Anda di halaman 1dari 13

HADIS TENTANG GADAI

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hadis Ekonomi 3-C
Dosen Pengampu:
Bayu Fermadi., Lc. M. Hum

Disusun Oleh:
Kelompok 9
Syarah Vina Adelia Putri 21401086
Fitri Nur Aini 21401089
Fahimatuz Zahro’ 21401090

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKUKTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN KEDIRI)
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., karena dengan rahmat - Nya
kitabisa menyelesaikan tugas Makalah Hadis Ekonomi yaitu “Hadis Tentang Gadai”.
Sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad Saw.yang telah membawa
kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu.
Terima kasih kepada bapak Bayu Fermadi., Lc M. Hum., selaku dosen pengampu
mata kuliah Hadis Ekonomi. Makalah ini kami susun dari referensi - referensi buku digital
dan situsinternet. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman - teman yang
membantu kami dalam membuat makalah ini.
Akhir kata, kami sadar bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari teman - teman yang bersifat membangun
makalah ini kedepannya dan makalah ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya.

Kediri, 2 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan............................................................................................................. 1

BAB II ........................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2

A. Pengertian Gadai (Rahn) ................................................................................................. 2

B. Manfaat Gadai ................................................................................................................. 3

C. Rukun dan Syarat Sah Gadai .......................................................................................... 3

D. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Gadai ............................................................ 4

E. Dasar Hukum Gadai ........................................................................................................ 6

BAB III ...................................................................................................................................... 9

PENUTUP.................................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 9

B. Saran ............................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gadai dalam Bahasa Arab disebut rahn, yang berarti tetap, kekal, dan jaminan.
Secara syara, rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai
jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai merupakan
salah satu kategori dari perjanjian utang piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan
dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya
sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang
menggadaikan (orang yang berhutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang
berpiutang). Konsep tersebut dalam fiqh Islam dikenal dengan istilah rahn atau gadai.1
Rahnadalah penyerahan barang yang dilakukan oleh muqtaridh (orang yang
berhutang) sebagai jaminan atas hutang yang diterimanya. Dengan demikian, pihak
yang memberi hutang memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya apabila peminjam tidak mampu membayar hutangnya, dengan
beberapa ketentuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Gadai?
2. Apa Saja Manfaat Gadai?
3. Apa Saja Rukun dan Syarat Sah Gadai?
4. Apa Saja Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Gadai?
5. Bagaimana Dasar Hukum Gadai?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Gadai
2. Untuk Mengetahui Manfaat Gadai
3. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Sah Gadai
4. Untuk Mengetahui Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Gadai
5. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Gadai

1
Muhammad Firdaus NH, dkk. Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah kontemporer, (Jakarta: Renaisan, 2005), 68.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gadai (Rahn)
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-
habsu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti
penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai
pembayaran dari barang tersebut.2Akad rahn dalam istilah terminologi positif disebut
dengan barang jaminan, agunan dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana
saling tolong-menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan.3 Sedangkan menurut
istilah syara‟, yang dimaksud dengan rahn adalah menjadikan suatu barang yang
mempunyai nilai harta dalam pandangan syara‟ sebagai jaminan utang, yang
memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut. 4
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengandemikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa
rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.5
Selain Pengertian rahn yang dikemukakan diatas, terdapat juga pengertian gadai
(rahn) yang diberikan oleh para ahli yaitu sebagai berikut :
a. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mengemukakan gadai (rahn) adalah menjadikan
materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang
apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.
b. Hanafiyah mendefinisikan rahn adalah Menjadikan sesuatu (barang) sebagai
jaminan terhadap ha (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak
(piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian.
c. Malikiyah mendefinisikan gadai (rahn) adalah sesuatu yang bernilai harta yang
diambil dari pemiliknya sebagai jaminan untuk utang yang tetap (mengikat) atau
menjadi tetap.6
d. Menurut Ahmad Azhar Basyir, gadai (rahn) menurut istilah ialah menjadikan
sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang;
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), 105.
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 251.
4
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada, 2005), 88.
5
Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani 2001), 128.
6
Anita Ritqi P, “Aspek Risiko Produk Gadai Emas Pada Pegadaian Syariah Cabang Cinere”, (Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), 20.

2
dengan adanya benda yanmg menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian hutang
dapat diterima.7
e. Menurut Muhammad Syafi'i Antonio ar-rahn adalah menahan salah satu harta
salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas
pinjaman yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutang. 8
B. Manfaat Gadai
Manfaat Gadai yang dapat diambil oleh bank syariah dari prinsip rahn yaitu:
a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai untuk bermain-main dengan fasilitas
pembiayaan yang diberikan bank.
b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa
dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena
ada sesuatu aset atau barang (mahrun) yang dipegang oleh bank.
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, barang tertentu akan sangat
membantu seseorang yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah.9
C. Rukun dan Syarat Sah Gadai
Perjanjian Ar-Rahn Mohammad Anwar dalam buku Fiqh Islam menyebutkan rukun
dan syarat sahnya perjanjian gadai adalah sebagai berikut :
1. Ijab Qabul (Shigat)
Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan di dalamnya
terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.
2. Orang yang bertransaksi (Aqid)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin
(pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) adalah :
a. Telah dewasa (Baligh)
b. Berakal
c. Atas keinginan sendiri
3. Adanya barang yang digadaikan (Marhun)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin
(pemberi gadai) adalah :

7
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba Utang Piutang Gadai, (Bandung: al-Ma''arif, 1983), 50.
8
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Pres, 2001), 128.
9
Muhammad Syafi’i Antonio, 130.

3
a. Dapat diserah terimakan
b. Bermanfaat
c. Milik rahin (orang yang menggadaikan)
d. Jelas
e. Tidak bersatu dengan harta lain
f. Dikuasai oleh rahin
g. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
4. Marhun Bih (Utang)
Menurut Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah syarat utang yang dapat dijadikan alas
gadai adalah :
a. Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan
b. Utang harus lazim pada waktu akad
c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.10

Di samping itu, menurut mereka, untuk sempurna dan mengikatnya akad gadai
ini, maka diperlukan al-qabdh (penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun
kedua orang yang melakukan akad, barang yang dijadikan jaminan, dan utang,
menurut ulama hanafiyah termasuk syarat-syarat gadai, bukan rukunnya.11

D. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Gadai

1. Resiko Ar-Rahn
Adapun resiko yang mungkin terjadi pada Ar-Rahn apabila diterapkan dalam
dunia usaha adalah:
a. Resiko tidak terbayarnya utang pemberi gadai (wanprestasi)
Dalam hal ini, si pemberi gadai telah melakukan wanprestasi, baik karena
tidak dapat mengembalikan utangnya maupun karena terlambat dari jadwal
jatuh tempo.
b. Resiko penurunan nilai barang yang ditahan atau rusak
Dalam hal ini lebih karena daya tahan dari barang yang ditahan lemah atau
mudah sekali rusak.12
2. Penyitaan dan Kegiatan Pelelangan (Auction Ar-Rahn)

10
Ibnu Qudamah., al-Mughni, Jilid IV, (Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah, t.t.), 337.
11
Al-Kasani., al-Bada’i’u ash-Shana’i’u, Jilid VI, (Mesir: al-Muniriyah, t.t.), 125.
12
M.Syafi’i Antonio, 131.

4
Menurut ketentuan syariat bahwa apabila masa yang telah diperjanjikan
untuk pembayaran utang telah terlewat maka si berhutang berkewajiban untuk
membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak mempunyai kemauan
untuk mengembalikan pinjamannya hendaklah ia memberikan izin kepada
pemegang gadai untuk menjual barang gadainya. Dan seandainya izin ini tidak
diberikan oleh si pemberi gadai maka si penerima gadai dapat meminta
pertolongan hakim untuk memaksa si pemberi gadai untuk melunasi hutangnya
atau memberikan izin kepada penerima gadai untuk menjual barang gadai
tersebut.
Apabila pemegang gadai telah menjual barang gadaian tersebut ternyata
ada kelebihan dari yang seharusnya dibayar oleh si penggadai, maka kelebihan
tersebut harus diberikan kepada si penggadai. Sebaliknya sekalipun barang
gadaian telah dijual dan ternyata belum dapat melunasi hutang si penggadai, maka
si penggadai masih punya kewajiban untuk membayar kekurangannya. 13
Praktek lelang (muzayadah) dalam bentuk yang sederhana pernah
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika didatangai oleh seorang sahabat
dari kalangan Anshar meminta sedekah kapadanya. Lalu Nabi bertanya: “Apakah
dirumahmu ada suatu barang?”. Sahabat tadi menjawab bahwa ia memiliki sebuah
hiis (kain usang) yang dipakai sebagai selimut sekaligus alas dan sebuah qi’b
(cangkir besar dari kayu) yang dipakai minum air. Lalu beliau menyuruhnya
mengambil kedua barang tersebut. Ketika ia menyerahkannya kepada Nabi,
Beliau mengambilnya lalu menawarkannya: “ Siapakah yang berminat membeli
kedua barang ini?” Lalu seseorang menawar keduanya dengan harga satu dirham.
Maka Beliau mulai meningkatkan penawarannya:” Siapakah yang mau
menambahkannya lagi dengan satu satu dirham?” lalu berkatalah penawar lain :”
Saya membelinya dengan harga dua dirham” Kemudian nabi menyerahkan barang
tersebut kepadanya dan memberikan dua dirham hasil lelang kepada sahabat
Anshar tadi (HR.Abu Dawud, An-Nasai’ dan Ibnu Majah).
Namun untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran
hak, norma, dan etika dalam praktik lelang. Syariat Islam memberikan panduan
dan kiteria umum sebagai pedoman pokok, yaitu diantaranya :

13
Abdul Ghofur Anshori,120.

5
a. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela
(‘an taradhin).
b. Objek lelang harus halal dan bermanfaat
c. Kepemilikan /kuasa penuh pada barang yang dijual
d. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi
e. Kesanggupan penyerahan barang pada si penjual
f. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan
perselisihan
g. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk
memenangkan tawaran14

Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam
praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik najasy (komplotan/trik
kotor lelang), yang diharamkan Nabi Muhammad SAW (HR.Bukhari dan
Muslim), atau juga dapat dimasukkan ke dalam kategori Risywah (sogok) apabila
penjual atau pembeli menggunakan uang, Fasilitasnya ataupun servis untuk
memenangkan lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kiteria yang dikehendaki.

3. Berakhirnya Akad Ar-Rahn


a. Berakhir masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu.
b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat
c. Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir apabila:
1). Akad itu fasid
2). Berlaku khiyar syarat, khiyar aib
3). Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad
4). Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna.
d. Wafat salah satu pihak yang berakad, namun dapat diteruskan oleh ahli
warisnya, dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan. 15

E. Dasar Hukum Gadai

Di Indonesia terdapat 2 (dua) lembaga pegadaian yaitu pegadaian


konvensional dan pegadaian syari‟ah, dalam makalah ini yang penulis bahas adalah

14
Andrian Sutedi, 173.
15
Zainuddin Ali, 40.

6
pegadaian syari‟ah; Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syari‟ah, maka
landasan konsep pegadaian syari‟ah juga mengacu kepada syari‟at Islam yang
bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi Saw. Adapun landasan yang dipakai
adalah:
1. Quran Surat Al Baqarah : 283

ً ُ ُ َ ْ َ ٌ َ ْ ٰ َ َ ُ َ َ َ ‫ْ ُُْ ى‬
‫۞ َ ِوان كنت ْم َعٰل َسف ٍر َّول ْم ت ِجد ْوا ك ِات ًبا ف ِره ٌن َّمق ُب ْوضة ۗف ِان ا ِم َن َب ْعضك ْم َب ْعضا‬
ٗٓٗ َّ َ ُْ َ ۗ َ َّ ُْ َ َ ٗ َ‫ه‬ َّ ْ ٗ َ َ َ ُ ْ َّ ِّ َ ْ َ
‫ّٰلل َرَّبه ۗ َوَل تكت ُموا الش َهادة َو َم ْن َّيكت ْم َها ف ِانه‬ ‫فل ُيؤد ال ِذى اؤت ِم َن ا َمانته َول َيت ِق ا‬
ٌ ْ َ َ َُْ ْ َ َ ُ‫ى ٌ َُْ ٗ َ ه‬
ࣖ ‫ا ِثم قلبه ۗ واّٰلل ِبما تعملون ع ِليم‬

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.16

2. Hadist
Dalam sebuah riwayat dikatakan:
a. Dalam sebuah riwayat dikatakan

‫يد‬‫د‬ َ ‫اّٰلل َع َل ْيه َو َس َّل َم ْاش َ َتى َط َع ًاما م ْن َي ُهود ٍّي إ ََل َأ َجل َو َر َه َن ُه د ْر ًعا م ْن‬
‫ح‬ ُ َّ ‫ب َص َّٰل‬
َّ َّ َّ َ
ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫أن ِ ي‬
‫الن‬

Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. membeli makanan dari


seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
b. Dalam sebuah riwayat dikatakan

ُ ُ َ ْ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ُ
ُ‫َو ِإن كنت ْم َعٰل َسف ٍر َول ْم ت ِجدوا ك ِات ًبا ف ِرهانُ َّمق ُبوضة‬
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda: Tidak terlepas
kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia

16
Lihat Ibnu Rusyd., Bidayah al-Mujtahid wa Nihayatuhu al-Muqtashid, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978),
206-207.

7
memperoleh manfaat dan menanggung risikonya (HR Asy’Syafii, al
Daraquthni dan Ibnu Majah).

c. Dalam sebuah riwayat dikatakan


ُ ُ َ َ َ َ ْْ َ َ ُ َ ْ َ َّ َ َ ً ُ َ َ َ َّ ُ‫َّ ْ ُ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ ْ ُ ً َ َ َ ن‬
َ ْْ ‫الد ِّر ُي‬
‫ش ُب نفقته‬ ‫ش ُب ِإذا كان َم ْرهونا َوعٰل ال ِذي يركب وي‬ ‫الظهر يركب ِإذا كان مرهونا ولب‬

Hewan yang dikendarai dinaiki, apabila digadaikan. Dan susu (dari


hewan) diminum, apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang
mengendarainya dan yang minum, (untuk) memberi nafkahnya. [Hadits
shahih riwayat at-Tirmidzi].17
d. Dalam sebuah riwayat dikatakan
ُ َّ ‫ب َص َّٰل‬ َّ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ِّ ْ َّ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ َ ُ ْ ْ ْ َ ٌ َّ َ َ َ َّ َ
ِّ ‫الن‬
‫اّٰلل‬ ‫حدثنا هناد عن اب ِن المبار ِك عن زك ِريا عن الشعب عن أب هريرة عن‬
َ َ َ َ َ ِ َ ُ َ ْ ُ ُ ْ َّ ‫َ َ َ ِ َ ي ْ ُ ً ِ َ ي‬
‫ي‬ َ َ َ ُ َ ْ ُ ِّ َّ ُ‫َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ َ َ ن‬
‫ب ِبنفق ِت ِه ِإذا كان مرهونا والظهر يركب ِبنفق ِت ِه ِإذا كان‬ ‫علي ِه وسلم قال لب الدر يحل‬
ٌ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ ‫ونا َو َع َٰل َّالذي َي ْر َك‬
ً ُ َْ
‫ال أ ُبو د ُاود َوه َو ِعندنا َص ِحيح‬ َ ‫ب النفقة ق‬ ُ ‫ب َو َي ْحل‬
ِ ِ ‫مره‬

Telah menceritakan kepada kami Hannad dari Ibnu Al Mubarak dari


Zakaria dari Asy Sya'bi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Jika digadaikan maka susu hewan boleh diperah
sesuai dengan nafkah yang diberikan kepada hewan tersebut, dan punggung
hewan boleh dinaiki. Orang yang menaiki dan memerah wajib memberikan
nafkahnya." Abu Daud berkata, "Menurut kami hadits ini lebih shahih."
(Hadits Sunan Abu Dawud No. 3059)

17
Ibnu Qudamah., al-Mughni, Jilid IV, (Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah, t.t.), 337.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-habsu. Secara
etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan
terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari
barang tersebut. Akad rahn dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang
jaminan, agunan dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-
menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan. Sedangkan menurut istilah syara‟,
yang dimaksud dengan rahn adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai
harta dalam pandangan syara‟ sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk
mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut. Ar-rahn adalah menahan
salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengandemikian, pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan
utang atau gadai.

B. Saran

Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam


memahami materi-materi yang telah diuraikan di atas, dengan berbagai keterbatasan
sumber dan bahan yang dikumpulkan sehingga, tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangan. Sebagai pertimbangan, penulis menyarankan agar pembaca dapat
mencari berbagai literatur lain demi melengkapi materi terkait yang belum secara
sempurna dibahas dalam makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori. Gadai Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada, 2005.
Ahmad Azhar Basyir. Hukum Islam tentang Riba Utang Piutang Gadai. Bandung: al-
Ma''arif, 1983.
Al-Kasani al-Bada’i’u ash-Shana’i’u Jilid VI. Mesir: al-Muniriyah, t.t..
Anita Ritqi P. “Aspek Risiko Produk Gadai Emas Pada Pegadaian Syariah Cabang
Cinere”. (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011).
Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002.
Ibnu Qudamah. al-Mughni Jilid IV. Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah, t.t.
Muhammad Firdaus NH. Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah kontemporer. Jakarta:
Renaisan, 2005.
Muhammad Syafi'i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Pres, 2001.
Lihat Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayatuhu al-Muqtashid Jilid II. Beirut:
Dar al-Fikr, 1978.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

10

Anda mungkin juga menyukai