Dosen Pengampu:
Dr. Miftahul Huda, M. Ag.
Disusun Oleh:
Muhammad Ogest Eka Saputra 101200214
Muhammad Rizal Prayoga 101200216
FAKULTAS SYARIAH
2022
i
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................................i
A. Kesimpulan ...............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini kehidupan manusia berkembang dengan berbagai
teknologi diiringi juga berkembangnya hukum yang berlaku didalamnya.
Hukum yang mengatur manusia dirasa perlu terus berkembang atau modern
sejalan dengan kemajuan kehidupan manusia. Hukum yang berkembang
dalam kehidupan manusia sesuai kebiasaan maupun tempat tinggal manusia.
Di setiap negara mempunyai kebiasaan tidak sama dan hal itu mempengaruhi
hukum yang berlaku serta perkembangannya. Dalam ruang lingkup hukum
keluarga islam, negara-negara islam juga memiliki ketentuan hukum yang
berbeda yang antara satu dengan yang lainnya.
Manusia ialah makhluk ciptaan Allah dan juga diciptakan berpasang-
pasangan. Dalam menjalani kehidupan manusia apabila sudah baligh atau
cukup umur untuk nikah maka dianjurkan melakukan pernikahan dengan
lawan jenis. Melakukan pernikahan merupakan perintah Allah bagi seluruh
manusia yang berawal dari Rasulullah Nabi Muhammad yang juga sebagai
Nabi terakhir. Apabila melakukannya merupakan bentuk pengabdian kepada
Allah. Akan tetapi pernikahan mempunyai berbagai syarat yang berkembang
dan dilakukan oleh masyarakat saat ini dan juga dalam negara-negara islam
mempunyai ciri sendiri.
Hukum keluarga islam mengenai tentang wali nikah bagi perempuan
juga memiliki ketetapan yang berbeda di berbagai negara-negara islam di
dunia. Di Indonesia wali nikah harus ada dalam pernikahan karena menganut
sebagian besar mazhab Syafi’i. Sedangkan di Maroko wali nikah tidak harus
ada dalam pernikahan karena perubahan yang dilakukan dari mazhab klasik
ke pelayanan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Dari latar belakang diatas, kami akan belajar menjelaskan mengenai
perbedaan antar negara Indonesia dengan Maroko khususnya mengenai wali
nikah dan indepedensi perempuan dalam hukum keluarga islam.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan hukum keluarga negara Maroko?
2. Bagaimana ketentuan wali dan indepedensi perempuan di Maroko dalam
tilikan fiqih?
3. Bagaimana ketentuan wali dan indepedensi perempuan di Maroko dalam
tilikan undang-undang negara?
4. Bagaimana analisis perbandingan dengan negara Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum keluarga negara
Maroko.
2. Untuk mengetahui ketentuan wali dan indepedensi perempuan di Maroko
dalam tilikan fiqih.
3. Untuk mengetahui ketentuan wali dan indepedensi perempuan di Maroko
dalam tilikan undang-undang negara.
4. Untuk mengetahui analisis perbandingan dengan negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Willaim P (Ed), Enciclopedi Britanica, Marocco, 15.
2
http://repository.iainponorogo.ac.id/349/2/isi%20HUKUM%20KELUARGA%20-%20edit
%201.pdf, (diakses pada tanggal 17 September 2022, jam 12.58).
3
4
Spanyol, kemudian diganti dengan UU yang bersumber dari hukum Islam dan
diberi nama Mudawwanah Ahwal asy-Syakhsiyyah atau Code of Personal
Status.3
Mudawwanah disusun pada tahun 1957-1978 oleh sekelompok ulama
di bawah naungan kerajaan yang substansinya banyak menggambarkan
mazhab hukum Maliki klasik.4 Upaya reformasi hukum keluarga di Maroko
terus berkelanjutan. Maroko telah mencatat sejarah lagi pada awal tahun
2004, karena berhasil merevisi Mudawwanah Ahwal asy-Syakhsiyyah
yang sudah berjalan hampir setengah abad. Undang-undang perkawinan hasil
revisi ini berganti nama menjadi Mudawwanah al-Usrah dan berlaku sampai
sekarang.
Pembaruan hukum yang dilakukan oleh Maroko merupakan sebuah
langkah besar dalam penyatuan politik dan hukum di negaranya. Bahkan,
dapat dikatakan cukup spektakuler dalam melakukan reformasi hukum
keluarga Islam. Karena, reformasi ini sudah beranjak dari fikih mazhab klasik
dan telah mengakomodir kesetaraan laki-laki dan perempuan. Dengan
demikian, lahirnya Mudawwanah al-Usrah ini cukup mengejutkan bagi
negara-negara yang berseberangan arah reformasinya.5
Proses pembaruan hukum keluarga yang terjadi di negara-negara
berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Maroko pun tidak lahir dari ruang
kosong. Tentu terdapat alasan mendasar yang melatarbelakang upaya
reformasi hukum. Ini tidak lain karena tuntutan perkembangan zaman seiring
dengan perubahan sosial. Pembaruan hukum keluarga di negara-negara
Muslim yang berbentuk undang-undang ini bertujuan untuk melindungi hak-
hak dan meningkatkan derajat wanita, serta didasarkan pada cara pandang
3
Oriana Wuerth, "The Reform of the Moudawana: The Role of Women's Civil Society
Organizations in Changing the Personal Status Code of Morocco" dalam Journal of Women of the
Middle East and the Islamic World: Hawwa Vol. 3, Maret 2005, hlm. 309–310.
4
Fatima Harrak, "The History and Significance of the New Moroccan Family Code," dalam
Jurnal Buffet Center, (Institute for the Study of Islamic Thought in Africa, Northwestern
University: Working Paper Series No. 09-002 March 2009), hlm. 2.
5
Fahrodin, Pembaruan Hukum Keluarga di Maroko (Studi atas Perempuan tidak Membutuhkan
Izin Wali untuk Menikah dalam Kajian Sosio-Historis), (Pekalongan: Pascasarjana STAIN
Pekalongan, 2014), hlm. 2.
5
6
Sabdo, “Perkembangan Hukum keluarga di Negeri Maroko,” hlm. 100.
7
Pasal 13-25 Mudawwanah al-Usrah.
8
Nelli Fauziah, “Pembaruan Hukum Keluarga Di Indonesia Dan Maroko (Studi Komparasi atas
Kedudukan Wali Nikah),” dalam
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32804/1/1520311071_BAB-I_V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf,
(diakses pada tanggal 17 September 2022, jam 12.51).
6
calon suaminya dan menolak untuk dipaksa menikah dengan laki-laki yang
bukan pilihannya dan menjadi indepedensi atau tidak terikat pihak manapun.
Ulama fikih termasuk mazhab Maliki yang dianut negara Maroko
berpendapat bahwa seorang perempuan tidak dapat menikah tanpa wali. Jika
perempuan tersebut melakukan pernikahannya tanpa wali, maka batal atau
tidak sah.9 Kedudukan dan peran wali di sini sangat penting untuk
menentukan sah tidaknya pernikahan yang dilakukan, sehingga keberadaan
wali nikah merupakan syarat rukun pernikahan.
Berbeda halnya dengan mazhab Hanafi yang berpendapat bahwa wali
tidak termasuk syarat rukun pernikahan. Menurut mereka, seorang wanita
yang baligh dan berakal boleh menikahkan dirinya sendiri dan anak
perempuannya, ataupun menjadi wakil dalam pernikahan. Akan tetapi,
apabila laki-laki yang akan dinikahi wanita itu tidak sekufu dengannya, maka
wali berhak menghalangi pernikahan tersebut. Hal ini disebabkan karena
keberadaan wali dalam pernikahan hanya bersifat penyempurna dan anjuran,
bukan menjadi syarat sah suatu pernikahan.10
Ketentuan wali nikah menjadi syarat pernikahan dalam mazhab Maliki.
Padahal secara historis, Maroko pada perkembangannya dipengaruhi oleh
mazhab Maliki. Mazhab Maliki di Maroko hanya diberlakukan dalam
bidang-bidang tertentu, seperti pernikahan, kewarisan dan perwakafan.
Namun, ketentuan wali nikah dalam Mudawwanah al-Usrah, tidak lagi
berpegang teguh pada ketentuan mazhab Maliki yang notabene telah menjadi
pedoman dalam praktik ibadah sehari-hari masyarakat setempat, melainkan
mengambil pendapat mazhab Hanafi.
B. Ketentuan Wali Nikah Dan Indepedensi Perempuan Dalam Fiqih
Wali adalah orang yang bertanggung jawab atas sah tidaknya suatu
akad pernikahan. Perwalian dalam nikah tergolong ke dalam al-walaya alam
nafis yaitu perwalian yang bertalian dengan pengawasan terhadap urusan
yang berhubungan dengan masalah-masalah keluarga seperti perkawinan,
9
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm.
1337.
10
Ibid., 1336.
7
ِ
َ اج ُه َّن ِإ َذا َتَر
اض ْوا َ وه َّن َأن يَنك ْح َن َْأز َو
ُ ُض ل
ُ َأجلَ ُه َّن فَاَل َت ْع
َ ِّس اءَ َفَبلَ ْغ َن َّ ِإ
َ َو َذا طَل ْقتُ ُم الن
بِه َمن َك ا َن ِمن ُك ْم يُ ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ۗ ِر َٰذلِ ُك ْم
ِ ظ ُ وع َ ف َٰذ
َ ُلِك ي ِ ۗ َبْيَن ُهم بِالْ َم ْعُرو
اج ُه ّن ِ
Akhirnya turun ayat
َ وه َّن َأن يَنك ْح َن َْأز َو
ُ ُض ل
ُ فَاَل َت ْعyang melarang
Mu’aqal menghalangi laki-laki tersebut menikah dengan adiknya itu.14
Namun pendapat di atas ditolak oleh kelompok Hanafiyah. Menurut
mereka, khittab (sasaran) ayat di atas yaitu:
para suami, kalimat logika lanjutannya yang juga sesuai untuk ditujukan pada
suami yaitu ‘maka janganlah kamu hambat mereka akan kawin dengan
suami-suami meraka’.17
C. Ketentuan Wali Nikah Dan Indepedensi Perempuan Dalam Tilikan
Undang-Undang Negara Maroko
Wali nikah dalam Undang-Undang Hukum Keluarga di Maroko
terdapat pada pasal 13, 17, 18, 24, 25 Al Mudawwanah al-Usrah No. 70.03
Tahun 2004.
Pasal 13
Dalam Perkawinan harus terpenuhi: kebolehannya seorang laki-laki dan
seorang perempuan untuk menikah, tidak ada kesepakatan untuk
menggugurkan mahar, adanya wali ketika ditetapkan, adanya saksi yang
adil serta tidak adanya halangan untuk menikah.
Pasal 17
Harus adanya surat kuasa bagi pernikahan yang mempergunakan wali.
Pasal 18
Seorang wali tidak dapat menikah terhadap seorang perempuan yang
menjadi walinya.
Namun dalam pasal 24 dan 25 mengenai perwalian nikah.
Pasal 24
Perwalian adalah hak setiap wanita yang sudah pandai atau mengerti
dengan kehendak untuk kebaikannya.18
Perwalian itu hak milik peremuan secara mutlak, berbarti para wali
tidak berhak untuk menjadi walinya perempuan yang akan menikah jika
perempuan tersebut tidak memberikan kuasanya. Jadi perempuan yang akan
menikah tidak ada paksaan dari walinya yang menikahkannya. Namun harus
ada sisi baik yang di pandang oleh wanita tersebutyaitu harus ada tujuan
kebaikan dalam pernikahannya.
Pasal 25
Seorang perempuan yang sudah mengerti dapat menikahkan dirinya
kepada lelaki lain atau ia menyerahkan kepada walinya.19
17
Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar juz 1, (Jakarta: Pustaka Panjimas,1998), 78.
18
Undang-Undang No. 70.03 Tahun 2004 tentang Mudawwanah al-Usrah.
19
Ibid.
10
20
Miftahul Janna, “Kedudukan Wali Dalam Hukum Keluarga Di Dunia Islam (Studi Komparatif
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia Dan Maroko),” dalam
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42600/1/MIFTAHUL%20JANNAH-
FSH.pdf, (diakses pada tanggal 17 September 2022, jam 15.34).
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perkembangan hukum keluarga di Maroko dahulunya dipengaruhi oleh
penjajah seperti Prancis dan Spanyol. Kemudian setelah merdeka
melakukan perubahan hukum keluarga dengan bersumber dari hukum
islam yang dikodifikasi menjadi Undang-Undang yang diberi nama al-
Mudawwanah al-Akhwal al-Syakhsiyyah yang kemudian direvisi pada
tahun 2004 menjadi Mudawwanah al-Usrah dalam Undang-Undang No.
70.03 Tahun 2004.
2. Di negara Maroko perubahan hukum setelah merdeka bersumber dari
hukum islam, seperti Al-Quran dan Hadits. Dan juga menganut mazhab
Maliki dalam pembentukan hukum Mudawwanah al-Usrah, namun
mengenai perwalian negara Maroko menganut mazhab Hanafi yang
memberikan kelonggaran bagi perempuan untuk menikah tanpa harus
adanya wali dengan ketentuan mengerti kabaikan atas dirinya sendiri.
Namun dalam mazhab Hanafi wali juga boleh menghalangi pernikahan
perempuan dengan laki-laki tidak sekufu dengannya. Jadi keberadaan
wali untuk anjuran saja, bukan syarat sah nikah.
3. Dalam peraturan perundang-undangan negara Maroko dibukukan dalam
Undang-Undang No. 70.03 Tahun 2004 mengenai Mudawwanah al-
Usrah dalam pasal 13, 17, 18, 24 dan 25.
4. Perbandingan dengan Indonesia, negara Maroko lebih memberikan
pilihan kepada perempuan yang ingin melakukan pernikahan dengan
ketentuan mengerti kabaikan untuk dirinya sendiri tanpa harus adanya
wali sesuai mazhab Hanafi. Sedangkan di Indonesia yang sebagian besar
mazhab Syafi’i mengharuskan wali dalam pernikahan dan menjadi syarat
sah nikah untuk perempuan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an.
Azis Dahlan, Abdul. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996.
Fahrodin, Pembaruan Hukum Keluarga di Maroko (Studi atas Perempuan tidak
Membutuhkan Izin Wali untuk Menikah dalam Kajian Sosio-Historis),
Pekalongan: Pascasarjana STAIN Pekalongan, 2014.
Fauziah, Nelli. “Pembaruan Hukum Keluarga Di Indonesia Dan Maroko (Studi
Komparasi atas Kedudukan Wali Nikah),” dalam https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/32804/1/1520311071_BAB-I_V_DAFTAR-
PUSTAKA.pdf, (diakses pada tanggal 17 September 2022, jam 12.51).
Harrak, Fatima. "The History and Significance of the New Moroccan Family
Code," dalam Jurnal Buffet Center, Institute for the Study of Islamic
Thought in Africa, Northwestern University: Working Paper Series No. 09-
002 March 2009.
http://repository.iainponorogo.ac.id/349/2/isi%20HUKUM%20KELUARGA
%20-%20edit%201.pdf, (diakses pada tanggal 17 September 2022, jam
12.58).
Janna, Miftahul. “Kedudukan Wali Dalam Hukum Keluarga Di Dunia Islam
(Studi Komparatif Peraturan Perundang-Undangan Indonesia Dan
Maroko),” dalam
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42600/1/
MIFTAHUL%20JANNAH-FSH.pdf, (diakses pada tanggal 17 September
2022, jam 15.34).
M. Yusuf, Kadar. Tafsir Ayat Ahkam. Jakarta: Amzah, 2013.
Malik Karim Amrullah, Abdul. Tafsir al-Azhar juz 1. Jakarta: Pustaka Panjimas,
1998.
Undang-Udang No. 70.03 Tahun 2004 tentang Mudawwanah al-Usrah.
P, William. (Ed). Enciclopedi Britanica. Marocco.
Pasal 13-25 Mudawwanah al-Usrah.
Sabdo, “Perkembangan Hukum keluarga di Negeri Maroko,”
Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam.
Wuerth, Orianan. "The Reform of the Moudawana: The Role of Women's Civil
Society Organizations in Changing the Personal Status Code of Morocco"
dalam Journal of Women of the Middle East and the Islamic World: Hawwa
Vol. 3, Maret 2005.
14