Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Al-Rahn (Gadai)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah
Dosen Pengampu: Jumailah,M.S.I

Oleh:

1. Nifatun Ulfa (1218022)


2. Dafi Sabil (1218)
3. Frika Arista (1218028)
4. Daris Salma (1218032)

KELAS B

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa akal dan kemampuan dalam menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Fikih Siyasah, yang berjudul “ Al-Rahn (Gadai)”

Terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan dan dapat bermanfaat
bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Gadai (al rahn)


B. Dasar Hukum Gadai (al rahn)
C. Rukun dan Syarat Gadai (al rahn)
D. Pemanfaatan barang jaminan dalam Gadai
E. Aplikasi gadai dimasyarakat dan Perum Pegadaian

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan
dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah. Setiap orang
pasti butuh berinteraksi dengan manusia lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling
tolong menolong diantara mereka. Karena itulah sangat perlu kita mengetahui aturan islam
dalam seluruh sisi kehidupan, diantaranya yang bersifat interaksi social dengan sesama
manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang
lainnya.

Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak fenomena bermunculan
ketidak percayaan diantara manusia,khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga orang terdesak
untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya. Dalam hal
jual beli sangat beragam,bermacam-macam cara orang untuk mencari uang dan salah satunya
dengan cara Gadai (al rahn). Para Ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak
termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang
melalaikan masalah tersebut sehingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan Gadai asal-
asalan tanpa mengetahui dasar hukumnya. Oleh karena itu kami akan mencoba sedikit
menjelaskan mengenai Gadai serta hukumnya.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari Gadai?
2) Apa saja Dasar Hukum Gadai?
3) Apa Rukun dan Syarat Gadai?
4) Apa saja pemanfaatan barang jaminan dalam Gadai?
5) Bagaimana pengaplikasian Gadai di masyarakat dan Perum?
C. Tujuan Makalah
1) Mengetahui pengertian dari Gadai
2) Mengetahui Dasar Hukum Gadai
3) Mengetahui Rukun dan Syarat Gadai
4) Mengetahui pemanfaatan barang jaminan dalam Gadai
5) Mengetahui pengaplikasian Gadai di masyarakat dan Perum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gadai (al Rahn)
Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata ar rahn berarti “tetap” dan “lestari”.Kata ar
rahn juga dinamai al-hasbu artinya “penahanan”,seperti dikatakan ni’matun rahinah,artinya
“karunia yang tetap dan lestari”. Sedangkan secara terminologi rahn didefinisikan oleh
beberapa ulama fiqh antara lain:
1) Menurut Ulama Malikiyah : “Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang
bersifat mengikat”
2) Menurut Ulama Hanafitah : “Menjadikan sesuatu (barang) jaminan terhadap hak (piutang)
yang mungkin sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya”
3) Menurut Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah : “Menjadikan materi (barang) sebagai jaminan
utang,yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bias
membayar utangnya”1

Secara umum ar rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian,pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah
semacam jaminan utang atau gadai.2

B. Dasar Hukum Gadai


Dasar hukum dari ar rahn adalah Al-Qur’an, al-Hadits,dan Ijma.
1) Al-Qur’an
ۗ ُ‫َّللاَ َربَّه‬
َّ ‫ق‬ ِ َّ‫ضكُم بَ ْعضًا َف ْليُؤ َِد الَّذِي اؤْ ت ُِمنَ أ َ َمانَتَه َو ْليَت‬ ُ ‫سفَ ٍر َولَ ْم ت َ ِجدُوا كَاتِبًا فَ ِرهَانٌ َّم ْقبُوضَةٌ ۖ َف ِإ ْن أ َ ِمنَ بَ ْع‬ َ ‫علَ ٰى‬َ ‫َوإِن كُنت ُ ْم‬
َّ ‫شهَا َدةَ ۚ َو َمن يَ ْكت ُ ْمهَا فَ ِإنَّهُ آثِ ٌم َق ْلبُهُ ۗ َو‬
ُ ‫َّللاُ ِب َما ت َ ْع َملُو َن َع ِلي ٌم‬ َّ ‫َو ََل ت َ ْكت ُ ُموا ال‬
Artinya : “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memproleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh orang yang berpiutang)…”(QS.Al-Baqarah (2):283)

1
Fathurrahman Djamil,Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah,(Jakarta:Sinar Grafika,2012),hlm 232-233
2
Muhammad Syafi’I Antonio,Bank Syariah: Dari teori ke praktik ,(Jakarta:Gema Insani Press,2001),hlm 128
2) Al-Hadits
Dari A’masy,dari Ibrahim,dari Al-Aswad,dari Aisyah ra,bahwa Nabi Muhammad saw
membeli makanan dari orang Yahudi dengan dara ditangguhkan pembayarannya kemudian
Nabi menggadaikan baju besinya.(HR. Bukhari)
3) Ijma
Dari hadits dan ayat diatas, para ulama telah sepakat bahwa:
a) Barang sebagai jaminan utang (rahn) dibolehkan (jaiz)
b) Rahn dapat dilakukan baik dalam bepergian (safar) maupun tidak safar. Pembatasan
dengan safar dalam surah Al-Baqarah ayat 283 adalah karena kelaziman saja. Maka tidak
boleh diambil makna sebaliknya (mafhum mukhalafah).3

C. Rukun dan Syarat Gadai (Rahn)


Dalam melaksanakan suatu perikatan terdapat rukun dan syarat gadai yang harus dipenuhi.
Secara bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan. Sedangkan
syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus dipindahkan dan dilakukan. Gadai
atau pinjaman dengan jaminan benda memiliki beberapa rukun, antara lain :
1. Akad dan ijab Kabul
2. Aqid, yaitu yang menggadaikan dan yang menerima gadai.
3. Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah
keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar.4
Syarat Rahn antara lain :
1. Para pihak
Para pihak yang melakukan transaksi rahn haruslah orang-orang yang memenuhi kualifikasi
untuk memuat suatu perjanjian.
2. Akad
Dalam akad rahn, seperti akas-akad muamalah lainnya, tidak boleh mengandung syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang berisi kewajiban melakukan hal-hal yang dilakukan
oleh syariah atau berisi larangan yang harus dilakukan menurut syariah.
3. Utang
Syarat utang atau al-marhun bih adalah:
a. Wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur

3
Fathurrahman Djamil,Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah,(Jakarta:Sinar Grafika,2012),hlm 233-234
4
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001), hlm. 162.
b. Utang itu dapat dilunasi dengan aguan tersebut
c. Utang itu harus jelas dan tertentu (harus spesifik)
4. Agunan
Syarat agunan atau al-marhun, menurut ahli fiqh adalah:
a. Agunan itu harus dapat dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya utang.
b. Agunan itu harus bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut ketentuan syariat islam.
c. Aguan itu harus jelas dan tertentu (harus dapat ditentukan secara spesifik)
d. Agunan itu tidak terkait dengan hak orang lain (bukan milik orang lain baik sebagian
maupun seluruhnya)
e. Agunan itu milik yang sah dari debitur sendiri
f. Agunan itu harus merupakan harta yang utuh, tidak berterbaran dalam beberapa tempat.
g. Agunan itu dapat diserahan kepada pihak lain, baik materinya muapun manfaatnya
h. Di samping syarat-syarat diatas, ulama fiqih menyatakan bahwa rahn itu baru dianggap
sempurna apabila barang yang di rahnkan (barang yangdiangunkan) itu secara hukum sudah
berada ditangan kreditur, dan uang yang dibutuhkan telah ditemima debitur.5

D. Pandangan Ulama Tentang Pemanfaatan Barang Gadai


1. Menurut ulama Hanafiyah
Tidak ada bedanya antara pemanfaatan marhun yang mengakibatkan kurangnya harga
atau tidak, maka apabila rahin memberi izin, maka murtahin sah mengambil manfaat dari
marhun oleh rahin.6
Menurut ulama Hanafiyah, sesuai dengan fungsi dari barang gadai (marhun) sebagai
barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai (murtahin). Apabila barang gadai
tersebut tidak dimanfaatkan oleh penerima gadai (murtahin) maka berarti menghilangkan
manfaat dari barang gadai tersebut padahal barang itu memerlukan biaya untuk
pemeliharannya. Hal ini dapat mendatangkan kemudaratan bagi kedua belah pihak, terutama
bagi pemberi gadai (rahin).7
Ulama Hanafiyah juga menyatakan bahwa pegadaian boleh memanfaatka barang gadai
atas izin pemiliknya, sebab pemilik barang itu boleh mengizinkan kepada siapa saja yang
dikehendaki termasuk penggadai untuk mengambil manfaat barangnya. Dan itu bukan riba,

5
Sutan Remy Sjahdeini, perbankan syariah produk-produk dan aspek-aspek hukumnya , (jakarta prenadamedia
group) hlm :368-370
6
Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian Kontemporer),(Jakarta:Penerbit
Universitas Indonesia, 2005),hlm. 59.
7
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah,(Cet. I;Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 44.
karena memanfaatan barang gadai itu ditarik/diperoleh melalui izin, bukan ditarik oleh
pinjaman.8
2. Ulama Syafi’iyah
Menurut ulama Syafi‟iyah yang mempunyai hak atas manfaat barang gadai (marhun)
adalah rahin, walaupun marhunitu berada di bawah kekuasaan murtahin.9
Menurut ulama Syafi‟iyah bahwa barang gadai (marhun) hanya sebagai jaminan atau
kepercayaan atas penerima gadai (murtahin),sedangkan kepemilikan tetap ada pada rahin.
Dengan demikian, manfaat atau hasil dari barang yang digadaikan adalah milik rahin.
Pengurangan terhadap nilai atau harga dari barang gadai tidak dibolehkan kecuali atas izin
pemilik barang gadai.10
Oleh karena itu, barang jaminan yang bergerak seperti emas, kendaraan dan lain-lain
sebaiknya jangan dimanfaatkan karena mengandung resiko rusak, hilang atau berkurang
nilainya.Penggadai boleh mengambil manfaat barang gadai asal tidak mengurangi nilainya,
seperti menempati rumah dan menaiki hewan tanpa seizin penerima gadai.
Apabila dalam akad, penerima gadai mensyaratkan agar manfaat barang gadai kembali
kepadanya, maka akadnya fasid(rusak) atas orang yang menggadaikannya. Tetapi menurut
suatu pendapat(qil) : bahwa yang rusakadalah syaratnya, sedang akadnya sah. Dalam
keadaan bagaimana pun penerima gadai tidak boleh mengambil manfaatnya barang gadai,
bila ia mensyaratkan dalam akadnya. Sebaliknya apabila sebelum akad orang yang
menggadaikan sudah memperkenankan kepada penerima gadai untuk mengambil manfaat
barang gadai yang akan digadaikan, maka penerima gadai diperbolehkan mengambil
manfaat barang gadai sesudah akad.11
E. Aplikasi rahn di masyarakat
Dalam perbankan syariah, rahn dapat diterapkan dalam dua bentuk, yaitu sebagai
produk pelengkap dan sebagai produk terendiri. Apabila rahn sebagai produk pelengkap dari
bank syariah, maka rahn merupakan akad tambahan terhadap produk lain dari bank syariah.
Produk lain tersebut adalah murabahah, salam, dan lain-lain. Sebagai produk pelengkap,
bank menahan barang nasabah sebagai jaminan bagi pelaksana kewajiban nasabah yang

8
Masjfuk Zuhdi, Musail Fiqiyah,(Cet. IV; Jakarta: CV. Haj, 1993), hlm. 118.
9
Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian Kontemporer)(Jakarta:Penerbit
Universitas Indonesia, 2005),hlm.54.
10
Muhammad Firdaus, dkk, Mengatur Masalah dengan Pegadaian Syariah(Cet.;Jakarta: Renaisan, 2005),h. 33.
11
Moh. Zuhri, dkk,Fikih Empat Mazhab(Cet.I;Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994),hlm.641-642.
timbul dari akad yang dijamin. Dalam hal ini, bank biasanya tidak menahan barang jaminan
itu secara fisik, tetapi hanya surat-suratnya.
Apabila rahn merupakan produk tersendiri, bank menerima akad rahn sebagai jaminan
atas utang nasabah yang timbul dari pembiayaan yang diberikan oleh bank. Besarnya nilai
jaminan utang tersebut ditetapkan oleh bank. Rahn sebagai produk ini biasanya menjadi
dasar untuk transaksi gadai, seperti gadai emas dan lainnya.
Pelaksanaan gadai emas sebagai produk rahn di indonesia, harus memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagaimana difatwakan oleh dewan syariah nasional majelis ulama indonesia
No.26/DSN-MUI/III/2002, tanggal 14 Muharram 1423 H/28 Maret 2002 M tentang Rahn
Emas sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.12
F. Manfaat Rahn
Manfaat yang dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:
 menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan
yang diberikan.
 memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya
tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau
barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
 jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, maka sudah barang tentu akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah.
Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya konkrit yang harus
dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan asset tersebut. Jika penahanan asset
berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), maka
nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku
secara umum.

G. Berakhirnya akad rahn


Akad rahn dapat berakhir atau batal disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Diserahkannnya marhun kepada rahin. Karena marhun merupakan kepercayaan atau
jaminan disebabkan adanya hutang, maka apabila marhun diserahkan kepada rahin
(pemiliknya) berart tidak ada lagi jaminan.
b. Rahin melunasi semua hutangnya.
c. Rahin dipaksa harus menjual marhun atas perintah hakim atau hakim terpaksa
menjualnya jika rahin menolak. Menurut malikiyah, syafi’iyah, dan hanabilah akad
rahn batal apabila rahin menjual marhun.

12
Sutan Remy Sjahdeini, perbankan syariah produk-produk dan aspek-aspek hukumnya , (jakarta prenadamedia
group) hlm : 376-377
d. Terbebasnya utang dengan cara apapun
e. Murtahin membatalkan akad, sekalipun tanpa izin rahin.
f. Meningalnya atau pailitnya rahin sebelum marhun dikuasai oleh murtahin, atau rahin
ditagih hutang oleh pihak lain, atau dia terhalang untuk melaksanakan akad seperti
karena dipenjara, atau sakit parah yang menyebabkan tidak bisa melanjutkan akad.
Adapun apabila meninggalnya rahin atau murtahin setelah marhun dikuasai oleh murtahin atau
karna pailitnya rahin, dalam hal ini para ulama sepakat tidak menyebabkan batalnya akad rahn.
a. Rusaknya marhun. Karena marhun merupakan amanat ditangan murtahin kecuali
karena disengaja atau karena ketidakhati-hatiannya yang menyebabkan rusaknya
marhun. Pendapat tersebut disepakati oleh ulama.
b. Rahin menjual, menghibahkan, atau menshadaqahkan marhun kepada orang lain atas
seizin murtahin.13

13
Enang hidayat, transaksi ekonomi syariah, (Bandung: Remaja Rosdakaya, 2016), hlm 199-200
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rahn adalah “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat dijadikan
pembayar ketika berhalangan dalam membayar hutang”, Rahn termasuk akad yang bersifat
‘ainiyah, yaitu dikatakan sempurna apabila sudah menyerahkan benda yang dijadikan akad,
seperti hibah, pinjam meminajam, titipan dan qirad. Dalam dasar hukum gadai, ada dalil-dalil
yang melandasi di perbolehkannya gadai yang bersal dari Al-Qur’an dan hadis. Rukun gadai
yaitu akad dan ijab Kabul, akid, barang yang di jadikan jaminan (borg).
Perbedaan rahn syariah dan konvensional yaitu gadai syariah dilakukan secara suka rela
tanpa mecari keuntungan, seadangakn gadai konvensional dilakukan dengan prinsip tolong-
menolong tetapi juga menarik keuntungan. Dan persamaan rahn dengan gadai yaitu adanya
agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang.

B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang
kurang. Mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan instropeksi kami dalam
penyusunan sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai