Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG

HUKUM KELUARGA ISLAM DI MAROKO

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah "Hukum Perkawinan Islam Di


Berbagai Dunia"

Dosen Pengampu :

Amrar Mahfuzh Faza, M.A.

Disusun Oleh:

Harun Al- Rasyid

Sonjaya Rangkuti

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MANDAILING NATAL

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penyusun meneyelesaikan tugas kelompok dengan judul “Hukum Keluarga
Islam Di Maroko" dalam waktu ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
terstruktur yang diberikan. Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai salah satu panduan mahasiswa dan mahasiswi khususnya di dalam
mata kuliah Hukum Perkawinan Islam Di Berbagai Dunia.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


terdapat kesalahan-kesalahan, baik dari segi pengetikan maupun materi yang
disajikan. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya
membangun sangat diharapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya. Tidak lupa pula penyusun haturkan permohonan maaf sebesar-
besarnya apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kata-kata yang tidak
berkenan di hati pembaca dan tidak sesuai, karena penyusun hanya manusia biasa
dan kesempurnaan hanya milik Allah.

Panyabungan, 18 Mei 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Maroko Dan Sistem Pemerintahan............................
B. Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di Maroko.............................2
C. Hukum Keluarga Islam Di Maroko....................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maroko adalah sebuah negara kerajan yang terletak di bagian barat laut
afrika. Penduduk asli Maroko adalah Berber, yaitu mastarakat kulit putih dari
afrika utara. Mereka konon masih mempunyai garis keturunan dengan
Rasululloh dan merupakan penganut agama Islam bermadzhab Maliki.
Bahasa yang di miliki dan yang menjadi bhasa kebudayaan mereka yaitu
bahasa Arab. Adapun jumlah penduduk yang ada pada pertengahan tahun
1991 berjumlah sekitar 27 juta jiwa dan lebih dari 99% adalah Muslim Sunni.
Penganut agama yahudi hanya kira-kira kurang dari 8000 orang yang
sebagian bertempat di Casablanca dan di kota-kota pesisir. Demikian
pendahuluan yang dapat kami uraikan untuk lebih jelas lagi kami akan
menguraikan kehidupan hukum islam yang terdapat di negara Maroko pada
umumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Letak Geografis Maroko Dan Sistem Pemerintahan?
2. Bagaimana Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di Maroko?
3. Bagaimana Hukum Keluarga Islam Di Maroko?

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Letak Geografis Maroko Dan Sistem Pemerintahan
Kerajaan Maroko adalah sebuah negara dengan luas daratan 710, 850
km2. terletak di ujung utara bagian barat benua Afrika. Membentang luas
dari utara, berbatasan dengan laut Mediterania, dan dari Barat oleh Samudra
Atlantik (dengan garis pantai yang panjangnya lebih dari 3000 Km), dan
dipisahkan dari Benua Eropa oleh Selat Gibraltar atau yang dulu dikenal
dengan Selat Jabal Thoriq (14 Km – berseberangan langsung dengan
Spanyol). Dan berbatasan dengan Mauritania di Selatan, Dan Al-jazair di
Timur.1
Sebagai negara muslim berdaulat, Kerajaan Maroko berbentuk monarki
demokratis, sosial dan konstitusional, diatur oleh konstitusi tahun 1972 yang
telah diamandemen pada tahun 1980, tahun 1992, dan pada bulan september
1996. Raja yang berkuasa sekarang bernama Muhammad VI lahir di kota
Rabat Maroko. pada tanggal 21 Agustus 1963, anak kedua pasangan Raja
Hassan II dan Lalla Latifa Hammou dari sebuah keluarga Berber yang
ternama. Ia menerima gelar mahkota kerajaan pada 23 Juli 1999 setelah sang
ayah wafat. Maka Beliau pun merupakan raja ke-23 dari Dinasti Alaoui
(dinasti ini berkuasa sejak abad ke-17 M).
Kursi parlemen terdiri dari dari: Dewan perwakilan rakyat (DPR) yang
dipilih melalui pemilihan umum langsung, dan Dewan Pertimbangan yang
dipilih melalui pemilihan tidak langsung. Pemerintah yang terdiri dari
Perdana Menteri dan Menteri, bertanggungjawab kepada Raja dan DPR.
Setelah pengangkatan anggota anggota pemerintah oleh Raja, Perdana
Menteri menyampaikan program yang akan dilakukan. Sedangkan secara
administratif, Kerajaan Maroko menjadikan Rabat sebagi ibu kota kerajaan
(kota inipun sekarang dikenal dengan kota administarsinya Maroko).
Kerajaan terdiri dari 16 provinsi yang dibagi kedalam 18 wilayah. Yang
kemudian dibagi menjadi daerah-daerah kecil dan komunitas, termasuk 1.547
komunitas perkotaan dan pedesaan.
1
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta : Haji Masagung, 1993).
Hlm. 81

2
B. Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di Maroko
Pembaharuan Hukum Islam yang, sebelumnya masih termaktub dalam
kitab-kitab fiqh, menjadi undang-undang adalah sebuah prestasi bagi umat
Islam. Hukum Islam yang termuat dalam kitab-kitab fiqh ini, sebenarnya
telah menjadi hukum yang hidup (living law) dalam kehidupan umat Islam,
beberapa abad lamanya. Tetapi upaya untuk melakukan pembaharuan
(kodifikasi) dalam suatu kitab undang-undang, baru dimulai di Turki,
Majallah al-Ahkam al-Adliyah.Pembaharuan hukum Islam yang dimulai di
Turki, ternyata berpengaruh besar terhadap negara-negara Islam yang baru
merdeka pada pertengahan abad ke-20, seperti Maroko. Prosesnya, mengikuti
madzhab setempat yang dianut oleh masharakatnya. Upaya untuk melakukan
pembaharuan hukum Islam sebagai Undang-undang sebenarnya merupakan
wewenang umat Islam, melalui para ulama, cendekiawan dan umara atau
pemegang kuasa politik. Tetapi yang disebutkan terakhir lebih kompeten
ketimbang ulama dan cendikiawan, dalam melakukan pembaharuan hukum
yang relevan dengan kehidupan sosial umat. Dan dalam kasus Maroko berarti
perundang-undangan tersebut dibentuk berdasarkan madzhab Maliki.2
Berdasarkan Kekuasaan politik yang berpengaruh terhadap pembaharuan
hukum Keluarga yang, semula masih termuat dalam kitab-kitab fikih menjadi
undang-undang yang implementatif; Upaya menjadikan hukum Islam yang
termuat dalam kitab-kitab menjadi undang-undang yang implementatif,
diperlukan political will dari pemerintah, jika tidak, maka upaya itu akan
menjadi sia-sia; Sistem hukum keluarga di Maroko dipengaruhi oleh sistem
hukum Prancis, karena pernah menjadi negara protektorat Prancis.
C. Hukum Keluarga Islam Di Maroko
1. Kedudukan Wali Dalam Hukum Keluarga Islam Di Maroko
Bentuk peraturan hukum keluarga di Maroko dipengaruhi oleh
negara yang secara politik telah lama mendominasinya yaitu Spanyol dan
Prancis. Diantara pengaruh tersebut adalah adanya kodifikasi hukum
2
M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, halaman 57

3
keluarga yang dikenal dengan Code of Personal Status atau mudawwanah
al ahwal al shakhsiyyah yang terjadi pada tahun 1957-1958. Terakhir
hukum keluarga di Maroko ditetapkan pada tanggal 3 Februari 2004 yang
disebut mudawwanah al ahwal al shakhsiyyah al jadidah fil al maghrib.
Undang-Undang ini berisi 400 Pasal, terdapat tambahan 100 pasal dari
undang-undang yang ditetapkan pada tahun 1957.3
Wali nikah dalam hukum keluarga Maroko dibahas pada beberapa
pasal. Pasal 13 menyebutkan bahwa dalam perkawinan harus terpenuhi:
kebolehannya seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menikah,
tidak ada kesepakatan untuk menggugurkan mahar, adanya wali ketika
ditetapkan, adanya saksi yang adil serta tidak adanya halangan untuk
menikah. Pembahasan wali juga terdapat pada Pasal 17 yang
mengharuskan adanya surat kuasa bagi pernikahan yang mempergunakan
wali sedangkan Pasal 18, seorang wali tidak dapat menikah terhadap
seorang perempuan yang menjadi walinya.
Penjelasan kedudukan wali dalam pernikahan disebutkan pada Pasal
24. Perwalian dalam pernikahan menjadi hak perempuan (bukan orang
tuanya, kakeknya dst). Seorang perempuan yang sudah mengerti dapat
menikahkan dirinya kepada lelaki lain atau ia menyerahkan kepada
walinya (Pasal 25). Ketentuan ini telah menghapus kedudukan wali dalam
pernikahan, karena akad nikah berada pada kekuasaan mempelai
perempuan, kalaupun yang menikahkan adalah walinya, secara hukum
harus ditegaskan adanya penyerahan perwalian tersebut kepada orang
tuanya (walinya). Ketentuan ini juga menghapuskan kedudukan wali
adlol, karena pada dasarnya wali adlol muncul karena adanya hak wali
bagi orang tua terhadap anak perempuannya.
Apabila dibandingkan dengan hukum Jordania yang sama memakai
mazhab Hanafi dalam masalah wali, tampaknya Maroko cenderung lebih
jauh memberikan pemahaman terhadap kewenangan perempuan dalam

3
Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93

4
pernikahan. Maroko mengangap bahwa perwalian bukanlah hak dari
orang tuanya, tetapi hak anak perempuan itu sendiri.
2. Batas Usia Perkawinan
Batas minimal usia boleh kawin di Maroko bagi laki-laki adalah 18
tahun, sedangkan bagi wanita 15 tahun. Namun demikian disyaratkan ijin
wali jika perkawinan dilakukan oleh pihak-pihak di bawah umur 21 tahun
sebagai batas umur kedewasaan. Pembatasan umur demikian tidak
ditemukan aturannya baik dalam al-qur’an, al-hadits maupun kitab-kitab
fiqh. Hanya saja para ulama madzhab sepakat bahwa baligh merupakan
salah satu syarat dibolehkannya perkawinan, kecuali dilakukan oleh wali
mempelai.4
Imam Malik menetapkan usia 17 tahun baik bagi laki-laki maupun
wanita untuk mengkategorikan baligh, sementara Syafi’I dan Hambali
menentukan umur 15 tahun, dan hanya Hanafi ysng membedakan batas
umur baligh bagi keduanya, yakni laki-laki 18 tahun, sedangkan bagi
wanita 17 tahun. Batasan ini merupakan batas maksimal, sedangkan batas
minimal adalah laki-laki 15 tahun, dan perempuan 9 tahun, dengan alas an
bagi laki-laki yang sudah mengeluarkan sperma dan wanita yang sudah
haid sehingga bisa hamil. Dalam hal ini nampaknya Maroko mengikuti
ketentuan umur yang ditetapkan oleh Syafi’I dan Hambali.
3. Masalah Poligami
Negara Maroko berbeda dengan Negara Tunisia yang melarang
secara mutlak aturan mengenai poligami, pada prinsipnya bermaksud
membatasi terjadinya poligami dengan harapan dapat diterapkan prinsip
keadilan bagi para istri. Dalam undang-undang keluarga tahun 1958
menegaskan bahwa jika dikhawatirkan ketidakadilan akan terjadi diantara
istri-istri, maka poligami tidak diperbolehkan. Namun, tidak ada pasal
dalam undang-undang itu yang memberikan otoritas untuk menyelidiki
kapasitas atau kemampuan suami untuk berlaku adil dalam poligami.
4
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa
Kini, halaman 77-79).

5
Selain itu undang-undang Maroko juga mengatur masalah poligami antara
lain sebagai berikut :
Pertama, jika seorang laki-laki ingin berpoligami, ia harus
menginformasikan kepada calon istri bahwa ia sudah berstatus seorang
suami.
Kedua, seorang wanita, pada saat melakukan akad nikah perkawinan,
boleh mencantumkan taqlid talaq yang melarang calon suami
berpoligami. Jika di langgar maka istri berhak mengajukan gugatan
perceraian ke pengadilan.
Ketiga, walaupun tidak ada pernyataan seorang wanita, seperti di
atas, jika perkawinan keduanya menyebabkan istri pertama terluka maka
pengadilan bisa membubarkan perkawinan mereka.
4. Perkawinan Bersyarat
Ayat 38 undang-undang keluarga ( personal law ) 1958 mengatakan
bahwa jika sebuah ikatan perkawinan disertai dengan persyaratan yang
bertentangan dengan hukum syari’ah atau esensi dari perkawinan, maka
perkawinan dapat dianggap sah, persyaratannya-lah yang tidak berlaku.
Bukanlah persyaratan yang bertentangan dengan esensi perkawinan jika si
istri menyatakan bahwa dia akan bekerja di dunia publik. Persyaratan
yang dimaksud adalah persyaratan yang menghalalkan Sesutu yang telah
dilarang oleh agama misalnya suami mensyaratkan bahwa dengan
perkawinannya dengan adik perempuan istrinya atau ibu istrinya boleh ia
kawini juga.
Atau dengan mengharamkan sesuatu yang halal misalnya istri
mensyaratkan perkawinannya, suaminya tidak boleh berjalan dengannya
keluar kota atau tidak boleh ‘berkumpul’ dengannya. Dalam hal ini
menurut madzhab Maliki, perjalanan dan perkumpulan itu tetap halal,
hanya persyaratannya saja yang haram.5
5. Pembubaran Perkawinan Oleh Pengadilan

5
Abdurrahman, Al Baghdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam,(Jakarta :Insani Press,1998) hlm.
25

6
Menurut undang-undang Maroko, seorang istri dapat mengajukan
gugat cerai ke pengadilan jika :
1. Suami gagal menyediakan biaya hidup
2. Suami mampunyai penyakit kronis yang menyebabkan istrinya
merana
3. Suami brlaku kasar ( menyiksa ) istri sehingga tidak memungkinkan
lagi untuk melanjutkan kehidupan perkawinan
4. Suami gagal memperbaiki hubungan perkawinan setelah waktu empat
bulan ketika suami bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya
5. Suami meninggalkan istri sedikitnya selama satu tahun tanpa
memperdulikan istrinya.
Ketiga ulama madzhab : Maliki, Syafi’i dan Hambali menyetujui
poin-poin tersebut sebagai alas an bagi istri menuntut perceraian pada
hakim, sementara Hanafi mengatakan, hakim tidak mempunyai hak untuk
menjatuhkan talaq kepada wanita, apapun alasannya, kecuali bila suami
dari wanita tersebut impotent.
6. Thalaq ( khulu') Dan Proses Perceraian
a. Proses Perceraian
UU Maroko menetapkan, istri berhak membuat taklik talak,
bahwa suami tidak akan melakukan poligami. Sementara apabila
dilanggar dapat menjadi alasan perceraian. Perceraian harus
didaftarkan oleh petugas dan disaksikan minimal 2 orang saksi. Dari
teks yang ada dapat dipahami bahwa perceraian diluar Pengadilan
tetap sah.6
Menurut undang-undang Maroko, seorang istri dapat
mengajukan gugat cerai ke pengadilan jika:
1) Suami gagal menyediakan biaya hidup
2) Suami mampunyai penyakit kronis yang menyebabkan istrinya
merana

6
Abdul Hamid, Hakim, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah,
(Jakarta :Sa’adiyah Putera, 1927) hlm. 125

7
3) Suami berlaku kasar (menyiksa) istri sehingga tidak
memungkinkan lagi untuk melanjutkan kehidupan perkawinan
4) Suami gagal memperbaiki hubungan perkawinan setelah waktu
empat bulan ketika suami bersumpah untuk tidak mencampuri
istrinya
5) Suami meninggalkan istri sedikitnya selama satu tahun tanpa
memperdulikan istrinya
b. Thalaq (Khulu')
Talaq ( Khulu’ ) adalah bentuk perceraian atas persetujuan suami
istri dengan tebusan harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan
perceraian tersebut. Perceraian dengan Khulu ini dilakukan jika
perkawinan tidak dapat di pertahankan lagi, dengan syarat perceraian dan
jumlah harus atas persetujuan dan kesepakatan suami istri.
Di Maroko, aturan tentang Khulu’ diambil dari madzhab Maliki
dengan tekanan pada kebebasan istri pada transaksi tersebut. Imam Malik
mengatakan jika istri selama perkawinan tidak merasakan kebahagiaan,
bahkan merasa didzalimi, maka istri boleh mnuntut cerai dengan
mengembalikan sejumlah mahar yang telah diberikan suami kepadanya.
Pada undang-undang Maroko diisyaratkan umur istri mencapai 21 tahun
untuk dapat melakukan kesepakatan Khulu’, hal mana yang tidak pernah
ditetapkan madzhab Maliki dan juga madzhab-madzhab yang lain. Selain
itu, pelaksanaan Khulu’ tidak boleh mengorbankan hak-hak anak
7. Wasiat Wajibah
Prinsip-prinsip ketentuan wasiat wajibah yang diberlakukan di Mesir
dengan sedikit perubahan dimuat dalam perundang-undangan Maroko,
yakni Code Personal Status yang tercantum dalam Pasal 266 sampai 269.
Perbedaan yang mendasar dari kedua perundang-undangan tersebut
terletak pada cucu yang mana sajakah yang berhak menerima wasiat
wajibah. Hal ini sebagaimana di kemukakan Abdullah Siddiq sebagai
berikut : Menurut undang-undang Maroko, wasiat wajibah dilakukan

8
terhadap anak-anak bagaimanapun rendah menurunnya, tetapi hanya dari
anak laki-laki yang mati terlebih dahulu dari si mati.
Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa menurut undangundang
Maroko, orang yang berhak menerima wasiat wajibah hanyalah para cucu
dan seterusnya kebawah dari keturunan anak laki-laki, sedangkan cucu
atau para cucu dari keturunan anak perempuan sekalipun dalam tingkat
pertama yang menurut undang-undang Mesir menjadi penerima wasiat
wajibah, tidak berhak menerimanya. Ketentuan wasiat wajibah yang
diberlakukan di Maroko tersebut sama dengan ketentuan yang
diberlakukan di Suriah. Prinsip wasiat wajibah yang diadopsi oleh Tunisia
dari hukum wasiat Mesir ( 1946 ) juga diberlakukan di Maroko dengan
beberapa perubahan. Maroko merupakan negara keempat dan terakhir
setelah Mesir, Syiria dan Tunisia yang mengadopsi aturan ini. Menurut
undang-undang Maroko ( 1958 ) hak untuk mendapatkan wasiat wajibah
tersedia bagi anak dan seterusnya kebawah dari anak laki0laki pewaris
yang telah meninggal. Aturan ini tidak ditemukan dalam madzhab
manapun dalam fiqih tradisional, sebab warisan hanya diperuntukkan bagi
ahli waris yang masih hidup.
8. Posisi Pembunuh Dalam Wasiat
Ahli waris yang membunuh pewaris dengan sengaja tidak
mendapatkan hak waris. Namun jika dilakukan tanpa sengaja, hak
warisnya tetap walaupun ia masih membayar diyat karena perbuatannya
membunuhnya. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Imam Malik
bahwa kalau pembunuhan dilakukan dengan alasan : Qishash, Untuk
mempertahankan diri, Perintah hakim yang adil, Alasan-alasan lain yang
dibenarkan syara, maka ia tetap memperoleh harta warisan.

BAB III
PENUTUP

9
A. Kesimpulan

Kerajaan Maroko adalah sebuah negara dengan luas daratan 710, 850
km2. terletak di ujung utara bagian barat benua Afrika. Membentang luas
dari utara, berbatasan dengan laut Mediterania, dan dari Barat oleh Samudra
Atlantik (dengan garis pantai yang panjangnya lebih dari 3000 Km), dan
dipisahkan dari Benua Eropa oleh Selat Gibraltar atau yang dulu dikenal
dengan Selat Jabal Thoriq (14 Km – berseberangan langsung dengan
Spanyol). Dan berbatasan dengan Mauritania di Selatan, Dan Al-jazair di
Timur.

Diperlukan political will dari pemerintah, jika tidak, maka upaya itu
akan menjadi sia-sia; Sistem hukum keluarga di Maroko dipengaruhi oleh
sistem hukum Prancis, karena pernah menjadi negara protektorat Prancis.

Hukum keluarga di Maroko mencakup:

1. Kedudukan wali dalam hukum Keluarga Islam di Maroko


2. Batas usia perkawinan
3. Masalah poligami
4. Perkawinan bersyarat
5. Pembubaran perkawinan oleh pengadilan
6. Thalaq (Khulu') dan Proses Perceraian
7. Wasiat Wajibah
8. Posisi Pembunuh dalam waris

10
DAFTAR PUSTAKA

Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema


Insani Press, Jakarta

Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id


Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta

Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah


Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi


Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta

Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern,
Ampel Suci, Surabaya

Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji
Masagung, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai