Naili Anafah
Abstract
Learning the history of law and establishment and also the changing of
legislation regulation in pre-colonial period is an interesting thing and hoped to
be able to give input for the experts of Indonesia law in the frame work of
rearrangement Indonesia law system. We will get description how the type of
legislation regulation which prevails in Indonesia before Dutch held invention of
law when Dutch was colonizing Indonesia. This article will find various
guidelines to the understanding that the literature of Java is and important source
for the history of development Islamic law in Indonesia. The writer will examine
the manuscript of law which was created in Demak kingdom period, that was
Serat Angger-angger and Suryangalam and Serat Suryangalam. This article will
discuss how the setting of sosio cultural and the politics of Demak kingdom as
the place which was what forms the background of appearing the manuscript of
Serat Angger-angger. The writer finds the law principles in Serat Angger-angger
Suryangalam and Serat suryangalam
Naili Anafah
C. Setting Sosio Kultural dan Politik melambangkan nilai-nilai yang luhur,
yang Melatarbelakangi Lahirnya suci dan tertinggi (top qualities). Menurut
Undang-Undang Kerajaan Demak. Atmodarminto dan didukung Widji
Kerajaan Demak, pada awalnya Saksono, rekaman peristiwa itu
hanyalah sebuah perkampungan di desa mengandung isyarat, bahwa dasar negara
Glagahwangi lingkungan hutan Bintara. menurut konsepsi Walisongo ialah suatu
Singkat cerita, desa Glagahwangi telah negara yang berpegang pada ajaran Islam
berubah menjadi sebuah kabupaten di murni (mustika Islam) yang terdapat di
bawah Majapahit yang ramai dan diberi Makkah, yaitu al-Qur’an dan Hadis Nabi.
kebebasan menjalankan ibadah serta Akan tetapi tidak melupakan adat-istiadat
menyebarkan agama Islam. Kemudian asli yang baik (mustika nasional)
para Walipun sepakat untuk mendirikan sehingga dicapai perpaduan yang
masjid agung guna menopang dan harmoni ibarat kata pepatah syara’
mengembangkan kekuatan kabupaten bersendi adat, dan adat bersendi
Bintara. Setelah masjid agung selesai syara’.10
dibangun, para Wali bermusyawarah Mengenai rancangan dan strategi
untuk menentukan program dan fase mencapai negara Islam, para Wali
perjuangan lebih lanjut. Mereka mempunyai siasat yang matang dan
berencana mendirikan negara Islam kongkrit. Menurut para Wali, dakwah
dengan merumuskan tiga pokok pikiran, Islam dan pendirian kerajaan Islam tidak
yaitu: tentang dasar negara Islam, tentang boleh melalui jalan kekerasan, karena
pemegang kekuasaan negara Islam, dan akan menimbulkan dendam para sentana
tentang rencana dan strategi mencapai dan pendukung Majapahit serta bisa
negara Islam.9 berwujud menjadi sentimen keagamaan
Tentang dasar negara Islam dapat yang akan merugikan Islam. Baru setelah
disingkap dan simpulkan dari berita kerajaan Majapahit dikalahkan oleh
berita dalam Walisana dan Babad Prabu Girindrawardana dari Keling
Demak, yaitu tentang perdondi kiblat Kediri, maka Kadipaten Bintara
(perselisihan paham para Wali tentang menyiapkan strategi untuk menyerang
arah kiblat) Masjid Demak. Menurut Majapahit yang telah dikuasai raja Keling
kitab Tembang Babad Demak, peristiwa Kediri. Setelah Majapahit kalah, maka
itu dilukiskan sebagai berikut: kerajaan Bintara Demak resmi
memproklamirkan sebagai kerajaan Islam
Takir lemungsir pritgantil/ wus pinasang dengan Raden Fatah sebagai sultannya.
kinancingan/datan antara usuke/lawan reng wus Raden Fatah juga harus selalu memakai
pinakon/mastaka gya pinasang/wus ngadeg
sengkalanipun/lawang trus gunaning janmal//
baju takwa Gondil lambang syari’at
nulya sagung para Wali/amawes leresing agama Islam.11
keblat/nanging pradondi rembuge/ana kang Setelah kerajaan Islam Demak
ngoyong mangetan/sawiji datan rembag/mesjid berdiri, para Wali menempati jabatan
ingoyong mangidul/daredah rembag ing wuntat. sebagai pujangga, ngiras kinarya
pepunden, jaksa yang mengku perdata
Menurut Atmodarminto terhadap
atau sebagai karyawan terhormat,
peristiwa ini beberapa ahli babad Jawa
termasuk jaksa penjaga perdata atau
menyatakan bahwa masjid dalam cerita
undang-undang. Para Wali selalu
ini harus diartikan secara majazi (kiasan)
mengawasi raja-raja Islam dalam
bukan masjid hakiki. Adapun yang
memegang mandat menjalankan roda
dimaksud tidak lain ialah negara Islam,
kepemimpinannya. Dalam kedudukan ini
sedang kiblat yang diperselisihkan itupun
sekali waktu lingkaran Wali itu mirip
bukan kiblat hakiki tetapi kiasan yang
dengan dewan pertimbangan agung, lain
berarti pedoman atau dasar-dasar negara
waktu mirip jaksa agung atau juga majlis
Islam. Sementara itu, mustaka (puncak)
Naili Anafah
stabilitas negara, menyebarkan ajaran adalah merupakan undang-undang resmi
sesat dan membongkar rahasia alam kerajaan Demak yang berisi mengenai
semesta kepada masyarakat awam, ketentuan perdata, pidana, dan hukum
sehingga menimbulkan kesalahpahaman acara yang bersumber pada tata hukum
dan kekacauan, karena para murid Syekh Islam dan kemudian dijadikan salah satu
Siti Jenar ini menurut Serat Syekh Siti sumber hukum kerajaan–kerajaan
Jenar, banyak yang membuat onar, minta berikutnya (Pajang dan Mataram). Kedua
dibunuh, bahkan ada yang bunuh diri, naskah ini memberi arti penting bagi
meresahkan masyarakat dan studi historis hukum di Indonesia. Penulis
14
meninggalkan syariat Islam. mengkaji tentang naskah ini karena
Proses pelaksanaan hukuman beberapa alasan. Pertama, naskah Serat
qis}a>s bagi Syekh Siti Jenar melalui Angger-Angger Suryangalam lahir pada
penyelidikan dan tahapan yang panjang. tahun 1507 (menurut penanggalan Jawa),
Sebelum dieksekusi, Syekh Siti Jenar sehingga saat ini telah berusia sekitar 498
terlebih dahulu diajak diskusi oleh dewan tahun. Sedangkan Naskah Suryangalam
Walisanga untuk menyadarkannya agar disalin tahun 1767 M, sehingga saat ini
mau bertaubat. Setelah melalui tahap telah berusia 238 tahun. Oleh karena itu
diskusi tidak berhasil, kesultanan Demak kedua naskah ini termasuk pustaka
memberi peringatan yang keras. Baru langka. Kedua, teks naskah ini berbahasa
setelah peringatan tersebut tidak Jawa dan tersimpan di museum sehingga
diindahkan, dan data-data otentik sulit dipahami sebagian pembaca dan
mengenai kesalahan Syekh Siti Jenar jangkauan pembacanya terbatas, sehingga
dapat dibuktikan kebenarannya, untuk mengatasi hambatan tersebut
pengadilan yang dihadiri oleh para Wali, diperlukan transliterasi dalam bahasa
Sultan Fatah, Patih Wonosalam, Indonesia. Ketiga, naskah ini perlu
penghulu, panglima perang dan jaksa diketahui umum mengingat Indonesia
menjatuhkan vonis hukuman mati. merupakan negara hukum, sehingga
Pelaksanaan sidang pengadilan Syekh dapat dipergunakan sebagai konservasi
Siti Jenar ini bertempat di serambi Mesjid sumber perbandingan yang otentik dalam
Agung Demak.15 menghadapi permasalahan hukum di
Indonesia.
D. Serat Angger-Angger Suryangalam Isi Naskah Serat Angger-Angger
dan Serat Suryangalam Suryangalam dan Serat Suryangalam
Naskah Undang-Undang yang pada dasarnya hampir sama, bahkan
penulis kaji bernama Serat Angger- kedua naskah ini memilii redaksi teks
Angger Suryangalam dan Serat yang sama pada bab pembukaan yang
Suryangalam. Kedua naskah ini perlu mengatur mengenai aturan berpekara di
diketahui oleh masyarakat umum pengadilan dan pedoman-pedoman bagi
mengingat Indonesia merupakan negara hakim dalam memutuskan perkara serta
hukum, sehingga dapat dipergunakan syarat-syarat saksi di pengadilan. Namun
sebagai konservasi sumber perbandingan pada bagian berikutnya meskipun
yang otentik dalam menghadapi ketentuan hukum mengenai aturan hutang
permasalahan hukum di Indonesia. Hal piutang, hukuman pembunuhan,
ini sebagai upaya menuju pembinaan dan pencurian dan melukai orang lain hampir
pembangunan hukum Nasional, karena sama. Naskah Serat Angger-Angger
hukum pada dasarnya adalah sistem yang Suryangalam murni berisi undang-
berkesinambungan dan dinamis serta tak undang atau aturan-aturan, sedangkan
kenal usang. naskah Serat Suryangalam isinya
Naskah Serat Angger-Angger bercampur dengan naseha-nasehat dan
Suryangalam dan Serat Suryangalam ajaran-ajaran agama Islam, misalnya
Naili Anafah
juga disebutkan bahwa Undang-Undang 7. Pasal yang mengatur mengenai
ini terikat dengan kitab Anwar, sehingga kewarisan dan perburuan
dalam naskah Undang-Undang ini juga Sedangkan Serat Suryangalam
dicantumkan ketentuan-ketentuan yang sebagian juga berisi mengenai peraturan-
diatur dalam bagian khusus dengan judul peraturan yang berlaku di Kerajaan Islam
Bab Sangking Kitab yang harus ditaati Demak dan berdasarkan tata hukum
sebagaimana Undang-Undang. Meskipun Islam. Serat ini masih menggunakan
Undang-Undang tersebut dinyatakan aksara dan bahasa Jawa Carik. Ditulis
terikat dengan kitab Anwar, namun tidak pada tahun 1767. Meskipun dari tahun
semua ketentuan bersumber dari kitab penulisannya pada masa Kerajaan
Anwar. Terkadang juga mengambil Mataram, melihat dari segi corak
sumber dari kitab aknak (Iqna’ ?). Di penulisan dan bahasa, Serat ini
samping itu, meskipun sebagian besar menggunakan penulisan dan bahasa pra
susunan dan pembahasan mirip dengan Mataram. Dengan demikian, kuat dugaan
fikih, namun istilah-istilah Jawa juga bahwa isi naskah ini benar-benar
terdapat di dalamnya.18 Tidak semua bab menceritakan aturan-aturan yang berlaku
yang terdapat dalam kitab Anwar pada zaman kerajaan Demak. Bahkan
dijadikan sebagai Undang-Undang. menurut Nancy, Serat ini dikarang
Ketentuan mengenai ibadah mahd}ah sendiri oleh Raden Fatah, diduga sang
(murni) seperti ketentuan mengenai penulis hanya menyalin dari naskah yang
t}aharah, salat, puasa haji dan lain-lain sudah ada pada zaman pra Mataram,
tidak dicantumkan dalam naskah sehingga naskah ini merupakan naskah
Undang-Undang ini. Pasal-pasal yang salinan.20
diatur adalah19 : Dalam pembukaan naskah Serat
1. Pasal yang mengatur mengenai Suryangalam ini ditulis bahwa Sultan
perikatan, meliputi: jual beli, hutang Suryangalam berbicara kepada dua orang
piutang, gadai, perseroan, wakil, iqra>r jaksanya mengenai aturan berperkara di
(pengakuan) dan pinjam meminjam. pengadilan, pedoman-pedoman bagi
2. Pasal yang mengatur mengenai seorang jaksa jika akan memutuskan
wakaf, hibah dan sadaqah. suatu perkara dan ketentuan mengenai
3. Pasal yang mengatur mengenai harta syarat-syarat seseorang boleh menjadi
temuan dan titipan. saksi di pengadilan. Pada bagian ini
4. Pasal yang mengatur mengenai redaksi teks naskah Serat Suryangalam
pernikahan, perceraian, gugatan, persis dengan Serat Angger-Angger
menuduh zina baik penuduh itu Suryangalam. Namun pada bagian
suami, istri atau orang lain. berikutnya meskipun ketentuan hukum
5. Pasal yang mengatur mengenai mengenai aturan hutang piutang,
ketentuan berternak hewan. hukuman pembunuhan, pencurian dan
6. Pasal yang mengatur mengenai melukai orang lain hampir sama,21 tapi
pidana, yang hukumannya redaksi teks, susunan dan isi naskah ini
diklasifikasikan tiga macam, yakni tidak sama dengan Serat Angger-Angger
ta’zi>r berupa sanksi denda (bagi laki- Suryangalam. Naskah ini tidak
laki atau perempuan yang melanggar sebagaimana naskah Serat Angger-
etika pergaulan yang telah diatur Angger Suryangalam yang murni berisi
secara rinci, memaki orang lain, undang-undang atau aturan-aturan,
mengancam, memukul), qis}as} namun dalam naskah ini bercampur
hukuman berupa balasan yang dengan nasehat-nasehat dan ajaran-ajaran
setimpal (melukai atau membunuh agama Islam. Seperti misalnya perintah
orang lain, mencuri, merampok). melaksanakan salat dan puasa dengan
penjelasan tata caranya, anjuran
Naili Anafah
peradilan. Menurut asas ini, semua 3. Tidak sahnya hukuman karena
perbuatan dianggap boleh, kecuali keraguan
dinyatakan sebaliknya oleh suatu nas Asas praduga tak bersalah di
hukum. Seseorang tidak dapat atas sangat berkaitan dengan azas
dihukum kecuali jika perbuatannya batalnya hukuman karena adanya
terbukti secara masuk akal, tanpa ada keraguan (doubt). Teks hadis dalam
keraguan dan realistik jelas-jelas hal ini: ! " (hindarkan
melanggar hukum. Jika suatu h}udu>d dalam keadaan ragu),.28
keraguan yang beralasan muncul, Menurut ketentuan ini putusan untuk
seorang tertuduh harus dibebaskan.26 menjatuhkan hukuman harus
Azas ini disebutkan secara dilakukan dengan keyakinan, tanpa
tegas dalam undang-undang kerajaan adanya keraguan. Dalam undang-
Demak, “wong anreka tanpo saksi, undang kerajaan inipun juga
tanpa serenan, tanpa seregan, disebutkan bahwa:
kalahena padune” bahwa barang
siapa menuduh tanpa saksi dan bukti Anjawara wong duwe tarko ora den linggihi
tidak dapat dimenangkan perkaranya. ing omahe, ora ngarani ing uwongi, ora
Di samping itu, disebutkan bahwa “ anunduhaken ing sipate wonge, ojo siro
waspadakno ojo siro kongsi aniaya tarimo satrekane”. “candra miruda wacana,
artine terkane bedo-bedo, kalaheno padune.
wong apadu, endi sujare kang apadu
kang patut linakonan sira entingna Dalam kejahatan-kejahatan
tutuge” jaksa tidak boleh h}udu>d, keraguan membawa
memutuskan suatu perkara atau kebebasan si terdakwa dan
menganggap seseorang bersalah pembatalan hukuman h}add. Akan
sebelum menunggu proses peradilan tetapi ketika membatalkan h}add ini,
selesai. hakim masih memiliki otoritas untuk
Sebenarnya konsep ini telah menjatuhkan hukuman takzir kepada
diterapkan dalam hukum Islam jauh terdakwa (jika diperlukan).29 Otoritas
sebelum dikenal dalam hukum- untuk menjatuhkan hukuman ta’zir
hukum pidana positif. Dalam kaidah ketika membatalkan hadd tampak
hukum Islam disebutkan pada undang-undang kerajaan
(hukum h}udu>d gugur dengan Demak. Banyak sekali aturan-aturan
adanya syubhat atau keraguan). mengenai hukuman ta’zi>r yang
Empat belas abad yang lalu Nabi dikenakan bagi seseorang yang
Muhammad saw bersabda yang memiliki kemungkinan melakukan
artinya: tindak pidana tapi tidak cukup bukti
untuk memprosesnya di pengadilan.
! "
#$ %&'($ )* +,-$ $.+$
Misalnya kasus katiban tahi abuh,
/#0 1 23$ ! 4&5 $&6! 789 4: yakni “lamun ono wong kemalingan,
wadahe mal kang kemalingan
;<
:$ = /#0 1 ) >? @
:$ = kepanggih ing lawange wong liyan,
Hindarkanlah hukuman hudud bagi yogjo tempuhano sakawit, salakone
seorang muslim kapan saja kamu katiban tahi abuh arane”, “Barang
dapat dan bila kamu dapat siapa kehilangan sesuatu dan
menemukan jalan untuk ternyata bungkusanya ditemukan di
membebaskannya. Jika Imam salah, depan pintu seseorang, maka pemilik
lebih baik salah dalam rumah tersebut harus mengganti
membebaskan dari pada salah dalam barang yang hilang itu”. Dalam
menghukum.27 kasus ini pemilik rumah tidak
digugat ke pengadilan dan jika
Naili Anafah
19
Hukum di Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika, Urutan pasalnya sesuai dengan
1995), hlm. 58. aslinya.
5 20
Sayuti Thalib, Receptio a Contrario Nancy, Katalog Induk Naskah-Naskah
(Jakarta: Bina Aksara, 1982), hlm. 65-69. Nusantara (Yogyakarta: Djambatan, 1993), hlm.
6
Abdul Ghofur, Demokratisasi dan 149.
21
Prospek Hukum Islam di Indonesia (Yogyakarta: Seperti misalnya hukuman denda bagi
Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 122-123. pencuri yang belum memenuhi syarat-syarat
7
HJ de Graaf dan Pigeaud, Kerajaan- qis}as> }, hukuman qis}a>s bagi pencuri dan pembunuh
Kerajaan Islam Pertama di Jawa (Jakarta: yang telah memenuhi syarat-syarat qis}a>s. Uraian
Grafiti Press, 1985), hlm. 77. yang lebih rinci mengenai aturan-aturan ini akan
8
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah penulis bahas pada bab berikutnya.
22
Jawa: Tela’ah atas Metode Dakwah Bunyi teksnya sebagai berikut: yen
Walisongo,(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 127, ora anglakoni sahadat mongko ora slamet, wenag
130, 199. jinarah artane lan wenag pinaten dening ratu
9
Atmodarminto, Babad Demak dalam adil. Ancaman ini sampai disebutkan dua kali
Tafsir Sosial Politik KeIslaman dan Keagamaan pada halaman yang berbeda. Mungkin hal ini
(Jakarta: Milenium Publiser, 2000), hlm. 45-62. bertujuan untuk melakukan penekanan.
23
Bandingkan juga; Widji Saksono, Mengislamkan Topo Santoso, Membumikan Hukum
Tanah Jawa, hlm. 127-130. Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana
10
Ibid. dan Agenda (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm.
11
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah 10-11.; Bandingkan dengan Hanafi, Asas-Asas
Jawa, hlm. 132-135; dan Sugeng Haryadi, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan 1967), hlm. 49-51.; C.S.T. Kansil, Pengantar
Grebeg Besar, (Semarang: Mega Berlian, 2003), Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:
hlm. 41. Balai Pustaka 1989), hlm. 276.; Sudarto, Hukum
12
Ibid., hlm. 116-143, 199-200. Pidana I (Semarang: Kerjasama Yayasan Sudarto
13
Wiji Saksono, Mengislamkan Tanah dan Fakultas Hukum UNDIP, 1990), hlm. 22.
24
Jawa, hlm. 122. Muhammad Solikhin, Sufisme DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya
Syaikh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk (Jakarta: Indah Press, 1993), hlm. 426.
25
Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2004), hlm. 10- Abdul Wahab Khallaf, Ushul al-Fiqh
11. Chojim, Syaikh Siti Jenar: Makna Kematian (Kuwait: Dar al-‘Ilm, t.t), hlm. 91.
26
(Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 11, 137. Abdullah Ahmed An-Na’im, Toward
14
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah an Islamic Reformation Civil Liberties, Human
Jawa, hlm. 122; Muhammad Sholikhin, Sufisme Right and International Law, Terj.Ahmad Suaedy
Syekh Siti Jenar, hlm. 10-11; Chodjim, Syekh Siti dan Amirudin Arrani (Yogyakarta: LKiS,1994),
Jenar, hlm. 11, 137. hlm. 196-197, bandingkan juga Topo Santoso,
15
Ibid. Membumikan Hukum Pidana Islam, hlm. 14-15.
16 27
TE Behrend, Katalog Induk Naskah- Jalaluddin ‘Abd Rahman Ibn Abi
Naskah Nusantara Musium Sono Budoyo Bakr al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Naz}a>`ir
(Yogyakarta: Djambatan,1990), hlm. 95. (Indonesia: Al-Nur Asiya, t.t), hlm. 84.
17 28
Seluruh sanksi denda yang terdapat Ibid.
29
dalam naskah Serat Angger-Angger Suryangalam Topo Santoso, Membumikan Hukum
meskipun menyebutkan angka, misalnya sanksi Pidana Islam, hlm. 15-17.
30
denda senilai 24000, namun tidak disebutkan Ibid.
satuannya.
18
Misalnya aturan mengenai hukuman
orang yang mengancam dengan menggunakan DAFTAR PUSTAKA
pedang atau keris. Senjata keris merupakan
senjata khas yang hanya terdapat di Jawa. Di Al-Suyu>ti} >, Jala>luddin ‘Abd Rah}ma>n Ibn
samping itu pembahasan dalam kitab-kitab
biasanya diawali dengan mendefinisikan setiap Abi> Bakr. Al-Asybah wa al-
judul masalah yang akan dibahas, namun karena Naz}a>`ir. Indonesia: Al-Nur Asiya,
berbentuk peraturan maka naskah ini langsung t.t.
membahas mengenai syarat, larangan, ketentuan, Atmodarminto. Babad Demak: dalam
dan sanksinya. Jadi aturan-aturan yang terdapat
Tafsir Sosial Politik Keislaman
dalam naskah ini tidak langsung mengutip satu
kitab secara total, tapi ada improvisasi dari dan Keagamaan. Jakarta:
pembuatnya dengan menyesuaikan format suatu Milenium Publiser, 2000.
peraturan dan kondisi daerahnya.
Naili Anafah