Anda di halaman 1dari 12

LEGISLASI HUKUM ISLAM DI KERAJAAN DEMAK

(Studi Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam)

Naili Anafah

IAIN Walisongo Semarang


Jl. Walisongo No. 3-5 Tambakaji Ngalian Semarang 50181
Uminajid@yahoo.com

Abstract

Learning the history of law and establishment and also the changing of
legislation regulation in pre-colonial period is an interesting thing and hoped to
be able to give input for the experts of Indonesia law in the frame work of
rearrangement Indonesia law system. We will get description how the type of
legislation regulation which prevails in Indonesia before Dutch held invention of
law when Dutch was colonizing Indonesia. This article will find various
guidelines to the understanding that the literature of Java is and important source
for the history of development Islamic law in Indonesia. The writer will examine
the manuscript of law which was created in Demak kingdom period, that was
Serat Angger-angger and Suryangalam and Serat Suryangalam. This article will
discuss how the setting of sosio cultural and the politics of Demak kingdom as
the place which was what forms the background of appearing the manuscript of
Serat Angger-angger. The writer finds the law principles in Serat Angger-angger
Suryangalam and Serat suryangalam

Kata kunci: Kerajaan Demak, Serat Angger-Angger Suryangalam, Serat


Suryangalam, Legislasi, sejarah hukum

A. Pendahuluan mengenai hukum Barat, hukum adat


Penjajahan Belanda selama lebih maupun hukum Islam. Mengingat sampai
tiga ratus tahun membawa akibat yang hari ini Indonesia belum memiliki hukum
cukup parah bagi tata hukum di nasional sendiri, maka agenda yang harus
Indonesia. Rezim kolonial Belanda untuk segera diselesaikan adalah membentuk
kepentingan kolonialismenya berhasil dan membangun hukum tersebut.
merekayasa secara ilmiah hukum Misalnya dalam bidang-bidang hukum
Indonesia sedemikian rupa, sehingga baku (perdata, pidana dan hukum acara),
terjadi benturan di antara tiga sistem hukum ini sebagian besar berasal dari
hukum, yaitu hukum Islam, hukum adat, hukum yang berlaku pada hukum
dan hukum Barat (Belanda). Menurut Belanda (asas konkordansi). Malah di
Bustanul Arifin,1 rekayasa politik hukum bidang hukum pidana, mutlak berlaku
Belanda ini dapat dihapus apabila hukum pidana yang konkordan dengan
Indonesia berhasil membangun satu hukum pidana Belanda. Bangsa Indonesia
hukum nasional sendiri, yaitu hukum baru berhasil menasionalkan judulnya
nasional yang dijabarkan dari cita-cita saja, yakni Kitab Undang-Undang
hukum bangsa dan cita-cita hukum yang Hukum Pidana (KUHP), tetapi jiwa dan
ada dalam UUD 1945. Apabila hukum semangatnya masih tetap jiwa dan
nasional kelak berhasil dibentuk, niscaya semangat Belanda.2
bangsa Indonesa tidak lagi berbicara
Oleh karena itu, mempelajari mengungkapkan teori receptio a
sejarah hukum dan sejarah pembentukan contrario, yakni hukum adat baru berlaku
serta perubahan suatu peraturan apabila diterima oleh hukum Islam,
perundang-undangan di zaman pra hukum Islam baru berlaku apabila
kolonial merupakan hal yang menarik berdasarkan al-Qur’an. Jadi, berlaku atau
dan diharapkan dapat memberikan tidaknya hukum adat ditentukan oleh
masukan bagi pakar-pakar hukum hukum Islam. Dengan demikian, teori
Indonesia dalam rangka menata kembali receptie seharusnya sudah tamat, namun
tata hukum Indonesia. Kita akan pada kenyataanya teori ini masih tetap
memperoleh gambaran bagaimana bentuk berlaku meskipun sudah banyak para ahli
peraturan perundang-undangan yang hukum yang gencar mengkritiknya.5
berlaku di Indonesia sebelum Belanda Mengenai sejarah berlakunya
mengadakan rekayasa hukum ketika hukum Islam di Jawa, menurut Hooker,
menjajah Indonesia. Berdasarkan latar pengaruh hukum Islam di Jawa bersifat
belakang pemikiran di atas, penulis samar-samar, karena hukum Islam
mencoba mengkaji kepustakaan Jawa dianggap hanya sebagian dari hukum,
yang berkaitan dengan hukum yang dan itupun sejauh adat pribumi telah
berlaku pada masa pra kolonial. Artikel menerimanya. Menurutnya, kebudayaan
ini akan mencari berbagai petunjuk ke Jawa yang dipengaruhi agama Hindu
arah pemahaman bahwa kepustakaan terlalu kuat untuk menerima banyak
Jawa merupakan sumber penting bagi unsur hukum Islam.6 Hal senada juga
sejarah perkembangan hukum Islam. Ia dikemukakan oleh de Graaf dan
sekaligus menyadarkan kita bahwa sistem Pigeaud,7 menurutnya meskipun
pemerintahan di Jawa merupakan disebutkan bahwa hukum Islamlah (fikih)
pengembangan hukum tata negara Islam. yang berlaku di kerajaan Demak, namun
hukum Islam tersebut tidak diikuti secara
B. Teori Berlakunya Hukum di keseluruhan. Fikih hanya terbatas pada
Indonesia ibadat dalam arti sempit, hukum
Merunut perkembangan hukum perkawinan dan yang berkaitan dengan
Islam yang berlaku di Indonesia, Van den itu.
Berg mengungkapkan teori receptio in Berbeda dengan pendapat Hooker,
complexu, yakni teori yang menyatakan Graaf dan Pigeaud, menurut Widji
bahwa sebelum Belanda memulai Saksono, Walisongo telah berhasil
penjajahannya di Indonesia, sebenarnya mengakhiri zaman Syiwa Budha untuk
telah berlaku hukum Islam selama menggantikannya dengan zaman Islam.
berabad-abad yang dikembangkan oleh Kerajaan Demak tidak hanya mengatur
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.3 masalah pernikahan dan ibadah murni
Namun untuk kepentingan kolonialis, saja, melainkan juga masalah waris,
Snouck Hurgronje dan murid-muridnya, mu’a>malah, jina>yah dan siya>sah (pidana
membantah teori ini dengan dan politik), hukum acara peradilan dan
mengemukakan teori receptie. Menurut lain-lain, di mana aturan-aturan tersebut
mereka, yang berlaku di masyarakat didasarkan pada hukum Islam.8
Indonesia bukanlah hukum Islam, Berdasarkan perbedaan pendapat di atas,
melainkan hukum adat. Kalaupun ada penulis mencoba melakukan kajian
hukum Islam yang diamalkan oleh naskah undang-undang yang diciptakan
masyarakatnya, maka ini diresepsi oleh pada masa kerajaan Demak.
hukum adat dan menjadi bagian dari
hukum adat.4 Teori receptie ini ditolak
Hazairin, dan gagasannya dikembangkan
oleh Sayuti Thalib dengan

Naili Anafah
C. Setting Sosio Kultural dan Politik melambangkan nilai-nilai yang luhur,
yang Melatarbelakangi Lahirnya suci dan tertinggi (top qualities). Menurut
Undang-Undang Kerajaan Demak. Atmodarminto dan didukung Widji
Kerajaan Demak, pada awalnya Saksono, rekaman peristiwa itu
hanyalah sebuah perkampungan di desa mengandung isyarat, bahwa dasar negara
Glagahwangi lingkungan hutan Bintara. menurut konsepsi Walisongo ialah suatu
Singkat cerita, desa Glagahwangi telah negara yang berpegang pada ajaran Islam
berubah menjadi sebuah kabupaten di murni (mustika Islam) yang terdapat di
bawah Majapahit yang ramai dan diberi Makkah, yaitu al-Qur’an dan Hadis Nabi.
kebebasan menjalankan ibadah serta Akan tetapi tidak melupakan adat-istiadat
menyebarkan agama Islam. Kemudian asli yang baik (mustika nasional)
para Walipun sepakat untuk mendirikan sehingga dicapai perpaduan yang
masjid agung guna menopang dan harmoni ibarat kata pepatah syara’
mengembangkan kekuatan kabupaten bersendi adat, dan adat bersendi
Bintara. Setelah masjid agung selesai syara’.10
dibangun, para Wali bermusyawarah Mengenai rancangan dan strategi
untuk menentukan program dan fase mencapai negara Islam, para Wali
perjuangan lebih lanjut. Mereka mempunyai siasat yang matang dan
berencana mendirikan negara Islam kongkrit. Menurut para Wali, dakwah
dengan merumuskan tiga pokok pikiran, Islam dan pendirian kerajaan Islam tidak
yaitu: tentang dasar negara Islam, tentang boleh melalui jalan kekerasan, karena
pemegang kekuasaan negara Islam, dan akan menimbulkan dendam para sentana
tentang rencana dan strategi mencapai dan pendukung Majapahit serta bisa
negara Islam.9 berwujud menjadi sentimen keagamaan
Tentang dasar negara Islam dapat yang akan merugikan Islam. Baru setelah
disingkap dan simpulkan dari berita kerajaan Majapahit dikalahkan oleh
berita dalam Walisana dan Babad Prabu Girindrawardana dari Keling
Demak, yaitu tentang perdondi kiblat Kediri, maka Kadipaten Bintara
(perselisihan paham para Wali tentang menyiapkan strategi untuk menyerang
arah kiblat) Masjid Demak. Menurut Majapahit yang telah dikuasai raja Keling
kitab Tembang Babad Demak, peristiwa Kediri. Setelah Majapahit kalah, maka
itu dilukiskan sebagai berikut: kerajaan Bintara Demak resmi
memproklamirkan sebagai kerajaan Islam
Takir lemungsir pritgantil/ wus pinasang dengan Raden Fatah sebagai sultannya.
kinancingan/datan antara usuke/lawan reng wus Raden Fatah juga harus selalu memakai
pinakon/mastaka gya pinasang/wus ngadeg
sengkalanipun/lawang trus gunaning janmal//
baju takwa Gondil lambang syari’at
nulya sagung para Wali/amawes leresing agama Islam.11
keblat/nanging pradondi rembuge/ana kang Setelah kerajaan Islam Demak
ngoyong mangetan/sawiji datan rembag/mesjid berdiri, para Wali menempati jabatan
ingoyong mangidul/daredah rembag ing wuntat. sebagai pujangga, ngiras kinarya
pepunden, jaksa yang mengku perdata
Menurut Atmodarminto terhadap
atau sebagai karyawan terhormat,
peristiwa ini beberapa ahli babad Jawa
termasuk jaksa penjaga perdata atau
menyatakan bahwa masjid dalam cerita
undang-undang. Para Wali selalu
ini harus diartikan secara majazi (kiasan)
mengawasi raja-raja Islam dalam
bukan masjid hakiki. Adapun yang
memegang mandat menjalankan roda
dimaksud tidak lain ialah negara Islam,
kepemimpinannya. Dalam kedudukan ini
sedang kiblat yang diperselisihkan itupun
sekali waktu lingkaran Wali itu mirip
bukan kiblat hakiki tetapi kiasan yang
dengan dewan pertimbangan agung, lain
berarti pedoman atau dasar-dasar negara
waktu mirip jaksa agung atau juga majlis
Islam. Sementara itu, mustaka (puncak)

Legislasi Hukum Islam di Kerajaan Demak


permusyawaratan rakyat. Khusus Sunan 518 (Sunan Kalijaga) tentang kuasa 39b,
Giri, beliau dipanggil dengan sebutan Kraemer halaman 159; zakat pada
panatagama sekaligus memangku jabatan ringkes 4.2518 (Sunan Kalijaga),
sebagai penghulu. Ia menyusun sedangkan mengenai pembahasan haji
peraturan-peraturan ketataprajaan dan dapat ditelusuri kembali pada berita
pedoman-pedoman tatacara di keraton. bahwa Sunan Kudus adalah ami>rul h}ajj
Dalam hal ini Sunan Giri dibantu oleh pemimpin para haji.12
Sunan Kudus yang juga ahli dalam soal Legislasi hukum Islam dalam
perundang-undangan peradilan, seluruh aspeknya (hukum acara
pengadilan dan mahkamah termasuk peradilan, hukum perdata, hukum pidana)
hukum-hukum acara formal. Mereka di kerajaan Demak sangatlah wajar.
merumuskan masalah siya>sah jina>yah Keinginan umat muslim untuk
yang meliputi: h}ad, qis}as}, ta’zi>r termasuk menerapkan syariat Islam sudah ada jauh
perkara zina dan aniaya, ’aqdiyah sebelum kerajaan Demak berdiri.
(perikatan, kontrak sosial) syaha>dah Peristiwa yang dapat dijadikan bahan
(persaksian, termasuk perwalian), rujukan latar belakang legislasi hukum
masalah ima>mah (kepemimpinan), Islam adalah kasus penangguhan
siya>sah (politik), jiha>d (perang eksekusi syaikh Siti Jenar. Adanya berita-
keagamaan), kompetisi dan panahan, berita yang menceritakan bahwa
janji (naz|ar), perbudakan, perburuhan, Walisanga tidak langsung mengqisas
penyembelihan, ’aqi>qah (jw: kekah), Syekh Siti Jenar, sebelum kerajaan Islam
makanan, masalah bid’ah dan lain-lain Demak berdiri, dapat menjadi pertanda
dapat ditemukan dalam primbon II bahwa Walisanga telah memiliki
lembar 15a, 20, 30b, 20a,15b serta pada kesadaran politik dan gagasan bernegara
primbon I hal 11. Selanjutnya, masalah dan berorientasi kepada konsepsi negara
muna>kahah (pernikahan), merupakan hukum yang tidak membenarkan main
tugas Sunan Giri dan Sunan Ampel serta hakim sendiri (eigen rechting). Walisana
lembaga-lembaga sosialnya. Mereka langgam Asmaradana, pupuh XXXII,
bertugas menyusun aturan perdata/adat bait 35-36 mengggambarkannya sebagai
istiadat dalam keluarga dan sebagainya, berikut:
yang meliputi soal dan pasal-pasal
tentang khitbah (peminangan), nikah- … mung Jeng Sunan Giri Gajah, kang kawogan
anglunas, kang murangsarak ing ngelmi,
talak-rujuk, pembentukan usrah (unit mumpung dereng ngantos lama// Jeng Sunan Giri
keluarga) dan adat istiadatnya termasuk Nyagahi, ing sirnane Seh Lemahbang, yen
h}ad}a>nah (pengasuahan), perwalian, Sampun prapteng masane, adege Nata ing Demak,
pengawasan serta fara>`id (waris). bedahing Majalengka….13
Masalah mu’a>malah antara lain
mencakup jual beli, perdagangan, Setelah kerajaan Islam Demak
perserikatan, dan lain-lain seperti t}alabul berdiri, kasus Syekh Siti Jenar yang
’ilmi (menuntut ilmu) yang diutarakan asalnya dipetieskan sementara waktu,
antara lain dalam primbon II hlm. 20a akhirnya dilanjutkan kembali. Sidang
halaman 29b, 18a, dan 20a. Sementara istimewa antara Dewan Walisanga dan
ketentuan fikih yang berisi masalah segenap pembesar kerajaan menjatuhkan
ibadah terdapat dalam lembar 28a ringkes vonis qis}a>s} Syekh Siti Jenar atas dakwaan
VI: 518 (Sunan Kalijaga), 1b.70a sqq; mbalela (membangkang) negara dengan
mencakup thaharah (bersuci) sebanyak 7 kedok agama, pembongkaran syariat,
halaman, niyyat (niat) 1 lb. Yaitu sehingga tampak bahwa syariat tidak
halaman 22a Sqq, syaha>dah (persaksian) diperlukan lagi, misalnya tidak
bm. 2sqq, tentang shalat pada halaman melaksanakan salat Jum’at, menghalang-
24b, Kraemer halaman 147, ringkes VI: halangi penyiaran agama, mengganggu

Naili Anafah
stabilitas negara, menyebarkan ajaran adalah merupakan undang-undang resmi
sesat dan membongkar rahasia alam kerajaan Demak yang berisi mengenai
semesta kepada masyarakat awam, ketentuan perdata, pidana, dan hukum
sehingga menimbulkan kesalahpahaman acara yang bersumber pada tata hukum
dan kekacauan, karena para murid Syekh Islam dan kemudian dijadikan salah satu
Siti Jenar ini menurut Serat Syekh Siti sumber hukum kerajaan–kerajaan
Jenar, banyak yang membuat onar, minta berikutnya (Pajang dan Mataram). Kedua
dibunuh, bahkan ada yang bunuh diri, naskah ini memberi arti penting bagi
meresahkan masyarakat dan studi historis hukum di Indonesia. Penulis
14
meninggalkan syariat Islam. mengkaji tentang naskah ini karena
Proses pelaksanaan hukuman beberapa alasan. Pertama, naskah Serat
qis}a>s bagi Syekh Siti Jenar melalui Angger-Angger Suryangalam lahir pada
penyelidikan dan tahapan yang panjang. tahun 1507 (menurut penanggalan Jawa),
Sebelum dieksekusi, Syekh Siti Jenar sehingga saat ini telah berusia sekitar 498
terlebih dahulu diajak diskusi oleh dewan tahun. Sedangkan Naskah Suryangalam
Walisanga untuk menyadarkannya agar disalin tahun 1767 M, sehingga saat ini
mau bertaubat. Setelah melalui tahap telah berusia 238 tahun. Oleh karena itu
diskusi tidak berhasil, kesultanan Demak kedua naskah ini termasuk pustaka
memberi peringatan yang keras. Baru langka. Kedua, teks naskah ini berbahasa
setelah peringatan tersebut tidak Jawa dan tersimpan di museum sehingga
diindahkan, dan data-data otentik sulit dipahami sebagian pembaca dan
mengenai kesalahan Syekh Siti Jenar jangkauan pembacanya terbatas, sehingga
dapat dibuktikan kebenarannya, untuk mengatasi hambatan tersebut
pengadilan yang dihadiri oleh para Wali, diperlukan transliterasi dalam bahasa
Sultan Fatah, Patih Wonosalam, Indonesia. Ketiga, naskah ini perlu
penghulu, panglima perang dan jaksa diketahui umum mengingat Indonesia
menjatuhkan vonis hukuman mati. merupakan negara hukum, sehingga
Pelaksanaan sidang pengadilan Syekh dapat dipergunakan sebagai konservasi
Siti Jenar ini bertempat di serambi Mesjid sumber perbandingan yang otentik dalam
Agung Demak.15 menghadapi permasalahan hukum di
Indonesia.
D. Serat Angger-Angger Suryangalam Isi Naskah Serat Angger-Angger
dan Serat Suryangalam Suryangalam dan Serat Suryangalam
Naskah Undang-Undang yang pada dasarnya hampir sama, bahkan
penulis kaji bernama Serat Angger- kedua naskah ini memilii redaksi teks
Angger Suryangalam dan Serat yang sama pada bab pembukaan yang
Suryangalam. Kedua naskah ini perlu mengatur mengenai aturan berpekara di
diketahui oleh masyarakat umum pengadilan dan pedoman-pedoman bagi
mengingat Indonesia merupakan negara hakim dalam memutuskan perkara serta
hukum, sehingga dapat dipergunakan syarat-syarat saksi di pengadilan. Namun
sebagai konservasi sumber perbandingan pada bagian berikutnya meskipun
yang otentik dalam menghadapi ketentuan hukum mengenai aturan hutang
permasalahan hukum di Indonesia. Hal piutang, hukuman pembunuhan,
ini sebagai upaya menuju pembinaan dan pencurian dan melukai orang lain hampir
pembangunan hukum Nasional, karena sama. Naskah Serat Angger-Angger
hukum pada dasarnya adalah sistem yang Suryangalam murni berisi undang-
berkesinambungan dan dinamis serta tak undang atau aturan-aturan, sedangkan
kenal usang. naskah Serat Suryangalam isinya
Naskah Serat Angger-Angger bercampur dengan naseha-nasehat dan
Suryangalam dan Serat Suryangalam ajaran-ajaran agama Islam, misalnya

Legislasi Hukum Islam di Kerajaan Demak


perintah melaksanakan salat dan puasa hukum Islam sesuai dengan ajaran Nabi
dengan penjelasan tata caranya. Muhammad.
Dalam naskah Serat Angger- Pada bagian berikutnya undang-
Angger Suryangalam dan Serat undang ini mengatur mengenai lembaga
Suryangalam dijelaskan bahwa hukum peradilan dengan menyebutkan aturan
yang berlaku di kerajaan Demak berperkara di pengadilan, tugas, syarat,
berdasarkan hukum Islam dengan wewenang dan larangan-larangan bagi
berpegang pada al-Qur’an dan Hadis. Hal jaksa (hakim), prosedur peradilan dan
ini ditegaskan dalam pembukaan undang- perlindungan bagi tersangka atau
undang dan sering juga ditegaskan terdakwa. Syarat-syarat saksi (waria tidak
kembali pada bagian yang lain dengan boleh menjadi saksi, bukan saudara dan
redaksi kata yang berbeda. Disebutkan saksi yang ragu-ragu dan lain-lain)
dalam naskah Serat Angger-Angger bahkan dalam undang-undang ini juga
Suryangalam: “sang ratu puniko dene disebutkan bahwa saksi dan pendakwa
anrapaken ukumullah” “dosane tan yang berdusta dikenai sanksi, tidak hanya
anglakokan sak pakeme aksarane, itu pihak-pihak yang terkait dengan
angowahi sapangandikaning Allah perkara (penggugat, tergugat, terdakwa
tangala, kang tinimbalaken dawuhing dan saksi) apabila tidak hadir di
kangjeng Nabi kito Mukammad salalu pengadilan tanpa alasan yang jelas
ngalaihi wasalam”. Sedangkan dalam (membangkang) dikenai sanksi denda
Serat Suryangalam disebutkan “ senilai 24000.17
ukumullah kang den gawe pangilon”. Disebutkan dalam undang-undang
Serat Angger-Angger ini bahwa suatu perkara dapat diproses di
Suryangalam berisi tata hukum Islam pengadilan apabila sudah memenuhi 30
yang bersumber pada kitab Anwar, sesuai ketentuan, di antaranya adalah adanya
dengan konsep formulasi Pangeran saksi yang memenuhi syarat, adanya
Adipati Ngadilaga (Senopati Jinbun atau bukti yang dapat dipertanggungjawabkan,
Raden Fatah) yang dituangkan dalam adanya unsur merugikan orang lain
undang-undang oleh Raden Arya misalnya merusak/mengambil barang
Trenggono (Sultan Demak III) yang saat orang lain membunuh dan melukai orang
itu masih menjabat sebagai jaksa, lain, perkara sengketa jual beli yang
undang-undang ini kemudian disebut memiliki bukti tertulis serta saksi dan
sebagai Undang-Undang Jawa lain-lain. Selanjutnya undang-undang ini
Suryangalam, undang-undang ini juga mengatur mengenai perkara
kemudian dijadikan sebagai salah satu pencurian dengan ketentuan yang sangat
sumber hukum kerajaan-kerajaan rinci, melukai dan membunuh orang lain,
berikutnya (Pajang dan Mataram).16 merampok, menghina orang lain di depan
Naskah ini diaksarakan latin oleh umum juga dikenai sanksi. Sanksi ini
Brandes pada tahun 1934 dan masih dibedakan sesuai dengan kedudukan
berbahasa Jawa sesuai dengan aslinya. pelakunya. Jika yang menghina itu rakyat
Dalam pembukaan undang-undang ini biasanya dikenai sanksi 2000, jika orang
disebutkan bahwa sultan Suryangalam di terpandang dikenai sanksi 8000. Orang
keraton Aripullah, negeri Adilullah, yang mengancam dengan senjata juga
menceritakan Prabu Titi Jagad dari dikenai sanksi denda sesuai dengan
Ngatasangin membentuk badan judikatif kedudukan pelakunya.
dengan menerapkan hukum Allah yang Ketentuan mengenai pajak
berlandaskan keadilan, keujuran dan kadipaten di bawah naungan kerajaan
kebenaran. Sutan kemudian melimpahkan Demak, perkara jual beli, hutang piutang
kepada jaksa untuk menangani dan dan sengketa tanah juga diatur dalam
memutuskan perkara hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam naskah ini

Naili Anafah
juga disebutkan bahwa Undang-Undang 7. Pasal yang mengatur mengenai
ini terikat dengan kitab Anwar, sehingga kewarisan dan perburuan
dalam naskah Undang-Undang ini juga Sedangkan Serat Suryangalam
dicantumkan ketentuan-ketentuan yang sebagian juga berisi mengenai peraturan-
diatur dalam bagian khusus dengan judul peraturan yang berlaku di Kerajaan Islam
Bab Sangking Kitab yang harus ditaati Demak dan berdasarkan tata hukum
sebagaimana Undang-Undang. Meskipun Islam. Serat ini masih menggunakan
Undang-Undang tersebut dinyatakan aksara dan bahasa Jawa Carik. Ditulis
terikat dengan kitab Anwar, namun tidak pada tahun 1767. Meskipun dari tahun
semua ketentuan bersumber dari kitab penulisannya pada masa Kerajaan
Anwar. Terkadang juga mengambil Mataram, melihat dari segi corak
sumber dari kitab aknak (Iqna’ ?). Di penulisan dan bahasa, Serat ini
samping itu, meskipun sebagian besar menggunakan penulisan dan bahasa pra
susunan dan pembahasan mirip dengan Mataram. Dengan demikian, kuat dugaan
fikih, namun istilah-istilah Jawa juga bahwa isi naskah ini benar-benar
terdapat di dalamnya.18 Tidak semua bab menceritakan aturan-aturan yang berlaku
yang terdapat dalam kitab Anwar pada zaman kerajaan Demak. Bahkan
dijadikan sebagai Undang-Undang. menurut Nancy, Serat ini dikarang
Ketentuan mengenai ibadah mahd}ah sendiri oleh Raden Fatah, diduga sang
(murni) seperti ketentuan mengenai penulis hanya menyalin dari naskah yang
t}aharah, salat, puasa haji dan lain-lain sudah ada pada zaman pra Mataram,
tidak dicantumkan dalam naskah sehingga naskah ini merupakan naskah
Undang-Undang ini. Pasal-pasal yang salinan.20
diatur adalah19 : Dalam pembukaan naskah Serat
1. Pasal yang mengatur mengenai Suryangalam ini ditulis bahwa Sultan
perikatan, meliputi: jual beli, hutang Suryangalam berbicara kepada dua orang
piutang, gadai, perseroan, wakil, iqra>r jaksanya mengenai aturan berperkara di
(pengakuan) dan pinjam meminjam. pengadilan, pedoman-pedoman bagi
2. Pasal yang mengatur mengenai seorang jaksa jika akan memutuskan
wakaf, hibah dan sadaqah. suatu perkara dan ketentuan mengenai
3. Pasal yang mengatur mengenai harta syarat-syarat seseorang boleh menjadi
temuan dan titipan. saksi di pengadilan. Pada bagian ini
4. Pasal yang mengatur mengenai redaksi teks naskah Serat Suryangalam
pernikahan, perceraian, gugatan, persis dengan Serat Angger-Angger
menuduh zina baik penuduh itu Suryangalam. Namun pada bagian
suami, istri atau orang lain. berikutnya meskipun ketentuan hukum
5. Pasal yang mengatur mengenai mengenai aturan hutang piutang,
ketentuan berternak hewan. hukuman pembunuhan, pencurian dan
6. Pasal yang mengatur mengenai melukai orang lain hampir sama,21 tapi
pidana, yang hukumannya redaksi teks, susunan dan isi naskah ini
diklasifikasikan tiga macam, yakni tidak sama dengan Serat Angger-Angger
ta’zi>r berupa sanksi denda (bagi laki- Suryangalam. Naskah ini tidak
laki atau perempuan yang melanggar sebagaimana naskah Serat Angger-
etika pergaulan yang telah diatur Angger Suryangalam yang murni berisi
secara rinci, memaki orang lain, undang-undang atau aturan-aturan,
mengancam, memukul), qis}as} namun dalam naskah ini bercampur
hukuman berupa balasan yang dengan nasehat-nasehat dan ajaran-ajaran
setimpal (melukai atau membunuh agama Islam. Seperti misalnya perintah
orang lain, mencuri, merampok). melaksanakan salat dan puasa dengan
penjelasan tata caranya, anjuran

Legislasi Hukum Islam di Kerajaan Demak


melaksanakan ibadah i’tika>f di masjid, sebelumnya sebagai tindak
23
larangan berbuat zina, melakukakan pelangagaran atau kejahatan.
perbuatan yang sia-sia, anjuran untuk Azas legalitas juga
menyebarkan dan mengajarkan agama merupakan prinsip yang dipegang
Islam dan ancaman bagi yang tidak mau dalam undang-undang pidana
syahadat (masuk agama Islam) boleh di kerajaan Demak. Disebutkan bahwa
jarah hartanya dan dibunuh.22 Raja Demak membuat suatu undang-
undang tertulis demi kesejahteraan
E. Mencari Asas-Asas Hukum dalam negara, agar dipatuhi oleh rakyatnya.
Serat Angger-Angger Suryangalam Ia juga memerintahkan jaksa agar
dan Serat Suryangalam memutuskan perkara berdasarkan
1. Asas Legalitas hukum yang telah diatur, tidak boleh
Dalam hukum dikenal azas menambah maupun mengurangi. Hal
yang dirumuskan dalam bahasa latin ini tercermin dalam teks yang
nullum delictum, nulla poena, sine berbunyi:
praevia lege poenali (tiada delik tiada
hukuman sebelum ada ketentuan Sang titi jagat karatonira, sang titi jagat
terlebih dahulu) atau biasa disebut cinaritakaken amadangi negorone, lan
anyaritakaken pakeming aksoro, amrih
azas legalitas. Pada hakekatnya, kertaning negoro”, “jaksa cinoplok matane
prinsip legalitas dirancang untuk karo yen ora anerapaken sakukume”, “jaksa
memberikan maklumat kepada publik pramana, kang anglakokaken saujare
seluas mungkin tentang apa yang sastrane, ora amuwahi, ora angurangi.
dilarang oleh hukum sehingga mereka
dapat menyesuaikan tingkah lakunya. Asas legalitas juga selaras
Asas ini merupakan jaminan dengan firman Allah dalam Al-
kebebasan individu dengan memberi Qur’an surat al-Isra’ ayat 15:
batas aktivitas apa yang dilarang .

   
 
   
secara tepat dan jelas. Asas ini Dan kami tidak akan mengazab
melindungi dari penyalahgunaan sebelum kami mengutus seorang
kekuasaan atau kesewenang- Rosul (al-Isra` : 15).24
wenangan hakim, menjamin Dalam kaidah hukum Islam
keamanan individu dengan informasi juga disebutkan  
 
yang boleh dan yang dilarang. Setiap
(asal segala sesuatu itu adalah
orang harus diberi peringatan
sebelumnya tentang perbuatan ilegal kebolehan) dan ada pula kaidah  
dan hukumannya. Negara harus   (asal pada manusia itu
mendefinisikan pelanggaran dalam adalah kebebasan).25
istilah yang tepat dan jelas, dan 2. Asas praduga tak bersalah
negara mempublikasikan legislasi Suatu konsekuensi yang tidak
hukum sebelum menjatuhkan bisa dihindarkan dari asas legalitas
hukuman sesuai dengan istilah-istilah adalah asas praduga tidak bersalah
tersebut. Jadi, berdasarkan azas ini, (principle of lawfullness). Asas ini
suatu perbuatan tidak boleh dianggap meminimalkan kekerasan dan
melanggar hukum oleh hakim jika menghindarkan bahaya
belum dinyatakan secara jelas oleh penyalahgunaan proses hukuman
suatu hukum dan selama perbuatan dalam hubungannya dengan
itu belum dilakukan. Hakim dapat terdakwa, yang dianggap tidak
menjatuhkan hukuman hanya terbukti bersalah sampai dibuktikan
terhadap orang yang melakukan bersalah. Asas ini mengatur
perbuatan setelah dinyatakan perlindungan umum sejak masa pra

Naili Anafah
peradilan. Menurut asas ini, semua 3. Tidak sahnya hukuman karena
perbuatan dianggap boleh, kecuali keraguan
dinyatakan sebaliknya oleh suatu nas Asas praduga tak bersalah di
hukum. Seseorang tidak dapat atas sangat berkaitan dengan azas
dihukum kecuali jika perbuatannya batalnya hukuman karena adanya
terbukti secara masuk akal, tanpa ada keraguan (doubt). Teks hadis dalam
keraguan dan realistik jelas-jelas hal ini: !   " (hindarkan
melanggar hukum. Jika suatu h}udu>d dalam keadaan ragu),.28
keraguan yang beralasan muncul, Menurut ketentuan ini putusan untuk
seorang tertuduh harus dibebaskan.26 menjatuhkan hukuman harus
Azas ini disebutkan secara dilakukan dengan keyakinan, tanpa
tegas dalam undang-undang kerajaan adanya keraguan. Dalam undang-
Demak, “wong anreka tanpo saksi, undang kerajaan inipun juga
tanpa serenan, tanpa seregan, disebutkan bahwa:
kalahena padune” bahwa barang
siapa menuduh tanpa saksi dan bukti Anjawara wong duwe tarko ora den linggihi
tidak dapat dimenangkan perkaranya. ing omahe, ora ngarani ing uwongi, ora
Di samping itu, disebutkan bahwa “ anunduhaken ing sipate wonge, ojo siro
waspadakno ojo siro kongsi aniaya tarimo satrekane”. “candra miruda wacana,
artine terkane bedo-bedo, kalaheno padune.
wong apadu, endi sujare kang apadu
kang patut linakonan sira entingna Dalam kejahatan-kejahatan
tutuge” jaksa tidak boleh h}udu>d, keraguan membawa
memutuskan suatu perkara atau kebebasan si terdakwa dan
menganggap seseorang bersalah pembatalan hukuman h}add. Akan
sebelum menunggu proses peradilan tetapi ketika membatalkan h}add ini,
selesai. hakim masih memiliki otoritas untuk
Sebenarnya konsep ini telah menjatuhkan hukuman takzir kepada
diterapkan dalam hukum Islam jauh terdakwa (jika diperlukan).29 Otoritas
sebelum dikenal dalam hukum- untuk menjatuhkan hukuman ta’zir
hukum pidana positif. Dalam kaidah ketika membatalkan hadd tampak
hukum Islam disebutkan   pada undang-undang kerajaan
  (hukum h}udu>d gugur dengan Demak. Banyak sekali aturan-aturan
adanya syubhat atau keraguan). mengenai hukuman ta’zi>r yang
Empat belas abad yang lalu Nabi dikenakan bagi seseorang yang
Muhammad saw bersabda yang memiliki kemungkinan melakukan
artinya: tindak pidana tapi tidak cukup bukti
untuk memprosesnya di pengadilan.
 ! "
#$  %&'($ )* +,-$ $.+$
Misalnya kasus katiban tahi abuh,
/#0 1 23$  ! 4&5  $&6! 789 4:  yakni “lamun ono wong kemalingan,
wadahe mal kang kemalingan
;<
:$ = /#0 1 ) >? @
:$ = kepanggih ing lawange wong liyan,
Hindarkanlah hukuman hudud bagi yogjo tempuhano sakawit, salakone
seorang muslim kapan saja kamu katiban tahi abuh arane”, “Barang
dapat dan bila kamu dapat siapa kehilangan sesuatu dan
menemukan jalan untuk ternyata bungkusanya ditemukan di
membebaskannya. Jika Imam salah, depan pintu seseorang, maka pemilik
lebih baik salah dalam rumah tersebut harus mengganti
membebaskan dari pada salah dalam barang yang hilang itu”. Dalam
menghukum.27 kasus ini pemilik rumah tidak
digugat ke pengadilan dan jika

Legislasi Hukum Islam di Kerajaan Demak


barang yang hilang senilai satu hukuman karena keraguan dan prinsip
nishab tidak terancam qis}as} karena kesamaan di hadapan hukum.
tidak ada saksi dan bukti yang kuat, Membicarakan sejarah politik
namun karena ada indikasi dengan hukum di masa lalu bagi bangsa
ditemukannya pembungkus di depan Indonesia cukup menarik dalam rangka
pintu rumahnya maka dia dikenai persiapan dan pengembangan hukum
ta’zi>r mengganti barang yang hilang Nasional di era yang akan datang.
tersebut. Menggali kembali apa yang telah terjadi
4. Prinsip kesamaan dihadapan hukum di masa lalu dan mengaitkan pada
Pada masa Jahiliyah tidak ada perkembangan yang terlihat pada masa
kesamaan diantara manusia. Tidak terakhir ini akan berguna dalam mencari
ada kesamaan antara tuan dan budak, jalan yang tepat untuk pembinaan dan
antara pemimpin dan rakyat biasa, pembangunan hukum Nasional.
antara si kaya dan si miskin, antara
pria dan wanita. Dengan datangnya Endnotes
Islam, semua pembedaan atas dasar
1
ras, warna, seks, bahasa, dan Bustanul Arifin, Transformasi hukum
sebagainya dihapuskan. Syariat Islam ke Hukum Nasional (Jakarta: Al-Hikmah,
2001), hlm. 31, 42-43; lihat juga Bustanul Arifin,
memberi tekanan yang besar pada Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia:Akar
prinsip equality before the law. Sejarah. Hambatan dan Prospeknya (Jakarta:
Rasulullah bersabda : “wahai Gema Insani Press, 1996), hlm. 33-43.
2
manusia! kalian menyembah Tuhan Sebagian besar bahasa yang digunakan
yang sama, kalian mempunyai bapak dalam hukum negara Indonesia pun belum baku
dan sempurna. Hal ini terjadi karena hukum
yang sama. Bangsa Arab tidak lebih Indonesia adalah warisan hukum Belanda yang
mulia dari bangsa Persia dan merah hampir seluruhnya ditulis dalam bahasa Belanda,
tidak lebih mulia dari hitam, kecuali sehingga perlu adanya pembenahan dalam tata
dalam ketaqwaan”.30 Prinsip bahasa dan nilai agar hukum tersebut sesuai
equality before the law juga dianut dengan kepribadian dan kondisi bangsa Indonesia
saat ini. seperti mengutamakan kebebasan,
dalam undang-undang kerajaan menonjolkan hak-hak individu, dan kurang
Demak. Raja memerintahkan jaksa berhubungan dengan moralitas. Dalam soal
agar tidak pilih kasih terhadap kejahatan terhadap kesusilaan misalnya, KUHP
siapapun, semua di hadapan hukum tidak melarang hubungan seksual yang dilakukan:
sama. “ojo siro pilih kasih ojo siro a) suka sama suka dan keduanya belum menikah
(fornication); b) suka sama suka dilakukan oleh
pae-pae” sejenis kelamin (homoseksual); c) suka sama suka
dan salah seorang atau keduanya sudah terikat
F. Penutup perkawinan (adultery) tetapi tidak ada pengaduan
Naskah Serat Angger-Angger dari istri/suami pelaku; d) dengan binatang
Suryangalam dan Serat Suryangalam (bestiality); e) kumpul kebo, dan lain-lain.
Perzinaan yang diancam hukuman oleh KUHP
merupakan undang-undang resmi adalah perzinaan dua orang yang salah satu atau
kerajaan demak yang berisi mengenai keduanya terikat perkawinan (adulteryu) dan
ketentuan 31perdata, pidana dan hukum diadukan oleh istri/suami pelaku zina.
acara yang bersumber pada tata hukum Hukumannya maksimal 9 bulan penjara. Ibid.,
Islam dan kemudian dijadikan salah satu hlm. 33-43.; lihat juga Topo Santoso,
Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan
sumber hukum kerajaan-kerajaan Syari’at dalam Wacana dan Agenda (Jakarta:
berikutnya (Pajang dan Mataram). Ada Gema Insani, 2003), hlm. 84.
3
empat asas yang terdapat dalam Serat Bustanul Arifin, Transformasi hukum
Angger-Angger Suryangalam dan Serat Islam ke Hukum Nasional (Jakarta: Al-Hikmah,
Suryangalam yakni asas legalitas, asas 2001), hlm. 36.
4
Mohammad Idris Ramulyo, Asas-Asas
praduga tak bersalah, asas tak sahnya Hukum Islam; Sejarah Timbul dan
Berkembangnya Hukum Islam dalam Sistem

Naili Anafah
19
Hukum di Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika, Urutan pasalnya sesuai dengan
1995), hlm. 58. aslinya.
5 20
Sayuti Thalib, Receptio a Contrario Nancy, Katalog Induk Naskah-Naskah
(Jakarta: Bina Aksara, 1982), hlm. 65-69. Nusantara (Yogyakarta: Djambatan, 1993), hlm.
6
Abdul Ghofur, Demokratisasi dan 149.
21
Prospek Hukum Islam di Indonesia (Yogyakarta: Seperti misalnya hukuman denda bagi
Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 122-123. pencuri yang belum memenuhi syarat-syarat
7
HJ de Graaf dan Pigeaud, Kerajaan- qis}as> }, hukuman qis}a>s bagi pencuri dan pembunuh
Kerajaan Islam Pertama di Jawa (Jakarta: yang telah memenuhi syarat-syarat qis}a>s. Uraian
Grafiti Press, 1985), hlm. 77. yang lebih rinci mengenai aturan-aturan ini akan
8
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah penulis bahas pada bab berikutnya.
22
Jawa: Tela’ah atas Metode Dakwah Bunyi teksnya sebagai berikut: yen
Walisongo,(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 127, ora anglakoni sahadat mongko ora slamet, wenag
130, 199. jinarah artane lan wenag pinaten dening ratu
9
Atmodarminto, Babad Demak dalam adil. Ancaman ini sampai disebutkan dua kali
Tafsir Sosial Politik KeIslaman dan Keagamaan pada halaman yang berbeda. Mungkin hal ini
(Jakarta: Milenium Publiser, 2000), hlm. 45-62. bertujuan untuk melakukan penekanan.
23
Bandingkan juga; Widji Saksono, Mengislamkan Topo Santoso, Membumikan Hukum
Tanah Jawa, hlm. 127-130. Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana
10
Ibid. dan Agenda (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm.
11
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah 10-11.; Bandingkan dengan Hanafi, Asas-Asas
Jawa, hlm. 132-135; dan Sugeng Haryadi, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan 1967), hlm. 49-51.; C.S.T. Kansil, Pengantar
Grebeg Besar, (Semarang: Mega Berlian, 2003), Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:
hlm. 41. Balai Pustaka 1989), hlm. 276.; Sudarto, Hukum
12
Ibid., hlm. 116-143, 199-200. Pidana I (Semarang: Kerjasama Yayasan Sudarto
13
Wiji Saksono, Mengislamkan Tanah dan Fakultas Hukum UNDIP, 1990), hlm. 22.
24
Jawa, hlm. 122. Muhammad Solikhin, Sufisme DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya
Syaikh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk (Jakarta: Indah Press, 1993), hlm. 426.
25
Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2004), hlm. 10- Abdul Wahab Khallaf, Ushul al-Fiqh
11. Chojim, Syaikh Siti Jenar: Makna Kematian (Kuwait: Dar al-‘Ilm, t.t), hlm. 91.
26
(Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 11, 137. Abdullah Ahmed An-Na’im, Toward
14
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah an Islamic Reformation Civil Liberties, Human
Jawa, hlm. 122; Muhammad Sholikhin, Sufisme Right and International Law, Terj.Ahmad Suaedy
Syekh Siti Jenar, hlm. 10-11; Chodjim, Syekh Siti dan Amirudin Arrani (Yogyakarta: LKiS,1994),
Jenar, hlm. 11, 137. hlm. 196-197, bandingkan juga Topo Santoso,
15
Ibid. Membumikan Hukum Pidana Islam, hlm. 14-15.
16 27
TE Behrend, Katalog Induk Naskah- Jalaluddin ‘Abd Rahman Ibn Abi
Naskah Nusantara Musium Sono Budoyo Bakr al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Naz}a>`ir
(Yogyakarta: Djambatan,1990), hlm. 95. (Indonesia: Al-Nur Asiya, t.t), hlm. 84.
17 28
Seluruh sanksi denda yang terdapat Ibid.
29
dalam naskah Serat Angger-Angger Suryangalam Topo Santoso, Membumikan Hukum
meskipun menyebutkan angka, misalnya sanksi Pidana Islam, hlm. 15-17.
30
denda senilai 24000, namun tidak disebutkan Ibid.
satuannya.
18
Misalnya aturan mengenai hukuman
orang yang mengancam dengan menggunakan DAFTAR PUSTAKA
pedang atau keris. Senjata keris merupakan
senjata khas yang hanya terdapat di Jawa. Di Al-Suyu>ti} >, Jala>luddin ‘Abd Rah}ma>n Ibn
samping itu pembahasan dalam kitab-kitab
biasanya diawali dengan mendefinisikan setiap Abi> Bakr. Al-Asybah wa al-
judul masalah yang akan dibahas, namun karena Naz}a>`ir. Indonesia: Al-Nur Asiya,
berbentuk peraturan maka naskah ini langsung t.t.
membahas mengenai syarat, larangan, ketentuan, Atmodarminto. Babad Demak: dalam
dan sanksinya. Jadi aturan-aturan yang terdapat
Tafsir Sosial Politik Keislaman
dalam naskah ini tidak langsung mengutip satu
kitab secara total, tapi ada improvisasi dari dan Keagamaan. Jakarta:
pembuatnya dengan menyesuaikan format suatu Milenium Publiser, 2000.
peraturan dan kondisi daerahnya.

Legislasi Hukum Islam di Kerajaan Demak


Arifin, Bustanul. Transformasi Hukum Haryadi, Sugeng. Sejarah Berdirinya
Islam ke Hukum Nasional. Masjid Agung Demak dan Grebeg
Jakarta: Al-Hikmah, 2001. Besar. Semarang: Mega Berlian,
--------------------. Pelembagaan Hukum 2003.
Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Idris Ramulyo, Mohammad. Asas-Asas
Hambatan dan Prospeknya. Hukum Islam; Sejarah Timbul
Jakarta: Gema Insani Press, 1996. dan Berkembangnya Hukum
Ahmed, An-Na’i>m, Abdulla>h. Toward an Islam dalam Sistem Hukum di
Islamic Reformation: Civil Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
Liberties, Human Right and 1995.
International Law, Terj. Ahmad Khalla>f, ‘Abdul Waha>b. ‘Ilm Us}u>l al-
Suaedy dan Amirudin Arrani. Fiqh. Kuwait: Da>r al-‘Ilm, t.t.
Yogyakarta: LKiS, 1994. Nancy. Katalog Induk Naskah-Naskah
Behrend, TE. Katalog Induk Naskah- Nusantara. Yogyakarta:
Naskah Nusantara Musium Sono Djambatan, 1990.
Budoyo. Yogyakarta: Djambatan, Sholikhin, Muhammad. Sufisme Syekh
1990. Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Suluk Siti Jenar. Yogyakarta:
dan Tata Hukum Indonesia. Narasi, 2004.
Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Santoso, Topo. Membumikan Hukum
Chodjim. Syekh Siti Jenar: Makna Pidana Islam: Penegakan
Kematian. Jakarta: Serambi, 2002. Syari’at dalam Wacana dan
DEPAG R.I. Al-Qur’an dan Agenda. Jakarta: Gema Insani,
Terjemahannya. Jakarta: Indah 2003.
Press, 1992. Sudarto. Hukum Pidana I. Semarang:
Ghofur, Abdul. Demokratisasi dan Kerjasama Yayasan Sudarto dan
Prospek Hukum Islam di Fakultas Hukum UNDIP, 1990.
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Saksono, Widji. Mengislamkan Tanah
Pelajar, 2002. Jawa: Tela’ah atas Metode
Hanafi. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Dakwah Walisongo. Bandung:
Jakarta: Bulan Bintang, 1967. Mizan, 1995.
HJ. De Graaf dan Pigeaud. Kerajaan- Thalib, Sajuti. Receptio a Contrario.
Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: Bina Aksara, 1982.
Jakarta: Grafiti Press, 1985.

Naili Anafah

Anda mungkin juga menyukai