menjadikan investasi properti ini
untuk mendapatkan penghasilan tetap melalui sewa properti
dengan harga yang sesuai.
8. P2P lending syariah
Saat ini potensi bisnis fintech mulai berbasis syariah melalui
pendanaan atau Peer to Peer (P2P) Lending Syariah, P2P Lending
Syariah menggunakan kesesuaian dengan prinsip syariah
dengan imbal hasil yang akan didapatkan tanpa dikurangi
dengan biaya apa pun, proses pendanaan mudah.
Gak cuma itu, P2P Lending Syariah ini juga tidak menetapkan
penentuan bunga dari pemberi pinjaman. Semua ditentukan
lewat akad yang sudah disepakati oleh pemberi maupun
penerima pinjaman.
Melalui P2P Lending berpotensi membantu para pelaku
atau yang akan punya usaha terutama UMKM.

Daftar Pustaka
Ahmad, Kamaruddin, Dasar-Dasar Manajemen Investasi dan
Porrofolio, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
https://nidanusaibatul.wordpress.com/2014/01/17/investasi-syariah/
http://proteksi-syariah.blogspot.co.id/2009/11/hukum-investasi-
dalam-islam.html
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No:20/DSN-MUI/IV/2001
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah.
Fatwa DSN MUI No:40/DSN-MUI/X/2003 tentang Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal.
Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
DSN MUI pada fatwa No: 03/DSN-MUI/XII/2000 tentang Deposito.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 39


Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan pengertian hukum investasi syariah?
2. Jelaskan tujuan investasi syariah?
3. Sebutkan jenis-jenis investasi syariah?
4. Apa yang dimaksud dengan P2P Lending?

40 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 6
HUKUM SAHAM SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian saham syariah.
2. Menjelaskan dasar hukum saham syariah.
3. Menjelaskan macam-macam saham syariah.
4. Menjelaskan macam akad dalam saham syariah.
5. Menjelaskan perbedaan antara saham syariah dengan saham
konvensional.
6. Menjelaskan mekanisme screening saham yang masuk kategori
syariah.
7. Menjelaskan teknis jual beli dalam saham syariah

A. Pengertian Saham Syariah


Istilah saham dapat diartikan sebagai sertifikat penyertaan
modal dari seseorang atau badan hukum terhadap suatu perusahaan.
Saham merupakan tanda bukti tertulis bagi para investor terhadap
kepemilikan suatu perusahaan yang telah go public. Melalui
pembelian saham dalam jumlah tertentu, pihak pemegang saham
(shareholder) memiliki hak dan kewajiban untuk berbagi hasil dan
resiko (profit and loss sharing) dengan para pengusaha, menghadiri
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan bahkan mengambil
alih kepemilikan perusahaan.
Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang
atau badan tertentu pada perusahaan penerbit saham bersangkutan.
Bentuk fisik saham berupa selembar kertas yang menjelaskan
bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan kertas tersebut. Pemilik saham akan mendapatkan
keuntungan dari penyertaannya di perusahaan tersebut, namun

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 41


hal tersebut sangat tergantug pada perkembangan perusahaan
penerbit saham.
Saham (stock) merupakan salah satu instrumen surat berharga
yang paling dominan dalam pasar modal. Menerbitkan saham
menjadi salah satu pilihan bagi pihak manajemen perusahaan
untuk mendapatkan sumber pendanaan. Bagi para pengusaha,
keberadaan sumber dana dapat berfungsi sebagai modal untuk
mendirikan perusahaan dan atau pengembangan usaha. Sedangkan
bagi investor, saham merupakan instrument investasi yang menarik
karena keberadaannya dinilai menjanjikan keuntungan tertentu.
Keuntungan tersebut biasanya dapat diperoleh dari hasil selisih
harga pembelian dengan penjualan saham (capital gain) atau
melalui pembagian keuntungan (dividen) dari hasil usaha yang
dijalankan oleh perusahaan pada periode tertentu.
Dalam Islam, saham pada hakikatnya merupakan modifikasi
sistem persekutuanmodal dan kekayaan, yang dalam istilah fiqh
dikenal dengan nama syirkah. Pemegang saham dalam syirkah
disebut syarik. Pada kenyataannya, bahwa para syarik ada yang sering
bepergian sehingga tidak dapat terjun langsung dalam persekutuan.
Karenanya, bentuk syirkah dimana para syarik dapat mengalihkan
kepemilikannya tanpa sepengetahuan pihak lain disebut syirkah
musahamah. Sedangkan bukti kepemilikannya disebut saham.
Menurut Kurniawan (2008), saham syariah adalah saham-saham
yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik
sesuai dengan syariah Islam.
Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga
yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan. Penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-
perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad
yang berlangsung dalam saham syariah dapat dilakukan dengan
akad mudharabah dan musyarakah..
Pada sistem mudharabah, pihak yang menyetorkan dana
tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan. Investor (mudharib)

42 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada pihak lain. Sementara
pada sistem musyarakah, dua atau beberapa pihak bekerja sama
saling menyetorkan modalnya. Bagi hasilnya disesuaikan secara
proporsional dengan dana yang disetorkan. Dalam musyarakah,
pihak-pihak yang terlibat boleh menjadi mitra diam (tidak ikut
mengelola) atau menjadi mitra aktif (ikut mengelola perusahaan).

B. Dasar Hukum Saham Syariah


1. Undang-undang mengenai saham syariah
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 mengenai pasar modal
juga membahas tentang saham karena didalam undang-undang
ini juga terdapat pembahasan mengenai pasal-pasalyang
mengatur tentang saham, karena saham merupakan bagian
dari pasar modal. Berikut ini adalah pembahasan mengenai
pasal-pasal yang membahas tentang saham:
Pasal 48
(1) Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam
anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak dipenuhi,
pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak
dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham
tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus
dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan/
atau anggaran dasar.
Pasal 49
(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 43


tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
2. DSN MUI mengenai Saham syariah
Menurut Fatwa DSN MUI, NO: 40/DSN-MUI/X/2003, Saham
Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang
memenuhi kriteria berikut:
a. Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan
akad serta cara pengelolaan perusahaan Emiten atau
Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak
boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
b. Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-
prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka
1 di atas, antara lain:
1) perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang;
2) lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk
perbankan dan asuransi konvensional;
3) produsen, distributor, serta pedagang makanan dan
minuman yang haram; dan
4) produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang
ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
5) melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada
saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada
lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya;
c. Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud
menerbitkan Efek Syariah wajib untuk menandatangani
dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah
atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
d. Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah
wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-
prinsip Syariah dan memiliki Shariah Compliance Officer.
e. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan
Efek Syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan

44 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


tersebut di atas, maka Efek yang diterbitkan dengan
sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
3. Dasar Hukum Al-Quran mengenai saham Syariah
a. Q.s An-Nisa: 29
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela diantaramu”

b. Q.s Al-Maidah: 1
“Hai orang-orang beriman penuhilah akad-akad itu...”

4. Dasar Hukum Hadits mengenai saham Syariah


“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
mudhorobah, ia mensyaratkan kepada mudharib nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
mengambil hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan
yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya.” (HR. Ath-Thabaraniy dalam al-Awsath dari
ibnu ‘Abbas)

C. Macam-macam Saham Syariah


Berikut macam-macam saham dalam perusahaan[4]:
1. Saham biasa (Common stock)
Saham biasa (Common stock) adalah saham yang menempatkan
pemiliknya paling Iunior terhadap pembagian deviden dan hak
atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut
dilikuidasi. Saham ini yang paling dikenal masyarakat. Saham
biasa memiliki harga nomila yang nilainya ditetapkan oleh
emiten (perusahaan yang menerbitkan saham) dan harga saham
ini disebut dengan nilai pari (par value). Besarnya harga nominal
saham tergantung pada keinginan emiten, harga nominal yang
ditentukan oleh emiten berbeda dengan harga perdana (primar
pric) dari suatu saham, harga perdana adalah harga sebelum
suatu saham dicatat (listed) di bursa efek. Jika suatu saham

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 45


terjual dengan harga perdana yang lebih tinggi dari harga
nominalnya, maka selisihnya disebut dengan agio saham.
Saham Biasa Memiliki karakteristik Utama yaitu:
a. Hak suara pemegang saham, dapat memillih dewan komisaris.
b. Hak didahulukan, bila organisasi penerbit menerbitkan
saham baru.
c. Tanggung jawab terbatas, pada jumlah yang diberikan saja.
2. Saham Preferen (Prefered stock)
Saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi
dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap.
Saham ini lebih aman dibandingkan dengan saham biasa
karena memiliki hak klaim terhadap kekayaan perusahaan
dan pembagian dividen terlebih dahulu. Saham preferen sulit
diperjualbelikan seperti saham biasa karena jumlahnya yang
sedikit.
Karakteristik Saham Preferen adalah sebagai berikut:
a. Memiliki berbagai tingkat, dapat diterbitkan dengan
karakteristik yang berbeda.
b. Tagihan terhadap aktiva dan pendapatan, memiliki prioritas
lebih tinggi dari saham biasa dalam hal pembagian dividen.
c. Dividen kumulatif, bila belum dibayarkan dari periode
sebelumnya maka dapat dibayarkan pada periode berjalan
dan lebih dahulu dari saham biasa.

D. Akad dalam Saham Syariah


1. Bai’ Al Musawamah
Akad jual beli dengan kesepakatan harga pasar yang wajar
melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan.
Bai’ adalah akad pertukaran harta yang bertujuan memindahkan
kepemilikan harta. Akad Bai’ Al Musawamah ini digunakan pada
saat melakukan transaksi saham syari‟ah di mesin perdagangan
di Bursa Efek Indonesia.

46 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Dalam akad Bai’ Al Musawamah para pihak dapat melakukan
transaksi tawar menawar dengan harga yang paling murah.
Sementara pihak penjual tidak perlu menjelaskan harga dasar
dan keuntungan dari produk yang diperjualbelikan kepada
pihak pembeli.
2. Mudharabah
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih, dimana satu pihak
sebagai penyedia modal (shahibul mal) sementara pihak yang
lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian (mudharib).
Pihak pertama selaku penyedia modal, menyediakan seluruh
modal yang dibutuhkan oleh pihak kedua selaku pengelola
modal. Keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi
berdasarkan nisbah yang telah disetujui bersama, sedangkan
kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh
penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian
penyedia tenaga dan keahlian.
3. Musyarakah
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan tujuan
memperoleh keuntungan atas suatu usaha tertentu yang
masing-masing pihak memberikan kontribusi modal baik dalam
bentuk uang maupun bentuk lainnya. Sedangkan keuntungan
dan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai
dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4. Ishtisna’
Akad jual beli aset berupa objek pembiayaan antara para pihak
dimana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta
harga aset tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan para
pihak. Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pembeli (pemesan, mustashni’) dan penjual
(pembuat, shani’)

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 47


5. Ijarah
Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujroh) tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan barang. Pihak yang memiliki
barang atau jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji
kepada penyewa atau pengguna jasa atau pengguna jasa untuk
menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu
barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa
atau pemberi jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa atau upah (ujroh), tanpa diikuti dengan beralihnya hak
atas pemilikan barang yang menjadi objek ijarah.
6. Wakalah
Akad dimana pihak yang memiliki kuasa (muwakil) memberikan
kuasa kepada pihak yang menerima kuasa (wakil) untuk melakukan
tindakan atau perbuatan tertentu. Pelimpahan kekuasaan oleh
satu pihak kepada pihak lain dalam hal yang boleh diwakilkan
7. Kafalah
Akad dimana pihak penjamin (kafil/guarantor) berjanji
memberikan jaminan kepada pihak yang dijamin (makfuul
‘anhu/debitur) untuk memenuhi kewajiban pihak yang dijamin
kepada pihak lain (makfuul lahu/kreditur).

E. Perbedaan Saham Syariah dan Saham Konvensional


Perbedaan antara saham syariah dan saham konvensional
adalah sebagai berikut:
1. Saham yang ditransaksikan secara konvensional, tidak
memperhatikan apakah transaksi tersebut bersifat spekulatif
atau tidak dan demikian juga dengan jenis instrumen yang
ditransaksikan tidak melihat apakah emitennya mengikuti
secara syariah ataupun tidak.
2. Sementara saham syariah, emiten atau instrumennya haruslah
mengikuti prinsip syariah. Adapun instrumen maupun saham

48 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


yang sesuai syariah tersebut dapat mengacu pada fatwa MUI
yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

F. Mekanisme Screening yang Sesuai Syariah


Suatu saham bisa dikatakan syariah jika saham tersebut di
terbitkan oleh:
1. Emiten dan perusahaan publik yang jelas mengatakan dalam
anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan
publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Emiten dan perusahaan publik tidak menyatakan dalam
anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan
perusahaan publik tidak bertentangan dengn prinsip-prinsip
syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yaitu tidak melakukan usaha:
1) Perjudian dan permainan yang tergolong judi.
2) Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan
barang/jasa.
3) Perdagangan dengan penawaran dan permintaan palsu.
4) Bank berbasis bunga.
5) Perusahaan pembiayaan berbasis bunga.
6) Jual beli resiko yang mengandung ketidakpastian
(gharar), judi (maisir) antara lain asuransi konvensional.
7) Memproduksi, mendisribusikan, memperdagangkan
dan menyediakan baran atau jasa haram zatnya,
barang dan jasa yang bukan haram zatnya yang telah
ditetapkan oleh DSN-MUI, dan/atau barang atau jasa
yang merusak moral dan bersifat mudharat.
8) Melakukan transaksi yang mengandung unsur risywah.
b. Rasio hutang berbasis bunga dibanding total equitas tidak
lebih dari 45%.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 49


c. Rasio total pendapatan bungan dan pendapatan tidak
halal lainnya dibandingkan total pendapaan usaha dan
total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
Setelah tahap pemilihan dan penyaringan di lakukan, setiap
tahunnya BEI akan melakukan pengkajian ulang setiap enam bulan
sekali. Sesuai yang dikatakan oleh Suryomurti (2019:139) bahwa
komponen perhitungannya adalah semua saham yang masuk dalam
Daftar Efek Syariah (DES) yang di keluarkan oleh Bapepam-LK (yang
saat ini tugas dan fungsinya digantikan oleh OJK) setiap enam bulan
sekali. Perubahan ini akan terus di monitoring oleh BEI secara terus-
menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

G. Teknis Membeli Saham Syariah


1. Mempunyai Rekening Saham Sekuritas Syariah
Sebelum anda melakukan investasi secara syariah online hal
yang perlu diperhatikan adalah dengan membuat rekening
saham. Rekening saham online sangatlah diperlukan untuk
dapat menyalurkan dana investasi. Pembuatan rekening efek
ini cuma bisa dilakukan di perusahaan-perusahaan sekuritas.
Setelah melakukan registrasi, anda nanti bakal diberikan akun
Rekening Dana Nasabah (RDN), Single Investor Identification
(SID), dan Sub Rekening Efek (SRE). Beberapa perusahaan
maupun bank yang membuka sekuritas diantaranya Mandiri
Sekuritas, BNI Sekuritas, MNC Sekuritas, BCA Sekuritas, Indo
Premier Samuel Sekuritas Indonesia, Valbury Sekuritas Indonesia
2. Mengecek indeks saham syariah
Setelah melakukan pendaftaran secara online di berbagai
sekuritas yang sudah disebutkan diatas. Maka langkah
selanjutnya melakukan deposit awal buat berinvestasi saham
syariah. Di sini anda perlu tahu saham-saham apa yang pengin
dibeli. Bursa efek Indonesia setiap harinya selalu menyediakan
informasi tentang perkembangan saham syariah secara online
dengan update.

50 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Lewat saham itu bisa anda ketahui tentang saham apa saja
saham syariah yang sedang naik. Beberapa indeks saham online
yang bisa anda coba seperti Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI),
Jakarta Islamic Index (JII) dan Jakarta Islamic Index 70 (JII70 Index).
3. Dengan Melihat Fundamental dan Dianalisis Secara Teknikal
Berinvestasi saham dalam investasi syariah sangatlah cocok
untuk investasi properti untuk pemula. Karena dengan Investasi
properti secara syariah dapat membantu anda untuk lebih
mengenal investasi tersebut secara baik. Cara untuk dapat
mengenali investasi syariah secara baik salah satunya dengan
melihat fundamental dan dianalisis teknikal secara baik.
Pastikan saham tersebut tergolong saham yang punya
kapitalisasi pasar atau market capitalization yang besar. Sebab
saham yang punya kapitalisasi pasar yang besar merupakan saham
yang tidak mudah digoyang harganya semisal saham blue chip.
4. Perdalam Pengetahuan Tentang Saham Syariah
Sambil melihat berbagai Investasi syariah dan mengetahui
mengetahui saham online unuk pemula. Anda juga bisa
memperkaya pengetahuan dengan membaca banyak buku.
Mulai dari buku The Intelligent Investor dan Security Analysis
karya Benjamin Graham, Common Stocks and Uncommon Profits
karya Philip Fisher, hingga Business Adventures: Twelve Classic
Tales from the World of Wall Street karya John Brooks.
5. Pastikan Saham Bebas dari Praktik yang Tidak Sesuai Islam
Para pemula seringkali merasa kurang percaya diri saat
menggunakan saham syariah online. Pastikan bahwa saham
yang telah tercatat bebas dari praktik-praktik yang bertentangan
dengan ajaran Islam. Menurut Peraturan Bapepam LK Nomor II
K.1, ada beberapa syarat yang membuat sebuah emiten dapat
dikategorikan sebagai saham syariah.
Syarat-syarat tersebut seperti yang disebutkan tentang Jenis
usaha, produk barang atau jasa, serta akad dan pengelolaan
emiten tidak boleh berseberangan dengan prinsip syariah.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 51


Selain itu Emiten wajib menandatangani dan memenuhi
ketentuan akad sesuai dengan prinsip syariah. Lalu Emiten wajib
memiliki Syariah Compliance Officer (SCO) untuk menjelaskan
prinsip syariah yang dianutnya. SCO adalah pejabat atau
petugas di lembaga atau perusahaan yang telah disertifikasi
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia sebagai tanda
bahwa ia memahami konsep syariah di pasar modal.

Daftar Pustaka
Arthesa, Ade dan Edia Handiman. Bank dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank, Jakarta: Indeks. 2009.
Billah, Mohd Ma’sum, Penerapan pasar modal islam. Terj, Jakarta:
PT Ina Publikatama, 2010.
Burhanudin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010.
Hartono, Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta:
BPFE, 2016.
H. Sam. M Ichwan, dkk. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan
Syariah Nasional MUI., Jakarta, Penerbit Erlangga, 2014.
https://doseninvestor.com/cara-membeli-saham-syariah-online
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:
Kencana. 2009.
Syusanti, Jeni, Pengelolaan lembaga keuangan syariah, Malang,
Empat Dua, 2016.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan pengertian saham syariah?
2. Jelaskan macam-macam saham syariah?
3. Sebutkan akad yang digunakan dalam saham syariah?
4. Apa yang dimaksud dengan murabahah?
5. Bagaimana teknis jual beli saham syariah?

52 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 7
OBLIGASI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian obligasi syariah.
2. Menjelaskan dasar hukum obligasi syariah.
3. Menjelaskan karakteristik obligasi syariah.
4. Menjelaskan perbedaan obligasi syariah dan konvensional.

A. Pengertian Obligasi
Obligasi adalah istilah dalam pasar modal untuk menyebut surat
pernyataan utang penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi.
Ringkasnya, penerbit obligasi adalah pihak yang berutang dan
pemegang obligasi adalah pihak yang berpiutang. Dalam obligasi,
dituliskan jatuh tempo pembayaran utang beserta bunganya (kupon)
yang menjadi kewajiban penerbit obligasi terhadap pemegang
obligasi. Jangka waktu obligasi yang berlaku di Indonesia umumnya
1 hingga 10 tahun.
Diterbitkannya obligasi dilatarbelakangi upaya menghimpun
dana dari masyarakat yang akan digunakan sebagai sumber
pendanaan. Bila ditinjau dari sudut pandang pebisnis, obligasi bisa
dimanfaatkan untuk mendapatkan dana segar demi berjalannya usaha.
Sementara Negara memandang obligasi sebagai sumber
pendanaan untuk membiayai sebagian defisit anggaran belanja
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).Tak jauh
berbeda dengan saham, obligasi juga bisa diperjualbelikan. Kalau
ingin membeli saham hanya tinggal mencari tahu di Bursa Efek
Indonesia (BEI), berbeda dengan obligasi yang transaksi jual belinya
tidak dilakukan di BEI. Itu berarti obligasi didapatkan dari pihak
penerbit yang sepakat melakukan jual beli dengan pembeli.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 53


B. Pengertian Obligasi Syariah
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten (mudharib)
kepada pemegang obligasi syariah (shahib al-maal) harus bersih dari
unsur non-halal dan sesuai dengan akad yang digunakan. Adapun
akad yang dapat digunakan dalam obligasi syariah berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), antara lain: mudharabah,
musyarakah, murabahah, salam, istihna dan ijarah.
Secara umum obligasi konvensional atau bond merupakan
surat utang dari suatu lembaga atau perusahaan, yang dijual
kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan
mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu,
yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis dan bonafiditas
penerbitnya. Suku bunga ini bisa dibayarkan secara tetap atau
berjenjang. Dalam pasar uang yang sudah berkembang dengan baik
bentuk dan jenis obligasi bisa mencapai belasan bahkan puluhan
termasuk di antaranya ada yang bisa dikonversikan dengan saham
perusahaan penerbit (convertible bonds). Berbeda dengan konsep
umum obligasi di atas, obligasi syariah bukan merupakan utang
berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penyertaan dana yang
didasarkan pada prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan
akad utang piutang melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim
dinamakan muqaradhah bond. Muqaradhah merupakan nama lain
dari mudharabah, ahli Irak sering menggunakan istilah mudharabah,
sementara ulama Hijaz menggunakan Istilah muqaradhah atau
qiradh yang berarti qath (potongan), diartikan demikian karena
pemilik modal “memotong” sebagian hartanya untuk dibagikan
kepada orang lain sebagai modal usaha dan memberinya potongan
dari keuntungan hasil usaha tersebut.

54 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Menurut syafi’i Antonio,istilah yang tepat untuk obligasi syariah
adalah syahadatu istitsmar (invesment certificate) atau mudharabah
bond. Dengan menamai sertifikat investasi maka kita akan
mengesampingkan asosiasi bunga tetap yang melekat pada obligasi
biasa. Istilah syahadatu istitsmar telah diterapkan di beberapa
negara Arab seperti, Bahrain, Kuwait, Sudan dan Mesir, sementara
Malaysia menamainya dengan mudharabah bond. Khusus untuk
negeri kita sementara ini menggunakan nama “Obligasi Syariah”
dengan catatan beberapa karakteristik yang tidak sesuai dengan
syariah dari obligasi dapat ditanggalkan.

C. Dasar Hukum Obligasi Syariah


Obligasi syariah ini merupakan jenis usaha yang baru muncul di
dalam perkembangan ekonomi syariah, tentu tidak mudah mencari
landasan syar’iyah-nya. Namun demikian, dalam mencari rujukan
bagi keabsahan obligasi syariah ini, secara umum mengacu pada
aspek latar belakang sosio-historis dengan menganalisa wacana-
wacana kegiatan mu’amalah Nabi SAW dan para sahabatnya yang
terjadi pada waktu itu. Seperti, diriwayatkan bahwa dua putra Umar
r.a., Abdullah dan Ubaidillah menemui Abu Musa as-asy’ari di basrah
pada saat pulang dari peperangan Nawahand di Persia. Abu Musa
al-asy’ari kepada kedua orang tersebut agar mereka memberikannya
kepada bapaknya, Umar di Madinah. Dalam perjalanannya menuju
Madinah, mereka membelikan sesuatu dari uang tersebut.
Setelah sampai di Madinah mereka menjual barang tersebut
dan mendapatkan beberapa keuntungan. Kemudian mereka
memberikan uang modal saja kepada Umar. Umar menolak uang
itu dan mengharap agar disertakan dengan keuntungannya.
Mereka menolak dan menjelaskan bahwa jika uang ini hilang,
mereka akan menanggungnya. Akhir riwayat Umar menerima
keputusan itu dan menyetujui bagi hasil yang telah didapatkannya.
Diceritakan pula oleh Ibnu Abbas bahwa bapaknya al-Abbas telah
mempraktekkan mudharabah/muqaradhah ketika ia memberi uang
kepada temannya di mana dia mempersyaratkan agar mitranya

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 55


tidak digunakannya dengan jalan mengarungi lautan, menuruni
lembah atau membelikan sesuatu yang hidup. Jika dia melakukan
salah satunya, maka dia akan menjadi tanggungannya. Peristiwa ini
dilaporkan kepada Nabi, dan beliau pun menyetujuinya. Beberapa
peristiwa di atas dapat dijadikan landasan hukum obligasi syariah,
karena para ulama menjadikan peristiwa tersebut sebagai landasan
keabsahan muqaradhah/mudharabah. Menurutnya, segala sesuatu
yang dilakukan dan dibiarkan oleh Nabi SAW merupakan sunnah
taqririyah yang dapat menjadi sumber hukum Islam. Dengan
demikian, dalam pandangan penulis, keabsahan (dasar hukum)
obligasi syariah ini lebih mengarah pada konsensus (Ijma’) para
ulama fiqh yang menilai muqaradhah/mudharabah sebagai kerja
sama yang mengandung nilai solidaritas yang tinggi dan dapat
memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.

D. Prinsip dan Karakteristik Obligasi Syariah


Secara umum, prinsip dan karakteristik obligasi syariah adalah
sebagai berikut:
1. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang
hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta
pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.
2. Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan
perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal.
3. Obligasi Syariah menekankan pendapatan investasi bukan
berdasarkan pada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan
sebelumnya, tetapi berdasarkan pada tingkat rasio bagi hasil
(nisbah) yang besarannya ditentukan sesuai kesepakatan pihak
emiten dan investor sebelum penerbitan obligasi tersebut.
4. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau
sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu
diperhitungkan secara keseluruhan.
5. Mekanisme obligasi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas
Syariah atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan

56 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Syariah Nasional MUI sejak dari penerbitan obligasi hingga
akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya
sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada
investor diharapkan bisa lebih terjamin.
6. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat
perjanjian, maka wajib dilakukan pengembalian dana investor,
atau pihak investor dapat menarik dananya.
7. Hak kepemilikan obligsi syariah mudharabah dapat dipindah
tangan kepada pihak lain sesuai dengan kesepakatan akad
perjanjian.
Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan
oleh sebuah perusahaan sebagai pengelola (mudharib) dan
dibeli oleh investor (shahib al-maal). Dana yang terhimpun dapat
disalurkan untuk pengembangan usaha lama atau pembangunan
unit baru yang benarbenar berbeda dari usaha lama. Bentuk alokasi
dana yang khusus (specially dedicated) dalam syariah dikenal dengan
istilah mudharabah muqayyadah. Atas penyertaan investor berhak
mendapatkan nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara
proporsional dan dibayarkan secara periodik.
Obligasi syariah termasuk dalam kategori permasalahan
mudharabah muqayyadah dari segi transaksi. Para ulama fiqh
membagi akad mudharabah kepada dua bentuk: yaitu, mudharabah
muthlaqah (penyerahan modal secara muthlak, tanpa syarat dan
pembatasan); dan mudharabah muqayyadhah (penyerahan modal
dengan syarat dan batasan tertentu). Dalam mudharabah muthlaqah
pekerja (emiten obligasi) bebas mengelola modal itu dengan usaha
apa saja yang menurutnya akan mendatangkan keuntungan. Akan
tetapi dalam mudharabah muqayyadhah harus mengikuti syarat-
syarat dan batasan-batasan yang dikemukakan oleh pemilik modal.
Misalnya, harus sesuai dengan syariah dan bersih dari unsur-unsur
bisnis yang dilarang (haram).

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 57


E. Perbedaan Obligasi konvesional dan Obligasi Syariah
Obligasi syariah (sukuk) dan obligasi sangat berbeda karena
obligasi kovensional tidak mengharuskan adanya aset yang
menjamin sedangka sukuk harus memiliki aset yang menjaminnya.
Obligasi adalah kontrak kewajiban utang dimana yang menerbitkan
secara kontrak berkewajiban membayar kepada pemilik obligasi pada
tanggal tertentu, bungan dan pokok. Sementara itu sukuk adalah
klaim atas kepemilikan pada underlying aset. Konsekuensinya, pemilik
sukuk berhak atas bagian dari penghasilan yang dihasikanoleh aset
sukuk sama halnya dengan hak atas kepemlikan pada saat proses
realisasi aset sukuk.

Daftar Pustaka
Diakses pada hari Sabtu, 20 Desember 2020.
https://www.cermati.com/artikel/apa-itu-obligasi-inilah-
penjelasanlengkapnya
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Jilid V, Riyadh: Maktabah al-Riyadh
alHaditsah, t.t.
Ibnu Juza, al-Qawanin al-Fiqhiyyah, Fez: Mathba’ah al-Nadhahah, t.t
Al-Kasani, Badai’ al-Shanai’ fi Tartibi al-syarai’, juz VI, Beirut: Dar
al-Fikr, 1996.
Antonio, Muhammad Syafi’i, “Adakah ‘Obligasi’ Syariah? dalam
REPUBLIKA, Senin, 04 November 2002.
Rahardjo, Sapto, Panduan Investasi Obligasi, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003.
Zubair, Muh. K., “obligasi dan sukuk dalam perspektif Keuangan
Islam”. Asy Syirah urnal Ilmu Syariah dan Hukum, Voume 46
(1) Januari-Juni 2012.

58 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan pengertian obligasi syariah?
2. Sebutkan dasar hukum obligasi syariah?
3. Jelaskan jenis-jenis obligasi syariah?
4. Jelaskan perbedaan antara obligasi konvensional dengan
obligasi syariah?

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 59


BAB 8
HUKUM REKSADANA SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian Reksadana.
2. Menjelaskan pengertian Reksadana Syariah.
3. Menjelaskan bentuk-bentuk Reksadana Syaraiah.
4. Menjelaskan perbedaan Reksadana Syariah dan Reksadana
Konvensional.

A. Pengertian Reksadana
Reksadana (mutual fund) berasal dari kata “reksa” yang berarti
jaga atau pelihara dan dana yang berarti uang. Menurut Undang-
undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 disebutkan
bahwa, “Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi”.
Secara bebas, reksadana bisa diartikan sebagai sejumlah dana
yang dihimpun dari masyarakat untuk dikelola oleh manajer investasi
dalam portofolio surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen
pasar uang, deposito, uang kas, atau kombinasi dari instrumen-
instumen diatas. Apabila anda membeli bagian reksadana tersebut,
berarti anda juga memiliki bagian kepemilikan dari investasi tersebut.
Apabila investasi tersebut bertumbuh, dana anda dalam reksadana
tersebut juga ikut bertumbuh, begitupula sebaliknya.

B. Pengertian Reksadana Syariah


Reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut
ketentuan dan prinsip syariat Islam. Baik dalam bentuk akad antara
pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal) dengan manajer

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 61


investasi sebagai wakil, maupun antara manajer investasi sebagai
wakil dengan pengguna investasi.
Reksadana syariah pertama kali di perkenalkan di Indonesia
pada tahun 1998 oleh PT Dana reksa Investment Management,
dimana pada saat itu PT Dana reksa mengeluarkan produk reksadana
berdasarkan prinsip syariah berjenis Reksadana campuran yang
dinamakan Dana reksa Syariah Berimbang.
Reksadana syariah merupakan lembaga intermediasi yang
membantu surplus unit melakukan penempatan dana untuk di
investasikan. Salah satu tujuan dari Reksadana syariah adalah memenuhi
kebutuhan kelompok investor yang ingin memperoleh pendapatan
investasi dari sumber dan cara yang bersih dan data di pertanggung
jawabkan secara agama serta sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
Pandangan syariah tentang reksadana syariah ini dikutip
dari Lokakarya Alim Ulama tentang reksadana syariah, yang
diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia bekerja sama Bank
Muamalat Indonesia tanggal 24-25 Rabiul Awwal 1417 H bertepatan
dengan 29-30 Juli 1997 M di Jakarta. Pada prinsipnya setiap sesuatu
dalam muamalat adalah dibolehkan selama tidak bertentangan
dengan syariah, mengikuti kaidah fiqih yang dipegang oleh mazhab
Hambali dan para fuqaha lainnya yaitu: “Prinsip dasar dalam
transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh
diadakan, selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan
dengan nash syariah.”
Di dalam suatu transaksi bisnis yang paling penting didalam
hukum Islam (muamalah) adalah akad. Diantara prinsip-prinsip
dalam melakukan akad adalah disebutkan dalam al-Qur’an sebagai
berikut: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu...” (QS An-Nisa’ ayat 28)
Reksadana syariah berbeda dengan reksadana konvensioanl.
Dalam reksadana konvensional berisi akad muamalah yang

62 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


dibolehkan dalam Islam, yaitu jual beli dan bagi hasil (mudarabah
atau musyarakah). Dan disana terdapat banyak maslahat, seperti
memajukan perekonomian, saling memberi keuntungan diantara
para pelakunya, meminimalkan risiko dalam pasar modal, dan
sebagainya. Namun, di dalamnya juga ada hal-hal bertentangan
dengan syariah, baik dalam segi akad, operasi, investasi, transaksi,
dan pembagian keuntungannya.
Syariah dapat menerima usaha semacam reksadana sepanjang
hal yang tidak bertentangan dengan syariah. Zuhaily berkata: Dan
setiap syarat yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat
dan dapat disamakan hukumnya (di qiyaskan) dengan syarat-syarat
yang sah. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh). Mekanisme operasional
antara pemodal dengan manajer investasi dalam reksadana
menggunakan sistem wakalah. Pada akad wakalah tersebut, pemodal
memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan
investasi bagi kepentingan pemodal, sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam prospektus. Investasi hanya dilakukan pada
instrumen keuangan yang sesuai dengan syariah Islam. Instrumen
tersebut meliputi instrumen saham sesuai syariah, penempatan
dalam deposito pada Bank Umum Syariah, dan surat utang jangka
panjang dan jangka pendek yang sesuai dengan prinsip syariah.
Untuk menjamin reksadana syariah beroperasi tanpa menyalahi
aturan kesyariahan seperti yang diatur dalam Fatwa DSN, suatu
reksadana syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Fungsi utama DPS adalah sebagai penasihat pengelola investasi
mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai
mediator antara reksadana dengan DSN.

C. Bentuk-bentuk Reksadana Syariah


1. Reksadana Berdasarkan Hukum
a. Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT Reksadana/
investment companies)
Merupakan suatu perusahaan yang bergerak pada
pengelolaan portofolio investasi pada surat-surat berharga

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 63


yang tersedia di pasar investasi. Dari kegiatan tersebut, PT
Reksadana akan memperoleh keuntungan dalam bentuk
peningkatan nilai aset perusahaan (sekaligus nilai sahamnya),
yang kemudian juga akan dapat dinikmati oleh para
investor yang memiliki saham pada perusahaan tersebut.
b. Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif (unit
investment trust)
Merupakan kontrak yang dibuat antara manajer investasi
dan bank Kustodian yang juga mengikat pemegang unit
penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini, manajer
investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio
kolektif dan bank Kustodian penitipan dan administrasi
investasi kolektif.
2. Reksadana Berdasarkan Sifat Operasional
a. Reksadana terbuka (open-end fund)
Reksadana terbuka menjual sahamnya melalui penawaran
umum untuk seterusnya di catatkan pada bursa efek.
Investor tidak dapat menjual kembali saham yang dimilikinya
kepada reksadana melainkan kepada investor lain melalui
pasar bursa dimana harga jual belinya ditentukan oleh
mekanisme harga.
b. Reksadana tertutup (close-end fund)
Reksadana tertutup menjual saham atau unit penyertaannya
secara terus menerus sepanjang ada investor yang membeli.
Saham ini tidak perlu dicatatkan di bursa efek dan harganya
ditentukan didasarkan atas nilai aktiva bersih (NAB) atau
net asset value (NAV) per saham yang dihitung oleh bank
Kustodian.
3. Reksadana Berdasarkan Jenis Investasi
a. Reksadana pendapatan tetap (fixed income funds)
Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang
apabila dalam alokasi investasi ditentukan bahwa sekurang-
kurangnya 80% dari nilai aktivanya diinvestasikan dalam

64 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


efek hutang dan sisanya dapat diinvestasikan (seluruhnya
atau sebagian) dalam efek hutang. Karena dapat memiliki
saham yang secara umum mempunyai resiko yang lebih
tinggi, reksadana ini sangat sesuai bagi pemodal yang
tidak berkeberatan untuk menanggung resiko kehilangan
sebagian kecil dari modal atau dana awal untuk mendapatkan
kemungkinan memperoleh pendapatan yang cukup besar
dibandingkan dengan hasil investasi di Deposito.
b. Reksadana saham (equity funds)
Reksadana saham atau yang disebut juga reksadana jenis
ekuitas adalah reksadana yang menginvestasikan sekurang-
kurangnya 80% dari asetnya dalam efek ekuitas atau saham.
c. Reksadana campuran (balance fund)
Reksadana campuran adalah reksadana yang mempunyai
kebebasan menentukan alokasi aset sehingga dapat sewaktu-
waktu mempunyai portofolio investasi dengan mayorritas
saham dan di lain waktu merubah sehingga menjadi
mayoritas obligasi. Dengan demikian, bila biaya pemakaian
dana sedang tinggi, maka pasar modal umumnya melesu dan
harga saham cenderung menurun, sebalinya, bila pemakaian
biaya dana sedang rendah maka pasar modal umumnya
akan bergairah dan harga saham cenderung meningkat.

D. Perbedaan Reksadana Syariah dan Reksadana Konvensional


Ada beberapa hal yang membedakan antara Reksadana syariah
dan Reksadana konvensional, serta ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam investasi syariah, yaitu sebagai berikut:
1. Kelembagaan
Dalam syariah Islam belum dikenal lembaga badan hukum
seperti sekarang. Tetapi lembaga badan hukum ini sebenarnya
mencerminkan kepemilikan saham dari perusahaan yang secara
syariah diakui. Namun demikian, dalam hal Reksadana syariah,
keputusan tertinggi dalam hal keabasahan produk adalah

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 65


Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang beranggotakan beberapa
alim ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI). Dengan begitu proses di dalam akan terus dikuti
perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang
menjadi prinsip investasinya.
Dalam Reksadana syariah terdapat beberapa hubungan
hukum yang tertuang di dalam akad/perjanjian yang di buat antara
pihak investor dengan manajer investasi dan akad/perjanjian
yang dibuat antara pihak manajer investasi dengan pengguna
investasi, yang dalam hal ini biasanya adalah pengusaha.
2. Hubungan Investor dengan Perusahaan
Akan antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan
dengan system mudharabah. Secara teknis mudharabah
adalah perjanjian (akad) dimana pihak yang menyediakan dana
berjanji kepada pengelola usaha untuk menyerahkan modal
dan pengelola berjanji untuk mengelola modal tersebut. Perlu
ditekankan bahwasanya modal yang diberikan oleh pihak
yang menyediakan modal adalah 100%, sementara dari pihak
pengelola hanya memasukkan tenaga keahlian yang dimilikinya.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakan yang dituangkan dalam kontrak sebesar nisbah
yang disepakati di awal, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian yang dilakukan oleh pengelola Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian sipengelola, maka
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam
Reksadana syariah dapat diperjualbelikan. Sham-saham
Reksadana syariah merupakan harta yang menjadi objek jual
beli. Dalam transaksi jual beli saham tidak dijumpai adanya unsur
penipuan karena nilai sahamnya jelas. Harga saham terbentuk
dengan adanya hukum penawaran dan permintaan. Semua

66 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


saham yang dikeluarkan Reksadana tercatat dalam administrasi
yang rapi dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
3. Kegiatan Investasi Reksadana Syariah
Dalam melakukan kegiatan investasi, pihak reksadana syariah
dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan
dengan syariah atau dengan kata lain kegiatan investasi yang
dilakukan berupa investasi yang halal, bahkan untuk kegiatan
yang makru pun sejauh mungkin harus dihindari. Di antara
investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi
dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, mkanan dan
minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi, dan
lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjualbelikan
di bursa saham, Bursa Efek Jakarta (BEJ) sudah mengeluarkan
daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa sesuai dengan
syariah Islam atau sahm-saham yang tercatat di Jakarta Islamic
Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum di dalam indeks
ini sudah ditentukan kehalalannya oleh Dewan Syariah Nasional.
Dalam melakukan transaksi reksadana syariah tidak
diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang di dalamnya
mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan
spekulasi lainnya.

Daftar Pustaka
Anshori, Abdul Ghofur, Aspek Hukum Reksadana Syariah di Indonesia,
Bandung, PT Refika Aditama, 2008.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemannya, Jakarta, Almahira,
2016
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar
Modal Syariah, Jakarta, Kencana, 2007.
Muhamad, Dasar-dasar Keuangan Islami, Yogyakarta, Ekonisia, 2004.
Iman, Nofie, Panduan Singkat dan Praktis Memulai Investasi Reksa
Dana, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2008.
Soemitra, Andi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta,
Kencana, 2009.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 67


Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan pengertian reksadana syariah?
2. Sebutkan macam-macam reksadana syariah?
3. Apa yang dimaksud dengan reksadana pendapatan tetap?
4. Jelaskan perbedaan antara reksadana konvensional dan
reksadana syariah?

68 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 9
HUKUM PERBANKAN SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian Perbankan Syariah
2. Menjelaskan tujuan dan fungsi Perbankan Syariah
3. Menjelaskan prinsip dasar Bank Syariah
4. Menjelaskan produk-produk Bank Syariah
5. Menjelaskan mekanisme pembiayaan di Bank Syariah

A. Pengertian Perbankan Syariah


1. Definisi Perbankan Syariah
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah. Perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Istilah bank syariah merupakan fenomena baru dalam dunia
ekonomi modern. Kemunculannya berawal dari upaya gencar yang
dilakukan oleh para pakar Islam dalam mendukung sistem ekonomi
Islam. Disebutkan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank syariah dan Unit Usaha Syariah
(UUS), mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sama halnya dengan
bank konvensional, bank syariah juga merupakan lembaga yang
melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan melayani jasa lalu lintas pengiriman uang.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 69


Perkembangan perbankan syariah telah memberi pengaruh
luas terhadap perbaikan ekonomi umat dan kesadaran baru
untuk mengadopsi lembaga-lembaga keuangan Islam. Dalam
rangka ekspansi perbankan syariah, pemerintah Indonesia dengan
persetujuan DPR RI telah mengganti Undang-undang Perbankan
Nomor 14 Tahun 1967 dengan Undang-undang Perbankan Nomor
7 Tahun 1992, dengan esensi diperbolehkannya operasional
perbankan dengan sistem bagi hasil selain dari sistem bunga. Melihat
perkembangan yang ada, maka Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998, yang memperkenalkan dual banking system Perkembangan
paling mutakhir adalah lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. Sehingga semakin memperkokoh
eksistensi perbankan syariah dalam lalu lintas perekonomian.

2. Dasar Hukum
ّۗ ‫الش ْي ٰط ُن ِم َن ْال َم‬ َّ ُ ُ َّ َ َ َ ْ َّ ُ ْ ُ َ َ َ َّ ‫الرٰبوا َل َي ُق ْو ُم ْو َن‬ ّ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َّ َ
‫س‬ ِ ‫ِال كما يقوم ال ِذي يتخبطه‬ ِ ‫ال ِذين يأكلون‬
ۤ َ ۗ ّ َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ ّٰ َّ َ َ َ ۘ ٰ ّ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ َّ ْٓ ُ َ ْ ُ َّ َ َ ٰ
‫الرٰبوا ف َم ْن َجا َء ٗه‬ ِ ‫الربوا واحل الله البيع وحرم‬ ِ ‫ذ ِلك ِبانهم قالوا ِانما البيع ِمثل‬
َ ۤ ٰ ُ َ ّٰ ٓ َ ۗ
ْ ‫َم ْوع َظ ٌة ّم ْن َّرّب ٖه َف ْان َت ٰهى َف َل ٗه َما َس َلف َوا ْم ُر ٗه ِالى الله ۗ َو َم ْن َع َاد فاول ِٕىك ا‬
َ َ َ
‫ص ٰح ُب‬ ِ ِ ِ ِ
َ‫َّ ُ ْ ْ َ ٰ ُ ْ ن‬
‫الن ِارۚ هم ِفيها خ ِلدو‬
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.” (Q.S Al-Baqarah 2:275)

70 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


B. Tujuan dan Fungsi Perbankan Syariah
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan pada Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sedangkan
apabila kita berbicara mengenai fungsi bank syariah, Bank syariah
memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi bank syariah untuk
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi,
fungsi bank syariah untuk menyalurkan dana kepada masyarakat
yang membutuhkan dana dari bank, dan juga fungsi bank syariah
untuk memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
1. Fungsi Bank Syariah untuk Menghimpun Dana Masyarakat
Fungsi bank syariah yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat yang kelebihan dana. Bank syariah mengumpulkan
atau menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan
dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk
investasi dengan menggunakan akad al-mudharabah.
• Al-wadiah adalah akad antara pihak pertama (masyarakat)
dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama
menitipkan dananya kepada bank dan pihak kedua, bank
menerima titipan untuk dapat memanfaatkan titipan pihak
pertama dalam transaksi yang diperbolehkan dalam islam.
• Al-mudarabah merupakan akad antara pihak pertama yang
memiliki dana kemudian menginvestasikan dananya kepada
pihak lain yang mana dapat memanfaatkan dana yang
investasikan dengan tujuan tertentu yang diperbolehkan
dalam syariat islam.
2. Fungsi Bank Syariah sebagai Penyalur Dana Kepada Masyarakat
• Fungsi bank syariah yang kedua ialah menyalurkan dana
kepada masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat dapat
memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat
memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 71


penting bagi bank syariah. Dalam hal ini bank syariah akan
memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau
pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran
dana ini tergantung pada akadnya.
• Bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat dengan
menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual
beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha. Dalam akad
jual beli, maka return yang diperoleh bank atas penyaluran
dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin
keuntukngan merupakan selisih antara harga jual kepada
nasabah dan harga beli bank. Pendapatan yang diperoleh
dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang
menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil.
3. Fungsi Bank Syariah memberikan Pelayanan Jasa Bank
• Fungsi bank syariah disamping menghimpun dana dan
menyalurkan dana kepada masyarakat, bank syariah
memberikan pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya.
Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan
aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan
fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk
pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara
lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan,
penagihan surat berharga dan lain sebagainya.
• Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang
diharapkan oleh bank syariah untuk dapat meningkatkan
pendapatan bank yang berasal dari fee atas pelayanan
jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan
teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan
jasa yang memuaskan nasabah. Pelayanan yang dapat
memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa yang cepat dan
akurat. Harapan nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah
kecepatan dan keakuratannya. Bank syariah berlomba-
lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas

72 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


produk layanan jasanya. Dengan pelayanan jasa tersebut,
maka bank syariah mendapat imbalan berupa fee yang
disebut fee based income.

C. Prinsip Dasar Bank Syariah


Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perbankan syariah
memiliki prinsip dasar yang harus dipatuhi. Hal ini dikarenakan bahwa
perbankan syariah menjalankan kegiatan syariahnya harus dijalankan
oleh beberapa unsur yang diikat dalam prinsip dasar. Unsur-unsur
tersebut meliputi unsur kesesuaian dengan syariah islam dan unsur
legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Prinsip-prinsip tersebut
telah menjadi landasan yang kuat bagi pengelola perbankan syariah.
Adapun prinsip dasar dalam perbankan syariah tersebut antara lain:
• Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau
jasa yang diharamkan.
Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jasa
yang diharamkan sering dikaitkan dengan prinsip muamalah
yang ketiga, yaitu keharusan menghindar dari kemudaratan.
Alquran dan Sunah Nabi Muhammad SAW, sebagai sumber
hukum dalam menentukan keharaman suatu barang atau
jasa, menyatakan secara khusus berbagai jenis bahan yang
dinyatakan haram untuk dimakan,diminum dan dipakai oleh
seorang muslim. Bagi industry perbankan syariah, pelarangan
terhadap transaksi yang haram zatnya tersebut diwujudkan
dalam bentuk larangan memberikan pembiayaan yang terkait
dengan aktivitas pengadaan jasa, produksi makanan, minuman,
dan bahan konsumsi lain yang diharamkan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Dalam pemberian pembaiyan, bank syariah
dituntut untuk selalu memastikan kehalalan jenis usaha yang
dibantu pembiayaannya oleh bank syariah. Dengan demikian,
pada suatu bank syariah tidak akan ditemui adanya pembiayaan
untuk usaha yang bergerak di bidang peternakan babi, minuman
keras, ataupun bisnis pornografi dan lainnya yang diharamkan.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 73


• Larangan terhadap transaksi yang diharamkan sistem dan
prosedur perolehan keuntungannya.
Selain melarang transaksi yang haram zatnya, agama islam
juga melarang transaksi yang diharamkan sistem dan prosedur
perolehan keuntungannya. Beberapa hal yang masuk kategori
transaksi yang diharamkan karena sistem dan prosedur
perolehan keuntungannya tersebut adalah:
a. Tadlis, Transaksi yang mengandung hal pokok yang tidak
diketahui oleh salah satu pihak.
b. Gharar, Transaksi gharar memiliki kemiripan dengan tadlis.
Dalam tadlis, ketiadaan informasi terjadi pada salah satu
pihak, sedangkan dalam gharar ketiadaan informasi terjadi
pada kedua belah pihak yang bertransaksi jual beli.
c. Bai’ Ikhtikar, Bai’ Ikhtikar merupakan bentuk lain dari
transaksi jual beli yang dilarang oleh syariah islam.
Ikhtikar adalah mengupayakan adanya kelangkaan barang
dengan cara menimbun. Dengan demikian, penjual akan
memperoleh keuntungan yang besar karena dapat menjual
dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding harga
sebelum kelangkaan terjadi.
d. Bai’ Najasy, Adalah tindakan menciptakan permintaan
palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu
produk,sehingga harga jual produk akan naik.
e. Maysir, Ulama dan Fuqaha mendefinisikan maysir sebagai
suatu permainan di mana satu pihak akan memperoleh
keuntungan sementara pihak lainnya akan menderita kerugian.
f. Riba, Adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan
syariah atas penambahan tersebut.

D. Produk-Produk Bank Syariah


Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu:

74 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


1. Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam empat kategori yaitu:
• Prinsip Jual Beli (Bay’)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of
property). Prinsip ini dapat dibagi sebagai berikut:
• Pembiayaan Murabahah
Menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu
Rusyd bahwa pengertian murabahah yaitu: Bahwa pada
dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan
kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan
memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal
si penjual.
• Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada.
• Pembiayaan Istisna’
Produk Istisna menyerupai produk salam, tapi dalam Istisna’
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
kali (termin) pembayaran.
1) Prinsip Sewa (I)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat.
Jadi pada dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan
prinsip jual beli. Namun perbedaanya terletak pada objek
traksaksinya bila pada jual beli objek transaksinya adalah
barang, maka pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa.
2) Prinsip Bagi Hasil (Shirkah)
• Pembiayaan Musharakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah
Musharakah (shirkah atau sharikah atau serikat
atau kongsi). Dalam artian semua modal disatukan

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 75


untuk dijadikan modal proyek Musharakah dan
dikelola bersama-sama.
• Pembiayaan Mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua
atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul
maal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudarib) dengan suatu perjanjian
pembagian keuntungan.
3) Akad Pelengkap
• Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas Hiwalah adalah untuk membantu
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya.
• Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan
jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan.
• Qard (Pinjaman Uang)
Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam
perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu:
pertama, sebagai pinjaman talangan haji, kedua,
sebagai pinjaman tunai (cash advanced), ketiga,
sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil,
keempat, sebagai pinjaman kepada pengurus bank.
• Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,
seperti inkasi dan transfer uang.
• Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk
menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran

76 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


2. Produk Penghimpunan Dana
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah.
3. Produk Jasa
• Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya
harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
• Ijarah (Sewa)
Menurut bahasa ijarah adalah (menjual mafaat). Sedangkan
menurut istilah syarak menurut pendapat ulama Hanafiyah:
Ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.

E. Mekanisme Pembiayaan di Bank Syariah


1. Pengertian Pembiyaan
Dalam kegiatan penyaluran dana, lembaga keuangan baik
bank maupun non-bank dengan cara melakukan pembiayaan.
Pembiayaan yang dilakukan lembaga keuangan baik bank maupun
non-bank karena berhubungan dengan rencana untuk memperoleh
pendapatan. Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah
teknisnya aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah
penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta
asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga
syariah, penyertaan modal sementara dan kontijensi pada rekening
administrasi serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 yang dimaksud pembiayaan
adalah “Penyediaan uang atau tagihan atau dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah
dengan jumlah bunga, imbalan atau bagi hasil. Perbedaan mendasar
antara pembiayaan yang diberikan oleh bank konvensional dengan
pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah adalah terletak pada
keuntungan yang diharapkan. Pada bank konvensional keuntungan

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 77


yang diperoleh yaitu melalui bunga, sedangkan bagi bank syariah
keuntungan yang diperoleh berupa imbalan atau bagi hasil.

2. Tujuan Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan
pembiayaan untuk tingkat mikro.
Secara makro dijelaskan bahwa pembiayaan bertujuan:
• Peningkatan ekonomi umat,
• Meningkatkan produktivitas,
• Membuka laangan kerja baru,
• Terjadinya distribusi pendapatan,
Adapun secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk:
• Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka
memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.
• Upaya meminimalkan risiko,artinya usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimal.
• Pendayagunaan sumber ekonomi,artinya sumber daya ekonomi
dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber
daya alam dengan sumber daya manusia sertaa sumber daya modal.
• Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan
masyarakat ada pihak yang kelebihan dana, sementara ada
pihak yang kekurangan dana.

3. Pembiayaan Investasi Syariah


Investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk
memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian hari,
mencakup hal-hal antara lain:
• Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa
keuntungan dalam bentuk financial atau uang (financial benefit).
• Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh
keuntungan beruapa uang, sedangkan badan sosial dan badan-

78 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


badan pemerintah lainnnya lebih bertujuan untuk memberikan
manfaat sosial (social benefit) dibandingkan dengan keuntungan
finansialnya.
• Badan-badan usaha yang mendapatkan pembiayaan investasi
dari Bank harus mampu memperoleh keuntungan financial
(financial benefit) agar dapat hidup dan berkembang serta
memenuhi kewajibannnya kepada Bank.
Investasi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori ; yaitu:
• Investasi pada masing-masing komponen aktiva lancar
• Investasi pada aktiva tetap atau proyek
• Investasi dalam efek atau surat berharga (Securities)
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah
atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang
diperlukan untuk:
• Pendirian proyek baru,
• Rehabilitas,
• Modernisasi,
• Ekspansi,
• Relokasi proyek yang sudah ada.

4. Pembiayaan Konsumtif Syariah


Pembiayaan konsumtif yang diberikan untuk tujuan di luar
usaha dan umumnya bersifat perorangan. Menurut jenis akadnya
dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan konsumtif dapat
dibagi menjadi lima bagian:
• Pembiayaan konsumen akad Murabahah
• Pembiayaan komsumen akad Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT)
• Pembiayaan konsumen akad Ijarah
• Pembiayaan komsumen akad Istish’na
• Pembiayaan konsumen akad Qard + Ijarah

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 79


Daftar Pustaka
Firmansyah, Anang dan Andrianto, Manajemen Bank Syariah,
Surabaya: Qiara Media, 2019.
Karim, Adiwarman A. , Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,
Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Moh. Zuhri, Terjemah Fiqh Empat Madzab, Semarang: Asy-Syifa, 1993.
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Bandung: Press,
2005.
Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Yogyakarta: UII Press, 2004.
Rivai, dan Veithsal, Islac Financial Manajement, Teori, Konsep dan
Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah,
Praktisi dan Mahasiswa, Jakarta: Rajawali Press, 2008.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan pengertian perbankan syariah?
2. Sebutkan prinsip-prinsip perbankan syariah?
3. Jelaskan tujuan perbankan syariah?
4. Sebutkan produk-produk bank syariah?
5. Jelaskan mekanisme pembiayaan di bank syariah?

80 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 10
HUKUM ASURANSI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan Pengertian Asuransi Syariah
2. Menjelaskan Prinsip Dasar Asuransi Syariah
3. Menjelaskan Mekanisme Pengelolaan Dana AsuransiSyariah
4. Menjelaskan Pengertian Reasuransi Syariah (Retakaful)
5. Menjelaskan Landasan Hukum Asuransi dan Reasuransi Syariah

A. Pengertian Asuransi Syariah


Kata Asuransi diambil dari babasa Belanda dengan sebuatan
”Assurantie”, sedangkan dalam hukum Belanda di sebut dengan
”verzekering” yang berarti pertanggungan. Istilahnya ini kemudian
berkembang menjadi ”assuradeur” yang berarti penanggung,dan
tertangung disebut ”geessuredee”. Dalam konsep asuransi Syariah,
asuransi di sebut dengan Takaful mempunyai arti saling menanggung
antara umat manusia sebagai mahluk sosial. Ta’min berasal dari
kata “amanah” yang berarti memberikan perlindungan, keterangan,
rasa aman, serta bebas dari rasa takut. Adapun islamic insurance
mengandung makna “ pertanggungan” atau ”saling menanggung”.
Kitab Undang Undang Pasal 246 memberikan pengertian
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian,dengan
seseorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung,
dengan menerima premi, untuk memberikan pengantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tidak tentu.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 81


Menurut bebrapa pendapat, yaitu:
1. Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin
berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin
akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah
peristiwa yang belum jelas terjadi.
2. Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan
kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai
(substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
3. Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko
yang akan dihadapinya.
4. Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara
dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran
dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya
kepada pembayar iuran.
5. UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua
pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu
kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
6. Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak
yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung
untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang
mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai
akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas,
baik dari segi bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa
dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak pertama
yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain
mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan
di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum
tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya.

82 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


B. Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Tujuan dari asuransi syariah adalah melindungi para peserta
asuransi dari kemungkinan terjadinya resiko yang tidak terduga.
Sebagai pengelola dana asuransi, perusahaan asuransi syariah
wajib menjalankan amanah yang telah diberikan oleh para
peserta asuransi syariah untuk mengelolah premi serta membantu
meringankan beban musibah yang dialami oleh peserta lain.
Untuk menjalankan amanah tersebut, maka asuransi syariah harus
memiliki dasar sehingga dapat memperkokoh asuransi syariah.
Berikut ini merupakan Sembilan prinsip-prinsip asuransi syariah
yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut:
1. Tauhid(Unity)
Prinsip tauhid (unity) merupakan prinsip yang menyatakan
bahwa dalam setiap perbuatan serta bangunan hukum harus
mengacu pada nilai-nilai ketuhanan.
2. Keadilan (Justice) Menjelaskan bahwa dalam asuransi syariah,
keadilan dapat diwujudkan dengan cara menempatkan hak
dan kewajiban antara peserta asuransi dan pengelola asuransi
(perusahaan asuransi) sesuai dengan porsinya.
3. Ta‘awunsecara sederhana berarti saling membantu dan saling
bekerjasama.
4. Kerjasama (Cooperation)
Manusia merupakan makhluk sosial sehingga manusia tidak bisa
hidup sendiri dan membutuhkan pihak lain untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam asuransi, seorang peserta melakukan
kerjasama (cooperation) dengan perusahaan asuransi untuk
dapat menghindari suatu resiko yang tidak pasti.
5. Amanah (Trustworthy)
6. Kerelaan (Ridha)
7. Maisir dan Riba.
8. Gharar (ketidakpastian)

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 83


Secara umum prinsip asuransi Syariah harus menaruh
perhatiankhusus pada para pelanggannya untuk bisa bersatu
dalam bekerja bisa dikatakan gotong royong atau kerja bakti.

C. Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Syariah


Dalam pengelolaan dana asuransi syariah, terjadi saling
melindungi, saling tolong menolong, dan saling bantu-membantu
di antara para peserta asuransi. Pihak asuransi syariah hanya sebagai
pengelola yang di beri kepercayaan (amanah) oleh peserta asuransi
untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang
halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai hasil kesepakatan berdasarkan akta perjanjian jenis akad.
Dalam mengelola dana dari peserta, perusahaan asuransi syariah
menggunakan 2 (dua) mekanisme pengelolaan dana, antara lain:
1. Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan, pada sistem ini
peserta asuransi hanya membayarkan dana tabarru’ saja, tanpa
saving atau tabungan. Dana tabarru’ ini kemudian disimpan oleh
pengelola pada akun tersendiri yang terpisah dengan akun dari
dana-dana lainnya. Dana-dana ini fungsinya adalah untuk tujuan
tolong-menolong dan dibayarkanapabilapeserta meninggal
dunia dan perjanjian telah berakhir (apabila terdapat surplus dana).
Dana-dana tabarru’ yang terkumpul juga akan diinvestasikan
oleh perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

84 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


2. Sistem yang menggunakan unsur tabungan, para peserta asuransi
membayarkan dana tabarru’ sekaligus dengan dana tabungan.
Dana tabarru’ merupakan dana yang diniatkan oleh para peserta
untuk tujuan tolong-menolong, sedangkan dana tabungan
adalah dana milikpesertyang diserahkan kepada perusahaan
asuransi yang kemudian diinvestasikan sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah. Keuntungan dari investasi tersebut setelah
dikurangi dengan biaya administrasi, akan dibagi dengan
perusahaan asuransi dengan menggunakan prinsip mudharabah.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 85


D. Pengertian Reasuransi Syariah (Retakaful)
Dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggris Reasuransi disebut
hervee, berarti pertanggungan ulang. Lembaga reasuransi sudah
lama ada dan di atur dalam pasal 271 KUHD. Awalnya reasuransi hanya
dilakukan perorangan kemudian berkembang menjadi lembaga
hukum berbentuk PT. sudah biasa terjadi para penanggung selalu
membagi tiap resiko yang ditanggungnya dengan penanggung lain,
agar resiko yang menjadi bebannya menjadi lebih ringan dan teman
penanggung lainnya bisa mendapatkan sedikit keuntungan darinya.
Reasuransi syariah (retakaful) adalah suatu proses saling
menanggung antara pemberi sesi (ceding company) dengan
penanggung ulang (reasurdur) dengan proses suka sama suka dari
berbagai resiko dan persyaratan yang ditetapkan dalam akad yang
dikenal dengan nama konsep sharing of risk. UU No. 40 tahun 2014
menyebutkan bahwa reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan
resiko berdasarkan prinsip syariah atas resiko yang dihadapi oleh
perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau
perusahaan reasuransi syariah lainnya.

86 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Semakin berkembangnya asuransi syariah di Indonesia,
memerlukan adanya reasuransi yang beroperasional sesuai syariah
Islam untuk bekerjasama yang saling menguntungkan kedua belah
pihak. Reasuransi syariah diperlukan oleh asuransi syariah untuk saling
membantu bilamana terjadi klaim dari peserta pada waktu yang tidak
dapat diperkiraan sebelumnya. Di mana besarnya klaim tersebut
di luar batas kemampuan membayar asuransi syariah. Kemampuan
perusahaan asuransi syariah untuk menanggung risiko dari suatu
pertanggungan disebut “retensi”, yang merupakan batas maksimum
dari total klaim yang harus dibayar perusahaan asuransi syariah.
Bilamana total klaim yang harus dibayar melebihi retensi yang telah
ditentukan perusahaan asuransi, maka perlu adanya keterlibatan
reasuransi syariah untuk ikut menanggung beban sebagian dari
klaim tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka perusahaan
asuransi syariah akan mengalami gagal bayar (default) yang
berpotensi merugikan peserta karena klaimnya tidak dapat dibayar.

E. Landasan Hukum Asuransi dan Reasuransi Syariah


1. Surat Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000
tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah dengan sistem
syariah. Peraturan ini menjelaskan beberapa jenis investasi bagi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip
syariah, antara lain:
• Deposito dan Sertifikat depositosyariah;
• Sertifikat wadiah BankIndonesia
• Saham syariah yang tercatat di bursa efek;
• Obligasi syariah yang tercatat di bursa efek;
• Surat berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh
Pemerintah;
• Penyertaan langsungsyariah;
• Bangunan atau tanah dengan bangunan untukinvestasi;

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 87


• Pembiayaan kepemilikan tanah dan atau bangunan
kendaraaan bermotor dan barang modal dengan skema
murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan);
• Pembayaran modal kerja dengan skema mudhorobah (bagi
hasil);
• Pinjaman polis.
2. Keputusan Menteri Keuangan yang berkaitan dengan teknis
asuransi syariah, yaitu KMK No. 424/KMK.06/2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Reasuransi. Regulasi yang berkaitan dengan
asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18. Pada pasal
tersebut dijelaskan mengenai kekayaan yang diperkenankan
harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dengan prinsipsyariah.
3. KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Regulasi ini merupakan regulasi yang digunakan sebagai dasar
untuk mendirikan asuransi syariah.
Ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa “Setiap
pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi
berdasarkan prinsip syariah…”. Ketentuan yang berkaitan
dengan asuransi syariah dalam Pasal 34 menjelaskan
mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip
syariah, Pasal 32 membahas mengenai pembukaan kantor
cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi konvensional, dan Pasal 33 menjelaskan
mengenaipembukaankantor cabang dengan prinsip syariah
dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan
prinsip syariah.
Praktik asuransi Islam dalam berbagai negara terdapat dua
mashab. mashab pertama memakai istilah Takaful dalam penyebutan
asuransi Islam seperti di genewa atau Swiss dan Malaysia. penyebutan

88 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Takaful karena istilah tersebut sudah menjadi merek dagang dan
merek perusahaan asuransi yang berbasis internasional. mazhab
kedua lebih banyak memakai istilah amin yang lebih mengacu
kepada pemakaian arti kata yang murni dan belum dijadikan label
merek perusahaan pertanggungan pemakaian istilah Ata Amin lebih
banyak digunakan di dunia akademis di beberapa negara di Timur
Tengah terutama negara Mesir dan sekitarnya. di Indonesia atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2001 sebaiknya
asuransi yang berbasis Islam digunakan istilah asuransi syariah
tanpa menggunakan kata Takaful dan Tamin karena rekomendasi
ini tidak didukung oleh peraturan yang meningkat maka dalam
praktik perasuransian di Indonesia melahirkan istilah yang beragam
Sebagai contoh pada tahun 1994 pertama kali didirikan asuransi
Islam di Indonesia istilah yang digunakan adalah Takaful yakni PT
Syarikat Takaful Indonesia.

Daftar Pustaka
Ansori, Abdul Ghofur. 2007. Asuransi Syariah di Indonesia. UII:
Yogyakarta. https://yodytistanto07.wordpress.com/2015/12/07/
asuransi-dan-reasuransi-syariah/ diakses pada 28 November 17:53
https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/12/makalah-hukum-
asuransi-danreasuransi.html diakses pada 28 November 17:53
http://repository.radenintan.ac.id/1199/3/BAB_II.pdf diakses
pada 28 November 17:59.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar.
1. Jelaskan Pengertian Asuransi Syariah?
2. Jelaskan Prinsip Dasar Asuransi Syariah?
3. Jelaskan Mekanisme Pengelolaan Dana AsuransiSyariah?
4. Jelaskan Pengertian Reasuransi Syariah?
5. Jelaskan Landasan Hukum Asuransi dan Reasuransi Syaria

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 89


BAB 11
JAMINAN DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan Pengertian Jaminan?
2. Jelaskan Kegunaan Jaminan?
3. Jelaskan jenis-jenis jaminan?
4. Jelaskan aspek hukum jaminan dalam bank syariah.

Pengertian Jaminan
Jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur,
dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan
utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku
apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran
utang si debitur 1 Jaminan adalah aset pihak peminjaman yang
dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat
mengembalikan pinjaman tersebut. jaminan merupakan salah satu
unsur dalam analisis pembiayaan.
Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan nasabah
harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan
harus berhati-hati dalam menilai barang-barang tersebut karena
harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menunjukkan
harga yang sesungguhnya (harga pasar pada saat itu). Dengan
kata lain, nasabah kadang-kadang menaksir barang-barang yang
digunakannya diatas harga yang sesungguhnya.
Penilaian yang terlalu tinggi bisa berakibat lembaga keuangan
berada pada posisi yang lemah.jika likuiditas/penjualan barang
agunan tidak dapat dihindarkan, keadaan tersebut dapat membawa
lembaga keuangan kepada kerugian karena hasil penjualan agunan
biasanya akan lebih rendah dari pada harga semula maupun harga

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 91


pasar pada saat agunan akan dijual sehingga tidak dapat menutupi
kewajiban nasabah lembaga keuangan.

A. Kegunaan Jaminan
Kegunaan jaminan adalah untuk:
1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat
pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan janji, yaitu
untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian.
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi
untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk
meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri
sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-
kurangnya untuk berbuat demikian dapat diperkecil.
3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi
janjinya khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai
dengan syarat-syarat yang telah disetujuhi agar debitur dan
atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan
yang telah dijaminkan kepada bank.

B. Jenis-Jenis Jaminan
1. Jaminan berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Jaminan kebendaan Jaminan berupa harta kekayaan, baik
benda maupun hak kebendaan,yang diberikan dengan
cara pemisah bagian dari harta kekayaan baik dari debitur
kepada pihak kreditur,apabila debitur yang bersangkutan
cedera janji. Jaminan kebendaan terdiri dari:
1) Kebendaan berwujud yang terbagi menjadi:
a) Benda bergerak seperti logam mulia, kendaraan,
deposito, persediaan barang, dan mesin.
b) Benda tidak bergerak, seperti tanah/bangunan.
2) Kebendaan tak berwujud misalnya hak tagih, yaitu
suatu piutang atau tagihan yang dimiliki oleh debitur

92 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


terhadap orang atau pihak lain, yang dalam jangka waktu
tersebut piutang akan dibayar kepada debitur, yang
saat ini telah dialihkan kepada kreditur hak tagihnya.
b. Jaminan penanggungan Jaminan berupa pernyataan
kesanggupan yang diberikan oleh perorangan atau badan
hukum yang merupakan pihak ketiga yang menjamin
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak
kreditur, apabila pihak debitur yang bersangkutan
cedera janji Jaminan penanggungan terdiri dari jaminan
perorangan/pribadi dan badan hukum.
2. Jaminan berdasarkan nilainya, ada dua aspek yang diperlukan
dalam melakukan penilaian terhadap jaminan yang diberikan, yaitu:
a. Nilai ekonomis Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
jaminan memenuhi nilai ekonomis adalah:
1) Dapat diperjualbelikan secara umum, luas dan bebas.
2) Lebih besar dari nilai plafon kredit yang diberikan.
3) Mudah dipasarkan atau dijual tanpa harus mengeluarkan
biaya pemasaran.
4) Nilai jaminan stabil dan memiliki kemungkinan
mengalami kenaikan nilai dikemudian hari.
5) Lokasi jaminan strategis dan kondisi jaminan dalam
keadaan baik.
6) Fisik jaminan jaminan tidak mudah rusak, lusuh,
ketinggalan jaman.
7) Memiliki manfaat ekonomis dalam jangka waktu relatif
lama.
b. Nilai yuridis
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar jaminan memenuhi
nilai yuridis adalah:
1) Jaminan merupakan milik debitur yang bersangkutan.
2) Ada dalam kekuasaan debitur.
3) Tidak dalam persengketaan dengan pihak lain.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 93


4) Memiliki bukti-bukti kepemilikan/sertifikat atas nama
debitur bersangkutan dan masih berlaku.
5) Bukti-bukti kepemilikan bisa diikat sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
6) Tidak sedang dijaminkan ke pihak lain.
c. Sistem penilaian jaminan
Penilaian jaminan adalah tanggung jawab pejabat-pejabat
pembiayaan (Account Oficer). Namun dalam rangka
melaksanakan dual control, jika dianggap perlu, maka dapat
ditugaskan unit kerja lain (Loan Officer) untuk ikut serta
menilai kewajaran nilai transaksi barang jaminan.
Nilai jaminan merupakan nilai aktiva yang dipergunakan
sebagai jaminan untuk pinjaman ataupun jenis-jenis kredit
lain.nilai jaminan umumnya dipertimbangkan sebagai
jumlah maksimum kredit yang dapat diberikan terhadap
penggadaian aktiva tersebut. Dengan mengingat posisi
mereka sendiri, kreditor biasanya menetapkan nilai jaminan
yang lebih rendah dari nilai pasarnya. Ini dilakukan untuk
menyediakan pengamanan bila terjadi keadaan tidak
dapat membayar, dan masing-masing kreditor akan
menentukan besar penyesuaian penurunan harga pasar
yang ada. Bilamana tidak ada nilai pasar yang tidak dapat
diestimasikan, nilai jaminan ditentukan berdasarkan
pertimbangan semata-mata, dengan kreditor berada
diposisi yang bisa menentukan margin pengaman sebesar
mungkin yang dianggap baik dalam situasi tertentu.
Jaminan utama pinjaman adalah kelayakan dari usaha
itu sendiri, sedangkan jaminan tambahan ada dua yaitu
jaminan material dan non material. Jaminan material berupa
sertifikat tanah, BPKB sertifikat deposito dan bukti pemilikan
lainnya. Sedangkan jaminan non material berupa personal
guarantie dan corporate guarantie. Untuk menghindari
terjadinya pemalsuan bukti pemilikan, maka sebelum

94 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


dilakukan pengikatan harus diteliti mengenai status
yuridisnya bukti pemilikan dan orang yang menjaminkan.
Hal ini diperlukan untuk menghindari gugutan oleh pemilik
jaminan yang sah.

C. Aspek Hukum Jaminan Dalam Perbankan Syariah


intermediary keuangan, bank Syariah memiliki kegiatan utama
berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan
dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang menggunakan
prinsip wadi’ah yand dlamanah (titipan), dan mudharabah (investasi
bagi hasil). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada
masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim, seperti skim jual
beli/a/-ba (murabahah, salam, dan istishna), sewa (ijarah), dan bagi
hasil (musyarakah dan mudharabah), serta produk pelengkap, yakni
fee based service, seperti hiwalah (alih utang piutang), rahn (gadai),
qard (utang piutang), wakalah (perwakilan, agency), kafalah (garansi
bank). Dalam hal ini masyarakat menyerahkan dananya pada bank
Syariah pada dasarnya tanpa jaminan yang bersifat kebendaan
dan semata-mata hanya dilandasai oleh kepercayaan bahwa pada
waktunya dana tersebut akan kembali ditambah dengan sejumlah
keuntungan (return). Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan
masyarakat tersebut, bank harus melaksanakan prinsip kehati-hatian
(prudential principle).
Berdasarkan prinsip tersebut, bank Syariah menerapkan sistem
analisis yang ketat dalam penyaluran dananya melalui pembiayaan,
di antaranya dengan mempersyaratkan adanya jaminan atau agunan
bagi pihak nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan.
Definisi jaminan/ agunan menurut Pasal 1 angka (26) Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah
jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda
tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank
Syariah clan/ atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban
Nasabah Penerima Fasilitas.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 95


Berbeda dengan perbankan konvensional yang dalam penyaluran
dananya. menggunakan skim kredit, di perbankan Syariah penyaluran
dana menggunakanmemberikan kredit atau pembiayaan, bank
Syariah harus melakukan penilaian yang seksarna terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah
Debitur. Kelima unsur tersebut yang sering disebut 5C perkreditan
(Character, Capital, Capacity, Collateral dan Condition of Economy).
Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama-
pertama adalah karakter dari nasabah calon penerima pembiayaan
(nasabah debitur), karena jika karakternya baik, sekalipun kondisi
yang lainnya buruk, nasabah debitur akan tetap berusaha serius dan
dengan jujur melaporkan hasil usahanya dengan mengembalikan
dana pembiayaan yang disertai bagi hasilnya. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa pada kenyataannya jaminan sangat menentukan
tingkat keamanan pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Di
samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting, dan hal
ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank sebagaimana
disinggung di atas, yaitu bahwa dana bank adalah dana nasabah,
dana masyarakat, yang oleh karenanya harus dilindungi dan
digunakan secara sangat hati-hati.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penelitian ini akan
membahas mengenai pentingnya jaminan ini dalam praktek
pembiayaan perbankan syariah. Oleh karenanya, penelitian ini diberi
judul “Aspek Hukum Jaminan dalam Perbankan Syariah”.
Sebagai wujud sikap kehati-hatian bank dalam melakukan
penyaluran dananya melalui skim pembiayaan melalui bagi hasil ini,
sebelum memberikan kredit atau pembiayaan, bank Syariah harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,
modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Kelima
unsur tersebut yang sering disebut 5C perkreditan (character, capital,
capacity, collateral dan condition of economy). Pada kenyataannya,
jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang
disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi
sangat penting, dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar

96 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


dari dana bank sebagaimana disinggung di atas, yaitu bahwa dana
bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya
harus dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati. Konsep
jaminan dalam hukum Islam (fiqh) dibagi menjadi dua; jaminan yang
berupa orang (personal guaranty) dan jaminan yang berupa harta
benda. Jaminan yang berupa orang sering dikenal dengan istilah
dlaman atau kafalah, sedangkan jaminan yang berupa harta benda
dikenal dengan istilah rahn. Kafalah diartikan menanggung atau
penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung
perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib
dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu
dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi
penagih (utang), sedangkan ar-Rahn, yaitu menyimpan suatu
barang sebagai tanggungan hutang. Urgensi jaminan dalam produk
pembiayaan syariah yakni jaminan tersebut untuk memberikan
kepastian bahwa dana tersebut dapat dikembalikan, atau setidaknya
bank tidak akan mengalami kerugian yang terlalu besar, jika misalnya
ternyata hanya dapat mengeksekusi agunan atau jaminan yang
telah diberikan, karena penerima fasilitas pembiayaan bertindak
semaunya atau asal-asalan dalam menjalankan usaha bisnisnya.

Daftar Pustaka
Ahmad, Khursid,, Studies in Islamic Economis, United Kingdom: The
Islamic Foundation, 1981.
Al Qur’an dan Terjemahnya hadiah dan Khadim al Haramain asy
Syarifain, Fand ibn `Abd al `Aziz
Al Sa’ud, Saudi Arabia: Madinah, 1990.
An-Nabhany, T. An-Nizam Al-Iqtishadi Fil Islam, Beirut: Darul
Ummah, 1990
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Syariah: Suatu Pengantar,
Yogyakarta: EKONSIA, 2002.
Karmen A. Perwataatmadja, Upaya Memurnikan Pelayanan Bank
Syariah, Khusus Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah di
Indonesia, Artikel, Jakarta, 2002.
Pradjoto and Associates, Pembiayaan dalam Perbankan Syariah,
Makalah, Desember 2007.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 97


Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,
Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Syahril Sabirin, Sambutan Gubernur Bank Indonesia dalam
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama dan
Cendekiawan, Jakarta: 1999.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia,
Bank Syariah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional,
Jakarta: Djambatan, 2001.
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti,2003.
Tim Bank Syariah Mandiri, Apa dan Bagaimana Bank Syariah, Jakarta:
BSM Cab. Meruya, 2005.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan Pengertian Jaminan?
2. Jelaskan Kegunaan Jaminan?
3. Jelaskan jenis-jenis jaminan?
4. Jelaskan aspek hukum jaminan dalam bank syariah?

98 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


BAB 12
SENGKETA HUKUM EKONOMI SYARIAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan penyelesaian sengketa melalu alternative dispute
resolution (ADR).
2. Menjelaskan Penyelesaian sengketa melalui jalur Arbitrase.
3. Menjelaskan Penyelesaian sengketa melalui jalur Litigasi.
Mekanisme penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang
bersifat perdata secara umum dapat diselesaikan melalui 3 alternatif,
pertama melalui lembaga arbitrase syariah, kedua, ditempuh melalui
perdamaian atau yang dikenal dengan sistem ADR (Alter-native Dispute
Resolution). Ketiga, melalui jalur litigasi (proses peradilan di Pengadilan
Penulis akan menjelaskan ketiga alternatif tersebut sebagai berikut:

A. Alternative Dispute Resolution (ADR)


Kamus Hukum membedakan antara istilah alternatif penyelesaian
sengketa dan ADR, Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu “Suatu
pilihan penyelesaian sengketa yang dipilih melalui prosedur yang
disepakati para pihak yang bersengketa, yaitu penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara melakukan konsultasi, negosiasi,
mediasi atau dengan menggunakan penilaian ahli.” Sedangkan
ADR memiliki arti “Suatu konsep yang meliputi berbagai bentuk
pilihan penyelesaian sengketa selain proses peradilan yaitu melalui
cara-cara yang sah menurut hukum, baik berdasarkan pendekatan
konsensus ataupun tidak.”
Ketentuan dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
mengatur mengenai pilihan dalam penyelesaian sengketa melalui
cara musyawarah para pihak yang bersengketa, dibawah title

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 99


“Alternatif Penyelesaian Sengketa”, yang merupakan terjemahan dari
Alternative Dispute Resolution. Secara yuridis dalam UU No. 30 Tahun
1999, mengartikan “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilliasi, atau penilaian ahli.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa ADR adalah suatu pranata
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang mekanismenya
berdasarkan sebuah kesepakatan para pihak dengan
mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di
pengadilan, baik melalui cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi,
maupun penilaian ahli.
Christopher W. Moore mengemukakan sejumlah keuntungan atau
kebaikan penyelesaian sengketa dengan menggunakan ADR, yaitu:
1. Sifat kesukarelaan dalam proses
2. Prosedur yang cepat
3. Keputusan non yudisial
4. Kontrol oleh manajer yang paling tahu tentang kebutuhan
organisasi
5. Prosedur rahasia (confidential)
6. Fleksibilitas yang lebih besar dalam merancang syarat-syarat
penyelesaian masalah
7. Hemat waktu
8. Hemat biaya dan waktu
9. Perlindungan dan pemeliharaan hubungan kerja
10. Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan
11. Tingkatan yang lebih tinggi untuk melakukan kontrol dan lebih
mudah memperkirakan hasil
12. Kesepakatan-kesepakatan yang lebih baik daripada sekedar
kompromi atau hasil yang diperoleh dari cara penyelesaian
kalah/menang
13. Keputusan yang bertahan sepanjang waktu.

100 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Adapun M. Yahya Harahap menyebutkan beberapa alasan lain
perlunya alternatif penyelesaian sengketa selain melalui proses
litigasi, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya tuntutan dunia bisnis untuk menyelesaikan sengketa
secara sederhana, cepat, dan biaya ringan.
2. Adanya berbagai kritik umum yang dilontarkan terhadap dunia
peradilan.
ADR mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang
di Indonesia karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomis
ADR memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian sengketa yang
lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
2. Faktor Ruang Lingkup yang Dibahas
ADR memiliki kemampuan untuk membahas agenda
permasalahan secara lebih luas, komprehensif, dan fleksibel.
Hal ini dapat terjadi karena aturan main dikembangkan dan
ditentukan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhannya.
3. Faktor Pembinaan Hubungan Baik
ADR yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif
sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya
pembinaan hubungan baik antar manusia yang telah
berlangsung maupun yang akan datang.

Macam Alternative Dispute Resolution (ADR)


1. Konsultasi
Konsultasi adalah permohonan nasihat atau pendapat untuk
penyelesaian suatu sengketa secara kekeluargaan yang
dilakukan oleh para pihak kepada pihak ketiga.
Black’s Law Dictionary memberi pengertian konsultasi
adalah “aktivitas konsultasi atau perundingan seperti klien
dengan penasihat hukumnya.”. Selain itu konsultasi juga
dipahami sebagai pertimbangan orang-orang (pihak) terhadap

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 101


suatu masalah. Konsultasi sebagai pranata ADR dalam
praktiknya dapat berbentuk menyewa konsultan untuk dimintai
pendapatnya dalam upaya menyelesaikan suatu masalah. Dalam
hal ini konsultasi tidak dominan melainkan hanya memberikan
pendapat umum yang nantinya dapat dijadikan rujukan para
pihak untuk menyelesaikan sengketanya.
2. Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu proses tawar menawar atau upaya
untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses
interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk
mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar atas suatu masalah
yang sedang berlangsung. Di dalam proses negosiasi, para
pihak yang bersengketa akan berhadapan secara langsung dan
mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi.
3. Mediasi
Mediasi merupakan istilah yang berasal dari bahasa inggris
yaitu mediation, yang artinya penyelesaian sengketa dengan
cara menengahi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam
menyelesaikan masalah sebagai penasihat. Penjelasan mediasi
dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada
keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya. Penjelasan
ini amat penting guna membedakan dengan bentuk-bentuk
alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti arbitrase,
negosiasi, ajudikasi dan lain-lain. Menurut Mardani mediasi
menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai
mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa para pihak. Mediator harus berada pada
posisi netral dan tidak memihak dalam penyelesaian sengketa.
Menurut Khotibul Umam, mediasi adalah proses negosiasi
pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak
(impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk
mencari kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang

102 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


memutuskan sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk
menyelesaikan persoalan yang dikuasakan kepadanya. Dalam
Pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa yang dimaksud
mediasi atau perdamaian adalah suatu perdamaian adalah
suatu persetujuan dimana kedua belah pihak menyerahkan,
menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya
suatu perkara.
4. Konsiliasi
Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan konsiliasi adalah penciptaan penyesuaian pendapat
dan penyelesaian suatu sengketa dengan suasana persahabatan
dan tanpa ada rasa permusuhan yang dilakukan di pengadilan
sebelum dimulainya persidangan dengan maksud untuk
menghindari proses litigasi. Dari definisi tersebut dapat
dipahami bahwa pada dasarnya konsiliasi adalah bentuk ADR
yang dapat dilakukan dalam proses non ADR, yaitu litigasi
dan arbitrase. Dengan kata lain yang dimaksud dengan ADR
berbentuk konsiliasi merupakan institusi perdamaian yang bisa
muncul dalam proses pengadilan dan sekaligus menjadi tugas
hakim untuk menawarkannya sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 1851 KUH Perdata.
Konsiliasi mempunyai kekuatan hukum mengikat sama
dalam konsultasi dan negosiasi, yakni 30 hari terhitung setelah
penandatanganan dan dilaksanakan dalam waktu 30 hari
terhitung sejak pendaftarannya.
5. Penilaian Ahli
Bentuk ADR lainnya yang diintrodusir dalam Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 adalah pendapat (penilaian) ahli. Dalam
rumusan Pasal 52 Undang-undang ini dinyatakan bahwa para
pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat
yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum
tertentu dari suatu perjanjian. Pada dasarnya merupakan
pelaksanaan dari tugas lembaga arbitrase sebagaimana tersebut

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 103


dalam Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999 yang berbunyi lembaga arbitrase adalah badan yang
dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga
dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu
hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

B. Arbitrase
Istilah Indonesia “arbitrase” diserap dari bahasa Belanda arbitrase,
yang secara harfiah berarti (1) penengahan, perwasitan, dan (2)
perhitungan harga barang di berbagai tempat. Secara terminologi
para ahli membuat definisi dan rumusan berbeda mengenai
arbitrase, meskipun inti dan maksud umum dari berbagai definisi itu
sama. Subekti mendefinisikan arbitrase sebagai, “pemutusan suatu
sengketa oleh seorang atau beberapa orang yang ditunjuk oleh
para pihak yang bersengketa sendiri di luar hakim atau pengadilan.”
Arbitrase adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa di
luar jalur pengadilan dengan maksud untuk mempercepat dan
mempermudah proses penyelesaiannya. Di samping itu diharapkan
pula bahwa melalui arbitrase biaya penyelesaian sengketa yang harus
dikeluarkan oleh para pencari keadilan dapat lebih murah. Tetapi
harus diakui bahwa biaya murah dan proses cepat itu tidak selalu
merupakan kenyataan. Melalui arbitrase pihak-pihak bersengketa
menyepakati untuk menyerahkan penyelesaian sengketa mereka
kepada arbiter atau arbiter-arbiter yang akan memeriksa dan
kemudian memberikan keputusan mengikat terhadap para pihak.
Biasanya dalam kontrak bisnis sudah disepakati dalam kontrak
yang dibuatnya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di
kemudian hari di antara mereka. Usaha penyelesaian sengketa
dapat diserahkan kepada forum.-forum tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Ada yang langsung ke lembaga Pengadilan atau
ada juga yang melalui lembaga di luar Pengadilan yaitu arbitrase
(choice of forum/choice of jurisdiction). Di samping itu, dalam klausul
yang dibuat oleh para pihak ditentukan pula hukum mana yang

104 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


disepakati untuk dipergunakan apabila di kemudian hari terjadi
sengketa di antara mereka (choice of law).
Dalam literatur sejarah hukum Islam, arbitrase lebih identik
dengan istilah tahkim atau hakam. Istilah ini secara literal berarti
mengangkat sebagai wasit atau juru damai. Sedangkan secara
terminologi definisi yang dikemukakan Salam Madzkur. Menurutnya,
tahkim atau hakam adalah pengangkatan seorang atau lebih sebagai
wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang bersengketa,
guna menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara damai.
Dan menurut Undang-Undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999, yang
dimaksud dengan arbitrase adalah, cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum, yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
(vide Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999).
Sedangkan arbitrase syariah di Indonesia memiliki lembaga
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang berkedudukan
di Jakarta dengan cabang atau perwakilan di tempat-tempat lain yang
dipandang perlu. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI). BAMUI didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993, berbadan
hukum Yayasan. Sedangkan arbitrase konvensional, Indonesia
memiliki Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI).
1. Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Hal-hal yang berkaitan dengan prosedur dan proses penyelesaian
sengketa lembaga keuangan syar’iyah melalui Basyarnas harus
didasarkan pada UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Peraturan Prosedur Basyarnas (dulu BAMUI). Adapun ketentuan-
ketentuan umum yang terkait prosedur penyelesaian sengketa
UU No. 30 Tahun 1999 sebagai berikut:
a. Pemeriksaan sengketa harus diajukan secara tertulis, namun
demikian dapat juga secara lisan apabila disetujui para
pihak dan dianggap perlu oleh Arbiter atau Majelis Arbiter.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 105


b. Arbiter atau Majelis Arbiter terlebih dahulu mengusahakan
perdamaian antara pihak yang bersengketa.
c. Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu
paling lama 180 hari sejak Arbiter atau Majelis Arbiter
terbentuk, namun demikian dapat diperpanjang apabila
diperlukan dan disetujui para pihak.
d. Putusan arbitrase harus memuat kepala putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang
Maha Esa” nama singkat sengketa, uraian singkat sengketa,
pendirian cara pihak, nama lengkap dan alamat Arbiter,
pertimbangan dan kesimpulan Arbiter atau Majelis Arbiter
mengenai keseluruhan sengketa, pendapat masing-masing
Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam
Majelis Arbitrase, amar putusan, tempat dan tanggal
putusan, dan tanda tangan Arbiter atau Majelis Arbiter.
e. Dalam putusan ditetapkan suatu jangka waktu putusan
tersebut harus dilaksanakan.
Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan
harus ditutup dan ditetapkan hari sidang untuk
mengucapkan putusan arbitrase dan diucapkan dalam
waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup.
f. Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan diterima,
para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter
atau Majelis Arbiter untuk melakukan koreksi terhadap
kekeliruan administratif dan atau menambah atau
mengurangi sesuatu tuntutan putusan.
Ketentuan-ketentuan prosedur di atas dimaksudkan untuk
menjaga agar jangan sampai penyelesaian sengketa melalui
arbitrase termasuk juga arbitrase syariah menjadi berlarut-larut,
sehingga dengan demikian dalam arbitrase tidak terbuka upaya
hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali.

106 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


C. Penyelesaian Melalui Proses Per sidangan (Litigasi)
Mekanisme penyelesaian sengketa ekonomi syariah selain ADR
dan arbitrase syariah dapat pula melalui jalur peradilan agama.
Berdasarkan revisi UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
tanggal 26 Maret 2006 yang lalu, kewenangan peradilan agama yang
semula bertugas dan berwenang memeriksa memutus dan me-
nyelesaikan perkara-perkara tingkat per-tama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan, b. kewarisan; wasiat
dan hibah, c. wakaf dan shadaqah. Sekarang ini kewenangannya
diperluas dalam bidang Lembaga Keuangan Syariah meliputi:
perbankan syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, dana
pensiun lembaga keuangan syariah, obligasi syariah dan seterusnya.
Sebagaimana lazimnya dalam menangani setiap perkara
yang diajukan ke-padanya, hakim selalu dituntut mempelajari
terlebih dahulu perkara tersebut secara cermat untuk mengetahui
substansinya serta hal ihwal yang senantiasa ada menyertai substansi
perkara tersebut. Hal ini perlu dilakukan guna menentukan arah
jalannya pemeriksaan perkara tersebut dalam proses persidangan
nantinya. Untuk itu hakim harus sudah mempunyai resume tentang
perkara yang ditanganinya sebelum di-mulainya proses pemeriksaan
di per-sidangan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam hal memeriksa
perkara ekonomi syariah khususnya perkara perbankan syariah
ada beberapa hal penting yang harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum proses di persidangan dimulai. Adapun hal-hal penting
yang harus dilakukan terlebih dahulu tersebut antara lain, yaitu:
1. Pastikan lebih dahulu perkara tersebut bukan perkara perjanjian
yang mengandung klausa arbitrase
Inilah hal penting yang pertama-tama harus dilakukan terlebih
dahulu sebelum memeriksa lebih lanjut perkara perbankan
syariah yang diajukan ke pengadilan agama, yakni memastikan
terlebih dahulu bahwa perkara perbankan syariah yang ditangani
tersebut bukan termasuk perkara perjanjian yang di dalamnya
terdapat klausula arbitrase (arbitration clause).

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 107


Pentingnya memastikan terlebih dahulu apakah perkara
tersebut termasuk sengketa perjanjian yang mengandung
klausula arbitrase atau bukan, tidak lain dimaksudkan agar
jangan sampai pengadilan agama memeriksa atau mengadili
perkara yang ternyata di luar jangkauan kewenangan absolutnya.
Sementara pemeriksaan terhadap perkara tersebut sudah
berjalan sedemikian rupa, atau bahkan sudah diputus.
2. Pelajari secara cermat perjanjian (akad) yang mendasari
kerjasama antar para pihak
Setelah dipastikan bahwa perkara perbankan syariah yang
ditangani tersebut bukan merupakan perkara perjanjian yang
mengandung klausula arbitrase, lalu di-lanjutkan dengan
mengupayakan perda-maian bagi para pihak sesuai dengan
langkah-langkah yang dikemukakan di atas. Selanjutnya apabila
upaya damai tersebut ternyata tidak berhasil, hal penting lainnya
yang harus dilakukan adalah mempelajari lebih jauh perjanjian
atau akad yang mendasari kerjasama para pihak yang menjadi
sengketa tersebut.
Tata cara pengajuan gugatan sengketa atau perkara
ekonomi syariah di pengadilan agama untuk diperiksa dan
diselesaikan, dapat diajukan dalam bentuk gugatan sederhana
atau gugatan dengan acara biasa. Hal ini dijelaskan oleh
Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, yang
menyebutkan bahwa: “Perkara ekonomi syariah dalam bentuk
gugatan sederhana atau gugatan dengan acara biasa “.
Sebelum membahas mengenai gugatan sederhana di
lingkungan Peradilan Agama, maka akan dijelaskan terlebih
dahulu sekilas mengenai gugatan ekonomi syariah dengan
acara biasa, agar dapat membandingkan antara gugatan
sederhana dengan gugatan dengan acara biasa.
3. Tata Cara Pemeriksaan Perkara Ekonomi Syariah Dengan Acara Biasa.
Pemeriksaan perkara ekonomi syariah yang tidak termasuk ke
dalam kategori gugatan sederhana, maka pemeriksaannya akan

108 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


dilakukan dengan berpedoman pada hukum acara perdata
yang berlaku, kecuali hal-hal yang secara khusus telah diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, seperti
proses pendaftaran, mekanisme atau proses pemeriksaan
perkara, waktu penyelesaian perkara, pemanggilan para pihak,
upaya damai, kualifikasi hakim, pembuktian dan lain-lain. Jadi
pemeriksaan perkara ekonomi syariah dengan acara biasa persis
sama dengan pemeriksaan-pemeriksaan perkara perdata pada
umumnya yang berlaku di Peradilan Umum, Peradilan Tata
Usaha Negara maupun Peradilan Agama dalam hal pedoman
hukum acaranya, walaupun ada berbagai hal yang diatur secara
khusus sebagaimana diuraikan di atas.
Hal ini seperti yang dikemukakan dalam Pasal 54 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
yang menyatakan bahwa: “Hukum acara yang berlaku pada
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum
acara perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini”.
Beracara di pengadilan dengan acara biasa, melalui
beberapa tahap yaitu gugatan, mediasi, jawaban, replik,
duplik, pembuktian, kesimpulan dan putusan. Jadi untuk
beracara melalui gugatan dengan acara biasa, harus melalui
beberapa tahap dan persidangannyapun tidak selalu berjalan
mulus di pengadilan, karena mungkin saja selama proses
persidangan tersebut terdapat suatu insident (yaitu peristiwa
yang menghambat jalannya persidangan), dimana insident
ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain karena para
pihak, hakim atau dari hukum acaranya, yang mengakibatkan
waktu penyelesaian perkaranya menjadi lebih panjang atau
lama. Misalnya ketika proses sedang berjalan, ada pihak yang
ikut serta dalam proses (intervensi) dengan cara mengajukan
permohonan kepada Ketua Majelis Hakim yang menangani
perkara tersebut untuk dapat ikut serta dalam proses yang

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 109


sedang berjalan, atau para pihak tidak hadir pada hari sidang
yang sudah ditetapkan. Bisa juga karena hakimnya berhalangan
hadir pada waktu hari sidang yang sudah ditetapkan, atau dari
segi hukum acaranya, seperti mengenai kewenangan pengadilan
dalam menangani suatu perkara (kompetensi pengadilan), baik
absolut maupun relatif dan masih banyak kemungkinan lainnya.
Selain itu, apabila sudah ada putusan dari pengadilan
tingkat pertama, dan ada pihak yang melakukan upaya hukum
baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa,
maka proses berperkara akan semakin panjang dan lama untuk
mandapatkan putusan yang inkracht van gewijsde (putusan yang
sudah memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap),
sehingga pelaksanaan atau eksekusi terhadap putusan yang
telah dijatuhkan belum dapat dilakukan, karena putusannya
belum inkracht van gewijsde.
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia
(SEMA RI) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara
di Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (empat)
lingkungan peradilan, dimana lingkungan peradilan tersebut
yaitu: Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha
Negara dan Peradilan Militer; mengatur mengenai tenggang
waktu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
2 Tahun 2014, pada pokoknya mengenai:
a. Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Pertama
paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan termasuk
penyelesaian minutasi. Terhadap sifat dan keadaan perkara
tertentu yang penyelesaian perkaranya memakan waktu
lebih dari 5 (lima) bulan, maka majelis hakim yang menangani
perkara tersebut, harus membuat laporan kepada Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama dengan tembusan ditujukan
kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding (Tinggi) dan
Ketua Mahkamah Agung.

110 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


b. Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Banding
(Tinggi), paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan termasuk
penyelesaian minutasi. Terhadap sifat dan keadaan perkara
tertentu yang penyelesaian perkaranya memakan waktu
lebih dari 3 (tiga) bulan, maka majelis hakim yang menangani
perkara tersebut harus membuat laporan kepada Ketua
Pengadilan Tingkat Banding (Tinggi) dengan membuat
tembusan ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung.
c. Ketentuan tenggang waktu tersebut tidak berlaku terhadap
perkara-perkara khusus yang sudah ditentukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
d. Untuk efektifitas monitoring terhadap kepatuhan
penanganan perkara sesuai dengan jangka waktu di atas,
agar memasukkan data perkara dalam sistem informasi
manajemen perkara berbasis elektronik tepat waktu.
Dari Surat Edaran Mahkamah Agung di atas, dapat dilihat
berapa lama waktu yang diperlukan untuk penyelesaian suatu
perkara, bila mempergunakan acara biasa. Apalagi kalau ada
para pihak yang masih belum merasa puas dengan putusan
Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding,
kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah
Agung. Kemudian salah satu pihak yang belum merasa puas,
melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali
terhadap putusan kasasi yang sudah dijatuhkan (walaupun
upaya hukum peninjauan kembali tidak menunda pelaksanaan
putusan atau eksekusi terhadap putusan yang sudah inkracht
van gewijsde tersebut) atau Derden Verzet (perlawanan pihak
ketiga) atas putusan yang sudah dijatuhkan.
4. Tata Cara Pemeriksaan Perkara Ekonomi Syariah Dengan Acara
Sederhana.
Dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Ekonomi Syariah
disebutkan bahwa perkara ekonomi syariah dapat diajukan
dalam bentuk gugatan sederhana atau gugatan dengan acara

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 111


biasa, dan menurut Pasal 3 ayat (3) Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 2016 dijelaskan bahwa pemeriksaan
perkara ekonomi syariah dengan acara gugatan sederhana
mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2015 tentang Tata Cara Gugatan Sederhana. Dengan demikian,
penyelesaian perkara ekonomi syariah yang terkait dengan
gugatan sederhana diatur oleh 2 (dua) peraturan Mahkamah
Agung, yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2015 tentang Tata Cara Gugatan Sederhana dan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelesaian Ekonomi Syariah.
Adapun tujuan dibuatnya Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 2 Tahun 2015 ini, pada intinya untuk memangkas
prosedur acara perdata di pengadilan, membatasi waktu
berperkara selama 25 hari dan melakukan proses secara
sederhana, sehingga penyelesaian perkaranya dapat cepat dan
biayanyapun ringan.
Untuk menentukan apakah suatu gugatan ekonomi syariah
termasuk kategori gugatan sederhana atau gugatan dengan
acara biasa, maka hal tersebut harus mengacu pada Pasal 3 dan
4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 dan apabila
terpenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh kedua pasal
tersebut, maka gugatan itu termasuk kategori gugatan sederhana.
Syarat-syarat gugatan sederhana yang diatur oleh Pasal 3 dan 4
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, sebagai berikut:
a. Perkara gugatan sederhana mencakup perkara cidera janji/
wanprestasi, atau Perbuatan Melawan Hukum/PMH dengan
nilai gugatan materil paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah). Tuntutan bersifat materil, tuntutan
yang bersifat immateril tidak dapat diajukan karena
pembuktiannya tidak sederhana;
b. Bukan perkara perdata yang penyelesaian sengketanya
dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur

112 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


dalam peraturan perundang-undangan seperti sengketa
ketenagakerjaan;
c. Bukan sengketa hak atas tanah; Masing-masing pihak, yakni
penggugat dan tergugat tidak boleh lebih dari 1 (satu),
kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama;
d. Dalam hal tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak
dapat diajukan gugatan sederhana;
e. Para pihak, baik penggugat ataupun tergugat, berdomisili
di wilayah hukum yang sama;
f. Para pihak, baik penggugat ataupun tergugat wajib
menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan
atau tanpa didampingi oleh kuasa hukumnya.
Sedangkan prinsip-prinsip dalam gugatan sederhana, yaitu:
a. Pendekatan pada proses persidangan bersifat mudah,
artinya mengenai pasal yang akan dituntut menjadi tugas
hakim untuk secara aktif menentukannya demikian juga
mengenai pembuktian yang harus dilakukan, Penggugat
dan Tergugat hanya menyampaikan pokok persoalannya
dalam formulir gugatan yang disediakan oleh pengadilan,
dan juga tidak perlu didampingi oleh penasehat hukum.
Apabila menemui kesulitan dalam mengajukan gugatan,
maka Penggugat akan dibantu oleh petugas pengadilan;
b. Waktu penyelesaian perkara yang cepat, dimana bila
menggunakan hukum acara yang biasa, maka proses
penyelesaian perkara membutuhkan waktu rata-rata
kurang lebih 450 (empat ratus lima puluh) hari dari mulai
Pengadilan Tingkat Pertama sampai Mahkamah Agung
(Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi untuk Banding,
Mahkamah Agung untuk Kasasi). Sedangkan bila melalui
acara gugatan sederhana, maka akan melalui 2 (dua)
tingkatan di Pengadilan Negeri, yaitu:
1) Pada tingkat hakim tunggal di Pengadilan Agama
dengan penyelesaian perkara maksimal 25 (dua puluh

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 113


lima) hari kerja sejak hari sidang pertama {Pasal 5 ayat
(3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015},
dimana pada tahapan ini perkara akan diselesaikan
oleh hakim tunggal.
2) Tingkat keberatan oleh majelis hakim di Pengadilan
Negeri, merupakan upaya apabila ada pihak yang tidak
puas terhadap putusan yang dijatuhkan hakim tunggal.
Tujuannya untuk menjamin penerapan hukum untuk
pencari keadilan dengan waktu penyelesaiannya 7
(tujuh) hari kerja sejak majelis hakim dibentuk (Pasal
27 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015).
Pada tahapan ini, perkara akan diperiksa ulang oleh
majelis hakim yang terdiri dari 3 (tiga) orang hakim,
tanpa memeriksa atau meminta keterangan tambahan
dari para pihak. Tingkat keberatan ini merupakan upaya
hukum terakhir dan bersifat final, jadi para pihak tidak
dapat mengajukan upaya hukum lainnya ke Pengadilan
Tinggi atau Mahkamah Agung.
Secara umum, gugatan sederhana dari mulai pendaftaran
sampai putusan pada upaya keberatan, diselesaikan dalam waktu
antara 58 (lima puluh delapan) sampai 60 (enam puluh) hari kerja.
Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim
(hakim tunggal) yang ditunjuk oleh ketua pengadilan dalam
waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak hari
sidang pertama, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
c. Pendaftaran;
d. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
e. Penetapan hakim (hakim tunggal);
f. Pemeriksaan pendahuluan;
g. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
h. Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
i. Pembuktian, dan
j. Putusan.

114 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Hakim Peradilan Agama yang menangani perkara-perkata
ekonomi syariah, merupakan hakim yang sudah memperoleh
sertifikat hakim ekonomi syariah sesuai dengan syarat-syarat
yang ditentukan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5
Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah, yang
menyebutkan bahwa: “Hakimnya harus bersertifikasi hakim
ekonomi syariah, atau minimal hakim agama yang telah
mengikuti diklat fungsional ekonomi syariah, apabila jumlah
sertifikasi hakimnya belum cukup”.
Pada tanggal 6 Agustus 2019, Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penyelesaian Gugatan Sederhana yang kemudian diundangkan
pada tanggal 20 Agustus 2019.
Pada pokoknya, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4
Tahun 2019 mengubah ketentuan beberapa pasal yang terdapat
dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, yaitu:
a. Dalam point mengingat, mencantumkan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dimana pada
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tidak
tercantum, yang artinya bahwa Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 2019 ini berlaku pula bagi pengadilan agama.
b. Nilai gugatan materil yang tadinya paling banyak Rp.
200.000.000,00 menjadi Rp. 500.000.000,00 (Pasal 1 angka 1).
c. Dalam hal Penggugat berada di luar wilayah hukum
tempat tinggal atau domisili Tergugat, Penggugat dalam
mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil
atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili
Tergugat dengan surat tugas dari institusi Penggugat {Pasal
4 ayat (3a)}, sehingga dalam ayat (4) nya ditambahkan kata-
kata kuasa insidentil, atau wakil dengan surat tugas dari
institusi penggugat.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 115


d. Penggugat dan Tergugat dapat menggunakan administrasi
perkara di pengadilan secata elektronik sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan (Pasal 6A). Hal ini berkaitan
dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018
tentang Administrasi Perkara Secara Elektronik.
e. Dalam hal Tergugat tidak hadir pada pada hari sidang kedua
setelah dipanggil secara patut, maka hakim memutus perkara
tersebut secara verstek (Pasal 3), dimana pada sebelumnya
tidak ada kata-kata “secara patut” dan “secara verstek”.
f. Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Tergugat dapat mengajukan perlawanan (verzet) dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan
putusan (Pasal 3a).
g. Dalam proses pemeriksaan, Hakim dapat memerintahkan
peletakan sita jaminan terhadap benda milik Tergugat dan/
atau milik Penggugat yang ada dalam penguasaan Tergugat
(Pasal 17A).
h. Dalil gugatan yang diakui secara bulat oleh pihak Tergugat,
tidak perlu pembuktian tambahan {Pasal 18 ayat (1)},
dimana sebelumnya terdapat kata-kata “dan/atau tidak
dibantah” diubah menjadi “bulat oleh pihak Tergugat”.
i. Penambahan 3 (tiga) ayat pada Pasal 31, yaitu:
1) Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan aanmaning
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat
permohonan eksekusi { ayat (2a)}.
2) Ketua Pengadilan menetapkan tanggal pelaksanaan
aanmaning tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 7
(tujuh) hari setelah penetapan aanmaning {ayat (2b)}.
3) Dalam hal kondisi geografis tertentu pelaksanaan
aanmaning tidak dapat dilaksanakan dalam waktu
7 (tujuh) hari, Ketua Pengadilan dapat menyimpangi
ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2b), {ayat (2c)}.

116 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


Dengan adanya acara gugatan sederhana ini, maka diharapkan
terjadi peningkatan akses pada masyarakat untuk memperoleh
keadilan untuk menyelesaikan perkaranya melalui pengadilan, juga
agar iklim usaha di Indonesia dapat meningkat semakin baik, di
mata para pelaku usaha di tanah air, khususnya pelaku ekonomi
yang mempergunakan sistem ekonomi syariah, dimana pelaku
ekonomi tidak ragu-ragu lagi untuk mempergunakan aturan-aturan
ekonomi syariah dalam kegiatan perekonomiannya sehari-hari. Juga
untuk menghilangkan stigma negatif para pelaku ekonomi syariah
mengenai penyelesaian perkara melalui litigasi yang dianggap
berbelit-belit dan memakan waktu yang cukup lama, sehingga
para pelaku usaha apabila menghadapi suatu masalah dapat
menyelesaikan perkaranya melalui jalur litigasi.

Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktek,
Gema Insani, Jakarta, 2004.
A.W. Munawir, Kamus al Munawir, Yogyakarta: Pondok Pesantren
Al Munawir, 1984.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2000.
Yunari, Afrik, Alternative Dispute Resolution (Adr) Sebagai Penyelesaian
Sengketa Non Litigasi, Jurnal Inovatif, Vol. 2: 1, Februari: 2016.
Bambang Sutiyono, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Yogyakarta: Citra
Media, 2006.
Basir, Cik, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan
Agama dan Mahkamah Syar’iyah, Kencana, Jakarta, 2009.
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar
Grafika, 2013.
H. M. Tahir Azhary, Bunga Rampai Hukum Islam, IND-HILL-CO,
Jakarta. Mardani, “Penyelesaian Sengketa Pada Lembaga
Keuangan Syariah”, 1992.
Emirizon, Joni, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan:
Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, Jakarta: Gramedia
Pustaka, 2000.
Kamus Besar Bahasa Indonesia

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 117


Umam, Khotibul, Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan,
Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2010.
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia Jakarta: Sinar
Grafika, 2013.
Mubarok, Jaih, (ed.), Peradilan Agama di Indonesia, Pustaka Bani
Quraisy, Jakarta., 2004.
Imaniyati, Neni Sri, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum
Ekonomi, Bandung: CV. Mandar Maju, 2013.
Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013.
Rahajoekoesoemah, Kamus Belanda Indonesia, cet. ke-1, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1995.
Subekti, Aneka Perjanjian, cet. ke-10, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
1995.
Sutiyono, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Yogyakarta: Gama Media, 2008.
Abbas, Syahrizal, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum
Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta, Kencana, 2009.
Anwar, Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer Bagian Dua,
Yogyakarta:UAD Press, 2020.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan
Penyelesaian Sengketa, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar
1. Sebutkan 3 jalur penyelesaian sengketa ekonomi syariah?
2. Apa yang dimaksud dengan alternative dispute resolution (ADR)?
3. Jelaskan mekanisme Penyelesaian sengketa melalui jalur Arbitrase?
4. Menjelaskan Penyelesaian sengketa melalui jalur Litigasi sederhana

118 Dr. Abdul Wahab, M.E.I


TENTANG PENULIS

NAMA : Dr. Abdul Wahab, M.E.I


TEMPAT,TGL LAHIR : Sidoarjo, 10 April 1973
ALAMAT : Ngeni Warus Sidoarjo
NO.TELP/HP : 081231069864
PEKERJAAN : Dosen
EMAIL : abdulwahabf04@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
S1-PT : Tarbiyah FIAI UMSurabaya
S2-PT : Ekonomi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya
S3-PT : Ekonomi Islam UINSA Surabaya

RIWAYAT PEKERJAAN
1. Ketua Program Studi S1 Akhwal Al-Syakhsiah FAI UMSurabaya
2013-2014.
2. Ketua Program Studi S1 Perbankan Syariah FAI UMSurabaya
2014-2015.
3. Wakil Dekan II FAI UMSurabaya 2014-2015.
4. Wakil Dekan II FAI UMSurabaya 2015-2017.
5. Wakil Dekan I FAI UMSurabaya 2017-2021.

PENGALAMAN ORGANISASI
No Organisasi Jabatan Tahun
K1. SEMA Tarbiyah Ketua Umum 1994
2. IMM Komisariat FIAI Ketua Bidang Dakwah 1995
3. SMPT UNMUH Sekretaris Umum 1996
4. LDK UNMUH Ketua Umum 1995
5. Lembaga Kerjasama Ketua Divisi Timur 2015 -2020. Dan
PWM Jawa Timur Tengah 2020-2022.

Buku Ajar Hukum Ekonomi Syariah 119


KARYA Ilmiah
1. Buku ISBN Ayat-ayat Ekonomi dalam Alqur,an, Tahun 2014.
2. Buku ISBN Kapita Selekta Ekonomi Islam, Tahun 2016.
3. Buku ISBN Hukum Perbankan Syariah, Tahun 2017.
4. Buku ISBN Hybrid Contract dalam Bank Syariah, Tahun 2020.
Serta menulis Jurnal ilmiah Terakreditasi di Jurnal Scopus,
Tsaqafah, Maqashid, Masharif, Tadarrus, dan Justicia Islamika.

Dr. Abdul Wahab, M.E.I

120 Dr. Abdul Wahab, M.E.I

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai