DISUSUN OLEH:
Delta Malarvisi
11820414579
Martosoewignjo mengatakan: Bagi negara atau negara-negara yang menganut ajaran tripraja,
maka sistem pemerintahan berarti suatu perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh organ-
organ legislatif, eksekutif, dan yudisial yang dengan bekerja bersama-sama hendak mencapai
suatu maksud atau tujuan ... bahwa di samping sistem presidensial atau sistem pemerintahan
presidensial dan sistem parlementer atau sistem pemerintahan parlementer, masih dikenal
yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), kita kenaI
pembagian dari John Henry Merryman dalam bukunya The Civil Law Tradition (1969), dalam
dunia kontemporer ini lahir di hadapan kita tiga tradisi hukum yang utama, yaitu tradisi hukum
kontinental (civil law), tradisi hukum adat (common law), dan tradisi hukum sosialis (socialist
law).
utama sistem hukumnya, ini tidak berarti tradisi hukum kontinental mengabai-kan
hukum. Demikian pula pada negara-negara yang menjalankan tradisi hukum anglo-saksis,
negara anglo-saksis berkembang pesat dan makin menduduki peranan penting. Baik didorong
oleh perkembangan ilmu dan teknologi maupun kebutuhan bersama dalam pergaulan
antaranegara (pergaulan internasional), berbagai tradisi hukum dan sistem hukum berusaha
lain.
Pembahasan
Pada masa lalu umumnya, sistem hukum Brunei Darussalam saat itu tanggung
jawab Residen Inggris dan Sultan. Residen Inggris bertanggungjawab atas semua urusan
semua "kathis" di daerah-daerah yang disebutkan dalam "kuasa" atau jurisdiksi mereka
Oleh karena pengadilan mempunyai jurisdiksi yang berbeda, maka hukuman yang
dijatuhkan pun berbeda beda. Pengadilan-pengadilan pad a masa itu: (1) Pengadilan
Residen, (2) Pengadilan Hakim Tingkat Pertama, (3) Pengadilan Hakim Tingkat Kedua,
serta (4) Pengadilan Hakim Pribumi dan Kathis. Meskipun Pengadilan Residen
merupakan pengadilan tinggi dalam hirarki sis-tern hukum Brunei pada saat itu, namun
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana untuk Pengadilan Negeri,
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Hindia Belanda yang Diperbaharui 1926 masih
berlaku. Hukum substantif yang diberlakukan oleh pengadilan ini sarna dengan hukum
yang ditetapkan dalam Pasal 131 dan Pasal 163 IS 1855, kecuali ada perundang-undangan
baru yang dikeluarkan. Pada beberapa tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, banyak
termasuk UU Agraria No. 511960, UU Penanaman Modal Asing (PMA) No. 111967, UU
Penanaman Modal Dalam Negeri No. 611968, UU Perkawinan No. 111974, Hukum
Acara Pidana No. 8/1981, dan UU Perpajakan No. 911994. Oleh karena alasan itu, maka
banyak hukum prosed ural dan substantif Indonesia telah berubah. Hukum Indonesia saat
Sebuah UU PMA yang baru diberlakukan 1967 dan bagian-bagian dari aturan
kemerdekaan hanya mengatur bangsa Eropa dan warga timur asing) mengenai kontrak,
perusahaan, perdagangan, asuransi, dan perbankan menjadi berlaku bagi warga Indonesia
asli yang terlibat dalam kegiatan bisnis, perbankan, dan asuransi. Pemerintah Indonesia
bagian hukum yang "kurang sensitif' (seperti hukum kontrak, perusahaan dan
perekonomian pada umumnya). Bidang-bidang hukum yang "Iebih sensitif' seperti hukum
keluarga dan warisan diberikan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk berkembang.
hanya diartikan sebagai rangkaian dan kaidah. Hukum dalam menuju Indonesia baru harus
a) Brunei Darussalam
dirinya sebagai negara yang berdasarkan pada syari'at Islam. Fiqh Syafi'i sebagai
madzhab negara dijadikan sebagai pedoman sistim hukum yang diterapkan oleh negara.
b) Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara mayoritas muslim yang hingga saat ini
c) Peradilan di malaysia
Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara
membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pidana,
yang dalam konferensi diputuskan untuk membentuk sebuah komite yang terdiri dari
ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, yang kemudian dikirim ke berbagai
proposal adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syariah, dan
d) Hukum Keluarga:
B. Acara Pidana:
C. Acara Perdata.
Islam dan melayu merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya
bila berkaitan dengan Islam dalam perspektif etno-linguistik dan geopolitik. Keterpaduan
keduanya menandakan identitas bahwa Islam selalu lekat dengan wilayah dan penduduk
Melayu, yang dikenal saat ini sebagai sebuah wilayah Asia Tenggara. Islam muncul sebagai
sebuah kekuatan politik di Asia Tenggara bermula atau berawal sebelum 1301 M. Wilayah
Kedah, Terengganu telah mengenal Islam saat itu. Kesultanan Malaka, Kesultanan Samudera
Pasai menjadi pilar pada periode abad 13 dan 14 M. Ajaran-ajaran Islam menjadi bagian yang
terus dikembangkan kepada penduduk wilayah Melayu. Fiqih menjadi salah satu ajaran Islam
Fiqih yang berkembang pada saat penguasaan wilayah Melayu oleh Kesultanan Malaka
dan Kesultanan Samudera Pasai adalah Fiqih mazhab Syafi’i, yang dengan terang dan tegas
dinyatakan oleh Malik al-Zahir sebagai Sultan Samudera Pasai bahwa Pasai bermadzhab
Syafi’i. Pengakuan ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap berkembangnya madzhab Syafi’i
diwilayah Asia Tenggara. Pengaruh yang kuat terhadap madzhab ini melalui Kesultanan
Samudera Pasai dilanjutkan oleh Kesultanan Brunei setelah runtuhnya Kesultanan Malaka.
Kesultanan Brunei melakukan dakwah akan Islam ke wilayah bagian timur dari khatulistiwa,
yang meliputi Luzon,dabn daerah di dekatnya.Pengaruh madzhab Syafi’i tidak hanya berada
di wilayah Indonesia,Malaysia dan Filipina Selatan yang didominasi oleh muslim etnis
Melayu, melainkan pula madzhab ini berkembang sampai dengan wilayah Thailand Selatan.
Surau menjadi titik tolak pengaruh yang cukup kuat akan madzhabSyafi’i dalam perkembangan
pengajaran terhadap murid dengan pertama kali mempelajari bahasa Arab, yang dilanjutkan
belajar dari kitab fikih aliran Syafi’i, materi yang diajarkan adalah tentang kebersihan, ibadah,
Pengaruh madzhab Syafi’i di wilayah Thailand Selatan berada di Pattani Raya yang
terdiri atas Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun. Mayoritas penduduk wilayah Patani ini, yakni
sekitar 74%, adalah Muslim. Tetapi jumlah ini sama dengan 4% dari total penduduk Thailand.
Meskipun di Thailand secara keseluruhan terdapat juga mereka yang memeluk agama
Islam,orang-orang Islam di empat provinsi wilayah Selatan ini secara etnik berbeda dengan
pemeluk Islam lain di Thailand karena mereka ini adalah beretnik Melayu. Karena perbedaan
dalam hal etnisitas, tradisi, bahasa dan agama, mereka telah secara nyata terpisahkan dari
masyarakat Thai lainnya, dan karena mereka ini merupakan etnik minoritas, wilayah empat
provinsi ini bisa secara tepat dianggap sebagai “tributary territory” yang membedakan tipe dan
tingkah laku sosial orang Melayu dari orang-orang Thai pada umumnya.
Myanmar atau yang dahulu dikenal dengan Burma merupakan wilayah bagian dari
kawasan Islam Asia Tenggara, yang ditunjukkan dengan Muslim Rohingya yang menetap di
Arakan semenjak anad ke 7 H. Komunitas muslim di wilayah Arakan tidak didominasi dari
satu etnis atau etnis tertentu layaknya Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Etnis muslim di Arakan
terbagi atas etnis Creole, Arab, Turki, Persia, Pathan, Mogul Bengalis, dan Indo-
Mongoloid.Etnis Rohingya yang juga beragama Islam, tetapi memiliki ciri fisik, budaya, dan
bahasa yang lebih mirip dengan dialek Chittagonian yang berasal dari bahasa Bengali yang
dari jumlah penduduk Rankine Komunitas muslim ini tinggal di daerah Maungdaw,
Buthidaung, Rathedaung, Akyab, dan Kyauktaw. Dengan demikian, orang muslim, baik
muslim Rakhine maupun muslim Rohingya, menjadi kelompok minoritas di Rakhine maupun
tenggara
melegislasi hukum Islam sebagai undang-undang negara. Para pakar hukum Islam
modern,dalam mencermati kondisi hukum Islam tradisional yang berpedoman kepada kepada
kitab- kitab fiqih dan sarat dengan perbedaan antar mazhab, mencoba menengahi perbedaan-
perbedaan pendapat dalam fiqih yang kemudian disatukan dalam satu kesatuan kodifikasi
hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku bagi seluruh warga negaranya.
Disamping itu, dinamika masyarakat dalam negara tersebut, yang terkadang juga
terpengaruh budayahukum barat, juga menjadi rujukan mereka dalam pengkodifikasian hukum
masing- masing negara mempunyai sikap politik yang berbeda dalam menyikapi posisi hukum
baratterhadap hukum negara yang akan mereka terapkan dalam perundang-undangan. Menurut
Fathurrahman Djamil, sedikitnya ada tiga sikap negara muslim yang terlihat dala bentuk
barat yang sesuai dengansyariat Islam dan bila perlu dijadikan sebagai bagian dari perundang-
undangan Islam. Kedua, mengadopsi secara keseluruhan semua pemikiran hukum barat dan
materi hukum yangditerapkan dalam hukum barat dijadikan undang-undang negara. Ketiga,
menolak semua pemikiran hukum barat dan materi-materi hukumnya, sehingga tak satupun
hukum barat yang diterapkan dalam perundang-undangan negara. Dan disini hanya berlaku
Kesimpulan
Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena
hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun
minoritas memeluk agama Islam. Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh
Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara
merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia
Perkembangan hukum islam di asia tenggara meliputi berbagai aspek dari hukum
pidana, perdata, yaitu: fiqih Ahwalusaskia, muamalah, dan fiqih ibadah dari hukuman orang
peran kerajaan Islam dalam menanamkan semangat untuk menerapkan hukum Islam sangat
tinggi hal ini dipengaruhi faktor penghambat yang kecil dan belum masuknya ide-ide kaum
barat untuk itu pengaruh kerajaan Islam dalam perkembangan dan penerapan hukum Islam
sangatlah memainkan peranan penting. Dimasa kolonial umat Islam mungkin agak kesulitan
dan menuai hambatan-hambatan yang cukup sulit sedangkan pada masa era kontemporer ini
secara praktis tidak menuai banyak hambatan karena dinegara-negara ini sudah memerintah
sendiri akan tetapi seiring dengan kemajuan zaman dan perpindahan peradaban.
Perlaksanaan Undang-undang Islam adalah suatu tuntutan agama dan ia adalah sebagai
satu ciri untuk kesempurnaan identiti negara Islam itu sendiri. Masyarakat Islam dalam
sepanjang sejarahnya tidak pernah keluar daripada tuntutan melaksanakan syari’ah, kecuali
jika ada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa mereka supaya mengurangkan perlaksanaan
syari’ah dalam bidang-bidang tertentu karena dipaksa oleh kuasa penjajah. Pengalaman sejarah
hitam ini tidak sepatutnya dijadikan penghalang untuk kembali kepada perlaksanaan Undang-