Fikih Jual Beli
Fikih Jual Beli
(1127040022)
Prasetya Novriatama
(11270400
Ridzki Muharram
(1127040058)
Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung
2016KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Fikih Jual Beli, Utang Piutang dan Riba.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bandung, 21 May 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1
Latar Belakang......................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.................................................................................................2
1.3
Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II
2.1
ISI........................................................................................................................3
Jual Beli..................................................................................................................3
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.3.1
Macam macam jual beli ditinjau dari segi obyek jual beli............................4
2.1.3.2
Macam macam jual beli ditinjau dari segi pelaku akad (subyek).................5
2.1.3.3
2.1.3.4
2.1.3.5
2.1.4
2.1.5
Khiyar................................................................................................................10
2.1.5.1
Khiyar majlis..................................................................................................11
2.1.5.2
Khiyar syarat..................................................................................................11
2.1.5.3
Khiyar aibi.....................................................................................................11
2.1.6
2.1.7
2.2
Utang Piutang......................................................................................................12
2.2.1
2.2.2
Jaminan (BORG)...............................................................................................14
2.3
Riba.......................................................................................................................14
2.3.1
2.3.2
BAB III
KESIMPULAN................................................................................................17
3.1
Kesimpulan..........................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan, tujuan
dilakukannya studi khusus kerja praktek ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana Islam mengatur jual beli
2. .Untuk mengetahui dasar hukum jual beli dalam Islam
3. Untuk mengetahui jenis jenis jual beli yang dilarang dalam Islam
BAB II
ISI
Allah Swt berfirman, Dan persaksikanlah, apabila kamu berjual beli. (Q.S. AlBaqarah 2 : 282)
Ibnu Juraij berkata, Barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah ia
mengadakan persaksian.
Qatadah rh berkata bahwa disebutkan kepada kami bahwa Abu Sulaiman alMurisyi (salah seorang yang berguru kepada Kab) mengatakan kepada murid-muridnya,
Tahukah kalian tentang seorang yang teraniaya yang berdoa kepada Tuhannya tetapi
doanya tidak dikabulkan?. Mereka menjawab, Mengapa bisa demikian?.
Abu Sulaiman berkata, Dia adalah seorang lelaki yang menjual suatu barang untuk
waktu tertentu tetapi ia tidak memakai saksi dan tidak pula mencatatnya. Ketika tiba masa
pembayaran ternyata si pembeli mengingkarinya. Lalu ia berdoa kepada Tuhan-nya tetapi
doanya tidak dikabulkan.
Demikian itu karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannya yaitu tidak
menuruti perintah-Nya yang menganjurkannya untuk mencatat atau mempersaksikan hal
itu. (Tafsir Ibnu Katsir)
Abu Said, Asy-Syabi, Ar-Rabi ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid
serta lainnya mengatakan bahwa pada mulanya menulis utang piutang dan jual beli itu
hukumnya wajib, kemudian di-mansukh oleh firman Allah Swt, Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya). (Q.S. Al-Baqarah 2 : 283)
Yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di
depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh
dilakukan, seperti membeli beras di pasar.
Yaitu jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual
beli yang tidak tunai, salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang
seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-
barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat
Yaitu jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu sehingga
dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya
dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
2.1.3.2Macam macam jual beli ditinjau dari segi pelaku akad (subyek)
Dengan lisan
Penyampaian akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang seperti dengan berbicara.
Dengan perantara atau utusan
Penyampaian akad jual beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat sama
halnya dengan ijab qabul dengan ucapan, misalnya Via Pos dan Giro. Jual beli ini
dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi
melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara.
Jual beli dengan perbuatan
Yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil
rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual kemudian diberikan
uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa
sighat ijab qabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian Syafiiyah tentu hal ini
dilarang sebab ijab qabul sebagai rukun jual beli. Tetapi sebagian lainnya, seperti Imam
Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian,
yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu.
tangan walinya.
Baligh
Syarat-syarat Maqud alaih (benda atau barang)
Bendanya suci
Dapat dimanfaatkan
Milik sendiri
Kemampuan untuk menyerahkanya
Barangnya diketahui
Barangnya dikuasai
5) Dari Umar r.a., berkata; Rasulullah Saw. telah melarang menjual mani binatang
(HR. Bukhari).
6) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti
ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak, juga Rasulullah Saw.
bersabda :
7) Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah Saw. telah melarang penjualan sesuatu yang masih
dalam kandungan induknya (HR. Bukhari dan Muslim).
8) Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud
muhaqallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di
sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.
9) Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih
kecil-kecil, dan yang lainnya.
10) Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan
seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang
hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini
dilarang karena mengandung tipuan atau kemungkinan akan menimbulkan kerugian
bagi salah satu pihak.
11) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti
seseorang berkata, lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan
pula kepadamu apa yang ada padaku. Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah
jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul.
12) Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang
kering. Hal ini dilarang Rasulullah Saw. dengan sabdanya:
13) Dari Anas r.a., ia berkata; Rasulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah,
mukhadharah, mulammassah, munabadzah, dan muzabanah (HR. Bukhari).
14) Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.
15) Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi
penipuan. Seperti jual beli ikan yang masih dikolam.
16) Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukkan
kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.
10
Jual beli muqayadhah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti
menukar baju dengan sepatu.
Jual beli muthlaq
Jual beli muthalaq adalah jual beli barang dengan suatu yang telah disepakati sebagai alat
penukaran seperti uang
Jual beli alat penukar dengan alat penukar
Jual beli alat tukar dengan alat penukaran adalah jual beli barang yang bisa dipakai sebagai
alat penukar dengan alat penukar lainya, seperti uang perak dengan uang emas.
orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik.
Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini;
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
antara pihak yang yang melakukan akad, ada kesesuaian diantara ijab dan qabul, berada
disatu tempat, dia tidak terpisah oleh suatu pemisah
Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa
jual beli yang tidak sah antara lain:
1) Jual beli muathah
11
2)
3)
4)
5)
6)
yang biasadisebut mobi (barang jualan) dan hargaulama fiqih sepakat bahwa jual beli
dianggap sah apabila maqud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk,
dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan
milik orang lain dan tidak ada larangan dari syara..
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan.
Jual beli gharar.
Jual beli barang najis dan terkena najis
Jual beli air
Jual beli yang tidak jelas (majhul)
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad (gaib), tidak dapat dilihat
Jual beli sesuatu sebelum dipegang
Terlarang sebab syara
jual beli riba
jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
jual beli barang dari hasil pencegahan barang
jual beli padawaktu azan jumat
jual beli anggur untuk dijadikan khamar
jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
jual beli yang sedang dibeli orang lain.
Jual beli memakai syarat
2.1.5 Khiyar
Khiyar artinya boleh memilih antara dua yaitu meneruskan aqad jual beli atau
mengurungkannya. Khiyar berguna agar masing masing pihak dapat memastikan
kemaslahatan dan keuntungan bagi keduanya, agar tidak timbul kerugian dan penyesalan.
12
13
dikembalikan lagi kepadanya oleh pihak kedua dengan hal yang serupa. Atau seseorang
menyerahkan uang kepada pihak lain untuk dimanfaatkan dan kemudian dikembalikan lagi
sejumlah yang dihutang.
Adapun pengertian hutang piutang yang lainnya yaitu memberikan sesuatu (uang
atau barang) kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan
itu.
Pengertian utang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai
dalam ketentuan kitab Undang-Undang hokum perdata pasal 1754 yang berbunyi : ?pinjam
meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula.
Orang yang ingin berutang hendaklah benar-benar karena terpaksa. Sebab menurut
Rasulullah, utang merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang
hari.
Bahkan beliau pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih
meninggalkan utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah
bersabda, Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali
14
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini sebagai petunjuk dari Allah subhanahu
Wataala jika ada pihak yang bermuamalah dengan transaksi non tunai, hendaklah
ditulis, agar lebih terjaga jumlah, waktu dan lebih menguatkan saksi.
Pemberi utang tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang
berutang. Hal ini karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah mengasihi si peminjam
dan menolongnya, bukan mencari kompensasi atau keuntungan. Bahkan dianjurkan
memberi penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi
utangnya setelah jatuh tempo. Hal ini berdasar firman Allah dalam Al-Baqarah ayat
280 serta sabda Rasulullah yang berbunyi, Barangsiapa ingin dinaungi Allah dengan
naungan-Nya (pada hari kiamat, pent), maka hendaklah ia menangguhkan waktu
pelunasan utang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan
(Riwayat Bukhari)
Jika orang yang berutang tidak mampu mengembalikan, boleh mengajukan pemutihan
dan juga mencari perantara untuk memohonnya. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata,
(Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan utang. Maka
aku memohon kepada pemilik utang agar mereka mau mengurangi jumlah utangnya,
akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Rasulullah meminta syafaat
(bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau berkata, Pisahkan
kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu
kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku. (Maka) akupun
melakukannya. Beliau pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai
lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh. (Riwayat Bukhari).*
15
disyaratkan
keadaan
keduanya.
Ahli
tasawuf
(berhak
membelanjakan hartanya).
3. Barang yang dirungguhan, tiap-tiap zat yang boleh dijual boleh dirungguhkan,
dengan syarat keadaan barang itu tidak rusak sebelum sampai janji utang harus
dibayar.
4. Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap.
2.3 Riba
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan
prinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman
adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :...padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .
16
Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. contohnya tukar menukar
emas dengan emas,perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.
Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya :
orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut
dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh,
tahun.
Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan
dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp.
30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
17
4. Neraka ancamannya
5. Termasuk perbuatan syetan yang keji
6. Memperoleh harta dengan cara yang tidak adil
Seseorang menukar uang kertas Rp 10.000 dengan uang receh Rp.9.950 uang Rp.50
tidak ada imbangannya atau tidak tamasul, maka uang receh Rp.50 adalah riba.
Seseoarang meminjamkan uang sebanyak Rp. 100.000 dengan syarat dikembalikan
ditambah 10 persen dari pokok pinjaman, maka 10 persen dari pokok pinjman dalah
riba sebab tidak ada imbangannya.
Seseorang menukarkan seliter beras ketan dengan dua liter beras dolog, maka
pertukaran tersebut adalah riba, seabab beras harus ditukar dengan beras yang sejenis
dan tidak boleh dilebihkan salah satunya. Jalan keluarnya ialah beras ketan dijual
terlebih dahulu dan uangnya digunakan untuk membeli beras dolog.
18
19
DAFTAR PUSTAKA
[1]Harry Robson, Ed., Verified Syntheses of Zeolitic Materials, 2nd ed. Amsterdam:
Elsevier, 2001.
[2]Weibin Fan et al., "Effect of ammonium salts on the synthesis and catalytic properties
of TS-1," Microporous and Mesoporous Materials, vol. 122, pp. 301308, 2009.
20
21