Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FIKIH

JUAL BELI, UTANG PIUTANG DAN RIBA


Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Fikih Jurusan Kimia
Oleh
Fenny Fitriani

(1127040022)

Prasetya Novriatama

(11270400

Ridzki Muharram

(1127040058)

Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung

2016KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Fikih Jual Beli, Utang Piutang dan Riba.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bandung, 21 May 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1

Latar Belakang......................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.................................................................................................2

1.3

Tujuan.....................................................................................................................2

BAB II
2.1

ISI........................................................................................................................3
Jual Beli..................................................................................................................3

2.1.1

Pengertian jual beli..............................................................................................3

2.1.2

Dasar hukum jual beli..........................................................................................3

2.1.3

Macam macam jual beli....................................................................................4

2.1.3.1

Macam macam jual beli ditinjau dari segi obyek jual beli............................4

2.1.3.2

Macam macam jual beli ditinjau dari segi pelaku akad (subyek).................5

2.1.3.3

Macam macam jual beli ditinjau dari segi hukum........................................5

2.1.3.4

Macam macam jual beli Berdasarkan Pertukaran.........................................8

2.1.3.5

Macam macam jual beli berdasarkan segi harga...........................................9

2.1.4

Jual beli yang dilarang.........................................................................................9

2.1.5

Khiyar................................................................................................................10

2.1.5.1

Khiyar majlis..................................................................................................11

2.1.5.2

Khiyar syarat..................................................................................................11

2.1.5.3

Khiyar aibi.....................................................................................................11

2.1.6

Mencabut jual beli..............................................................................................11

2.1.7

Hukum hukum yang bersangkutan dengan jual beli.......................................11

2.2

Utang Piutang......................................................................................................12

2.2.1

Adab utang piutang............................................................................................12

2.2.2

Jaminan (BORG)...............................................................................................14

2.3

Riba.......................................................................................................................14

2.3.1

Macam macam riba.........................................................................................15

2.3.2

Faktor Penyebab Menggunakan dan Di Haramkannya Perbuatan Riba............15

BAB III

KESIMPULAN................................................................................................17

3.1

Kesimpulan..........................................................................................................17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk sosial memiliki naluri untuk saling tolong menolong,
setia kawan, rasa toleransi, simpati dan juga empati terhadap sesamanya. Keadaan inilah
yang dapat menjadikan suatu masyarakat yang baik, harmonis dan rukun, hingga saat
berinteraksi itulah mengharuskan terciptanya norma dan etika yang harus dijaga selama
proses berinteraksi dengan sesamanya. Bila dalam proses tersebut kita melanggar normanorma dan etika kesopan santunan, maka akan timbulah penyimpangan-penyimpangan
sosial.
Selain makhul sosial, manusia merupakan makhluk yang selalu berusaha untuk
dapat memenuhi kebutuhannya secara rasional disebut dengan makhluk ekonomi (home
economicus). Sebagai makhluk ekonomi manusia akan bertindak secara hati-hati dengan
memperhitungkan pengeluaran dan manfaat yang akan diperoleh.
Dalam Islam ada hukum yang mengatur interaksi manusia dengan manusia sebagai
mahluk sosial. Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus
membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik
kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.
Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan
seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.
Fikih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip
Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam
Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari Syiah,
dan Khawarij yang mempelajari tentang fikih.
Pada pembuatan makalan berjudul Fikih Jual Beli, Utang Piutang dan Riba, penulis
berharap dapat menambah wawasan penulis dan pembaca pada umumnya dalam
melakukan praktek Jual Beli, Utang Piutang dan Riba di kehidupan sosial.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang perlu dirumuskan
adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Islam mengatur jual beli ?


2. Apa dasar hukum jual beli dalam Islam ?
3. jenis jenis jual beli apa yang dilarang dalam Islam ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan, tujuan
dilakukannya studi khusus kerja praktek ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana Islam mengatur jual beli
2. .Untuk mengetahui dasar hukum jual beli dalam Islam
3. Untuk mengetahui jenis jenis jual beli yang dilarang dalam Islam

BAB II

ISI

2.1 Jual Beli


2.1.1 Pengertian jual beli
Jual beli ( )secara bahasa merupakan masdar dari kata diucapkan -
bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata karena masing-masing
dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan memberikan
sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian disebut .
Jual beli diartikan juga pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Kata lain dari al-bai
adalah asy-syira, al-mubadah dan at-tijarah.
Pengertian jual beli ( )secara syara adalah tukar menukar harta dengan harta
untuk memiliki dan memberi kepemilikan

2.1.2 Dasar hukum jual beli


Allah Swt berfirman, Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 198)
Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas bahwa Imam Bukhari rh berkata bahwa telah
menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepadaku Ibnu Uyainah, dari
Amr, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa di masa jahiliyah, Ukaz, Majinnah dan
Zul-Majaz merupakan pasar-pasar tahunan. Mereka merasa berdosa bila melakukan
perniagaan dalam musim haji. (Tafsir Ibnu Katsir)
Allah Swt berfirman, mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
(Q.S. Al-Baqarah 2 : 275)
Mereka berkata, sesungguhnya jual beli sama dengan riba. Hal ini jelas
merupakan pembangkangan terhadap hukum syara yakni menyamakan yang halal dan
yang haram.
Kemudian firman Allah Swt, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Ibnu Katsir rh berkata tentang ayat ini bahwa ayat ini untuk
menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah
membedakan antara jual beli dan riba secara hukum. (Tafsir Ibnu Katsir)

Allah Swt berfirman, Dan persaksikanlah, apabila kamu berjual beli. (Q.S. AlBaqarah 2 : 282)
Ibnu Juraij berkata, Barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah ia
mengadakan persaksian.
Qatadah rh berkata bahwa disebutkan kepada kami bahwa Abu Sulaiman alMurisyi (salah seorang yang berguru kepada Kab) mengatakan kepada murid-muridnya,
Tahukah kalian tentang seorang yang teraniaya yang berdoa kepada Tuhannya tetapi
doanya tidak dikabulkan?. Mereka menjawab, Mengapa bisa demikian?.
Abu Sulaiman berkata, Dia adalah seorang lelaki yang menjual suatu barang untuk
waktu tertentu tetapi ia tidak memakai saksi dan tidak pula mencatatnya. Ketika tiba masa
pembayaran ternyata si pembeli mengingkarinya. Lalu ia berdoa kepada Tuhan-nya tetapi
doanya tidak dikabulkan.
Demikian itu karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannya yaitu tidak
menuruti perintah-Nya yang menganjurkannya untuk mencatat atau mempersaksikan hal
itu. (Tafsir Ibnu Katsir)
Abu Said, Asy-Syabi, Ar-Rabi ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid
serta lainnya mengatakan bahwa pada mulanya menulis utang piutang dan jual beli itu
hukumnya wajib, kemudian di-mansukh oleh firman Allah Swt, Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya). (Q.S. Al-Baqarah 2 : 283)

2.1.3 Macam macam jual beli


2.1.3.1Macam macam jual beli ditinjau dari segi obyek jual beli

Jual beli benda yang kelihatan

Yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di
depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh
dilakukan, seperti membeli beras di pasar.

Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian.

Yaitu jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual
beli yang tidak tunai, salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang
seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-

barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad

Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat

Yaitu jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu sehingga
dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya
dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.

2.1.3.2Macam macam jual beli ditinjau dari segi pelaku akad (subyek)
Dengan lisan
Penyampaian akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang seperti dengan berbicara.
Dengan perantara atau utusan
Penyampaian akad jual beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat sama
halnya dengan ijab qabul dengan ucapan, misalnya Via Pos dan Giro. Jual beli ini
dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi
melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara.
Jual beli dengan perbuatan
Yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil
rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual kemudian diberikan
uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa
sighat ijab qabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian Syafiiyah tentu hal ini
dilarang sebab ijab qabul sebagai rukun jual beli. Tetapi sebagian lainnya, seperti Imam
Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian,
yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu.

2.1.3.3 Macam macam jual beli ditinjau dari segi hukum


Jual beli yang sah menurut hukum
Yaitu jual beli yang memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli serta tidak terdapat unsur
yang menyebabkan tidak sahnya jual beli.
Rukun Jual Beli
Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu :
1) Bai (penjual)
2) Mustari (pembeli)
3) Maqud alaih (barang yang dijual)
4) Shighat (Ijab dan Qabul)
Syarat Sah Jual Beli
Jual beli dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat
a. Syarat sah akid (penjual dan pembeli) :
1) Berakal

2) Dengan kehendaknya sendiri


3) Keadaannya tidak mubazir (pemboros) karena harta orang yang mubazir itu di
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)

tangan walinya.
Baligh
Syarat-syarat Maqud alaih (benda atau barang)
Bendanya suci
Dapat dimanfaatkan
Milik sendiri
Kemampuan untuk menyerahkanya
Barangnya diketahui
Barangnya dikuasai

Jual beli yang sah tapi terlarang


Ada beberapa cara jual beli yang dilarang oleh agama walaupun sah. Karena
mengakibatkan beberapa hal yaitu, menyakiti si penjual atau pembeli, meloncatnya harga
menjadi tinggi sekali di pasaran, menggoncangkan ketentraman umum.
Jual beli yang sah tapi terlarang meliputi:
1) Jual beli tabungan dengan tabungan
2) Membeli barang yang sedang ditawar orang lain yang masih dalam masa khiyar.
3) Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar sedang ia tidak
ingin kepada barang itu, tetapi semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli
barang itu.
4) Menemui dengan menghentikan orang-orang dari desa yang membawa barang ke
pasar, dan membelinya dengan harga murah sebelum mereka (orang-orang desa itu)
mengetahui harga barang tersebut di pasar menurut yang sebenarnya.
5) Membeli barang untuk ditimbun dengan cara memborong semua barang di pasar,
dengan maksud agar tidak ada orang lain yang memilikinya, dan menjualnya nanti
dengan harga mahal yang berlipat ganda.
6) Menjual belikan barang yang sah, tetapi untuk digunakan sebagai alat maksiat,
misalnya menjual belikan
Jual Beli yang Terlarang dan Tidak Sah Hukumnya.
Beberapa contoh jual beli yang tidak sah hukumnya, antara lain sebagai berikut :
1) Jual beli barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, bangkai,
dan khamar. Rasulullah bersabda, yang artinya :
2) Dari Jahir r.a, Rasulullah saw. Bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah
mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala (HR. Bukhari dan
Muslim).
3) Tapi diperbolehkan menjual kotoran sapi, unta, domba sebagai pupuk untuk
menyuburkan tanah.
4) Jual beli Sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan
betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukumnya karena
Rasulullah Saw, bersabda :

5) Dari Umar r.a., berkata; Rasulullah Saw. telah melarang menjual mani binatang
(HR. Bukhari).
6) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti
ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak, juga Rasulullah Saw.
bersabda :
7) Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah Saw. telah melarang penjualan sesuatu yang masih
dalam kandungan induknya (HR. Bukhari dan Muslim).
8) Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud
muhaqallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di
sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.
9) Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih
kecil-kecil, dan yang lainnya.
10) Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan
seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang
hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini
dilarang karena mengandung tipuan atau kemungkinan akan menimbulkan kerugian
bagi salah satu pihak.
11) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti
seseorang berkata, lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan
pula kepadamu apa yang ada padaku. Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah
jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul.
12) Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang
kering. Hal ini dilarang Rasulullah Saw. dengan sabdanya:
13) Dari Anas r.a., ia berkata; Rasulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah,
mukhadharah, mulammassah, munabadzah, dan muzabanah (HR. Bukhari).
14) Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.
15) Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi
penipuan. Seperti jual beli ikan yang masih dikolam.
16) Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukkan
kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.

2.1.3.4Macam macam jual beli Berdasarkan Pertukaran


Jual beli saham (Pesanan)
Jual beli saham adalah juual beli melalui pesanan, yaitu jual beli dengan cara menyerahkan
terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.
Jual beli muqayadhah (barter)

10

Jual beli muqayadhah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti
menukar baju dengan sepatu.
Jual beli muthlaq
Jual beli muthalaq adalah jual beli barang dengan suatu yang telah disepakati sebagai alat
penukaran seperti uang
Jual beli alat penukar dengan alat penukar
Jual beli alat tukar dengan alat penukaran adalah jual beli barang yang bisa dipakai sebagai
alat penukar dengan alat penukar lainya, seperti uang perak dengan uang emas.

2.1.3.5 Macam macam jual beli berdasarkan segi harga

Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah).


Jual beli yang tidak menguntungkan (at-tauliyah)
Yaitu jual beli yang tidak menguntungkan yang menjual barang dengan harga
aslinya, sehingga penjual tidak mendapatkan keuntungan.
Jual beli rugi(al-khasarah).
Jual beli al-musawah..
Jual beli al-musawah adalah penjual menyembunyikan harga aslinya tetapi kedua
orang yang akad saling meridhai,jual beli seperti inilah yang sekarang
berkembang.

2.1.4 Jual beli yang dilarang.

Terlarang sebab ahliah (ahli akad)


Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikatagorikan sahih apabila dilakukan oleh

orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik.
Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini;
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Jual beli orang gila.


Jual beli anak kecil.
Jual beli orang buta.
Jual beli terpaksa
Jual beli fadhul.
Jual beli orang yang terhalang.
Jual beli malja
Terlarang akibat sebab shighat
Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya juual beli yang didasarkan pada keridaa di

antara pihak yang yang melakukan akad, ada kesesuaian diantara ijab dan qabul, berada
disatu tempat, dia tidak terpisah oleh suatu pemisah
Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa
jual beli yang tidak sah antara lain:
1) Jual beli muathah

11

2)
3)
4)
5)
6)

Jual beli melalui surat atau melalui utusan


Jual beli isyarat atau tulisan
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad
Jual beli yang bersesuaian antara ijab dan qabul
Jual beli munjiz.
Terlarang sebab maqud alaih (barang jualan)
Maqud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad,

yang biasadisebut mobi (barang jualan) dan hargaulama fiqih sepakat bahwa jual beli
dianggap sah apabila maqud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk,
dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan
milik orang lain dan tidak ada larangan dari syara..
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan.
Jual beli gharar.
Jual beli barang najis dan terkena najis
Jual beli air
Jual beli yang tidak jelas (majhul)
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad (gaib), tidak dapat dilihat
Jual beli sesuatu sebelum dipegang
Terlarang sebab syara
jual beli riba
jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
jual beli barang dari hasil pencegahan barang
jual beli padawaktu azan jumat
jual beli anggur untuk dijadikan khamar
jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
jual beli yang sedang dibeli orang lain.
Jual beli memakai syarat

2.1.5 Khiyar
Khiyar artinya boleh memilih antara dua yaitu meneruskan aqad jual beli atau
mengurungkannya. Khiyar berguna agar masing masing pihak dapat memastikan
kemaslahatan dan keuntungan bagi keduanya, agar tidak timbul kerugian dan penyesalan.

2.1.5.1 Khiyar majlis


Khiyar majlis artinya pembeli dan penjual boleh memilih antara dua perkara tadi,
selama keduanya masih berada dalam tempat jual beli, khiyar majlis boleh dlam semua
transaksi jual beli.

12

2.1.5.2 Khiyar syarat


Khiyar yang dijadikan syarat sewaktu aqad oleh kedua belah pihak atau satu pihak,
misalnya kata sang penjual : Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat
khiyar tiga hari (atau kurang dari tiga hari). Khiyar syarat ini berlaku pada setiap jual beli
kecuali untuk barang riba.

2.1.5.3 Khiyar aibi


Pembeli mengembalikan barang yang dibelinya, apabila terdapat kecacatan pada
barang yang dibelinya. Mengembalikan barang dengan cacat itu hendaklah segera karena
melalaikanya berarti ridho terhadap barang yang cacat itu. Barang yang hendak
dikembalikan oleh pembeli kepada penjualnya tetapi terdapat perbedaan keadaan pada saat
penjualan, misal hewat yang dibeli semulakurus pada saat di kembalikan kepada penjual
sudah gemuk karena diberi makan oleh pembeli maka hal tersebut menjadi keuntungan
penjual karena tidak dapat dipisahkan. Tetapi tambahan dari barang yang dibeli ketika
dikembalikan dan bisa dipisahkan maka menjadi keuntungan dari pembeli.

2.1.6 Mencabut jual beli


Mencabut jual beli diperbolehkan jika terdapat penyesalan diantara kedua belah
pihak.

2.1.7 Hukum hukum yang bersangkutan dengan jual beli


1) Mubah (boleh), ialah hukum asal jual beli.
2) Wajib, seperti wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, dan dan qadhi
apabila menjual harta muflis (orang yang lebih banyak hutangnya dari pada
hartanya).
3) Haram, seperti yang dijelaskan sebelunya dalam jual beli yang dilarang.
4) Sunat, seperti jual beli kepada sahabat dan kerabat, atau kepada orang yang berhajat
kepada barang tersebut.

2.2 Utang Piutang


Sedangkan menurut ahli fiqih pengertian hutang atau pinjaman adalah transaksi
antara dua pihak yang satu menyerahkan uangnya kepada yang lain secara sukarela untuk

13

dikembalikan lagi kepadanya oleh pihak kedua dengan hal yang serupa. Atau seseorang
menyerahkan uang kepada pihak lain untuk dimanfaatkan dan kemudian dikembalikan lagi
sejumlah yang dihutang.
Adapun pengertian hutang piutang yang lainnya yaitu memberikan sesuatu (uang
atau barang) kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan
itu.
Pengertian utang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai
dalam ketentuan kitab Undang-Undang hokum perdata pasal 1754 yang berbunyi : ?pinjam
meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula.

2.2.1 Adab utang piutang

Orang yang ingin berutang hendaklah benar-benar karena terpaksa. Sebab menurut
Rasulullah, utang merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang
hari.
Bahkan beliau pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih
meninggalkan utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah
bersabda, Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali

utangnya. (Riwayat Muslim).


Orang yang berutang hendaknya ada niat yang kuat untuk mengembalikan. Orang
yang memiliki niat seperti ini akan ditolong oleh Allah Subhanahu Wataala. Dari Abu
Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Subhanahu Wataala bersabda: Barangsiapa yang
mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya
(mengembalikannya), maka Allah subhanahuwataaala akan tunaikan untuknya. Dan
barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya, pent), maka

Allah akan membinasakannya. (Riwayat Bukhari)


Harus ditulis dan dipersaksikan. Dua pihak yang melakukan transaksi utang piutang
hendaknya menulis dan dipersaksikan oleh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah Surat al-Baqarah [2] ayat 282.

14

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini sebagai petunjuk dari Allah subhanahu
Wataala jika ada pihak yang bermuamalah dengan transaksi non tunai, hendaklah

ditulis, agar lebih terjaga jumlah, waktu dan lebih menguatkan saksi.
Pemberi utang tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang
berutang. Hal ini karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah mengasihi si peminjam
dan menolongnya, bukan mencari kompensasi atau keuntungan. Bahkan dianjurkan
memberi penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi
utangnya setelah jatuh tempo. Hal ini berdasar firman Allah dalam Al-Baqarah ayat
280 serta sabda Rasulullah yang berbunyi, Barangsiapa ingin dinaungi Allah dengan
naungan-Nya (pada hari kiamat, pent), maka hendaklah ia menangguhkan waktu
pelunasan utang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan

utangnya. (Riwayat Ibnu Majah)


Orang yang berutang hendaknya segera melunasi utangnya jika sudah mempunyai
uang dan memberikan hadiah kepada yang memberi pinjaman. Rasulullah bersabda,
Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.
(Riwayat Bukhari).
Setelah itu dianjurkan memberi hadiah. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah
disebutkan bahwa Rasulullah mempunyai utang kepada seseorang berupa seekor unta
dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata,
Berikan kepadanya kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan
tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun)
berkata, Berikan kepadanya. Dia pun menjawab, Engkau telah menunaikannya
dengan lebih. Semoga Allah membalas dengan setimpal. Maka Nabi bersabda,
Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang).

(Riwayat Bukhari)
Jika orang yang berutang tidak mampu mengembalikan, boleh mengajukan pemutihan
dan juga mencari perantara untuk memohonnya. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata,
(Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan utang. Maka
aku memohon kepada pemilik utang agar mereka mau mengurangi jumlah utangnya,
akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Rasulullah meminta syafaat
(bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau berkata, Pisahkan
kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu
kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku. (Maka) akupun
melakukannya. Beliau pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai
lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh. (Riwayat Bukhari).*

15

2.2.2 Jaminan (BORG)


Jaminan atau rungguhan adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan / penguatan
kepercayaan dalam utang piutang. Barang itu boleh dijual kalua utang tak dapat dibayar,
hanya penjualan itu hendaklah dengan keadilan (dengan harga yang berlaku waktu itu).
Rukun Rungguhan :
1. Lafaz, (kalimat aqad) seperti saya rungguhkan ini kepada engkau untuk utangku
yang sekian kepada engkau. Jawab dari yang berpiutang: saya terima rungguhan
ini.
2. Yang merungguhkan, dan yang menerima rungguh (yang berutang dan yang
berpiutang);

disyaratkan

keadaan

keduanya.

Ahli

tasawuf

(berhak

membelanjakan hartanya).
3. Barang yang dirungguhan, tiap-tiap zat yang boleh dijual boleh dirungguhkan,
dengan syarat keadaan barang itu tidak rusak sebelum sampai janji utang harus
dibayar.
4. Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap.

2.3 Riba
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan
prinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman
adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :...padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .

16

2.3.1 Macam macam riba


Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :

Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. contohnya tukar menukar

emas dengan emas,perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.
Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya :
orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut
dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh,

sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.


Riba Nasiah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10
Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan
cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram
lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu

tahun.
Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan
dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp.
30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

2.3.2 Faktor Penyebab Menggunakan dan Di Haramkannya Perbuatan Riba

Faktor Penyebab Menggunakan Riba:


1. Nafsu dunia kepada harta benda
2. Serakah harta
3. Tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan
4. Imannya lemah
5. Selalu Ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba

Faktor Penyebab di haramkan Riba:


1. Merugikan orang lain
2. Sama dengan mengambil hak orang lain
3. Mendapat laknat dari Allah SWT.

17

4. Neraka ancamannya
5. Termasuk perbuatan syetan yang keji
6. Memperoleh harta dengan cara yang tidak adil

Adapun hal-hal yang menimbulkan riba diantaranya adalah :


1. Tidak sama nilainya.
2. Tidak sama ukurannya menurut syara, baik timbangan, takaran maupun ukuran.
3. Tidak tunai di majelis akad

Berikut ini merupakan contoh riba penukaran :

Seseorang menukar uang kertas Rp 10.000 dengan uang receh Rp.9.950 uang Rp.50
tidak ada imbangannya atau tidak tamasul, maka uang receh Rp.50 adalah riba.
Seseoarang meminjamkan uang sebanyak Rp. 100.000 dengan syarat dikembalikan
ditambah 10 persen dari pokok pinjaman, maka 10 persen dari pokok pinjman dalah
riba sebab tidak ada imbangannya.
Seseorang menukarkan seliter beras ketan dengan dua liter beras dolog, maka
pertukaran tersebut adalah riba, seabab beras harus ditukar dengan beras yang sejenis
dan tidak boleh dilebihkan salah satunya. Jalan keluarnya ialah beras ketan dijual
terlebih dahulu dan uangnya digunakan untuk membeli beras dolog.

18

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Jual beli sudah ada pada jaman Rasulullah SAW, dalam Islam pun mengatur terkait
jual beli dimana aturan terjadinya jual beli sendiri adalah adanya penjual, pembeli, barang
yang di jual serta terjadi ijab dan qabul.
Pada masa jahiliyah ada seorang yang berpendapat bahwa jual beli itu sama dengan
riba, namun pendapat ini keliru sebab Allah SWT sudah menjelaskan bahwasannya jual
beli itu halal dan riba itu haram. Kemudian dalam berniaga atau jual beli dianjurkan
baginya untuk mencatat dan memiliki saksi.
Islam pun mengkaji jenis jenis jual beli yang dilarang diantaranya :
1.
2.
3.
4.

Terlarang sebab ahliah (Ahli Akad)


Terlarang akibat sebab shigat
Terlarang sebab maqud alaih (barang jualan)
Terlarang sebab syara

19

DAFTAR PUSTAKA
[1]Harry Robson, Ed., Verified Syntheses of Zeolitic Materials, 2nd ed. Amsterdam:
Elsevier, 2001.
[2]Weibin Fan et al., "Effect of ammonium salts on the synthesis and catalytic properties
of TS-1," Microporous and Mesoporous Materials, vol. 122, pp. 301308, 2009.

20

21

Anda mungkin juga menyukai