Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

1.NAURA AMALIA (220105038)

2.ISHMA RAIHAN (220104053)

3.M,NAZAR ARIEF (220106139)

4.ARYA RIZKINTA FOGUS (220102059)

KELOMPOK 3

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas nikmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah denga judul “Sejarah Perkembangan Hukum Adat
di Indonesia”. Tidak lupa, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada
junjugan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi tutunan bagi kita dalam menjalani
kehidupan dunia hingga akhirat.

Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada bapak Muhadi


Khalidi S.H.I., M.Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada kami dalam menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa tanpa
bimbingan dan dukungan bapak, makalah ini tidak selesai dengn baik.

Makalah ini bertujuan memberikan gambaran mengenai sejarah perkembangan


hukum adat di Indonesia, yang merupakan salah satu hukum yang sangat penting di
Indonesia. Melalui makalah ini, kami berharap pembaca dapat memahami betapa pentingnya
untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum adat yang ada di Indonesia.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat
kekurangan di sana-sini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapakan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menjadi kontribusi kecil kami dalam membahas dan mengenang sejarah perkembangan
hukum adat di Indonesia.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. Sejarah Perkembangan Hukum Adat di Indonesia........................................................................2
B. Bukti-Bukti Adanya Hukum Adat di Indonesia............................................................................8
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat di Indonesia...........................10
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................12
A. KESIMPULAN..........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hukum adat, jika kita mendengar kata itu yang terlintas di fikiran kita mungkin adalah
corak kedaerahan yang begitu kental didalamnya. Karena sifatnya yang tidak tertulis,
majemuk antara lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka sangat perlu dikaji
bagaimana perkembangan hukum adat di Indonesia. Pemahaman ini akan diketahui apakah
hukum adat masih hidup, apakah sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.

Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada
perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah
laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis,
senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).

Tetapi tidak semua adat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah
sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap
penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat istiadat
yang bersangkutan. Hukum adat adalah sesuatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan
perasaan hukum rakyat yang nyata

Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat selalu
mengalami perubahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, oleh karena itu sifat hukum
adat yang tidak statis atau dengan kata lain fleksibel, maka didalam peraturan hukum adat
perlu disepakati sesuatu penetapan agar menjadi hukum positif. Dan tidak terlepas pula dari
sejarah perkembangan hukum adat di Indonesia yang merupakan bagian awal terbentuknya
hukum adat yang ada di Indonesia ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan hukum adat di Indonesia?

2. Apa bukti adanya hukum adat di Indonesia?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hukum adat di Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan

1,.Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum adat di Indonesia

2. Untuk mengetahui adanya bukti hukum adat di Indonesia

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hukum adat di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hukum Adat di Indonesia

1. Sejarah Hukum Adat pada Zaman Hindu

Agama Hindu hanya mempunyai pengaruh di pulau Jawa, Sumatera dan Bali, sedangkan
di daerah lain mendapat pengaruh dari zaman “Malaio polynesia”, yaitu : Suatu zaman
dimana nenek moyang kita masih memegang adat istiadat asli yang dipengaruhi oleh alam
yang serba kesaktian. Pada zaman Hindu tumbuh beberapa kerajaan yang dipengaruhi oleh
hukum agama Hindu serta hukum agama Budha yang dibawa oleh para pedagang (khususnya
dari Cina).1 Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain

a. Sriwijaya – Raja Syailendra (abad 7 s/d 9). Pusat pemerintahan : hukum agama
Budha, Pedalaman : hukum adat Malaio Polynesia;

b. Medang (Mataram) Masa raja “Dharmawangsa” dikeluarkan suatu UU “Iwacasana –


Jawa Kuno – Purwadhigama”. Untuk mengabadikan berbagai peristiwa penting
dalam bidang peradilan, telah dibuat beberapa prasasti antara lain :

 Prasasti Bulai (860 M)


 Prasasti Kurunan (885 M)
 Prasasti Guntur (907 M)

Setelah runtuhnya kerajaan Mataram, Jawa dipimpin oleh “Airlangga” yang membagi
wilayah kerajaan atas :

 Kerajaan Jonggala
 Kerajaan Kediri (Panjalu)

Zaman raja-raja “Airlangga”, usaha-usaha yang dilakukan terhadap hukum adat :

 Adanya meterai raja yang bergambar kepala garuda.


 Macam-macam pajak dan penghasilan yang harus dibayar kepada raja

Zaman raja “Jayabaya” usaha-usaha yang dilakukan terhadap hukum adat:

 Adanya balai pertemuan umum.


 Bidang kehakiman, tidak dikenal hukuman siksa badan, kecuali kejahatan
perampokan dan pencurian.
 Hukuman yang berlaku kebanyakan hukuman denda.
c. Zaman Singosari (Tumapel) – didirikan oleh Ken Arok (Rajasa) Raja yang terkenal
“Prabu Kertanegara” yang menghina utusan Cina (Men Gici). Usaha yang dilakukan
terhadap hukum adat : Mendirikan prasasti “Sarwadharma” yang melukiskan tentang
1
Henry Arianto S.H., M.H., Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H., Sejarah Hukum Adat.(Jakarta:t.p.,2020)hal 1.
2
adanya “Tanah Punpunan”, yaitu : tanah yang disediakan untuk membiayai bangunan
suci yang statusnya dilepaskan dari kekuasaan Thanibala atau kekuasaan sipil
(masyarakat) dengan ganti rugi.

d. Zaman Majapahit – didirikan oleh Jayakatong (Jayakatwang) Dengan adanya


pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana),
Jayakatwang berhasil dibunuh. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hukum adat
mendapat perhatian berkat usaha Mahapatih Gajah Mada. Usaha yang dilakukan :

 Membagi bidang-bidang tugas pemerintahan dan keamanan negara. Misal :


soal perkawinan, peralihan kekuasaan, ketentaraan negara.
 Keputusan pengadilan pada masa itu disebut : Jayasong (Jayapatra)
 Gajahmada mengeluarkan suatu kitab UU, yaitu : “Kitab Hukum Gajah
Mada”

Secara zaman ini di mana kerajaan-kerajaan yang ada dipengaruhi oleh agama Hindu
dan sebagian kecil agama Budha. Hal ini terlihat adanya pembagian-pembagian kasta
dalam bidang pemerintahan dan peradilan. Zaman ini berakhir dengan wafatnya
Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk dengan raja terakhir Kertabumi
(1478). Sejak saat itu kekuasaan di Jawa diambil alih oleh Kerajaan Demak. Sebab-
sebab runtuhnya kerajaan Majapahit :

 Perpecahan diantara pemimpinnya.


 Perang saudara dan perebutan kekuasaan.

2. Sejarah Hukum Adat pada Zaman Islam

Sejarah hukum adat pada zaman Islam terjadi pada masa kerajaan2:

a. Aceh (Kerajaan Pasai dan Perlak) Pengaruh hukum Islam cukup kuat terhadap hukum
adat, terlihat dari setiap tempat pemukiman dipimpin oleh seorang cendekiawan
agama yang bertindak sebagai imam dan bergelar “Teuku/Tengku”.

b. Minangkabau dan Batak Hukum adat pada dasarnya besar tetap bertahan dalam
kehidupan sehari-hari, sedang hukum Islam berperan dalam kehidupan keagamaan,
dalam hal ini terlihat dalam bidang perkawinan. Pepatah adat : Hukum adat bersendi
alur dan patut, hukum agama/syara bersendi kitab Allah. Di Batak yang terdiri dari
berbagai suku :
 Toba
 Karo
 Dairi
 Simalungun
 Angkola
2
Henry Arianto S.H., M.H., Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H., Sejarah Hukum Adat.hal 2.

3
Masing-masing suku tetap pada hukum adat, karena menghormati Sisingamangaraja,
tetapi berkat Ompu Nommensen, agam Kristen juga ikut berpengaruh (jalan damai).
Secara umum, agama Islam dan Kristen di Batak hanya dalam hal kerohanian saja,
tetapi tetap dalam struktur kemasyarakatan hukum adat tetap dipakai. Kedudukan
pejabat agama hanya sebagai penyerta saja dalam pemerintahan desa, mengurus dan
menyelenggarakan acara agama, misalnya : perkawinan, perceraian dan sebagainya.

c. Sumatera Selatan (Palembang/Kukang) Masuknya agama Islam berasal dari :


 Barat : Pedagang/mubaligh dari Aceh dan Minangkabau
 Utara : Pedagang/mubaligh dari Aceh, Malaka dan Cina
 Selatan : Pedagang/mubaligh dari Cirebon dan Banten

Perkembangan terhadap hukum adatnya yakni pada masa “Ratu Senuhun Seding”,
hukum adat dibukukan dalam bahasa Arab Melayu – UU Simbur Cahaya. Di
dalamnya memuat istilah-istilah yang berasal dari hukum Islam, seperti : Khatib Bilal.
Berdasarkan Tambo Minang : Datuk Perpatih Nan Sabatang dari Minangkabau pernah
mengusahakan tambang emas di daerha Rejang Lebong (Bengkulu). Masuknya para
mubaligh yang berasal dari Minangkabau membawa pula pengaruh terhadap hukum
adat dengan gari matrilineal – daerah Semendo. (jadi menempatkan kedudukan wanita
sebagai penguasa harta kekayaan dari kerabatnya). Di daerah Semendo dengan
dianutnya garis keturunan matrilineal, telah membawa pengaruh terhadap sistem
kewarisan yang dipakai, yaitu : Sitem kewaisan mayorat (Mayorat Erprecht), dimana
anak wanita tertua sebagai “tunggu tubang” atas harta kerabat yang tidak terbagi.
Sedangkan anak lelaki tertua disebut “payung jurai” yang bertugas harta pengurusan
harta tersebut. Di samping itu juga berlaku adat “kawin Semendo”, dimana suami
setelah kawin menetap di pihak istri.

d. Lampung. Masuknya Islam disini pada masa “Ratu Pugung” dimana puterinya yang
bernama “Sinar Alam” melangsungkan perkawinan dengan “Syarif Hidayat
Fatahillah/sunan Gunung Jati”, setelah jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Islam.
Susunan kekerabatan yang dianut adalah garis keturunan laki-laki (patrilineal). Di
mana laki-laki tertua (disebut “pun” – yang dihargai) – Kewarisan Mayorat. Ia berhak
dan berkewajiban melanjutkan orang tua.

e. Jawa ,dijawa itu sendiri masuknya Islam telah terbagi ke daerah Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat,yakni antaranya:

 Jawa Timur : pelabuhan Gresik dan Tuban Penduduknya : Kota pantai –


orang pendatang (Arab, Cina, Pakistan) dengan agama Islam. adanya makam
Maulana Malik Ibrahim. Penduduk asli : agama Hindu.
 Jawa Tengah BerdIrinya kerajaan Demak – Raden Patah. Dimana Masjid –
menjadi pusat perjuangan dan pemerintahan pembantu raden Fatah yang
terkenal – Raden Sa’id/Sunan Kali Jogo. Pada masa “Pangeran Trenggana”
dengan bantuan Fatahillah berhasil menduduki Cirebon dan Banten.

4
 Jawa Barat – kerajaan Pajajaran didirikan “Ratu purana” Pelabuhan laut : -
Banten - Kalapa (Sunda Kelapa) Tahun 1552 Fatahillah memimpin Armada
Demak dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa – Jayakarta.

f. Bali Pengaruh Islam sangat kecil, masyarakat masih tetap mempertahankan adat
istiadat dari agama Hindu. Menurut I Gusti Ketut Sutha, SH bahwa hubungan antara
adat/hukum adat dengan agama (khususnya agama Hindu) di Bali merupakan
pengecualian. Hal ini diperkuat oleh penegasan Pemda Bali yang menyatakan :
Bahwa pengertian adat di Bali dengan desa dan krama adatnya adalah berbeda dengan
pengertian adat secara umum. Artinya : pelaksanaan agama dengan segala aspeknya
terwujud dalam Panca Yodnya yang merupakan wadah konkrit dan tatwa (Filsafah)
dan susila (etika) agama, karena seluruh kehidupan masyarakat Bali terjali erat
berdasarkan atas keagamaan. Contoh : dalam hal pembagian warisan erat
hubungannya dengan pengabenan atau upacara pembakaran mayat yang hakekatnya
adalah pengaruh agama Hindu, juga ada bagian tertentu dari jumlah warisan yang
diperuntukkan untuk tujuan keagamaan.

g. Kalimantan. Agama Islam hanya berhasil mempengaruhi masyarakat di daerah


pantai. Masyarakat daerah pedalaman masih berdasarkan kepercayaan dari zaman
Malaio Polynesia – kepercayaan kaharingan.

h. Sulawesi .Dimulai berdirinya kerajaan “Goa” oleh Datuk Ri Bandang. Pengaruh Islam
hanya sebagai pengisi rohani, tidak merubah/mendesak adat masyarakat3.

3,Sejarah Hukum Adat pada Zaman VOC

Hukum adat (adatrecht) dipergunakan untuk pertama kalinya secara ilmiyah pada
tahun 1893 untuk menamakan hukum yang berlaku bagi golongan pribumi (warga negara
Indonesia asli) yang tidak berasal dari perundang-undangna Pemerintah Hindia Belanda.
Penanaman kekuasaan asing secara teratur dan sistematis, dimulai dengan didirikannya
kongsi Dagang Hindia Timur atau Verenigde Oost Indische Compangnie (VOC) pada tahun
1602 oleh kongi-kongsi dagang Belanda atas anjuran John van Oldenbarneveld, agar mampu
menghadapi persaingan dengan kongsi dagang lainnya. Tanggal 20 Maret 1602 VOC
mendapat hak oktroi yang antara lain meliputi pemberian kekuasaan untuk membuat benteng
pertahanan, mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Indonesia, mengangkat pegawai
penuntut keadilan dan sebagainya4.

Oleh karena itu VOC ini mempunyai dua fungsi, pertama sebagai pedagang dan
kedua sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai wewenang untuk mengurus rumah
tangganya sendiri. Pada aman VOC hukum yang berlaku di pusat pemerintahan dengan di
luar itu tidak sama :

3
Henry Arianto S.H., M.H., Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H., Sejarah Hukum Adat.hal 4.

4
Henry Arianto S.H., M.H., Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H., Sejarah Hukum Adat. hal 5.

5
 Di Batavia (Jakarta) sebagai pusat pemerintahan, untuk semua orang dari
golongan bangsa apapun berlakulah “Hukum Kompeni”, yaitu hukum
Belanda. Jadi bagi mereka semuanya berlaku satu macam hukum (unifikasi)
baik dalam lapangan hukum tatanegara, perdata maupun pidana.
 Di luar dareah Pusat Pemerintahan, dibiarkan berlaku hukum aslinya, yaitu
hukum adat. Demikian pula pada pengadilan-pengadilan golongan asli tetap
dipergunakan hukum adat.

Usaha penerbitan itu menghasilkan 4 kodifikasi dan pencatatan hukum bagi orang
Indonesia asli, yaitu :

 Pada tahun 1750 untuk keperluan Landraad Semarang, dibuatlah suatu


compendium (pegangan, Kitab Hukum) dari Undang-undang orang Jawa yang
terkenal dengan nama “Kitab Hukum Mogharraer yang ternyata sebagian
besar berisi hukum pidana Islam”.
 Pada tahun 1759 oleh Pimpinan VOC disahkan suatu Compendium van
Clootwijck tentang undang-undang Bumiputera di lingkungan Kraton Bone
dan Ga.
 Pada tahun 1760 oleh Pimpinan VOC dikeluarkan suatu Himpunan Peraturan
Hukum Islam mengenai nikah, talak dan warisan untuk dipakai oleh
Pengadilan VOC.
 Oleh Mr. P. Cornelis Hasselaer (Residen Cirebon tahun 1757 – 1765)
diusahakan pembentukan Kitab Hukum Adat bagi hakimhakim Cirebon. Kitab
hukum adat ini terkenal dengan nama “Pepakem Cirebon”.

Dinataranya pada zaman kolonial Belanda ialah:

a. Zaman Pemerintahan Daendels (1808 – 1811) Pada tahun 1795 di Negeri


Belanda terjadi perubahan ketatanegaraan dengan jatuhnya kekuasaan Raja
Willem van Oranje dan berdirilah pemerintaan baru, yaitu Bataafsche
Republiek (Republik Batavia). Pada tahun 1806 Bataafsche Republik
dihapuskan dan diganti menjadi Kerjaaan Holland yang merupakan bagian
dari Kekaisaran Perancis. Daendels beranggapan bahwa hukum adat yang
berlaku dalam masyarakat, meskipun mempunyai kelemahan-kelemahan,
namun perlu tetap dipelihara dan ia merasa enggan untuk menggantinya
dengan hukum Eropa. Pada pokoknya hukum adat akan tetap dipertahankan
bagi bangsa Indonesia, namun hukum adat ini tidak boleh diterapkan kalau
bertentangan dengan perintah.

b. Zaman Pemerintahan Raffles (1811 – 1816) Dengan banyaknya pengaduan


tentang berbagai kecurangan dalam bidang keuangan dan tindakan Daendels
yang sewenang-wenang terhadap bangsa Indonesia, maka pemerintah kerajaan
Belanda mengangkat Jendral Jan Willem Janssens sebagai pengganti
Daendels, yang serah terimanya dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 1811.
Sikap Raffles terhadap hukum adat terlihat jelas dalam maklumatnya
6
tertanggal 11 Pebruari 1814 yang memuat “Reguiations for more effectual
administration of justice in the Provincial Court of Java” yang terdiri dari 173
pasal. Seperti halnya Daendels, Raffles ini juga menganggap bahwa hukum
adat itu tidak lain adalah hukum Islam dan kedudukannya tidak sederajat
tetapi lebih rendah dari hukum Eropa.

c. Masa Antara Tahun 1816 – 1848 Tahun 1816 – 1848 merupakan masa penting
dalam hukum adat, karena merupakan pulihnya kembali pemerintah Kolonial
Belanda di Indonesia, yang merupakan permulaan politik hukum dari
Pemerintah Belanda yang dengan kesadarannya ditujukan kepada bangsa
Indonesia. Dalam reglement tahun 1819 ditentukan bahwa hukum adat pidana
akan dinyatakan berlaku bagi golongan Bumiputera. Mengenai hukum materiil
yang diterapkan oleh Pengadilanpengadilan berlaku asas : hukum dari pihak
tergugat. Ini berarti bahwa jika dalam sengketa antara orang Bumiputera
dengan orang Eropa yang menjadi tergugatnya adalah orang Bumiputera,
maka yang akan mengadili adalah Landraad yang akan memperlakukan
hukum adat.

d. Masa Antara Tahun 1848 – 1928 Tahun 1848 dapat dianggap sebagai masa
permulaan dari politik Pemerintah Belanda terhadap hukum adat.

Peraturan adat istiadat kita ini, pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman kuno,
zaman pra-Hindu. Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra Hindu tersebut menurut
para ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia. Kemudian datang kultur
Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli
tersebut yang sejak lama menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu
hukum adat, sehingga hukum adat yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil akulturasi
antara peraturan-peraturan adat-istiadat zaman pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup
yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen5.

Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda
akan memberlakukan hukum eropa atau huku yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif
di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi. Mengenai hukum adat timbulah
masalah bagi pemerintah colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-
tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominy, kepentingan atau kehendak
bangsa Indonesia tidak masuk perhitungan pemerintah colonial. Apabila diikuti secara
kronologis usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah
colonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkasnys undang-undang yang bertujuan
menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam system perundang-
undangan di Indonesia, adalah sebagai berikut 6:

5
Dr.H.Erwin Owan hermansyah Soetoto,S.H,M.H,Zulkifli Ismail,S.H.M.H,Melanie Pita Lestari S.S,M.H,Buku Ajar
Hukum Adat,(Malang: Madza Media,2021),hal 13.
6
Dr.H.Erwin Owan hermansyah Soetoto,S.H,M.H,Zulkifli Ismail,S.H.M.H,Melanie Pita Lestari S.S,M.H,Buku Ajar
Hukum Adat,hal 18.
7
1. Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki
apakah hukum adat privat itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat.
Rencana kodifikasi Wichers gagal

2. Sekitar tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda, mengusulkan
penggunaan hukum tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan
agraris pengusaha Belanda. Usaha inipun gagal.

3. Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi local
untuk sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah-daerah yang penduduknya
telah memeluk agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana.

4. Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undangundang untuk
menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki
supaya seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha ini
gagal

5. Pada tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen


Idsinga, mengumumkan rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan penduduk di
Indonesia. Ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.

6. Pada tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen Justitie di Jakarta membuat
rencana baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda
sebagai rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van
Vollenhoven.

Hukum Adat di Indonesia dImulai dari zaman Hindia Belanda pada waktu dulu
hingga sekarang ini. Hukum Adat itu tidak hanya terwujud dalam dilahirkannya suatu Ilmu
Hukum Adat , tetapi juga terjelma dalam dijalankannya suatu Politik Hukum Adat, yaitu
kebijaksanaan, sikap terhadap dan terutama adalah perundang-undangan (wetgeving) yang
berhubungan dengan Hukum Adat tersebut.

B. Bukti-Bukti Adanya Hukum Adat di Indonesia

Bukti-bukti bahwa dulu sebelum bangsa Asing masuk ke Indonesia sudah ada hukum
adat adalah sebagai berikut:

a. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur dengan
kitabnya yang disebut Civacasana.
b. Tahun 1331-1364, Gajah Mada – Patih Majapahit, membuat kitab yang disebut Kitab
Gajah Mada.
c. Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat kitab Adigama
d. Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava. 7

7
Dr.H.Erwin Owan hermansyah Soetoto,S.H,M.H,Zulkifli Ismail,S.H.M.H,Melanie Pita Lestari S.S,M.H,Buku Ajar
Hukum Adat,hal 14.
8
Di samping kitab-kitab hukum kuno tersebut yang mengatur kehidupan di lingkungan
istana, ada juga kitab-kitab yang mengatur kehidupan masyarakat, yaitu:

 Di Tapanuli Contoh: Ruhur Parsaoran di Habatohan (kehidupan sosial di tanah


Batak); Patik dohot Uhum ni Halak Batak (Undangundang dan Ketentuan-ketentuan
Batak).
 Di Jambi Contoh: Kitab Undang-undang Jambi
 Di Palembang Contoh: Kitab Undang-undang Simbur Cahaya (Undangundang
mengenai tanah di dataran tinggi daerah Palembang) 15
 Di Minangkabau Contoh: Kitab Undang-undang nan dua puluh (Undangundang
mengenai hukum adat delik di Minangkabau)
 Di Sulawesi Selatan Contoh: Amana Gapa (peraturan mengenai pelayaran dan
pengangkatan laut bagi orang-orang wajo)
 Di Bali Contoh: Awig-Awig (peraturan Subak dan desa) dan Agama desa (peraturan
desa) yang ditulis di atas daun lontar.

Sebelum kedatangan Belanda, belum ada penelitian mengenai hukum adat, dan
semasa VOC karena ada kepentingan atas negara jajahannya, maka Heren 17 (pejabat di
Negeri Belanda yang mengurus negara-negara jajahan Belanda) mengeluarkan perintah
kepada Jenderal yang memimpin daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan
hukum Belanda di negara jajahan (Indonesia) tepatnya pada tanggal 1 Maret 1621 yang baru
dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De Carventer yang sebelumnya
mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa di Indonesia
masih ada hukum adat yang hidup. Oleh karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa
hukum itu disesuaikan sehingga perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu:8

a. Tahun 1750, untuk keperluan Lanrad (pengadilan) di Serang dengan kitab hukum
“Mogharrar” yang mengatur khusus pidana adat (menurut Van Vollenhoven
kitab tersebut berasal dari hukum adat).
b. Tahun 1759, Van Clost Wijk mengeluarkan kitab yaitu “Compedium”
(pegangan/ikhtisar) yang terkenal dengan Compedium van Clost Wijk mengenai
Undang-undang Bumi Putera di lingkungan keraton Bone dan Goa.
c. Compedium Freizer mengenai Peraturan Hukum Islam mengenai nikah, talak dan
warisan.
d. Hasselaer, beliau berhasil mengumpulkan buku-buku hukum untuk para hakim di
Cirebon yang terkenal dengan Papakem Cirebon.

Pencatatan mengenai hukum adat oleh orang asing di antaranya:

8
Dr.H.Erwin Owan hermansyah Soetoto,S.H,M.H,Zulkifli Ismail,S.H.M.H,Melanie Pita Lestari S.S,M.H,Buku Ajar
Hukum Adat,hal 15.
9
 Robert Padtbrugge (1679), ia seorang gubernur Ternate yang mengeluarkan
peraturan mengenai adat istiadat Minahasa;
 Francois Valentijn (1666-1727) yang menerbitkan suatu ensiklopedia mengenai
kesulitan-kesulitan hukum bagi masyarakat.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat di


Indonesia
faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum adat, disamping kemajuan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi alam, juga faktor-faktor yang bersifat tradisional
adalah sebagai berikut 9:

1) Magis dan Animisme.`


`Alam pikiran magis dan animisme pada dasarnya dialami oleh setiap bangsa di
dunia. Di Indonesia faktor magis dan animisme cukup besar pengaruhnya. Hal ini dapat
dilihat dalam upacara-upacara adat yang bersumber pada kekuasaan-kekuasaan serta
kekuatan-kekuatan gaib.
a. Kepercayaan kepada mahkluk-mahkluk halus, roh-roh, dan hantuhantu yang
menempati seluruh alam semesta dan juga gejala-gejala alam, semua benda yang
ada di alam bernyawa.
b. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti dan adanya roh-roh yang baik dan
yang jahat.
c. Adanya orang-orang tertentu yang dapat berhubungan dengan dunia gaib dab atau
sakti.
d. Takut adanya hukuman/ pembalasan oleh kekuatan-kekuatan gaib. Hal ini dapat
dilihat adanya kebiasaan mengadakan siaran-siaran, sesajen Banyak di tempat-
tempat yang dianggap keramat.

Animisme yaitu percaya bahwa segala sesuatu dalam alam semesta ini bernyawa.
Animisme ada dua macam yaitu :

 Fetisisme : Yaitu memuja jiwa-jiwa yang ada pada alam semesta, yang mempunyai
kemampuan jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia, seperti halilintar, taufan,
matahari, samudra, tanah, pohon besar, gua dan lain-lain.
 Spiritisme : Yaitu memuja roh-roh leluhur dan roh-roh lainnya yang baik dan yang
jahat

2) Faktor Agama
Masuknya agama-agama di Indonesia cukup banyak memberikan pengaruh terhadap
perkembangan hukum adat misalnya 10:

a. Agama Hindu

9
Bewa Ragawino,S.H.,M.SI.Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Di Indonesia(Sumedang: Unpad,2020) hal 27.
10
Bewa Ragawino,S.H.,M.SI.Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Di Indonesia. hal 28.
10
Pada abad ke 8 masuknya orang India ke Indonesia dengan membawa
agamanya, pengaruhnya dapat dilihat di Bali. Hukum-hukum Hindu berpengaruh
pada bidang pemerintahan Raja dan pembagian kasta-kasta.

b. Agama Islam
Pada abad ke 14 dan awal abad 15 oleh pedagang-pedagang dari Malaka, Iran.
Pengarush Agama Islam terlihat dalam hukum perkawinan yaitu dalam cara
melangsungkan dan memutuskan perkawinan dan juga dalam bidang wakaf. Pengaruh
hukum perkawinan Islam didalam hukum adat di beberapa daerah di Indonesia tidak
sama kuatnya misalnya daerah Jawa dan 29 Madura, Aceh pengaruh Agama Islam
sangat kuat, namun beberapa daerah tertentu walaupun sudah diadakan menurut
hukum perkawinan Islam, tetapi tetap dilakukan upacara-upacara perkawinan menurut
hukum adat, missal di Lampung, Tapanuli.

c. Agama Kristen
Agama Kristen dibawa oleh pedagang-pedagang Barat. Aturan-aturan hukum
Kristen di Indonesia cukup memberikan pengaruh pada hukum keluarga, hukum
perkawinan. Agama Kristen juga telah memberikan pengaruh besar dalam bidang
social khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dengan didirikannya
beberapa lembaga Pendidikan dan rumah-rumah sakit.

3) Faktor Kekuasaan yang lebih tinggi


Kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi yang dimaksud adalah kekuasaankekuasaan
Raja-raja, kepala Kuria, Nagari dan lain-lain. Tidak semua Raja-raja yang pernah bertahta
di negeri ini baik, ada juga Raja yang bertindak sewenang-wenang bahkan tidak jarang
terjadi keluarga dan lingkungan kerajaan ikut serta dalam menentukan kebijaksanaan
kerajaan misalnya penggantian kepala-kepala adat banyak diganti oleh orang-orang yang
dengan kerajaan tanpa menghiraukan adat istiadat bahkan menginjak-injak hukum adat
yang ada dan berlaku didalam masyarakat tersebut.

4) Adanya Kekuasaan Asing


Yaitu kekuasaan penjajahan Belanda, dimana orang-orang Belanda dengan alam
pikiran baratnya yang individualisme. Hal ini jelas bertentangan dengan alam pikiran adat
yang bersifat kebersamaan11.

11
Bewa Ragawino,S.H.,M.SI.Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Di Indonesia hal 29
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Hukum adat di Indonesia memiliki sejarah perkembangan yang panjang dan


kompleks. Dalam perkembangannya, hukum adat di Indonesia mengalami beberapa
tantangan, termasuk kebijakan kolonialisme yang mengekang dan menghilangkan praktik
hukum adat. Namun, dengan semangat nasionalisme dan gerakan perlawanan terhadap
penjajahan, hukum adat mulai dipertahankan dan dipelihara oleh masyarakat
Indonesia.Seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, hak-hak yang berkaitan dengan hukum adat semakin diakui oleh negara. Kemudian,
pada tahun 2013, terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2013 tentang Penetapan
Hukum Adat Sebagai Bagian dari Hukum Nasional, yang secara resmi mengakui hukum adat
sebagai bagian dari hukum nasional di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang
terus-menerus untuk memperkuat perlindungan dan pemajuan hukum adat di Indonesia.
Salah satu caranya adalah dengan memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat
tentang pentingnya menjaga dan mempertahankan hukum adat. Dengan cara ini, diharapkan
hukum adat dapat terus hidup dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai dan tuntutan zaman
yang ada.

ada banyak bukti yang menunjukkan adanya praktik hukum adat di Indonesia. Bukti-
bukti tersebut meliputi tradisi lisan, naskah kuno, artefak arkeologi, dan praktik kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia.Tradisi lisan seperti mitos, dongeng, dan cerita rakyat yang
beredar di masyarakat Indonesia selama berabad-abad menjadi bukti awal keberadaan hukum
adat di Indonesia.Selain itu, naskah kuno seperti Babad Tanah Jawi, Nagarakretagama, dan
Carita Parahyangan juga menjadi bukti keberadaan hukum adat di Indonesia. Artefak
arkeologi seperti prasasti dan bangunan-bangunan kuno juga menunjukkan adanya praktik
hukum adat di Indonesia. Contohnya adalah prasasti Sangguran yang ditemukan di Desa
Sangguran, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, yang menggambarkan tentang adat istiadat dan
kepercayaan masyarakat pada masa itu.Praktik kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia,
seperti penggunaan bahasa daerah, upacara adat, dan sistem adat dalam menyelesaikan
masalah juga menjadi bukti keberadaan hukum adat di Indonesia. Dari berbagai bukti yang
ada, dapat disimpulkan bahwa hukum adat di Indonesia telah ada sejak masa lampau dan
terus berkembang hingga saat ini. Meskipun tidak tertulis, praktik hukum adat di Indonesia
memiliki keunikan dan nilai-nilai yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya perlindungan dan pemajuan hukum adat
di Indonesia agar dapat terus hidup dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai dan tuntutan
zaman yang ada.

Faktor-faktor yg mempengaruhi hukum adat di I ndonsiameliputi sejarah, budaya,


agama, dan politik.Sejarah memainkan peran penting dalam perkembangan hukum adat di
Indonesia. Selama masa kolonialisme.Budaya juga mempengaruhi perkembangan hukum
adat di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya dan tradisi yang unik, yang
juga memengaruhi praktik hukum adat. Agama juga memainkan peran penting dalam
perkembangan hukum adat di Indonesia. Agama mempengaruhi nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang menjadi dasar dari hukum adat. Terakhir, politik juga mempengaruhi perkembangan
hukum adat di Indonesia. Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi pengakuan dan
perlindungan terhadap hukum adat.
12
DAFTAR PUSTAKA

Soetoto, Erwin Owan Hermansyah, Zulkifli Ismail, dan Melanie Pita Lestari. 2021. Buku
Ajar Hukum Adat.
Malang: Madza media.
Yulia. 2016. Buku Ajar Hukum Adat.
Lhoksemawe: Unimal Press.
Sapto, Sigit. 2016. Pengantar Hukum Adat Indonesia.
Solo: Pustaka Iltizam
.Arianto, Henry dan Nin Yasmine Lisasih. 2020. Sejarah Hukum Adat. Diakses 11 maret
2023dari:https://lmsparalel.esaunggul.ac.id/pluginfile.php?file=%2F61964%2Fmod_resource
%2Fcontent%2F1%2F3_5639_KUM204_092018_pdf.pdf
Bewa Ragawino,S.H.,M.SI. 2020 Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Di Indonesia,
Sumedang https://pustaka.unpad.ac.id/archives/13314

13

Anda mungkin juga menyukai