Anda di halaman 1dari 11

HUKUM ISLAM ASIA TENGGARA

SISTEM HUKUM DAN SISTEM PERADILAN DI NEGARA ASIA


TENGGARA

DISUSUN OLEH:

Delta Malarvisi
11820414579

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU
RIAU
2020
Pendahuluan

Di dalam bukunya Sistem-sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, Sri Soemantri

Martosoewignjo mengatakan: Bagi negara atau negara-negara yang menganut ajaran tripraja,

maka sistem pemerintahan berarti suatu perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh organ-

organ legislatif, eksekutif, dan yudisial yang dengan bekerja bersama-sama hendak mencapai

suatu maksud atau tujuan ... bahwa di samping sistem presidensial atau sistem pemerintahan

presidensial dan sistem parlementer atau sistem pemerintahan parlementer, masih dikenal

adanya sistem pemerintahan yang lain.

Berkenaan dengan tradisi-tradisi hukum diberbagai negara termasuk di negara- negara

yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), kita kenaI

pembagian dari John Henry Merryman dalam bukunya The Civil Law Tradition (1969), dalam

dunia kontemporer ini lahir di hadapan kita tiga tradisi hukum yang utama, yaitu tradisi hukum

kontinental (civil law), tradisi hukum adat (common law), dan tradisi hukum sosialis (socialist

law).

Tradisi hukum kontinental menempatkan hukum perundang-undangan sebagai sendi

utama sistem hukumnya, ini tidak berarti tradisi hukum kontinental mengabai-kan

yurisprudensi. Pada negara-negara semacam ini, yurisprudensi tetap mempunyai sumber

hukum. Demikian pula pada negara-negara yang menjalankan tradisi hukum anglo-saksis,

tidaklah berarti mengabaikan hukum perundang-undangan. Hukum perundang-undangan di

negara anglo-saksis berkembang pesat dan makin menduduki peranan penting. Baik didorong

oleh perkembangan ilmu dan teknologi maupun kebutuhan bersama dalam pergaulan

antaranegara (pergaulan internasional), berbagai tradisi hukum dan sistem hukum berusaha

untuk saling mendekatkan dan melakukan penyesuaian-penyesuaian (harmonisasi) satu sarna

lain.
Pembahasan

1. Sistem hukum di negara-negara asia tenggara

A. Sistem Hukum Brunei Darussalam

Pada masa lalu umumnya, sistem hukum Brunei Darussalam saat itu tanggung

jawab Residen Inggris dan Sultan. Residen Inggris bertanggungjawab atas semua urusan

yang berkaitan dengan pengangkatan hakim untuk pengadilan-pengadilan rendah dan

fungsi pengadilan-pengadilan tersebut. Sultan memegang kekuasaan jurisdiksi untuk

mempertahankan aturan-aturan dan hukum syariah, yang berarti Sultan mengangkat

semua "kathis" di daerah-daerah yang disebutkan dalam "kuasa" atau jurisdiksi mereka

untuk tujuan tadi.

Oleh karena pengadilan mempunyai jurisdiksi yang berbeda, maka hukuman yang

dijatuhkan pun berbeda beda. Pengadilan-pengadilan pad a masa itu: (1) Pengadilan

Residen, (2) Pengadilan Hakim Tingkat Pertama, (3) Pengadilan Hakim Tingkat Kedua,

serta (4) Pengadilan Hakim Pribumi dan Kathis. Meskipun Pengadilan Residen

merupakan pengadilan tinggi dalam hirarki sis-tern hukum Brunei pada saat itu, namun

pengadilan itu bukan merupakan pengadilan banding terakhir.

B. Sistem hukum Indonesia

Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana untuk Pengadilan Negeri,

sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Hindia Belanda yang Diperbaharui 1926 masih

berlaku. Hukum substantif yang diberlakukan oleh pengadilan ini sarna dengan hukum

yang ditetapkan dalam Pasal 131 dan Pasal 163 IS 1855, kecuali ada perundang-undangan

baru yang dikeluarkan. Pada beberapa tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, banyak

UU nasional baru yang tidak sesuai dengan perundang-undangan Belanda disahkan,

termasuk UU Agraria No. 511960, UU Penanaman Modal Asing (PMA) No. 111967, UU
Penanaman Modal Dalam Negeri No. 611968, UU Perkawinan No. 111974, Hukum

Acara Pidana No. 8/1981, dan UU Perpajakan No. 911994. Oleh karena alasan itu, maka

banyak hukum prosed ural dan substantif Indonesia telah berubah. Hukum Indonesia saat

ini tidak sarna dengan hukum Belanda.

Sebuah UU PMA yang baru diberlakukan 1967 dan bagian-bagian dari aturan

yang terkandung dalam UU Perdata dan UU Perniagaan 1848 (yang sebelum

kemerdekaan hanya mengatur bangsa Eropa dan warga timur asing) mengenai kontrak,

perusahaan, perdagangan, asuransi, dan perbankan menjadi berlaku bagi warga Indonesia

asli yang terlibat dalam kegiatan bisnis, perbankan, dan asuransi. Pemerintah Indonesia

mengusahakan penyatuan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia melalui

modernisasi dan kodifikasi hukum. Pemerintah memberikan prioritas kepada bagian-

bagian hukum yang "kurang sensitif' (seperti hukum kontrak, perusahaan dan

perekonomian pada umumnya). Bidang-bidang hukum yang "Iebih sensitif' seperti hukum

keluarga dan warisan diberikan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk berkembang.

II Mensitir pendapat Lawrence M. Friedman, Bagir Manan memaparkan hukum tidak

hanya diartikan sebagai rangkaian dan kaidah. Hukum dalam menuju Indonesia baru harus

mencakup pula pelaksanaan dan penegakan hukum serta sikap masyarakat.

2. Bentuk peradilan di negara-negara asia tenggara

a) Brunei Darussalam

Brunai Darussalam sebagai negara muslim termuda di Asia Tenggara memiliki

perundang-undangan Islam, antara lain:

a)Undang-Undang Prosedur Tindak Kriminal (Crimminal Procedur Code) 1913.

b) Undang-Undang tentang Perkawinan dan Pemeliharaan 1955-1984.


Brunai Darussalam pasca kemerdekaannya pada tahun 1984 memproklamirkan

dirinya sebagai negara yang berdasarkan pada syari'at Islam. Fiqh Syafi'i sebagai

madzhab negara dijadikan sebagai pedoman sistim hukum yang diterapkan oleh negara.

Hal ini berimplikasi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

juga disandarkan pada Fiqh syafi'i dalam setiap aspeknya.

b) Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara mayoritas muslim yang hingga saat ini

hanyamengakomodasi hukum perkawinan Islam dan sebagian dari hukum personal

Islam dalamperundang-undangannya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan

perundang-undangan yangada di bawah ini:

a) Undang-Undang Perkawinan no.1 Tahun 1974.

b) PP.No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1/1974.

c) PP.No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

d) PMA No. 2 Tahun 1989 tentang Wali Hakim.

e) UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

f) Inpres No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

g) UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

c) Peradilan di malaysia

Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara

bagian di Malaysia, dan konferensi nasional telah diadakan di Kedah untuk

membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pidana,

yang dalam konferensi diputuskan untuk membentuk sebuah komite yang terdiri dari

ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, yang kemudian dikirim ke berbagai

negara Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya.


Menurut Basiq Djalil (2006: 103-105), bahwa komite juga mempertimbangkan

proposal adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syariah, dan

sebagai hasilnya, beberapa undang-undang telah ditetapkan, yaitu:

A. Administrasi Hukum Islam :

a) UU Administrasi Pengadilan Kelantan, 1982.

b) UU Mahkamah Syari‟ah Kedah, 1983.

c) UU Administrasi Hukum Islam Wilayah Federal, 1985.

d) Hukum Keluarga:

1. UU Hukum Keluarga Islam Kelantan, 1983.

2. UU Hukum Keluarga Islam Negeri Sembilan, 1983.

3. UU Hukum Keluarga Islam Malaka, 1983.

4. UU Hukum Keluarga Islam Selangor, 1984.

5. UU Hukum Keluarga Islam Perak ,1984.

6. UU Hukum Keluarga Islam Kedah, 1984.

7. UU Hukum Keluarga Islam Wilayah Federal, 1984.

8. UU Hukum Keluarga Islam Penang, 1985.

9. UU Hukum Keluarga Islam Trengganu, 1985.

B. Acara Pidana:

1. UU Acara Pidana Islam Kelantan,1983.

2. UU Hukum Acara Pidana Islam Wilayah Federal.s

C. Acara Perdata.

1. UU Hukum Acara Perdata Islam Kelantan 1984.

2. UU Hukum Acara Perdata Islam Kedah, 1984.


3. Keberadaan hukum islam di asia tenggara

Islam dan melayu merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya

bila berkaitan dengan Islam dalam perspektif etno-linguistik dan geopolitik. Keterpaduan

keduanya menandakan identitas bahwa Islam selalu lekat dengan wilayah dan penduduk

Melayu, yang dikenal saat ini sebagai sebuah wilayah Asia Tenggara. Islam muncul sebagai

sebuah kekuatan politik di Asia Tenggara bermula atau berawal sebelum 1301 M. Wilayah

Kedah, Terengganu telah mengenal Islam saat itu. Kesultanan Malaka, Kesultanan Samudera

Pasai menjadi pilar pada periode abad 13 dan 14 M. Ajaran-ajaran Islam menjadi bagian yang

terus dikembangkan kepada penduduk wilayah Melayu. Fiqih menjadi salah satu ajaran Islam

yang dikembangkan dan mulai berkembang pada masa itu.

Fiqih yang berkembang pada saat penguasaan wilayah Melayu oleh Kesultanan Malaka

dan Kesultanan Samudera Pasai adalah Fiqih mazhab Syafi’i, yang dengan terang dan tegas

dinyatakan oleh Malik al-Zahir sebagai Sultan Samudera Pasai bahwa Pasai bermadzhab

Syafi’i. Pengakuan ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap berkembangnya madzhab Syafi’i

diwilayah Asia Tenggara. Pengaruh yang kuat terhadap madzhab ini melalui Kesultanan

Samudera Pasai dilanjutkan oleh Kesultanan Brunei setelah runtuhnya Kesultanan Malaka.

Kesultanan Brunei melakukan dakwah akan Islam ke wilayah bagian timur dari khatulistiwa,

yang meliputi Luzon,dabn daerah di dekatnya.Pengaruh madzhab Syafi’i tidak hanya berada

di wilayah Indonesia,Malaysia dan Filipina Selatan yang didominasi oleh muslim etnis

Melayu, melainkan pula madzhab ini berkembang sampai dengan wilayah Thailand Selatan.

Surau menjadi titik tolak pengaruh yang cukup kuat akan madzhabSyafi’i dalam perkembangan

kehidupan beragama di Asia Tenggara. Daerah yang banyak menggunakannya adalah

Minangkabau, Sumatera Selatan,Semenanjung Malaysia, dan Pattani (Thailand Selatan).


Snouck Hurgronje,menyampaikan bahwa pengaruh madzhab ini diperkenalkan melalui

pengajaran terhadap murid dengan pertama kali mempelajari bahasa Arab, yang dilanjutkan

belajar dari kitab fikih aliran Syafi’i, materi yang diajarkan adalah tentang kebersihan, ibadah,

zakat, puasa, haji dan hukum pernikahan.

Pengaruh madzhab Syafi’i di wilayah Thailand Selatan berada di Pattani Raya yang

terdiri atas Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun. Mayoritas penduduk wilayah Patani ini, yakni

sekitar 74%, adalah Muslim. Tetapi jumlah ini sama dengan 4% dari total penduduk Thailand.

Meskipun di Thailand secara keseluruhan terdapat juga mereka yang memeluk agama

Islam,orang-orang Islam di empat provinsi wilayah Selatan ini secara etnik berbeda dengan

pemeluk Islam lain di Thailand karena mereka ini adalah beretnik Melayu. Karena perbedaan

dalam hal etnisitas, tradisi, bahasa dan agama, mereka telah secara nyata terpisahkan dari

masyarakat Thai lainnya, dan karena mereka ini merupakan etnik minoritas, wilayah empat

provinsi ini bisa secara tepat dianggap sebagai “tributary territory” yang membedakan tipe dan

tingkah laku sosial orang Melayu dari orang-orang Thai pada umumnya.

Myanmar atau yang dahulu dikenal dengan Burma merupakan wilayah bagian dari

kawasan Islam Asia Tenggara, yang ditunjukkan dengan Muslim Rohingya yang menetap di

Arakan semenjak anad ke 7 H. Komunitas muslim di wilayah Arakan tidak didominasi dari

satu etnis atau etnis tertentu layaknya Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Etnis muslim di Arakan

terbagi atas etnis Creole, Arab, Turki, Persia, Pathan, Mogul Bengalis, dan Indo-

Mongoloid.Etnis Rohingya yang juga beragama Islam, tetapi memiliki ciri fisik, budaya, dan

bahasa yang lebih mirip dengan dialek Chittagonian yang berasal dari bahasa Bengali yang

banyak digunakan di Bangladesh. Jumlah orang Rohingya sendiri diperkirakan meliputi 4%

dari jumlah penduduk Rankine Komunitas muslim ini tinggal di daerah Maungdaw,

Buthidaung, Rathedaung, Akyab, dan Kyauktaw. Dengan demikian, orang muslim, baik
muslim Rakhine maupun muslim Rohingya, menjadi kelompok minoritas di Rakhine maupun

di Myanmar secara umum.

4. Perlindungan dan kepastian hukum islam di negara-negara asia

tenggara

Pasca penjajahan, berbagai upaya dilakukan oleh negara-negara muslim untuk

melegislasi hukum Islam sebagai undang-undang negara. Para pakar hukum Islam

modern,dalam mencermati kondisi hukum Islam tradisional yang berpedoman kepada kepada

kitab- kitab fiqih dan sarat dengan perbedaan antar mazhab, mencoba menengahi perbedaan-

perbedaan pendapat dalam fiqih yang kemudian disatukan dalam satu kesatuan kodifikasi

hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku bagi seluruh warga negaranya.

Disamping itu, dinamika masyarakat dalam negara tersebut, yang terkadang juga

terpengaruh budayahukum barat, juga menjadi rujukan mereka dalam pengkodifikasian hukum

islam tersebut.Dalam perkembangan pembaharuan perundang-udangan di negara muslim,

masing- masing negara mempunyai sikap politik yang berbeda dalam menyikapi posisi hukum

baratterhadap hukum negara yang akan mereka terapkan dalam perundang-undangan. Menurut

Fathurrahman Djamil, sedikitnya ada tiga sikap negara muslim yang terlihat dala bentuk

perundang-undangan yang dibuatnya Sikap pertama adalah, mengakomodasi nilai-nilai hukum

barat yang sesuai dengansyariat Islam dan bila perlu dijadikan sebagai bagian dari perundang-

undangan Islam. Kedua, mengadopsi secara keseluruhan semua pemikiran hukum barat dan

materi hukum yangditerapkan dalam hukum barat dijadikan undang-undang negara. Ketiga,

menolak semua pemikiran hukum barat dan materi-materi hukumnya, sehingga tak satupun
hukum barat yang diterapkan dalam perundang-undangan negara. Dan disini hanya berlaku

hukum Islam secara murni yang diterapkan dalam perundang-undangan.

Kesimpulan

Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena

hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun

minoritas memeluk agama Islam. Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh

Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara

merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia

Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.

Perkembangan hukum islam di asia tenggara meliputi berbagai aspek dari hukum

pidana, perdata, yaitu: fiqih Ahwalusaskia, muamalah, dan fiqih ibadah dari hukuman orang

yang minum-minuman keras, hukuman criminal dan keluarga. Didalam perkembanganya

peran kerajaan Islam dalam menanamkan semangat untuk menerapkan hukum Islam sangat

tinggi hal ini dipengaruhi faktor penghambat yang kecil dan belum masuknya ide-ide kaum

barat untuk itu pengaruh kerajaan Islam dalam perkembangan dan penerapan hukum Islam

sangatlah memainkan peranan penting. Dimasa kolonial umat Islam mungkin agak kesulitan

dan menuai hambatan-hambatan yang cukup sulit sedangkan pada masa era kontemporer ini

secara praktis tidak menuai banyak hambatan karena dinegara-negara ini sudah memerintah

sendiri akan tetapi seiring dengan kemajuan zaman dan perpindahan peradaban.

Perlaksanaan Undang-undang Islam adalah suatu tuntutan agama dan ia adalah sebagai

satu ciri untuk kesempurnaan identiti negara Islam itu sendiri. Masyarakat Islam dalam
sepanjang sejarahnya tidak pernah keluar daripada tuntutan melaksanakan syari’ah, kecuali

jika ada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa mereka supaya mengurangkan perlaksanaan

syari’ah dalam bidang-bidang tertentu karena dipaksa oleh kuasa penjajah. Pengalaman sejarah

hitam ini tidak sepatutnya dijadikan penghalang untuk kembali kepada perlaksanaan Undang-

undang Islam secara lebih lengkap.

Anda mungkin juga menyukai