Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM ISLAM DI SINGAPURA

Dosen Pengampu :

Mardiana, M. A.

Disusun oleh :

KELOMPOK 7

Nurul Fitri (12120120508)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Hukum Islam di Singapura ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Ibu Mardiana, M. A. pada mata kuliah Hukum Islam Asia Tenggara. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Mardiana, M. A. selaku


dosen mata kuliah Hukum Islam Asia Tenggara yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi
yang kami tekuni.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Latar Belakang Hukum Islam di Singapura ................................................. 3

B. Kandungan Administrative Muslim Law Act (AMLA) .............................. 8

C. Lembaga-Lembaga Islam di Singapura ..................................................... 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15

B. Saran ........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan Islam di Singapura tidak bisa dilepaskan dari proses
Islamisasi yang terjadi di Nusantara dan Semenanjung Malaysia. Proses
awal Islamisasi ini terjadi sekitar abad 15, ketika Malaka menjadi pusat
penting kekuatan Islam. Intensitas Islamisasi di Singapura juga terjadi
setelah ia berada di bawah koloni Inggris.
Kerangka hukum untuk menjaga kerukunan ras dan agama di
Singapura dapat ditemukan dalam beberapa undang-undang. Inti dari
infrastruktur hukum untuk mengendalikan Islam dan umat Islam di
Singapura adalah Undang-Undang Administrasi Hukum Muslim (AMLA)
yang menetapkan berbagai lembaga bertanggung jawab dalam membentuk
negara. Negara Singapura telah membangun fondasi kolonial dan
memperluas kendali negara atas agama. 1
Makalah ini memberikan tinjauan singkat mengenai lembaga
birokrasi dan peradilan yang bertanggung jawab atas administrasi dan
peradilan hukum Islam sebagaimana diatur dalam AMLA. Oleh karena itu,
makalah ini berfokus pada AMLA sebagai mekanisme yang
memungkinkan negara mengontrol Islam dan bukan pada penafsiran
hukum Islam semata.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Administration Of Muslim
Law Act (AMLA) di Singapura?
2. Bagaimana kandungan dari Administration Of Muslim Law Act
(AMLA) di Singapura?
3. Lembaga-lembaga Islam apa saja yang terbentuk di Singapura?

1
Ajat Sudrajat and others, „Perkembangan Islam Di Singapura‟, 1–25. h.5

1
C. Tujuan
1. Mengetahui latar belakang terbentuknya Administration Of Muslim Law
Act (AMLA) di Singapura
2. Mengetahui kandungan dari Administration Of Muslim Law Act (AMLA)
di Singapura
3. Mengetahui macam-macam lembaga Islam yang terbentuk di Singapura

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Hukum Islam di Singapura


Pada Masa Penjajahan
Sebagaimana diketahui dari sejarah tentang berdirinya negara
Singapura, merupakan suatu kerajaan kecil di semenanjung Malaysia yang
bernama Temasek, dimana penduduknya adalah komunitas Melayu yang
beragama Islam. Kemudian diambil alih oleh Raffles dan masa
pendudukan Jepang sampai kepada federasi Malaysia sehingga terjadi
keributan antara etnis Cina dan Melayu sampai kemudian melepaskan diri
membentuk Singapura. 2
Pembaharuan hukum islam di Singapura bermula dari penjajahan
Inggris di Malaysia. Ketika Inggris menjajah Malaysia, mereka
memperkenalkan dan menggunakan Undang-Undang Inggris secara
berangsur-angsur yang akhirnya menggantikan Undang-Undang Islam.
Untuk mempermudah realisasi Undang-Undang Perkawinan dan
Perceraian, maka Inggris membagi negara bagian Malaysia menjadi tiga
bagian yaitu Negara-Negara Selat Malaysia, Negara-Negara Melayu
Bersatu dan Negara-Negara Melayu Tidak Bersatu.3
Berdasarkan pembagian negara-negara tersebut menjadikan
Singapura sebagai salah satu bagian dari Negara-Negara Selat Malaysia
yang dibentuk pada masa penjajahan Inggris di Malaysia. Ada tiga negara
yang termasuk dalam Negara-Negara Selat Malaysia yaitu Pulau Pinang,
Melaka dan Singapura. Oleh karena itu, Undang-Undang yang berlaku
pada Singapura sama dengan yang berlaku pada Pulau Pinang dan Melaka.

2
Ibid., h.11
3
Zuhrizal Fazli,dkk „Hukum Keluarga Islam di Singapura', (Cet; I. Bandung: Pustaka
Setia,2011), hlm. 35

3
Memperhatikan adanya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
kepentingan pelaksanaan ajaran di kalangan komunitas umat Islam,
pemerintah Inggris melakukan campur tangan. suatu kelompok yang
terdiri 19 dari 143 warga Muslim Singapura mengirim sebuah petisi
kepada Gubernur yang meminta diangkatnya seorang kadhi sebagai
pejabat untuk mengurusi masalah perkawinan. Pada tiga tahun kemudian,
tahun 1880, pemerintah Inggris menetapkan Ordonansi Perkawinan Umat
Islam (Mahomedan Marriage Ordinance) yang terdiri dari 4 Bab dan 33
Pasal. Wewenang legal lembaga ini hanya semata pada soal-soal
perkawinan dan perceraian. Adanya atau ditetapkannya ordonansi ini
berarti adanya pengakuan resmi dari pemerintah kolonial Inggris akan
perdata Muslim.4
Selanjutnya, Undang-Undang ini mengalami pembaharuan pertama
pada tahun 1894 dengan nama Mohamedan Marriage Ordinance
(Amandement) tahun 1894 dan pembaharuan kedua pada tahun 1902
dengan nama Ordinance Nomor XXXIV of 1902. Ordinance ini
memberikan wewenang atau kuasa untuk mencatat perkawinan (register)
pada masing-masing Negeri Selat
Kemudian pada tahun 1908, Ordinance Nomor XXXIV of 1902
diperbaharui lagi menjadi The Mohamedan Marriage Ordinance Nomor
XXV Tahun 1908 yang mana mewajibkan suami-istri membuat
pendaftaran perkawinan dan perceraian dalam tempo 7 hari setelah akad
nikah. Jika hal tersebut dilanggar maka akan mendapatkan sanksi dengan
membayar denda sebanyak 25 ringgit. Selanjutnya, memberikan kuasa
kepada Governor untuk melantik Kadi guna membantu pendaftaran
perkawinan dan perceraian serta memberikan kuasa kepada Kadi untuk
menyelesaikan masalah nafkah yang tidak melebihi dari 50 ringgit dan

4
Nihayatul Masykuroh, ‟islam Di Singapura.” (Banten : Media Karya Publishing, 2020),
h.32-35

4
menyelesaikan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan
5
perkawinan dan perceraian.
Selanjutnya, pada tahun 1909 adanya perubahan keempat dengan
lahirnya The Muhammadan Marriage Ordinance Nomor XVII of 1909
yang berisi tentang memberikan kekuasaan kepada Governor Negara-
Negara Selat untuk melantik dua orang Kadi atau lebih bagi setiap daerah
untuk menegurus masalah perkawinan dan perceraian. Pada tahun 1917
Undang-Undang ini diperbaharui untuk kelima kalinya dengan nama The
Muhammadan Marriage Ordinance Nomor IV of 1917 yang berisi tentang
memberikan kemungkinan kepada pendaftar untuk memutuskan hal-hal
yang berhubungan dengan taklik, mas kawin dan nafkah. Selanjutnya
tahun 1920, Ordinaance ini diperbaharui kembali menjadi Ordinance
Nomor 26 Tahun 1920.
Dengan segala pembaharuan, akhirnya pada tahun 1923 Ordinance
ini di perbaharui kembali menjadi Ordinance No. 26 Tahun 1923 yang
berisi tentang pemberlakuan hukum waris Islam. Kemudian pada tahun
1926 Ordinance ini mengalami revisi yang isinya tentang pendaftaran
perkawinan dan perceraian orang Islam dan pelantikan Kadi serta Mufti.
Selanjutnya pada tahun 1934, Ordinance ini diperbaharui untuk kesekian
kalinya yang berisi tentang pemberian kekuasaan kepada Kadi untuk
menyelesaikan masalah nafkah dalam perceraian tanpa batas. Seiring
berjalannya waktu dengan berbagai perubahan Undang-Undang atau
Ordinance pada masa penjajahan Insggris di Singapura, akhirnya seluruh
perubahan Undang-Undang ini disatukan menjadi Chapter 57 Revised law
of Straits Settlements tahun 1936 yang dikenal dengan nama
Mohammedans Ordinance tahun 1936. Ordinance ini berisi 4 Bab dan 51
Pasal.6

5
Ibid.,h.36
6
Ahmad Nizam, 'Sistem Hukum Islam di Singapura', Jurnal Hukum Internasional
Washington, 21 (2012).h.9

5
Pada Masa Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan Singapura, UU Keluarga Islam
masih menggunakan UU yang dibuat oleh Penjajah Inggris yang merujuk
pada Ordinance No. V of 1880. Karena di dalam UU tersebut belum dibuat
aturan tentang sebab-sebab kebolehan dalam perceraian, maka hampir
50% suami menceraikan istrinya tanpa alasan yang logis sehingga adanya
peningkatan angka perceraian pada saat itu. Menanggapi persoalan
tersebut, maka Majelis Penasehat Singapura membentuk Panitia untuk
mengkaji dan merumuskan RUU Keluarga Islam pada bulan November
tahun 19657
Keberadaan hukum islam di Singapura tidak bisa terlepaskan dari
peran umat islam yang ada di negara tersebut. Disebabkan oleh kebutuhan
hukum islam secara formal, umat islam di Singapura berusaha keras untuk
mendekati pemerintah Singapura agar mengesahkan suatu undang-undang
yang mengatur hukum personal dan keluarga islam. Upaya ini ditempuh
melalui perwakilan, baik secara individu maupun melalui organisasi
muslim, yang bekerja selama bertahun-tahun dan baru pada tahun 1966
pemerintah mengeluarkan rancangan undang-undang parlemen dan
menerima UU Administrasi hukum islam 1966 atau (The Administration
of muslim law act 1966) atau disingkat AMLA. Dan sebelum rancangan
undang-undang tersebut diterima, umat islam dari berbagai suku dan
mazhab diberi kesempatan untuk membuat perwakilan dan diminta
menghadap komite pemilihan parlemen untuk mengungkapkan
pandangannya terhadap UU tersebut. Lembaga ini dimasukkan ke
parlemen pada tanggal 13 Desember 1965, dan menjadi undang-undang
pada tanggal 25 Agustus 1966.8
Setelah rancangan itu diterima dan diberlakukan, UU ini kemudian
mengalami beberapa amandemen sesuai dengan rekomendasi yang
diajukan oleh dewan agama Islam yang digariskan oleh UU itu sendiri.
7
Ibid
8
Kerstin Steinerÿ,Undang-undang Hukum Muslim' Australian Journal of Asian
Law,‟16.1 (2015), h.10

6
UU Administrasi Hukum Islam (AMLA) merupakan perundangan hukum
Islam, namun demikian, administrasi ini bukanlah hukum islam itu sendiri.
Akta ini memberikan ruang yang fleksibel bagi dewan agama islam,
pengadilan agama dan pencatat perkawinan islam dalam menerapkan
hukum syariat.
Pada tahun 1966 AMLA menyerukan pembentukan MUIS (Majlis
Ugama Islam Singapura-Islamic Religious Council of Singapore) sebagai
suatu badan hukum untuk menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal
berkaitan dengan agama Islam di Singapura. Pelantikan pertama anggota
MUIS dilakukan pada tahun 1968. Bersama dengan Peradilan Syariah dan
Pencatat Perkawinan, MUIS merupakan pusat pengaturan kehidupan
komunitas Muslim di Singapura. Semua lembaga ini secara administratif
berada di bawah Kementerian Pembangunan Masyarakat (the Ministry of
Community Development)
Majlis ini mempunyai komisi yang terdiri dari mufti Singapura,
Komisi hukum ini berfungsi untuk mengeluarkan fatwa yang berkaitan
dengan hukum Islam. Dan berdasarkan pasal 32 AMLA, peradilan agama
ini diberi kuasa untuk mendengar dan memutuskan masalah yang terjadi
dikalangan muslim atau perkawinan yang didasarkan pada hukum islam,
yang mencakup :
1. Perkawinan
2. Perceraian, meliputi talak, cerai taklik, fasakh dan khuluk,
3. Pertunangan,
4. Pembagian harta bersama ketika bercerai,
5. Pembayaran maskawin, nafkah, dan mut‟ah.9

9
Saifuddin Amin, „ Islam Dan Keharmonian Kaum Di Singapura‟, Ri‟Ayah ( 2010.), 71-
82, h. 79

7
B. Kandungan Administrative Muslim Law Act (AMLA)

Syeksen Perkara
1-2 Part I : Preliminary
3-33 Part II : Majlis Ugama Islam
34-56B Part III : The Syariah Court
35 Jurisdiction of Muslim marriage
47 Divorce at wife‟s request
48 Cerai Taklik
49 Fasakh
50 Appointment of hakamm
51 Maintainance of wife
52 Provisions consequent on matrimonial proceedings
53 Enforcemen of order (family court)
57-73A Part IV: Financial Provisions
74-88 Part V: Mosques and Religious Schools
88A-
Part VA: Halal and Haj Matters
88E
89-109 Part VI: Marriage and Divorce
89 Application
90 Appointment of Registrar of Muslim Marriages (ROMM)
91 Appointment of Kadis and Naib Kadis
92 Deputy Registrars of Muslim Marriages
93 Registers
94 Betrothal
95 Solemnization of marriage
96 Restriction on solemnization of marriage
96(2) Polygamy
97 Marriage of janda
98 Place of marriage

8
99 Copy of certificate to be sent to Registrar
100 Registrers of Marriages, Divorces and Revocation of Divorces
101 Cancellation or rectification of entry in register or certificate
Registration of marriage, divorce or revocation of divorce
102
compulsary
103 Signing of register and inquiry by kadi
104 Refusal to register marriage or revocation of divorce
105 Appeal
106 Where Appeal Board orders registration
Extended time for registration of marriage or revocation of
107
divorce
108 Copy of entry to be given to parties
Legal effect of registration of marriage, divorce or revocation
109
of divorce
110-125 Part VII: Property
126-128 Part VIII: Conversions
129-140 Part IX: Offences
129 This Part to apply only to Muslims
130 Omission to register within prescribed time
Omitting to hand over book or seal or being possession thereof
131
without lawful excuse
132 Unlawful register
Unlawful solemnization of marriage or registration of
133
marriage, divorce and revocation of divorce
134 Cohabitation outside marriage
135 Enticing unmarried woman from wali
141-146 Part X: Miscellaneous

9
Perkawinan di Singapura Berdasarkan AMLA

Sebagaimana yang dituangkan dalam The Administration Of


Muslim Law Act 1966 (AMLA) dan Women’s Charter. Adapun ketentuan-
ketentuan perkawinan di Singapura akan dijelaskan sebagai berikut :10

1) Pencatatan Perkawinan
sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 93 The
Administration of Muslim Law Act 1966 atau AMLA yang
menyatakan bahwa “ Every Kadi and Naib Kadi shall keep
such books and registers as are prescribed” artinya Setiap
Kadi dan Naib Kadi harus menyimpan buku dan mendaftar
seperti yang ditentukan. Pencatatan perkawinan di Singapura
dilakukan dalam tujuh hari setelah akad nikah dilangsungkan.
Salah satu bentuk penerapan pencatatan nikah di Singapura,
didirikannya Registry Of Muslim Mariage (ROMM) yang
dipimpin oleh Panitera Muslim Perkawinan yang ditunjuk oleh
Presiden Sigapura. Tugas ROMM adalah sebagai administratif
untuk mendaftarkan perkawinan.

2) Usia Perkawinan di Singapura


Singapura juga mengatur usia perkawinan bagi wanita dan
pria yang hendak melangsungkan perkawinan. Ketentuan usia
perkawinan diatur dalam Pasal 96 AMLA tahun 1996 yang
menjelaskan bahwa orang yang hendak menikah harus sudah
berumur 18 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
Pasal 96 ayat 4 menyatakan bahwa : Tidak ada perkawinan
yang akan dirayakan dalam Undang-Undang ini jika pada
tanggal pernikahan salah satu pihak berusia di bawah 18 tahun.
Tapi Kadi mungkin mengijinkan perkawinan dibawah umur

10
Masykuroh, Op. Cit, h. 43

10
denan syarat-syarat sudah dewasa dan dengan alasan dan dalam
kondisi tertentu.11

3) Pertunangan di Singapura
Singapura juga mengenal pertunangan seperti di Indonesia.
Namun yang membedakannya adalah jika di Indonesia tidak
dijelaskan dalam regulasi adanya sanksi bagi seseorang yang
membatalkan pertunangannya. Lain halnya dengan Singapura
yang mengatur secara resmi sanksi yang diterima oleh para
pihak yang membatalkan pertunangannya. Sebagaimana
termaktum dalam Pasal 94 ayat 1 AMLA 1966 yang
menyatakan bahwa jika ada orang baik secara lisan maupun
tertulis, baik secara pribadi atau perantara telah
menandatangani kontrak pertungangan sesuai dengan hukum
Islam dan kemudian menolak tanpa alasan yang sah untuk
menikahi pihak lain dengan kontrak tersebut, maka pihak yang
menolak akan bertanggungjawab untuk membayar kepada
pihak lain jumlah yang disepakati dalam kontrak jika
melanggar kontrak.

4) Wali Nikah di Singapura


Yang berhak menjadi wali nikah di Singapura adalah wali
nasab. Perihal seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau
wali nasab tidak berkenan menjadi wali tanpa alasan yang
dibenarkan hukum Islam maka yang berhak menggantikannya
adalah Kadi.12

11
Ibid
12
Sudrajat, dkk, Op.Cit, h. 17

11
5) Nafkah Suami
Nafkah atau pemeliharaan istri telah diatur didalam pasal
51 ayat 1 dan 2 AMLA yang menyatakan bahwa :
pasal 1 Seorang wanita yang sudah menikah dapat, dengan
mengajukan permohonan ke Pengadilan, mendapatkan perintah
terhadap suaminya untuk pembayaran dari waktu ke waktu dari
pemeliharaannya dan penyediaan pakaian yang diperlukan dan
penginapan yang sesuai sesuai dengan hukum Muslim.
Pasal 2 Seorang wanita yang telah bercerai dapat, dengan
mengajukan permohonan ke Pengadilan, memperoleh perintah
terhadap mantan suaminya untuk pembayaran dari waktu ke
waktu pemeliharaannya dan penyediaan pakaian yang
diperlukan dan penginapan yang sesuai untuk periode
iddahnya.

6) Poligami di Singapura
The Administration Of Muslim Law Act 1966 (AMLA) juga
mengatur tentang proses poligami di Singapura. Bagi suami
yang ingin menikahi perempuan lebih dari seorang maka harus
membuat permohonan khusus dengan menyertakan alasan-
alasan keinginan untuk berpoligami kepada Kadi.

7) Harta Perkawinan di Singapura


Harta perkawinan yang ada di Singapura terdiri dua yaitu
harta bersama (harta yang diperoleh selama perkawinan) dan
harta bawaan (harta yang diperoleh sebelum dilangsungkannya
perkawinan). Namun, di Singapura baik harta bawaan maupun
harta bersama dapat dijadikan satu menjadi harta perkawinan
bila terjadi perceraian. Ketentuan harta perkawinan diatur
dalam Section 54 dan 112 ayat 10 Women‟s Charter.

12
8) Perceraian di Singapura
Penyelesaian perkara perceraian di Singapura dilakukan di
Mahkamah Syar‟iyah Singapura yang didirikan pada tahun
1955 sebagai wujud dari hasil kajian sebuah lembaga yang
dibentuk oleh pemerintah. Mahkamah ini memakai regulasi
AMLA of 1966 sebagai dasar hukumya.13

C. Lembaga-Lembaga Islam di Singapura


1. Majlis Ugama Islam Singapura
Majlis Ugama Islam Singapura (MUÍS), adalah suatu lembaga agama
Islam Singapura yang sudah ditetapkan oleh Undang-undang
keanggotaannya pada tahun 1968 yang ketika itu penetapan hukum
pemerintahan yang berkaitan dengan umat Islam (AMLA). Lembaga
Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS), ini merupakan lembaga
sebagai penasehat presiden Singapura dalam mempersatukan
pemerintah dengan komunitas Muslim Singapura atau merupakan
kepanjangan tangán dari pemerintah Singapura dalam menjalankan
pemerintahan yang berkaitan dengan urusan kehidupan komunitas
Muslim Singapura, yang menyangkut berbagai aspek kehidupan baik
dari segi administrasi zakat, aktifitas dakwah, pembangunan masjid
dan pengelolaannya, masalah pendidikan dan pendirian madrasah-
madrasah, pengeluaran fatwa-fatwa, masalah santunan keuangan bagi
fakir miskin dan kebutuhan masyarakt Islam lainnya, sampai kepada
ketetapan bantuan dana pada sebuah organisasi.14

13
Sudrajat, dkk, Op. Cit., h.18
14
Wan Zailan and others, „Masyarakat Muslim Melayu di Singapura: Kajian Terhadap
Isu dan Cabaran dalam Pemikiran Islam Era Globalisasi‟, 1.1 (2018), 27–53.

13
2. Mahkamah Syariah Singapura
Mahkamah Syari‟ah Singapura didirikan pada tahun 1955 hasil dari
kajian sebuah badan kuasa yang dibentuk Pemerintah Singapura.
Badan kuasa ini terdiri dari pakar Undang-undang, kadi-kadi dan para
ulama setempat, dari hasil kajiannya tercipta suatu akte yang dikenal
dengan Muslim Ordinance yang dijadikan undang-undang pada 30 Mei
1957 dan akta ini yang digunakan Mahkamah Syari‟ah sampai tahun
1966. Kemudian pada tahun 1966 Akta Pembukuan Undang-Undang
Islam (AMIA) diperkenalkan dan menggantikan 62 Akta Muslim
Ordinance, akta ini diubah untuk dibubukan lagi sistem pembukuan
Undang-undang Islam Singapura. Pada tahun 1999, akta ini kemudian
diperbaharui dan ditambah lagi dengan beberapa klausul yang sesuai
dengan tuntutan keadaan sekarang (masa kini). Dengan pembaharuan
ini, meningkatkan lagi kewenangan Mahkamah Syari‟ah untuk
menyelesaikan kasus-kasus tuntutan cerai dan issu-issu yang berkaitan
dengan perceraian seperti masalah pengurusan anak, harta gono gini,
masalah lainnya.

3. Lembaga Pendidikan Alqur’an Singapura (LPQS)


Ide untuk pembentukan sebuah pusat tahfidz Alqur‟an timbul pada
awal tahu 90-an, beberapa tahun kemudian terbentukan Lembaga
Pendidikan Alqur‟an Singapura (LPQS). Antara tujuan 73 utamanya
ialah untuk menyediakan kemudahan bagi masyarakat Islam Singapura
mendalami dan menghafal Alqur‟an. Pada tahun 1999, bangunan lama
Masjid kampung Siglap yang sudah terkenal sebagai pusat menghapal
Al-Qur‟an dipilih sesuai dengan kondisi pemukimannya dan
kesyahduan masjid yang jauh dari hiruk pikuk kota, latar belakang ini
amat sesuai untuk kegiatan menghafal AlQur‟an.15

15
Ibid

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembaharuan hukum keluarga di Singapura bermula dari penjajahan
Inggris di Malaysia. Ketika Inggris menjajah Malaysia, mereka
memperkenalkan dan menggunakan Undang-Undang Inggris secara
berangsur-angsur yang akhirnya menggantikan Undang-Undang Islam
Setalah merdeka ditahun 1965, singapura membuat RUU tentang hukum
islam, dan setelah rancangan itu diterima dan diberlakukan, UU ini kemudian
mengalami beberapa amandemen sesuai dengan rekomendasi yang diajukan
oleh dewan agama Islam yang digariskan oleh UU itu sendiri.
Kosekuensi adanya AMLA adalah dibentuknya The Majlis Ugama Islam
Singapura. Majlis ini mempunyai komisi yang terdiri dari mufti Singapura.
Komisi hukum ini berfungsi untuk mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan
hukum Islam. Dan berdasarkan pasal 32 AMLA, peradilan agama ini diberi
kuasa untuk mendengar dan memutuskan masalah yang terjadi dikalangan
muslim atau perkawinan yang didasarkan pada hukum islam, yang mencakup ;
Perkawinan, Perceraian, meliputi talak, cerai taklik, fasakh dan khuluk,
Pertunangan, Pembagian harta bersama ketika bercerai, Pembayaran
maskawin, nafkah, dan mut‟ah.

B. Saran
Semoga dengan pemaparan materi diatas para pembaca dapat memahami
materi tentang Hukum Islam di Singapura. Selanjutnya penulis menyadari
dalam makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dalam segi penulisan
maupun yang lainnya. Oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan untuk
kedepannya agar menjadi lebih baik lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Fazli, Zuhrizal, „Hukum Keluarga Islam di Singapura', (Cet; I. Bandung: Pustaka


Setia,2011)

Masykuroh, Nihayatul, ISLAM DI SINGAPURA

Negara, Mengatur Islam, Undang-undang Hukum Muslim, and Kerstin Steinerÿ,


„Kerstin Steinerÿ‟, 16.1 (2015), 1–16

Saifuddin Amin, „ Islam Dan Keharmonian Kaum Di Singapura‟, Ri‟Ayah (


2010.)
Profesional, Hukum, and Ahmad Nizam, „Jurnal Hukum Internasional
Washington Sistem Hukum Islam Di Singapura‟, 21 (2012)

Sudrajat, Ajat, Prodi Ilmu, Sejarah Fise, U N Y Abstrak, Kerajaan Siam,


Perkembangan Islam, and others, „Perkembangan Islam Di Singapura‟, 1–
25

Zailan, Wan, Wan Ali, Ahmad Zuhdi, Masyarakat Muslim, Wan Zailan, Wan Ali,
and others, „No Title‟, 1.1 (2018), 27–53

16

Anda mungkin juga menyukai