Anda di halaman 1dari 19

GADAI SYARIAH

Makalah
Sebagai Tugas Presentasi / Kelompok pada Mata Kuliah
Manajemen Gadai Syariah dan Ziswaf pada
Prodi Ekonomi Syariah
IAIM Sinjai

Oleh :
Fardi Farman (180303005)
A.Wahyuni (180303012)
Irda (180303019)
Suci Ramadhani (180303032)
Nurhikma (180303025)

Dosen Pengampuh :
Syahruddin Kadir, S.E.Sy., M.E.

FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH (IAIM)SINJAI
T/A 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkatrahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini menjelaskan
mengenai “Gadai Syariah”. Makalah ini dibuat dalam untuk memenuhi tugas
mata kuliah “Manajemen Gadai Syariah dan Ziswaf”.
Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah
membantu kami dengan menyediakan buku atau sumber informasi, memberikan
masukan pemikiran. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Sinjai, 15 Maret 2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1-2
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Batasan Masalah ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3-11
A. Pengertian gadai syariah ....................................................................... 3
B. Dasar Hukum Gadai Syariah ................................................................ 3
C. Jenis Jenis Gadai Syariah........................................................................ 6
D. Syarat dan Rukun Gadai ......................................................................... 7
E. Perbedaan Gadai Syariah Dan Konvensional ......................................... 9
F. Bentuk Perhitungan Gadai Syariah ......................................................... 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 14


A. Kesimpulan ........................................................................................ 14
B. Saran / Implikasi ............................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia tidak selamanya akan tercukupi kebutuhan hidupnya, terkadang
ia akan memerlukan sesuatu yang tidak dimiliki sendiri, atau bisa jadi suatu kali
dia membutuhkan uang namun tidak ada pada dirinya, maka satu alternatif
solusinya adalah dengan meminjam uang untuk memenuhi kebutuhannya kepada
orang lain. Sering kali tidak selamanya orang lain meminjamkan uang tanpa
adanya jaminan sebagai pengganti ketika dia tidak bisa melunasi hutangnya
tersebut. Atau mungkin seseorang merasa segan untuk meminjamkan uang kepada
orang lain tanpa adanya sesuatu yang dapat dijadikan jaminan sebagai bukti
keseriusannya untuk mengembalikan hutang tersebut.1

Dari sinilah islam mengatur bagaimana permasalahn gadai (jaminan


hutang) menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dibahas, bagaimana gadai
dalam islam beserta prakteknya. Secara etimologi, kata Ar-Rahn berarti tetap,
kekal, dan jaminan. Akad Ar-Rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan
barang jaminan, agunan dan rungguhan. Dalam islam Ar-Rahn merupakan sarana
saling tolong menolong (ta’awun) bagi umat islam dengan tanpa adanya imbalan
jasa.2

Berdasarkan hukum islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas


utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya dan
semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan jaminan.
Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam waktu yang disetujui
kedua belah pihak, utang tidak dapat dilunasi oleh pihak yang berutang.

1
Abdurrahman Misno, “Gadai Dalam Syari’at Islam” Jurnal Ekonomi Dan Binis Islam
1,no .1(2017) h. 25
2
Fadlan, “Gadai Syariah” (Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam Perbankan)
Iqtishadia 1, no 1(2014) h.31

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan gadai syariah?
2. Bagaimana Dasar hukum gadai syariah?
3. Apa saja Jenis jenis gadai syariah?
4. Apa saja Rukun dan syarat-syarat gadai?
5. Bagaimana Perbedaan gadai syariah dan konvensional?
6. Bagaimana Bentuk perhitungan keuntungan gadai syariah?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diangkat, maka batasan masalahnya
adalah mengetahui bagaimana permasalahan gadai dalam syariat islam, serta yang
membedakan antara gadai syariah dan konvensional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gadai Syariah (Al-Rahn)


Secara etimologi, kata Ar-Rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. Akad Ar-
Rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan
rungguhan. Dalam islam Ar-Rahn merupakan sarana saling tolong menolong
(ta’awun) bagi umat islam dengan tanpa adanya imbalan jasa.

Sedangkan secara terminologi, Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta


milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang
tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Jadi, Ar-Rahn adalah semacam jaminan utang atau lebih dikenal
dengan istilah gadai3. Oleh karena itu, gadai secara istilah menurut ulama fiqih
adalah barang yang dijadikan sebagai jaminan utang apabila tidak dapat
melunasinya.4

B. Dasar Hukum Gadai Syariah ( Al-Rahn)

Ulama fiqh telah sepakat bahwa gadai diperbolehkan dalam islam


berdasarkan Al-Qu’an dan hadisdan Fatwa DSN.

1) Dalam Qs.Al-Baqarah ayat 283.

Allah SWT berfirman :

Artinya : “ Apabila kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai),
sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).

3
Fadlan, “Gadai Syariah” (Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam Perbankan)
Iqtishadia 1, no 1(2014) h.31
4
Dr. Hasbiyallah, M.Ag, Sudah Syar’ihkah Muamalahmu (Yogyakarta : Salma Idea,
2014), h. 49

3
Mayoritas ulama sepakat bahwa gadai ( ar- ran) boleh dilakukan dalam
perjalanan dan dalam keadaan tidak bepergian, asal barang jaminan itu bisa
langsung di pegang/dikuasai secara hukum oleh pemberi pitang. Kecuali golongan
mujahid melarang gadai dalam keadaan bepergian (muqim), asal barang jaminan
itu bisa lansung dipegang/dikuasai (al-qabdh) secara hukum oleh pemberi
piutang. Kecuali golongan Zhahiri dan Mujahid melarang gadai dalam keadaan
muqim , dengan melihat lahiria ayat tersebut. Pengambilan hukum larangan gadai
dalam keadaan tidak bepergian dari ayat ini adalah dalil khithab(hukum
kebalikan).5
2. Hadist.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai dan Ibnu Majah dari Anas.ra ia
berkata:
“Rasulullah Saw, menggadaikan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah
ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”
Dari hadist diatas dapat dipahami bahwa agama islam tidak membeda-
bedakan antara orang Muslim dan Non Muslim dalam bidang Muamalah, maka
seorang Muslim tetap wajib membayar uatngnya kepada non Muslim.6.
Kasus gadai Rasulullah Saw ini merupakan Gadai yang pertama kali yang
di lakukan oleh Rasulullah sendiri. Maka hukum gadai itu boleh dilakukan selama
tidak ada dalil yang melarangnya.
3. Fatwa MUI
Fatwa yang dijadikan rujukan dalam gadai syariah yaitu : (1) Fatwa
Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 yang ditetapkan pada tanggal
28 maret 2002 oleh ketua dan sekretaris DSN tentang Rahn, menentukan bahwa
pinjaman dengan mengadaikan barang sebagai barang jaminan hutang dalam
bentuk Rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Penerima gadai (murtahin) mempunyai hak untuk menahan barang
jaminan (Marhun Bih) sampai semua hutang nasabah (Rahin) dilunasi.

5
Fadlan, “Gadai Syariah” (Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam
Perbankan) Iqtishadia 1, no 1(2014) h.32
6
Prof. DR. H. Hendi Suhendi, M.Si ”Fiqh Muamalah” (Depok : PT.Rajagrafindo
persada, 2017) h. 107

4
2) Barang jaminan (Marhun Bih) dan manfaatnya tetap menjadi milik
nasabah (Rahin).
3) Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadai pada dasarnya menjadi
kewajiban nasabah, namun dapat dilakukan juga oleh penerima gadai,
sedangkan biaya dan peneliharaan tetap menjadi kewajiban nasabah.
4) Besar biaya dan pemeliharaan penyimpanan barang gadai tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5) Penjualan barang gadai.
6) Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dapat dilakukan melalui badan Arbitrase Nasional, setelah mencapai
kesepakatan musyawarah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang
Rahn Emas mengutuskan bahwa :
1) Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn.
2) Ongkos dan biaya penyimpanan barang (Marhun) ditanggung oleh
penggadai (Rahin).
3) Ongkos sebagai mana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada
pengeluaran yang nyata diperlukan.
4) Biaya penyimpanan barang (Marhun) dilakukan berdasarkan akad ijarah.7

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn


Tasjily. Fatwa yang dikeluarkan DSN ini menjadi rujukan yang berlaku umum
serta mengikat bahwa lembaga keungan syariah yang ada diindonesia, demikian
pula mengikat masyarakat yang berinteraksi dengan pegadaian syariah.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa legalitas gadai telah
memiliki dasar pijakan yang kuat karena didukung oleh dalil-dalil yang
berdasarkan pada al-Qur’an, Hadist, dan Fatwa DSN-MUI. Oleh sebab itu,
pegadaian saat ini harus melampaui tradisi gadai yang dibangun pada masa
Rasulullah SAW. Pengembangan gadai menjadi sebuah lembaga keuangan.

7
Pamonaran Manahar, “Implementasi Gadai Syariah (Rahn) Untuk Menunjang
Perekonomian Mayarakat di Indonesia” Dialogia Luridika : Hukum Bisnis dan Investasi 10, no.2,
(April 2019) h. 101

5
mendapatkan keuntungan (profit oriented) merupakan salah satu jawaban
disamping misi sosialnya.

C. Jenis- Jenis Gadai Syariah (Ar-Rahn)


Gadai jika dilihat dari sah tidaknya akad terbagi menjadi dua yaitu gadai
shahih dan gadai fasid.
1. Rahn Shahih/ lazim, yaitu rahn yang benar karena terpenuhi syarat dan
rukunnya.
2. Rahn fasid, yaitu akad rahn yang tidak terpenuhi akad dan rukun dan
syaratnya.8
Dalam prinsip syariah, gadai dikenal dengan istilah Rahn, rahn yang
diatur menurut prinsip syariah dibedakan atas 2 macam, yaitu :
1. Rahn iqrar ( Rahn Takmini/Rahn Tasjily)
Merupakan bentuk gadai dimana barang yang digadaikan hana
dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan
dipergunakan oleh pemberi gadai. Sebagai contoh : tenri memiliki hutang kepada
Elda sebesar Rp.10.000.000, sebagai jaminan atas pelunasan hutang tersebut, tenri
menyerahkan BPKB mobilnya kepada Elda secara Rahn “Iqrar”. Walaupun mobil
tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada ditangan
Tenri dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang
berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil tersebut.
Konsep ini dalam hukum positif lebih mirip kepada konsep pemberian
jaminan atau penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu benda. Dalam
konsep tersebut, dimana yang diserahkan hanyalah kepemilikan atas benda
tersebut, sedangkan fisiknya masih tetap dikuasai oleh pepmberi dan masih dapat
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dan apabila utang trsebut sudah lunas,
maka kepemilikan mobil tersebut kembali kepada pemiliknya.
2. Rahn Hiyazi

8
Abdurrahman Misno“Gadai Dalam Syari’at Islam” Jurnal Ekonomi Dan Binis Islam
1,no .1(2017) h. 30

6
Bentuk Rahn Hiyazi Inilah yang sangat mirip dengan konsep gadai baik
dalam hukum adat maupun konsep gadai baik positif. Jadi berbeda dengan Rahn
Tasjily yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada Rahn
Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasasi oleh Kreditur.

Contoh : Pak Hasan sudah merencanakan untuk memasukkan anaknya ke


Universitas yang bermutu pada tahuan ajaran baru ini. Namun demikian, ternyata
anaknya hanya bisa diterima melalui jalur khusus. Uang pangkal untuk masuk
sebesar Rp 30 juta, sedangkann Pak Hasan hanya memiliki uan tunai sebesar Rp
20 juta. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pak Hasan menggadaikan perhiasan
emasnya ke pegadaian syariah. Emasnya sebesar 50 gram dan untuk itu, Pak
Hasan mendapatkan pembiayaan sebesar Rp 15 juta. Karena Hasan hanya
memerlukan uang Rp 10 juta, maka Pak Hasan hanya mengambil dana tunai
sebesar Rp 10 juta saja.

Maka dibuatkanlah akad qard untuk memberikan uang tunai pada Pak
Hasan, dan selanjutnya dibuatkan akad rahn untuk menjamin pembayaran kembali
dana yang diterima oleh Pak Hasan. Sebagai uang sewa tempat penitipan
sekaligus biaya asurans kehilangan emas yang dimaksud, maka pegadaian berhak
meminta ujrah ( uang jasa) yang besarnya ditetapkan pegadaian. Misalnya Rp
3.500 per hari. Dengan demikian, jika Pak Hasan baru bisa mengembalikan uang
tunai yang diterimanya pada hari ke 30 (1 bulan), maka uang sewa sekaligus
asuransi yang harus dibayar Pak Hasan adalah sebesar :

Rp 3.500 x 30 hari = Rp 10.105.000.


D. Rukun Dan Syarat Gadai Syariah (Ar-Rahn)
1. Rukun
Para ulama Fiqhi berbeda pendapat dalam menetapkan rukun ar-rahn.
Menurut Jumhur Ulama rukun Ar-rahn itu ada empat,yaitu :
1. Orang yang berakal ( Ar-rahin dan Al- murtahin ).
2. Sighat ( lafadz, ijab dan Kabul ).
3. Utang ( Al-marhun bih )

7
4. Harta yang dijadikan jaminan ( Al-marhun ).9
Adapun ulama hanafiah berpendapat bahwa rukun ar-rahn itu hanya ijab
dan kabul. Disamping itu menurut mereka untuk sempurna dan mengikatnya akad
rahn ini, maka diperlukan adanya penguasaan barang oleh pemberi hutang.
Adapun kedua orang yang melakukan akad (Ar-rahin dan Ai-Murtahin ), harta
yang dijadikan jaminan ( Al-marhun) dan utang ( Al-marhun bih ). Menurut ulama
Hanafiah hanya termasuk syarat-syarat Ar-Rahn, bukan rukunnya.
2. Syarat-Syarat Gadai.
Adapun syarat-syarat bagi sahihnya suatu akad gadai adalah sebagai
berikut :
1) Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh dua orang yang berakad
adalah faham dengan akad yang dilaksanakan, yang berarti harus
sudah baligh, berakal dan tidak gila.
2) Syarat bagi barang jaminan adalah hendaknya barang tersebut ada
ketika akad berlansung, namun boleh juga menunjukkan bukti
kepemilikannya seperti surat-surat tanah, kendaraan dll. Dan
barang gadai tersebut dapat dipegang/dikuasai oleh murtahin.
Selain itu, barang gadai tersebut hendaknya adalah barang yang
bernilai harta dalam pandangan islam, karena itu tidak sah
menggadaikan barang-barang haram semisal khamr (Minuman
keras). Demikian juga hendaknya barang tersebut harus utuh,
bukan hutang, barang tersebut adalah barang yang didagangkan
atau dipinjamkan, barang warisan dan barang tersebut hendaknya
bukan barang yang cepat rusak.
3) Syarat pada sighat (lafadz), hendaknya lafadz dalam ijab qabul itu
jelas dan dapat dipahami oleh pihak yang berakad, Ulama
Hanafiyah mensyaratkan bahwa sighat gadai hendaknya tidak
terkait dengan sesuatu syarat dan tidak dilakukan di waktu yang
akan datang. Ha ini karena aka gadai mirip dengan akad jual beli.

9
Abdul Rahman Ghazaly.,Ghufron Ihsan., dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat
(PrenadaMedia Group, 2010) h. 266

8
Adapun lafadz gadai dapat berupa ucapan “aku gadaikan mejaku
ini dengan harga Rp100.000,00” dan yang satu lagi menjawab.
.”Aku terima gadai mejamu seharga Rp100.000,00” atau bisa pula
dilakukan selain dengan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat,
atau yang lainnya.10
4) Syarat Marhun Bih, marhun bih adalah hak yang diberikan oleh
murtahin kepada rahin ketika terjadi akad gadai, para ulama selain
Hanafiyah mensyaratkan bahwa marhun bih hendaknya adalah
berupa hutang baik hutang ataupun barang, dan dapat dibayarkan
(dikembalikan) serta benda tersebut milik murtahin.11
E. Perbedaan Pegadaian Syariah Dan Pegadaian Konvensional
Perbedaan prinsip antara gadai syariah dan konvensional tersebur dalam
prakteknya dapat dilihat dari segi tekhnis operasional yang dilakukan pada PT
pegadaian Syariah dan Konvensional, yakni sebagai berikut :
1) Gadai konvensional menggunakan bunga pinjaman, sedangkan gadai
syariah menggunakan pendekatan bagi hasil (mudharabah) atau free
based income dengan sistem ijarah.
2) Gadai konvensional berlaku perjanjian saja yakni hutang piutang dengan
penyerahan barang sebagai jaminan, sedangkan gadai syariah perjanjian
dilakukan dengan akad, yakni tergantung pada jenis akad atau pinjaman
yang akan dilakukan dengan menggunakan harta sebagai barang jaminan,
yang terdiri dari akad rahn, akad ijarah, akad qardh hasan, akad
mudharabah, akad bai muqayyadah dan akad musyarakah.
3) Gadai konvensional selain bertujuan untuk menolong masyarakat
ekonomi lemah juga berpotensi pada bisnis oriented yakni menarik
keuntungan melalui penarikan bunga atas sewa modal. Sedangkan gadai
syariah dilakukan murni secara sukarela atas dasar tolong menolong

10
Prof. DR. H. Hendi Suhendi, M.Si ”Fiqh Muamalah” (Depok : PT.Rajagrafindo
persada, 2017) h. 107
11
Abdurrahman Misno, “Gadai Dalam Syari’at Islam” Jurnal Ekonomi Dan Binis Islam
1,no .1(2017) h. 30

9
(ta’awun) tanpa mencari keuntungan atau berfungsi sosial (akad
tabarru).
4) Pada gadai konvensional bunga dihitung dengan persentase berdasarkan
pada golongan barang, sedangkan pada gadai syariah dihitung
berdasarkan jumlah besarnya biaya pemiliharaan yang sesuai dengan
besarnya jumlah atu nilai objek jaminan.
5) Pada gadai konvensional tidak dikenakan biaya administrasi diawal,
tetapi diakhir yang digabungkan dengan bunga, sedangkan pada
pegadaian syariah nasabah dikenakan biaya administrasi minimum
Rp1.000 dan maksimum Rp60.000 pada saat akad baru dilakukan atau
akad perpanjangan.12
6) Pada gadai konvensional jika telah jatuh tempo tetapi pinjaman tidak
dilunasi, maka barang tersebut akan dijual kepada masyarakat, sedangkan
pada gadai syariah objek jaminan gadai akan dilelang kepada
masyarakat.
7) Kemudian pada gadai syariah apabila ada kelebihan pada penjualan
barang tersebut maka hasil kelebihan uang tersebut akan dikembalikan
kepada nasabah dan apabila dalam wakt 1 tahun nasabah tidak
mengambil uang tersebut, maka uang tersebut akan diserahkan pada
lembaga ZIS (Zakat, Infak dan Sedekah).
F. Bentuk Perhitungan Gadai Syariah
Penerapan akad ijarah dalam rahn berikut ini, bisa berubah sesuai dengan
jenis barang maupun kebijakan pimpinan di PT.Pegadaian.
a) Biaya sewa Tempat penyimpanan barang gadai
Biaya sewa tempat penyimpanan barang gadai syariah didasarkan kepada
besarnya tarif jasa simpan. Hal yang dapat dijelaskan sebgai berikut :
1) Nilai taksiran barang yang digadaikan
2) Jangka waktu gadai syariah atau rahn ditetapkan selama 90 hari

12
Zuhriati Halid, “Pelaksanaan gadai konvensional dan gadai syariah” (Studi Kasus
PT.Pegadaian cabang gaharu medan dan PT.Pegadaian syariah cabang setia budi) Premise Law
Jurnal ,9 (2018)

10
3) Perhitungan tarif jasa simpan dimaksud, yaitu kelipatan 10 (lima)
hari sehingg satu hari dihitung 10 (lima) hari.
4) Tarif jasa simpan pinjam dihitung per 5(hari)
Selain itu, hal-hal yang perlu dijelaskan adalah :
1) Perhiasan, jika marhun ditebus sebagai barang jaminan, maka
dikenakan tarif jasa simpan sebesar Rp. 90 per hari masa
penyimpanan untuk setiap kelipatan taksiran marhun emas.
2) Barang elektronik, barang rumah tangga dan semacamnya, diambil
tarif sewa tempat simpanan sebesar Rp.95 per 10 hari masa
penyimpanan.
3) Kendaraan bermotor, diambil tarif sewa tempat simpanan sebesar
Rp.100 per 10 hari masa penyimpanan (Zainuddin Ali,2008)
Tabel 1. Tarif Sewa Tempat Simpanan. (Zainuddin Ali, 2008)
No. Jenis simpanan Nilai taksiran Tarif sewa tempat
1. Emas Dan Berlian Rp.10.000 Rp. 90/Jangka waktu/10
hari
2. Elektronik, mesin Rp. 10.000 Rp. 95/jangka waktu/10
jahit dan peralatan hari
rumah tangga
3. Kendaraan bermotor Rp. 10.000 Rp. 100/jangka waktu/10
hari

Tabel 2. Beban Biaya Administrasi pada Pegadaian Syariah

GOLONGAN PINJAMAN BIAYA


ADMINISTRASI
GOL A Rp. 20.000 – 150.000 Rp. 1.000
GOL B Rp. 151.000 – 500.000 Rp. 5.000
GOL C Rp. 501.000 – 1.000.5000 Rp. 8.000
GOL D Rp. 1.001.000 – 5.000.000 Rp. 16.000

11
GOL E Rp. 5.010.000 – 10.000.000 Rp. 25.000
GOL F Rp. 10.050.000 – Rp. 40.000
GOL G 20.000.000 Rp.50.000
GOL H Rp. 20.100.000 – 50 Jt Rp. 60.000
Rp. 50.100.000 – 200 Jt

Ijarah merupakan biaya gadai yang menjadi hak pihak pemilik dana, dalam
hal ini pegadaian syariah. Besarnya ijarah atau tarif jasa simpan di pagadaian
syariah memiliki rumus sendiri dan dihitung setiao 10 hari, dengan rumus berikut
Ijarah = (Taksiran/10.000) x Tarif x (Jangka Waktu) / 10 hari
b) Mekanisme penetapan biaya tarif jasa simpan (ijarah).
Tarif jasa simpan (iajarah) mencakup biaya pemakaian dan pemeliharaan
barang jaminan (marhun) dengan ketentuan, yaitu :
1) Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang yang dijadikan jaminan
(marhun).
2) Jangka waktu pinjaman ditetapkan 120 hari, yaitu tarif jasa simpan
dengan kelipatan 10 hari ( 1 hari dihitung 10 hari), dengan rumus
sebagai berikut.

Tabel 3. Tarif jasa Simpan


Jenis marhun Perhitungan Tarif
Emas Taksiran/Rp10.000 x Rp85 x jangka
waktu/10 hari
Elektronik dan alat rumah Taksiran/Rp10.000 x Rp90 x jangka
tangga lainnya waktu/10 hari
Kendaraan bermotor ( mobil Taksiran/Rp10.000 x Rp95 x jangka
dan motor) waktu/10 hari

12
Berikut simulasi perhitungan jika ingin menggadaikan emas batangan
seberat 25 gram. Misalkan, harga taksiran saat ini adalah Rp.300.000 per gram.
Dapat dirumuskan :
Taksiran = 25 x 300.000
= Rp. 7.500.000
Dana Pinjaman = 90% x Taksiran
= 90% x 7.500.000
= Rp. 6.750.000
Ijarah = (Taksiran/10.000) x Tarif x Jangka Waktu/10
hari )
= (7.500.000 x 10.000) x 80 x (10/10)
=750 x 80 x 1
= Rp 60.000 per 10 hari
Biaya Administrasi = Rp 25.000
Jadi, untuk dana pinjaman yang diterima sebesar Rp 6.750.000, maka
nasabah akan membayar biaya ijarah sebesar 60.000 per 10 hari dan biaya
administrasi sebesar Rp 25.000.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Berdasarkan hukum islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas
utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya
dan semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan
jaminan.
2. Dasar hukum gadai syariah terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat
283, dan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, serta Fatwa MUI
No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, dan No.26/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn Emas, serta No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily.
3. Jenis jenis gadai ada tiga, yaitu: Al-Rahn, Arum, dan Amanah
4. Rukun dan Syarat Gadai Syariah. Rukun terbagi menjadi empat, yaitu:
Orang yang berakal ( Ar-rahin dan Al- murtahin ), Sighat ( lafas, ijab dan
Kabul ), Utang ( Al-marhun bih ), Harta yang dijadikan jaminan ( Al-
marhun ). Kemudian syarat gadai ada yang berkaitan dengan orang yang ber
akad, sighat, utang, dan barang yang dijadikan jaminan.
5. Perbedaan gadai syariah dan konvensioanl. Pada gadai syariah tidak
terdapat bunga sedangkan pada gadai konvensional terdapat bunga.
6. Bentuk perhitungan gadai syariah., Dari perhitungan perbandingan yang
ditunjukkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa jumlah pinjaman yang
diberikan pegadaian Syariah lebih rendah Rp. 300 dari pada pegadaian
Konvensional. Secara otomatis jumlah laba yang diperoleh antara pegadaian
Syariah lebih rendah dari pada pegadaian Konvensional.

B. Saran/Implikasi
Berdasarkan hukum islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas
utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya dan
semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan jaminan.

14
Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam waktu yang
disetujui kedua belah pihak, utang tidak dapat dilunasi oleh pihak yang
berutang. Untuk pelaksanaan gadai syariah harus berdasarkan konsep gadai
syariah yang telah dibahas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Misno Abdurrahman “Gadai Dalam Syari’at Islam” Jurnal Ekonomi Dan


Binis Islam 1,no .1(2017)
Fadlan, “Gadai Syariah” (Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya
dalam Perbankan) Iqtishadia 1, no 1(2014)
Dr. Hasbiyallah, M.Ag, Sudah Syar’ihkah Muamalahmu (Yogyakarta :
Salma Idea, 2014).
Prof. DR. H. Suhendi Hendi, M.Si ”Fiqh Muamalah” (Depok :
PT.Rajagrafindo persada, 2017).
Manahar Pamonaran, “Implementasi Gadai Syariah (Rahn) Untuk
Menunjang Perekonomian Mayarakat di Indonesia” Dialogia Luridika : Hukum
Bisnis dan Investasi 10, no.2, (April 2019).
Ghufron Ihsan., Ghazaly Rahman Abdul dan Sapiudin Shidiq, Fiqh
Muamalat (PrenadaMedia Group, 2010) h. 266
Halid Zuhriati, “Pelaksanaan gadai konvensional dan gadai syariah” (Studi
Kasus PT.Pegadaian cabang gaharu medan dan PT.Pegadaian syariah cabang setia
budi) Premise Law Jurnal ,9 (2018)
Bukido Rosdiana dan Faradila Hasan, “ Penerapan Akad Ijarah pada
Produk Rahn di cabang pegadaian syariah Istiqlal Manado” Ilmiah Al-Syir’ah 14,
no. 1 (2016)

16

Anda mungkin juga menyukai