Anda di halaman 1dari 58

TAX PLANNING WAJIB PAJAK BADAN

HAK DAN KEWAJIBAN


Halaman
1. Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 4 Ayat (2) 2
2. Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 15 9
3. Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 21 11
4. Pemungutan Pajak Penghasilan - Pasal 22 19
5. Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 23 23
6. Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 26 27
7. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai 31
8. Bea Meterai 34
9. Pemeriksaan 37
10. Penagihan 39
11. Penyelesaian Sengketa Pajak 41
12. Pembetulan Ketetapan Pajak 48
13. Restitusi 50
14. Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi 56
15. Kuasa Wajib Pajak 57

1|P age
Objek pajak terutang terkait transaksi-transaksi perusahaan dibawah ini :

Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 4 Ayat (2)


Anda sebagai Wajib Pajak Badan berkewajiban memotong PPh Final Pasal 4 Ayat 2 atas beberapa
transaksi atau objek berikut:

Dalam hal Anda merupakan penyewa tanah/bangunan, yang harus Anda lakukan adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah
dan/atau bangunan
2. membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong tersebut dengan terlebih dahulu
membuat kode billing (MAP-KJS 411128-403). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dilakukan pada bulan Maret 2019,
maka penyetoran PPh nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan April 2019.
4. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi espt pph melalui
djponline.pajak.go.id atau PJAP.
Dalam hal Anda adalah pemilik tanah/bangunan, yang harus anda lakukan adalah:
1. Dalam hal Anda bertransaksi dengan Orang Pribadi maka Anda harus melakukan penyetoran
sendiri PPh atas penghasilan yang Anda peroleh sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan
tanah dan/ atau bangunan
2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-
KJS 411128-403). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal bulan berikutnya. Misalnya: atas
penghasilan dari sewa tanah/bangunan bulan Maret 2019, maka penyetoran PPh nya adalah
paling lambat dilakukan pada tanggal 15 bulan April 2019.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e-spt pph melalui
djponline.pajak.go.id atau PJAP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan adalah penghasilan dari:
a. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. Perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan.
Dalam hal Anda bukan merupakan Wajib Pajak yang melakukan usaha pokok berupa pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan terlebih dahulu membuat kode
billing (MAP-KJS 411128-402). Penyetoran dilakukan sebelumakta, keputusan, kesepakatan,
ataurisalahlelangataspengalihanhakatastanahdan/ataubangunanditandatanganiolehpejabat
yang berwenang.
2. Mengajukan permohonan penelitian formal atas bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak
Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau
bangunan (PER-26/PJ/2018)
3. Mengambilsendiri Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran
Pajak Penghasilan atau Surat Pemberitahuan Permohonan Penelitian Tidak Lengkap dan/atau
Tidak Sesuai di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau
bangunan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja.
Permohonan dilakukan dengan menggunakan surat permohonan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I PER-26/PJ/2018dengan dilampiri:
1. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lainnya yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak;
2. Surat pernyataan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual
beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang telah diisi secara lengkap
menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PER-26/PJ/2018;

2|P age
3. Fotokopi seluruh bukti penjualan (bukti transfer, faktur penjualan dan/atau bukti penerimaan
kas);
4. fotokopi SPPT PBB tahun terakhir;
5. fotokopi KTPbagi pembeli dan penjual yang berstatus Warga Negara Indonesia; dan
6. fotokopi Paspor bagi pembeli dan penjual yang berstatus Warga Negara Asing.
7. Dalam hal penyampaian permohonan penelitian dikuasakan, wajib dilampiri dengan surat kuasa
dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang diberi kuasa untuk menyampaikan dan/atau
mengambil dokumen.
8. Dalam hal Wajib Pajak memenuhi syarat tidak wajib memiliki NPWP, wajib melampirkan surat
pernyataansebagaimana tercantum dalam Lampiran III PER-26/PJ/2018.
Dalam hal Anda merupakan Wajib Pajak yang melakukan usaha pokok berupa pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan terlebih dahulu membuat kode
billing (MAP-KJS 411128-402). Penyetoran dilakukan sebelumakta, keputusan, kesepakatan, atau
risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang. Dalam hal yang dialihkan adalah Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang mendapat pembebasan PPN maka tarifnya adalah 1%.
2. Mengajukan permohonan penelitian formal atas bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak
Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau
bangunan (PER-26/PJ/2018). Permohonan dilakukan dengan menggunakan surat permohonan
Lampiran IA PER-26/PJ/2018 dengan dilampiri daftar pembayaran Pajak Penghasilan dalam
bentuk dokumen fisik (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy) sesuai dengan format
dalamLampiran IB PER-26/PJ/2018.
3. Mengambil sendiri Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran
Pajak Penghasilan atau Surat Pemberitahuan Permohonan Penelitian Tidak Lengkap dan/atau
Tidak Sesuai di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau
bangunan dalam jangka waktu:
o Paling lama 3 (tiga) hari kerja jika jumlah bukti pembayaran dalam daftar pembayaran
pajak penghasilan paling banyak 10 buah.
o Paling lama 10 hari kerja jika jumlah bukti pembayaran dalam daftar pembayaran pajak
penghasilan lebih dari 10 buah.

Objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konsruksi adalah penghasilan dari :
1. layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
2. layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan
3. layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Tarif jasa konstruksi:
1. Pelaksana Konstruksi:
0. 2%: kualifikasi usaha kecil;
1. 4%: tidak punya kualifikasi;
2. 3%: kualifikasi selain kecil (menengah & besar)
2. Perencanaan/Pengawasan Konstruksi:
0. 4%: punya kualifikasi usaha;
1. 6%: tidak punya
Jika Anda adalah pengusaha jasa konstruksi, yang harus Anda lakukan adalah:
1. Jika Anda bertransaksi dengan WP Badan, maka Anda harus memastikan bahwa Anda menerima
bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2). Untuk seterusnya disimpan dan dijadikan salah satu bahan
untuk melakukan pengisian Lampiran IV SPT Tahunan PPh Badan tahun Pajak tersebut. Jika
pemotong pajaknya kurang melakukan pemotongan maka Anda harus membayar sisanya sendiri.

3|P age
2. Jika Anda bertransaski dengan WP Orang Pribadi, maka Anda harus menyetor sendiri PPh Pasal 4
ayat (2) dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP KJS 411128-409), kemudian
melaporkan e-spt PPh Pasal 4 ayat (2) melalui djponline.pajak.go.id atau PJAP.
Jika Anda adalah pengguna jasa konstruksi, yang harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan tarif yang berlaku, dan memberikan
bukti potong melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP
KJS 411128-409)
3. melaporkan e-spt PPh Pasal 4 ayat (2) melalui djponline.pajak.go.id atau PJAP.

Jika Anda membayarkan Dividen kepada Orang Pribadi, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% saat dividen disediakan untuk
dibayarkan dan membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4
ayat (2)
2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-
419). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph melalui
djponline.pajak.go.id atau PJAP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
Jika Anda menerima Dividen, maka yang harus Anda lakukan adalah memastikan bahwa Anda menerima
bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2). Untuk seterusnya disimpan dan dijadikan salah satu bahan untuk
melakukan pengisian Lampiran III SPT Tahunan PPh OP tahun Pajak tersebut.
Penghasilan dividen yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang diperoleh Wajib Pajak (WP)
orang pribadi atau badan dikecualikan dari pengenaan pajak, dengan syarat dividen tersebut
diinvestasikan di Indonesia.
Khusus untuk wajib pajak Badan, tambahan syaratnya sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
Indonesia sebelum DJP menerbitkan surat ketetapan pajak dividen tersebut.
Jika dividen dan penghasilan setelah pajak dari suatu Badan Usaha Tetap (BUT) di luar negeri yang
diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30% dari jumlah laba setelah pajak, maka ketentuannya:
• Atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan dikecualikan dari PPh
• Atas selisih dari 30% laba setelah pajak dikurangi dengan dividen diinvestasikan dikenai PPh
• Atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen yang diinvestasikan tidak dikenai PPh

Jika Anda sebagai penyelenggara undian memberikan hadiah undian kepada peserta kegiatan, maka
yang harus Anda lakukan adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 25% dari nilai hadiah undian. Nilai hadiah
undian adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura
misalnya mobil.
2. membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
3. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-
405). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
4. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph melalui
djponline.pajak.go.id atau PJAP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Jika Anda adalah WP yang pada tahun pajak 2017 dan 2018 mempunyai penghasilan dari usaha yang
nilainya tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 setahun, maka yang harus anda lakukan adalah:
a. Memilih untuk dikenakan PPh Pasal 25 dengan tarif umum PPh yang bersifat tidak final atau
memilih untuk dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% per bulan dari jumlah pruto
penghasilan sebulan.
b. Dalam hal Anda memilih untuk dikenakan PPh Pasal 25 dengan tarif umum PPh yang bersifat
tidak final, maka yang harus Anda lakukan adalah menyampaikan Surat Keterangan paling lambat

4|P age
pada akhir Tahun Pajak dan Anda dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan Umum Pajak
Penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya.
c. Dalam hal Anda memilih untuk dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% per bulan, maka
yang harus anda lakukan adalah:
0. Mengajukan permohonan Surat Keterangan PP 23 ke KPP tempat Anda terdaftar
1. Untuk selanjutnya dalam hal bertransaksi dengan pemotong pajak, maka Anda dapat
menyerahkan fotokopi Surat Keterangan agar dapat dipotong PPh Final sebesar 0,5%
oleh pemotong pajak
2. Menerima fotokopi bukti penyetoran PPh (SSP) dari pemotong Pajak. Yang harus
diperhatikan adalah bukti pembayarannya adalah atas nama dan NPWP Anda sebagai
pihak yang menerima penghasilan.
3. Menghitung jumlah peredaran usaha dalam satu bulan dan memastikan jumlah
penyetoran PPh nya adalah 0,5% dari jumlah peredaran usaha dalam satu bulan.
d. Dalam hal Anda menggunakan jasa atau membeli barang dari Wajib Pajak yang mempunyai Surat
Keterangan PP 23, maka yang harus Anda lakukan adalah:
0. Membuat kode billing dengan nama dan NPWP pihak yang menerima penghasilan
1. Memberikan fotokopi bukti penyetoran PPh kepada pihak yang menerima penghasilan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tahun 2019, Instansi
Pemerintah tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi:
a. pembayaran atau pengakuan utang persewaan tanah dan/atau bangunan kepada penyedia jasa
pelayanan penginapan beserta akomodasinya;
b. sebagian atau seluruh pembayaran pengalihan hak atas tanah dan j atau bangunan antara lain
kepada:
0. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang
melakukan pengalihan hak atas tanah danjatau bangunan dengan jumlah bruto
pengalihan kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah;
1. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam
rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau
pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/ atau bangunan; atau
2. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan
harta berupa tanah dan atau bangunan.

PENGHITUNGAN PAJAK, WAKTU SETOR, DAN LAPOR


No Uraian Perhitungan Pajak Waktu Setor dan Lapor
1 Sewa tanah dan/atau 10% x Jumlah bruto nilai persewaan Disetor oleh pemotong
bangunan. tanah dan/atau bangunan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya, jika disetor sendiri
maksimal tanggal 15 bulan
berikutnya.

Pelaporan SPT Masa


maks tanggal 20 bulan
berikutnya.
2 Pengalihan hak atas tanah 2,5% x Jumlah bruto nilai pengalihan Disetor sendiri oleh penerima
dan/atau bangunan. hak atas tanah dan/atau bangunan. penghasilan sebelum akta
Rumah Sederhana dan Rumah Susun ditandatangani oleh pejabat
Sederhana dikenakan= 1% x jumlah yang berwenang.
bruto nilai pengalihan
Untuk lelang, disetor oleh

5|P age
No Uraian Perhitungan Pajak Waktu Setor dan Lapor
Pejabat Lelang atas nama
pemilik harta
3 Jasa Konstruksi Pelaksanaan Konstruksi: Disetor oleh pemotong: paling
1. 2%: kualifikasi usaha kecil; lambat disetor tanggal
2. 4%: tidak memiliki kualifikasi; 10 bulan berikutnya.
3. 3%: kualifikasi selain kecil
(menengah & besar) Disetor sendiri (tidak
Perencanaan/Pengawasan Konstruksi: dipotong): disetor paling
1. 4%: memiliki kualifikasi usaha; lambat tanggal 15 bulan
2. 6%: tidak memiliki kualifikasi berikutnya.
usaha.
4 Penjualan saham di Bursa selain IPO= 0,1% x Jumlah bruto nilai Pemotong Pajak setor paling
Efek transaksi penjualan lambat tanggal 20 bulan
IPO= berikutnya.
((0,5 % x nilai saham) +(0,1 % x jumlah
bruto nilai transaksi penjualan)) Pemotong Pajak adalah:
1. selain IPO: perantara
pedagang efek
2. IPO: Emiten
Pelaporan untuk:
1. Selain IPO:
maksimal tanggal 25
bulan
berikutnya setelah
saham diperdagangkan
2. IPO: maksimal tanggal
20 setelah bulan
penyetoran
5 Penghasilan Bunga/ Untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan Pemotong Pajak setor paling
Diskonto Obligasi Bentuk Usaha Tetap: lambat tanggal 10 bulan
15% x Jumlah bruto bunga/diskonto berikutnya.
Yg dimaksud dengan Pelaporan paling
Obligasi disini adalah Surat Untuk Wajib Pajak Luar Negeri selain lambat tanggal 20 bulan
Utang dan Surat Utang Bentuk Usaha Tetap: berikutnya.
Negara 20% x Jumlah bruto bunga/diskonto
(SUN) yang berjangka atau sesuai tarif P3B
waktu lebih dari 12 bulan.
Untuk Wajib Pajak reksadana yg
Untuk SBSN dengan jangka terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan:
waktu lebih dari 12 1. 5% x Jumlah bruto (tahun
bulan juga mengikuti 2014-2020)
ketentuan seperti Obligasi 2. 15% x Jumlah bruto (tahun
Negara. 2021- dan seterusnya)

Dikecualikan dari
pemotongan PPh Pasal 4(2)
jika:
1. penerima adalah
WP Dana Pensiun

6|P age
No Uraian Perhitungan Pajak Waktu Setor dan Lapor
yang telah disahkan
oleh MenKeu;
2. WP Bank yang
didirikan di
Indonesia, atau
cabang bank luar
negeri di Indonesia.
6 20% x diskonto SPN Pemotong Pajak setor paling
lambat tanggal 10 bulan
Surat Perbendaharaan (yg dikecualikan dari berikutnya.
Negara (SPN)= pemotongan: bank yg didirikan di Pelaporan paling
SUN berjangka waktu Indonesia atau cabang bank Luar lambat tanggal 20 bulan
paling lama 12 bulan. Negeri di Indonesia, Dana Pensiun, berikutnya.
Reksadana yg terdaftar di BAPEPAM-
LK)
7 Deviden yang dibagikan 10% x Jumlah bruto deviden Pemotong Pajak setor paling
kepada OP lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Pelaporan paling
lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
8 Bunga Simpanan Koperasi 0% atas bunga simpanan Pemotong Pajak setor paling
yang dibayarkan kepada koperasi sampai dengan Rp 240.000 lambat tanggal 10 bulan
anggota koperasi orang berikutnya.
pribadi 10% x Jumlah bruto (utk bunga Pelaporan paling
simpanan diatas Rp 240.000 sebulan.) lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
9 Pendapatan bunga Untuk Wajib Pajak Dalam Negeri & Pemotong Pajak setor paling
deposito dan tabungan Bentuk Usaha Tetap: lambat tanggal 10 bulan
serta Sertifikat Bank 20% x jumlah bruto bunga berikutnya.
Indonesia (SBI) Pelaporan paling
Untuk Wajib Pajak Luar Negeri: lambat tanggal 20 bulan
20% x jumlah bruto bunga atau sesuai berikutnya.
P3B

dikecualikan dari pemotongan:


1. jumlah tidak melebihi Rp 7,5
juta
2. jika penerima: bank yg
didirikan di Indonesia atau
cabang bank Luar Negeri di
Indonesia.
3. jika penerima: Dana Pensiun
yg telah disahkan Menteri
Keuangan.
4. bunga tabungan pada bank
yang ditunjuk Pemerintah dlm
rangka pemilikan Rumah
Sederhana, dan sebagainya.

7|P age
No Uraian Perhitungan Pajak Waktu Setor dan Lapor
10 Hadiah Undian 25% x jumlah bruto nilai hadiah Pemotong Pajak setor paling
lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.

Pelaporan paling
lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
11 Penjualan saham milik 0,1% x jumlah bruto nilai transaksi Disetor paling lambat tanggal
Modal Ventura 10 bulan berikutnya.
Jika saham diperjualbelikan di Bursa Pelaporan paling
Efek, maka berlaku ketentuan tentang lambat tanggal 20 bulan
penjualan saham di Bursa Efek. berikutnya.

8|P age
Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 15

PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipotong dari wajib pajak yang bergerak
pada:

Pelayaran Dalam Negeri


Jika Anda menjalankan usaha pelayaran dalam negeri yang menyewakan kapal atau mengangkut barang
dan/atau orang antarpelabuhan di wilayah Indonesia, dari pelabuhan di Indonesia menuju pelabuhan di
luar Indonesia begitu juga sebaliknya, ataupun antar pelabuhan di luar Indonesia, maka hal-hal yang
harus diperhatikan adalah:
1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar: 1,2% x Peredaran Bruto;
2. meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 yang bersifat final;
3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan
PPh, dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah dipotong final;
4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong
Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang sesuai dengan
cara hitung di atas, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya;
5. Anda tidak perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulannya
Jika Anda orang pribadi /badan yang menyewa kapal dari perusahaan pelayaran dalam negeri, maka hal-
hal yang harus diperhatikan adalah :
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,2% dari nilai bruto yang dibayarkan ke
perusahaan pelayaran dalam negeri;
2. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya, menggunakan kode billing dengan Kode MAP 411128 dan kode jenis setoran 410

Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri


Subjek dari pengenaan PPh Pasal 15 atas pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah wajib pajak yang
bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia
Apabila Anda mewakili wajib pajak BUT di Indonesia yang memiliki kapal untuk pelayaran atau pesawat
untuk penerbangan, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar : 2,64% dari peredaran bruto.
2. meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 ;
3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan
PPh, dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah dipotong final.
4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong
Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang dengan
formula perhitungan seperti yang telah dijelaskan di atas, paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya;
5. Anda tidak perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulannya
Jika Anda pemilik kapal/pesawat atau yang mewakilinya, namun tidak memilki BUT untuk menjalankan
kegiatan usaha di Indonesia, maka berlaku ketentuan seperti pasal 26 UU PPh [Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 26].
Jika Anda menyewa kapal/pesawat pelayaran / penerbangan luar negeri, maka hal-hal yang harus
diperhatikan:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 2,64% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke
perusahaan pelayaran dalam negeri.
2. peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari pelabuhan Indonesia ke
pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar Indonesia. Dengan

9|P age
demikian, atas angkutan dari luar pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di Indonesia tidak terutang
PPh Pasal 15.
3. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya, menggunakan kode billing denganKode MAP 411128 dan kode jenis setoran 411.

Penerbangan Dalam Negeri


Jika Anda pemilik perusahaan penerbangan yang berkedudukan di Indonesia
(Subjek Pajak Dalam Negeri Badan) yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian chartermaka
hal-hal ini harus anda perhatikan :
1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar : 1,8% dari peredaran bruto.
2. meminta dan menyimpan bukti pemotongan PPh Pasal 15 ;
3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan
PPh, dan mengkreditkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong dalam SPT Tahunan PPh.
4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong
Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang dengan
formula perhitungan seperti yang telah dijelaskan di atas, paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya;
Jika Anda menyewa pesawat charter milik wajib pajak orang pribadi, dan Anda bertindak sebagai
Pemotong Pajak, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,8% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke
perusahaan penerbangan dalam negeri;
2. memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada perusahaan jasa penerbangan dalam negeri
untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh nya karena bersifat non final;
3. peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari pelabuhan Indonesia ke
pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar Indonesia. Dengan
demikian, atas angkutan dari luar pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di Indonesia tidak terutang
PPh Pasal 15;
4. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya, menggunakan kode billing dengan Kode MAP 411129 dan kode jenis setoran 101.

10 | P a g e
Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 21

Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, Anda perlu mengetahui siapa saja pemotong, siapa
yang dipotong, apa saja hak dan kewajiban pihak pemotong dan yang dipotong, bagaimana mekanisme
pemotongan, serta cara pelaporan PPh Pasal 21/26.
Pemotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:
1. Pemberi kerja
2. Bendahara dan pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun
4. Orang pribadi pembayar honorarium
5. Penyelenggara kegiatan
Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh Pasal 21.
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
o Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
o Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
o Olahragawan;
o Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
o Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
o Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
o Agen iklan;
o Pengawas atau pengelola proyek;
o Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
o Petugas penjaja barang dagangan;
o Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
o Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap
pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib Pajak PPh Pasal 21. Selain itu, kategori di
bawah ini juga termasuk Wajib Pajak PPh 21:
5. Mantan pegawai; dan/atau
6. Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
o Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
o Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
o Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
o Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
o Peserta kegiatan lainnya.
Dalam hal Anda merupakan pemberi kerja yang memotong PPh Pasal 21/26, hal-hal yang harus Anda
lakukan adalah:
1. melakukan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan tarif PPh yang berlaku;
2. membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT PPh Pasal 21;

11 | P a g e
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut menggunakan
kode billing dengan kode MAP dan kode jenis setoran 411121-100. Penyetoran dilakukan paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada bulan
April 2020, maka penyetoran PPh-nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 10 Mei 2020;
dan
4. menyampaikan laporan SPT Masa PPh 21 secara daring melalui saluran efiling Direktorat Jenderal
Pajak di laman pajak.go.id atau Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) resmi yang ditunjuk.
Jika Anda adalah orang pribadi penerima penghasilan dari pemberi kerja yang bertindak sebagai
pemotong PPh Pasal 21/26, Anda perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Meminta dan mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1 dan 1721-A2) atas
penghasilan yang diterima dan dipotong PPh Pasal 21 secara berkala.
2. Apabila Anda berstatus sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun yang PPh Pasal 21 nya
dipotong oleh pemberi kerja maupun dana pensiun, maka Anda berhak menerima bukti
pemotongan setiap awal tahun.
3. Apabila Anda berstatus sebagai penerima honorarium, bukan pegawai, dan peserta kegiatan
yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21-nya oleh pemberi penghasilan, maka Anda berhak
menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 setelah penghasilan dibayarkan.
4. Apabila Anda menerima penghasilan dari pemberi kerja, namun PPh Pasal 21-nya tidak dipotong,
maka penghasilan tersebut wajib diperhitungkan dan dilaporkan melalui SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi serta membayar kekurangan pajaknya menggunakan kode billing dengan kode MAP
411125 dan kode jenis setoran 200.

PPh 21 Pegawai Tetap dari Satu Pemberi Kerja


Anindita Maharani karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada PT Karunia
Bakti. Suami dari Anindita Maharani merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan
Kabupaten Magelang. Anindita Maharani menerima gaji Rp5.000.000,00 sebulan. PT Karunia Bakti
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp60.000,00 sebulan.
Anindita Maharani juga membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 sebulan, disamping itu
perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji,
sedangkan Anindita Maharani membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2% dari gaji. Premi
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing sebesar 1% dan 0,3% dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 setiap bulan adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 5.000.000,00

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 50.000,00


Premi Jaminan Kematian Rp 15.000,00
Penghasilan bruto Rp 5.065.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.065.000,00 Rp 253.250,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 100.000,00
Rp 403.250,00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.661.750,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 4.661.750,00 Rp 55.941.000.00
PTKP setahun

12 | P a g e
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.941.000,00
PPh 21 Terutang Setahun
5%x1.941.000 Rp 97.050
PPh 21 Terutang Sebulan
1/12 x 97.050 Rp 8.087,5

Perhitungan Pajak Masa Desember


PPh Pasal 21 terutang setahun Rp 97.050
PPh Pasal 21 bulan Januari-November
11 x Rp8.087,5 Rp (88.962,5)
PPh terutang masa Desember Rp 8.087,5

Penerima Bonus/THR/Jasa produksi/tantiem yang diberikan sekali setahun


Jaenudin (tidak kawin) bekerja pada PT Nafa Jaya dengan memperoleh gaji sebesar
Rp5.000.000,00 sebulan. Pada bulan Maret 2016 Jaenudin memperoleh bonus sebesar
Rp8.000.000,00, sehingga pada bulan Maret 2016 Jaenudin memperoleh penghasilan berupa gaji
sebesar Rp5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp8.000.000,00. Setiap bulannya Jaenudin
membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sebesar Rp80.000,00
Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah:

a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun):


Penghasilan setahun
12 X Rp 5.000.000,00 Rp 60.000.000,00
Bonus Rp 8.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 68.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 68.000.000,00 Rp 3.400.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
12 X Rp 80.000,00 Rp 960.000,00
Rp 4.360.000,00
Penghasilan neto setahun adalah Rp 63.640.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 9.640.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 9.640.000,00 Rp 482.000,00

b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun


Penghasilan setahun
12 X Rp 5.000.000,00 Rp 60.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 60.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan

13 | P a g e
5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
12 X Rp 80.000,00 Rp 960.000,00
Rp 3.960.000,00
Penghasilan neto setahun adalah Rp 56.040.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 2.040.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 2.040.000,00 Rp 102.000,00

c. PPh Pasal 21 atas Bonus


PPh Pasal 21 atas Bonus adalah
Rp 482.000,00 - Rp 102.000,00 Rp 380.000,00

PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Dipindahtugaskan Dalam Tahun Berjalan
Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan
tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan
hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan
dasar penghitungan selama setahun.
Contoh penghitungan:
Didin Qomarudin yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara Mandiri di Jakarta.
Sejak 1 Juni 2016 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pada 1 Oktober 2016
dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di Garut.
Gaji Didin Qomarudin sebesar Rp5.000.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri
sebulan sejumlah Rp 100.000,00. Selama bekerja di PT Nusantara Mandiri Didin Qomarudin hanya
menerima penghasilan berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21:
I.5.1. Kantor Pusat di Jakarta
Gaji selama di Kantor Jakarta
5 X Rp 5.000.000,00 Rp 25.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
5 X Rp 100.000,00 Rp 500.000,00
Rp 1.750.000,00
Penghasilan neto lima bulan adalah Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12/5 X Rp 23.250.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang Januari s.d Mei 2016
5/12 X Rp 90.000,00 Rp 37.500,00

14 | P a g e
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong masa Januari s.d. Mei 2016
5 X Rp 7.500,00 Rp 37.500,00
Catatan:
PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan Januari sampai dengan Mei untuk setiap bulannya adalah
Rp7.500,00
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) di Kantor Jakarta Gaji (Januari s.d. Mei
2016)
5 X Rp 5.000.000,00 Rp 25.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
5 X Rp 100.000,00 Rp 500.000,00
Rp 1.750.000,00
Penghasilan neto lima bulan adalah Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 /5 X Rp 23.250.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5/12 X Rp 90.000,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong dan
dilunasi
(Januari s.d. Mei 2016)
5 X Rp 7.500,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Bandung Penghasilan
neto di Bandung

Gaji (Juni s.d. September 2016)


4 X Rp 5.000.000,00 Rp 20.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 20.000.000,00 Rp 1.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
4 X Rp 100.000,00 Rp 400.000,00
Rp 1.400.000,00
Penghasilan neto 4 bulan adalah Rp 18.600.000,00
Penghasilan neto di Jakarta adalah Rp 23.250.000,00
Jumlah penghasilan neto 9 bulan adalah Rp 41.850.000,00
Penghasilan neto disetahunkan
12/9 X Rp 41.850.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Rp 54.000.000,00

15 | P a g e
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 selama 9 bulan
9/12 X Rp 90.000,00 Rp 67.500,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong dan
dilunasi
di Jakarta (sesuai Form. 1721-A1) Rp 37.500,00
di Bandung (4 x Rp7.500,00) Rp 30.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL
Kantor Cabang Garut
Penghasilan neto di Garut
Gaji (Oktober s.d. Desember
2016)
3 X Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00

Pengurangan
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.000.000,00 Rp 750.000,00
2. Iuran pensiun
3 X Rp 100.000,00 Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Penghasilan neto di Garut (3 bulan) Rp 13.950.000,00
Penghasilan neto di Jakarta (5 bulan) Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto di Bandung (4 bulan) Rp 18.600.000,00
Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00

PPh Pasal 21 Terutang Setahun


5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung
sesuai dengan Form. 1721 - A1 Rp 67.500,00
PPh Pasal 21 terutang di Garut Rp 22.500,00
PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong di Garut
Rp 22.500,00 : 3 Rp 7.500,00

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Garut Penghasilan
neto di Garut
Gaji (Oktober s.d. Desember 2016)
3 X Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 15.000.000,00 Rp 750.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
3 X Rp 100.000,00 Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Penghasilan neto di Garut (3 bulan) Rp 13.950.000,00

16 | P a g e
Penghasilan neto masa sebelumnya
Penghasilan neto di Jakarta (5 bulan) Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto di Bandung (4 bulan) Rp 18.600.000,00
Jumlah Penghasilan neto setahun Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung
sesuai dengan Form. 1721 - A1 Rp 67.500,00
PPh Pasal 21 terutang di Garut Rp 22.500,00
PPh Pasal 21 telah dipotong (3 x Rp7.500,00) Rp 22.500,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Sebagian atau Seluruhnya Diperoleh
Dalam Mata Uang Asing
Djena Thompson adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pada bulan Januari 2016 dalam mata
uang asing sebesar US$2,000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2016 berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp 13.766,00 per US$1.00. Djena Thompson berstatus menikah
dengan 1 anak.

Gaji sebulan
US$2,000 X Rp 13.766,00 Rp 27.532.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp27.532.000,00=Rp 1.376.600,00
Biaya Jabatan maksimal per bulan Rp 500.000,00
Rp 500.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 27.032.000,00
Penghasilan neto setahun
12 X Rp 27.032.000,00 Rp 324.384.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 1 orang anak Rp 4.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 261.384.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00
25% X Rp 11.384.000,00 Rp 2.846.000,00
Rp 35.346.000,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp 35.346.000,00 :12 Rp 2.945.500,00

17 | P a g e
Peserta Kegiatan
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Djoni Imawan adalah seorang atlet bulutangkis profesional
Indonesia yang bertempat tinggal di Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix
Gold dan memperoleh hadiah sebesar Rp200.000.000,00.
PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold tersebut adalah:
5% X Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 150.000.000,00 Rp 22.500.000,00
Rp 25.000.000,00
Catatan: Apabila yang bersangkutan tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi

18 | P a g e
Pemungutan Pajak Penghasilan - Pasal 22

Wajib Pajak Badan tertentu melakukan pemungutan Pajak Penghasilan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak. Ketentuan ini tertuang dalam
Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984. Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas:

Impor dan Ekspor


Jika Anda melakukan kegiatan impor, maka hal-hal yang harus Anda perhatikan adalah :
1. menyiapkan dokumen impor yang disyaratkan oleh Ditjen Bea dan Cukai
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 impor sesuai dengan perhitungan dengan kode billing yang
dibuat oleh Ditjen Bea dan Cukai bersamaan dengan pelunasan bea masuk
3. menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh
Jika Anda melakukan ekspor berupa komoditas tambang batubara, mineral logam, mineral bukan logam
sesuai uraian barang dan pos tarif Harmonized System, maka hal-hal yang harus Anda perhatikan adalah:
1. menyiapkan dokumen ekspor yang disyaratkan oleh Ditjen Bea dan Cukai
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 ekspor sesuai dengan perhitungan dan kode billing yang
dibuat oleh Ditjen Bea dan Cukai, yang terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor
3. mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai ketentuan kepabeanan yang
berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut:
o dalam kolom Jenis Dokumen diisi dengan Surat Setoran Pajak atau SSP;
o dalam kolom Nomor Dokumen diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang
tertera dalam Surat Setoran Pajak; dan
o dalam kolom Tanggal Dokumen diisi dengan tanggal Nomor Transaksi Penerimaan
Negara
4. menyerahkan asli lembar ke-5 Surat Setoran Pajak yang telah tertera Nomor Transaksi
Penerimaan Negara sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor.
5. menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.

Penjualan kepada Badan Tertentu


Jika Anda melakukan transaksi penjualan kepada BUMN atau badan usaha tertentu yang dimiliki secara
langsung oleh BUMN, sepanjang pembelian bahan/barang oleh BUMN atau badan usaha tertentu yang
dimiliki secara langsung oleh BUMN tersebut berhubungan dengan kegiatan usahanya baik secara
langsung maupun tidak langsung, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1. BUMN atau badan usaha tersebut akan melakukan pemungutan atas transaksi penjualan yang
Anda lakukan dengan tarif 1,5% dari nilai transaksi
2. meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan
PPh.
Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN meliputi: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang,
PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen
Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia
Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang
Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank
BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
Namun demikian, tidak semua transaksi dengan BUMN dan badan usaha tertentu seperti yang
disebutkan di atas terutang PPh Pasal 22. Berikut daftar transaksi dengan BUMN dan badan usaha
tertentu yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22:
1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

19 | P a g e
2. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos
dan pemakaian air dan listrik;
3. pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan dari kegiatan
usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari kontraktor yang
melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama atau kantor pusat
kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;
4. pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama
pengusahaan sumber daya panas bumi;

Penjualan kepada Industri Tertentu


Penjualan kepada perusahaan atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan .
Jika Anda melakukan penjualan kepada industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Industri atau eksportir tersebut akan melakukan pemungutan atas pembelian bahan-bahan
berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui
proses industri manufaktur dengan tarif sebesar 0,25% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN;
dan
2. Meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan
PPh.
Adapun batasan nilai transaksi dengan badan usaha dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan adalah penjualan yang tidak melebihi Rp20.000.000
(dua puluh juta rupiah) tidak termasuk PPN dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
Penjualan komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
Jika Anda Badan atau orang pribadi yang memilki izin usaha pertambangan, dan melakukan transaksi
penjualan kepada industri atau badan usaha komoditas tambang batu bara, mineral logam dan mineral
bukan logam, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Badan usaha tersebut akan melakukan pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5% dari nilai
transaksi tidak termasuk PPN;
2. Meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan
PPh

Pembelian dari Industri atau Pengusaha Tertentu


Pembelian semen, kertas, baja, otomotif, dan obat-obatan oleh distributor
Jika Anda merupakan distributor barang-barang berupa: semen, kertas, baja, otomotif, dan obat-obatan,
maka atas transaksi pembelian barang-barang tersebut kepada badan usaha terkait akan terutang PPh
Pasal 22 sebesar :
1. semen : 0,25% x DPP PPN
2. kertas : 0,1% x DPP PPN
3. baja : 0,3% x DPP PPN
4. otomotif : 0,45% x DPP PPN
5. obat-obatan : 0,3% x DPP PPN
Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas dari produsen atau importir terkait
Jika anda penyalur/agen BBM, BBG dan pelumas (non SPBU atau SPBU non pertamina) dan melakukan
pembelian kepada produsen atau importir BBM, BBG dan pelumas, maka hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
1. atas pembelian BBM, BBG dan pelumas produsen atau importir di atas akan melakukan
pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,3% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN
2. pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian BBM dan BBG bersifat final, sehingga tidak dapat
dikreditkan pada SPT Tahunan PPh

20 | P a g e
3. pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian pelumas, dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh
Pasal 22, sehingga Anda perlu menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22
4. PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat surat perintah pengeluaran barang (delivey order)
Jika anda bukan penyalur/agen BBM, BBG dan pelumas (non SPBU atau SPBU non pertamina) dan
melakukan pembelian kepada produsen atau importir BBM, BBG dan pelumas, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. atas pembelian BBM, BBG dan pelumas produsen atau importir di atas akan melakukan
pemungutan PPh pasal 22 sebesar 0,3% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN
2. pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian BBM, BBG dan pelumas, dapat dikreditkan dalam SPT
Tahunan PPh Pasal 22, sehingga Anda perlu menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22
3. PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat surat perintah pengeluaran barang (delivery order)

Pembelian kepada Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor
Jika Anda melakukan pembelian kendaraan bermotor kepada ATPM, APM, dan importir kendaraan
bermotor, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. ATPM, APM, dan importir kendaraan bermotor akan memungut PPh Pasal 22 dengan tarif 0,45%
dari harga barang tidak termasuk PPN
2. meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan
PPh
Pembelian Barang yang tergolong sangat mewah
Jika Anda melakukan pembelian barang-barang sebagai berikut :
1. pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
2. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
3. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter
persegi)
4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh
meter)
5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan
harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih
dari 3.000cc
6. kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc
badan usaha yang melakukan penjualan akan melakukan pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif 5% dari
harga jual tidak termasuk PPN untuk barang-barang non bangunan (nomor 1,2,5 dan 6) dan harga dasar,
yaitu harga tunai tidak termasuk PPN dan PPnBM untuk bangunan (nomor 3 dan 4).

Pembelian Emas Batangan


Jika Anda melakukan pembelian emas batangan di seluruh cabang Antam Logam Mulia, maka atas
pembelian emas tersebut, dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,45%. Pemungutan PPh Pasal 22 ini tidak
bersifat final, sehingga Anda perlu meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk
dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.
Ketentuan tambahan:
Pemungutan PPh atas penjualan/pembelian kepada Pemungut PPh Pasal 22 di atas akan dikenakan tarif
lebih tinggi 100% jika Anda tidak memiliki NPWP.

Fasilitas PPh Pasal 22 Pada Masa Pandemi

21 | P a g e
Sehubungan dengan dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), masih tetap diperlukan
kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, serta melindungi sektor usaha,
melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.03/2020 memberikan insentif PPh Pasal 22 yang
dipungut oleh:
1. Instansi Pemerintah berkenaan dengan pembayaran atasnpembelian barang;
2. badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-
bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau
3. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor dan/ atau pembelian bahan baku
untuk memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Covid-19, diberikan pembebasan dari
pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/ atau PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak Oktober 2020 sampai dengan
Masa Pajak Desember 2020. Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/ atau PPh Pasal 22
diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari
BNPB.
Fasilitas pembebasan dai pemungutan PPh Pasal 22 juga diberikan kepada industri Farmasi Produksi
Vaksin dan/atau Obat yang melakukan penjualan vaksin dan/ atau obat untuk penanganan Covid-19
kepada Instansi Pemerintah dan/atau badan usaha tertentu, 22 sejak Masa Pajak Oktober 2020 sampai
dengan Masa Pajak Desember 2020.

22 | P a g e
Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 23

Objek PPh Pasal 23 terdiri dari:


1. Dividen.
2. Bunga.
3. Royalti.
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Apabila Anda membayarkan dividen kepada PT sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), koperasi,
BUMN, atau BUMD yang jumlah kepemilikan sahamnya dibawah 25%, maka yang harus Anda lakukan
adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% saat dividen disediakan untuk dibayarkan dan
membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23.
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP
411124 dan kode jenis setoran 101. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh pasal 23 melalui
login di laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) [Daftar Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Apabila Anda melakukan peminjaman dana dan membayarkan Bunga kepada pemilik dana, maka yang
harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari bruto nilai bunga dan membuat bukti
potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP
411124 dan kode jenis setoran 102. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh pasal 23 melalui
login di laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) [Daftar Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Apabila Anda membayarkan royalti kepada pihak penerima royalti, maka yang harus Anda lakukan
adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto nilai royalti dan membuat
bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP
411124 dan kode jenis setoran 103. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh pasal 23 melalui
login di laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) [Daftar Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Apabila Anda menggunakan jasa dari WP badan, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. Meneliti apakah jasa yang digunakan itu adalah termasuk jenis jasa yang merupakan objek PPh
Pasal 23 berdasarkan PMK-141/PMK.03/2015
2. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto nilai jasa dan membuat bukti
potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23

23 | P a g e
3. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP
411124 dan kode jenis setoran 104. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
4. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh pasal 23 melalui
login di laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) [Daftar Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Apabila Anda menyewa harta selain tanah dan/atau bangunan, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 % dari jumlah bruto nilai sewa dan membuat
bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP
411124 dan kode jenis setoran 100. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh pasal 23 melalui
login di laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) [Daftar Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

No Uraian Tarif x DPP


1 Dividen 15% x jumlah bruto
(Termasuk pengertian dividen dengan nama dan Jika penerima penghasilan tidak memiliki
dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100%
perusahaan asuransi kepada pemegang polis) lebih tinggi.
Tidak termasuk Dividen yang dikenakan sejak 1 Januari 2009
pemotongan PPh Pasal 23 adalah: Disetor dengan SSP paling lambat tgl
• Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang 10 bulan berikutnya.
dibayarkan kepada anggota koperasi KAP: 411124
(karena dikecualikan dari pemotongan PPh KJS: 101
Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf Dilaporkan oleh Pemotong dengan
fUU 36 tahun 2008); menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling
• bagian laba yang diterima oleh anggota lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah Masa
dari perseroan komanditer yang modalnya Pajak berakhir.
tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif
(KIK), (karena bukan merupakan objek
pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf i UU 36
tahun 2008) dankarena dikecualikan dari
pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23
ayat (4) huruf eUU 36 tahun 2008);
• Dividen yang dibagikan kepada WP Orang
Pribadi, karena masuk PPh Pasal 4(2). ..
• Dividen yang diterima WP Badan Dalam
Negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dengan
syarat:
o Dividen berasal dari cadangan laba
ditahan; dan
o Bagi penerima dividen,
kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor.
o (karena bukan objek pajak, diatur
di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh)
2 Bunga 15% x jumlah bruto

24 | P a g e
No Uraian Tarif x DPP
Tidak termasuk pengertian Bunga yang dipotong Jika penerima penghasilan tidak memiliki
PPh Pasal 23 adalah: NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100%
• Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada lebih tinggi.
Bank (karena dikecualikan dari sejak 1 Januari 2009
pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 Disetor dengan SSP paling lambat tgl
ayat (4) huruf aUU 36 tahun 2008); 10 bulan berikutnya.
• Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada KAP: 411124
badan usaha atas jasa keuangan yang KJS: 102
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/ Dilaporkan oleh Pemotong dengan
atau pembiayaan yang diatur dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling
Peraturan Menteri Keuangan (karena lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah Masa
dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal Pajak berakhir.
23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf hUU 36
tahun 2008); Diatur lebih lanjut dalam PMK
251/PMK.03/2008.
• Bunga Deposito, Tabungan (yg didapatkan
dari Bank), dan Diskonto SBI, krn termasuk
pemotongan PPh Pasal 4(2); ..
• Bunga Obligasi, krn termasuk pemotongan
PPh Pasal 4(2); ..
• Bunga simpanan yang dibayarkan
Koperasi kepada anggota koperasi Orang
Pribadi (WP OP), karena termasuk
pemotongan PPh Pasal 4(2). ..
3 Royalti 15% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki
NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100%
lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tgl
10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 103
Dilaporkan oleh Pemotong dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling
lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
4 Hadiah dan penghargaan selain yang telah 15% x jumlah bruto
dipotong PPh Pasal 21ayat (1) huruf e. Jika penerima penghasilan tidak memiliki
Tidak termasuk Hadiah dan Penghargaan yang NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100%
dipotong PPh Pasal 23 adalah: lebih tinggi.
• Hadiah atau penghargaan dan hadiah sejak 1 Januari 2009
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan Disetor dengan SSP paling lambat tgl
kegiatan lainnya yang diterima oleh WP 10 bulan berikutnya.
OP Dalam Negeri (karena termasuk KAP: 411124
pemotongan PPh Pasal 21); .. KJS: 100
• Hadiah Undian, karena termasuk Dilaporkan oleh Pemotong dengan
pemotongan PPh Pasal 4(2); .. menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling
• Hadiah langsung dalam penjualan barang/ lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah Masa
jasa sepanjang diberikan kepada semua Pajak berakhir.
pembeli/ konsumen akhir tanpa diundi,
(karena bukan termasuk objek pajak); ..
5 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan 2% x jumlah bruto
penggunaan harta, kecuali yang telah dikenakan Jika penerima penghasilan tidak memiliki
PPh Pasal 4(2). NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100%
Tidak termasuk sewa dan penghasilan lain lebih tinggi.
sehubungan dengan penggunaan harta yang sejak 1 Januari 2009
dipotong PPh Pasal 23 adalah:

25 | P a g e
No Uraian Tarif x DPP
• sewa tanah dan/ atau bangunan karena Disetor dengan SSP paling lambat tgl
termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2)... 10 bulan berikutnya.
• sewa yang dibayarkan atau terutang KAP: 411124
sehubungan dengan sewa guna usaha KJS: 100
dengan hak opsi, karena dalam Pasal 23 Dilaporkan oleh Pemotong dengan
ayat (4) huruf bUU 36 tahun 2008 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling
dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah Masa
23. Pajak berakhir.
6 Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa 2% x jumlah bruto
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah Jika penerima penghasilan tidak memiliki
dipotong PPh Pasal 21. NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100%
Untuk Jasa Konstruksi mulai dari 1 Januari 2008 lebih tinggi.
pemotongan PPh Pasal 4(2) sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tgl
10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 104
Dilaporkan oleh Pemotong dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling
lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.

26 | P a g e
Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 26

Dalam Hal Anda memberikan penghasilan kepada Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), yang harus Anda
lakukan adalah:
1. Tentukan dahulu apakah benar lawan transaksi Anda adalah SPLN.
2. Jika merupakan SPLN, tentukan dahulu apakah SPLN tersebut berhak dipotong PPh Pasal 26
dengan menggunakan tarif berdasarkan tax treaty.
3. Tax Treaty bisa digunakan dalam hal SPLN mempunyai form DGT (Certificate Of Domicile Of Non
Resident For Indonesia Withholding Tax) atau Surat Keterangan Domisili (SKD) sesuai PER-
25/PJ/2018
4. Input informasi yang ada di form DGT dengan login ke laman pajak.go.id menu e-SKD untuk
mendapatkan tanda terima SKD WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri).
5. Berikan tanda terima SKD WPLN kepada SPLN.
6. Melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty jika memenuhi PER-
25/PJ/2018 dan membuat bukti potong PPh Pasal 26 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23/26
7. Jika tidak memenuhi syarat untuk menggunakan ketentuan pada tax treaty, maka tarif PPh 26
nya adalah 20%.
8. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing. Penyetoran dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya di kantor pos/bank persepsi.
9. Melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) secara elektronik melalui laman pajak.go.id menu e-
bupot atau melalui application service provider (ASP) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
dengan melampirkan tanda terima SKD WPLN walaupun tidak terdapat pemotongan PPh
berdasarkan ketentuan tax treaty.
10. Mulai 1 Agustus 2020, yang melakukan transaksi terkait PPh Pasal 23/26 dan terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama seluruh Indonesia wajib membuat bukti pemotongan dan
penyampaian SPT Masa PPh 23/26 secara elektronik melalui e-Bupot.

No Uraian Tarif x DPP Dasar Hukum


1 Penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN 20% x penghasilan bruto UU PPh Pasal 26 ayat (1)
berupa: atau Tax Treaty (P3B)
1. Deviden; Penyetoran menggunakan SSP
2. Bunga termasuk Premium,Diskonto dengan:
dan Imbalan jaminan KAP: 411127
pengembalian hutang; KJS:
3. Royalty; • Deviden: 101
4. Sewa; • Bunga: 102
5. Penghasilan penggunaan harta • Royalti: 103
6. Imbalan sehubungan dengan jasa • Jasa: 104
pekerjaan dan kegiatan; • Selain Deviden, Bunga,
7. Hadiah & penghargaan; Royalti, Jasa: 100
8. Pensiun & pembayaran berkala
lainnya;
9. premi swap dan transaksi lindung
nilai lainnya; dan/ atau
10. keuntungan karena pembebasan
utang.
2 Penjualan atas penghasilan dari penjualan 20% x Perkiraan Neto. UU PPh Pasal 26 ayat (2)
atau pengalihan harta di Indonesia, yang Perkiraan neto=25% x harga jual PMK
diperoleh WP Luar Negeri. 82/PMK.03/2009 berlaku
Harta yang dimaksud berupa: Sehingga tarif efektif: sejak 22 April 2009

27 | P a g e
perhiasan mewah, berlian, emas, intan, 20% x 25% x harga jual = 5% x
jam tangan mewah, barang antik, lukisan, harga jual
mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau FINAL
pesawat terbang ringan. Pemotong Pajak wajib:
Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal • memberikan bukti
26 adalah: potong PPh Pasal 26;
WP OP Luar Negeri yang memperoleh • menyetorkan PPh Pasal
penghasilan tidak melebihi Rp 10Juta untuk 26 yang terutang dengan
setiap jenis transaksi. (Pasal 3 ayat (2) PMK menggunakan nama
82/PMK.03/2009) WPLN yang menjual
harta paling lama tgl 10
bulan berikutnya setelah
bulan transaksi;
• melaporkan PPh Pasal 26
yang dipotong paling
lama tgl 20 bulan
berikutnya.
Penyetoran menggunakan SSP
dengan:
KAP: 411127
KJS: 100
3 Penjualan saham oleh WPLN. 20% x perkiraan neto UU PPh Pasal 26 ayat (2a)
Saham yang diperjualbelikan adalah saham Perkiraan neto=25% x harga jual KMK 434/KMK.04/1999
dari PT di Dalam Negeri dan tidak berstatus Sehingga tarif efektif: PMK 258/PMK.03/2008
sebagai emiten atau perusahaan publik.20% x 25% x harga jual = 5% x
(Pasal 1 KMK 434/KMK.04/1999) harga jual
FINAL
Didalam PMK 258/PMK.03/2008Jika pembeli adalah:
disebutkan bahwa penjualan/pengalihan • WPLN, maka pemotong
saham perusahaan antara (special purpose pajaknya adalah
company atau conduit company), yang Perseroan (PT Dalam
didirikan di Tax Haven Country dan Negeri) yang sahamnya
mempunyai hubungan istimewa dengan diperjualbelikan.
WPDN Indonesia atau BUT di • WPDN yang ditunjuk
Indonesia, dapat ditetapkan sebagai sebagai pemotong,
penjualan/ pengalihan saham WP Badan maka pemotong
Dalam Negeri. pajaknya adalah
WPDN sebagai pembeli.
Dan Perseroan hanya
mencatat akta
pemindahan hak atas
saham yang dijual
apabila dibuktikan oleh
WPLN bahwa PPh Pasal
26 yang terutang telah
dibayar lunas dengan
bukti pemotongan PPh
Pasal 26 dengan
menunjukkan aslinya.
Penyetoran menggunakan SSP
dengan:

28 | P a g e
KAP: 411127
KJS: 100
4 Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang 20% x perkiraan neto. UU PPh Pasal 26 ayat (2)
dibayar kepada perusahaan asuransi di LN Perkiraan neto: KMK 624/KMK.04/1994
1. 50% dari Premi yang
dibayarkan oleh pihak
yang tertanggung
kepada perusahaan
asuransi LN. Sehingga
tarif efektif: 20% x 50%=
10%.
Pemotong pajak adalah
tertanggung.
2. 10% dari Premi yang
dibayar oleh perusahaan
asuransi di Indonesia
kepada perusahaan
asuransi LN. Sehingga
tarif efektif: 20% x 10%=
2%.
Pemotong Pajak adalah
perusahaan asuransi di
Indonesia.
3. 5% dari Premi yang
dibayar oleh perusahaan
reasuransi di Indonesia
kepada perusahaan
asuransi di LN. Sehingga
tarif efektif: 20% x 5%=
1%.
Pemotong pajak adalah
perusahaan reasuransi di
Indonesia.
Penyetoran menggunakan SSP
dengan:
KAP: 411127
KJS: 100
5 BUT (Bentuk Usaha Tetap)/ Permanent Atas Laba BUT sebelum pajak: UU PPh Pasal 26 ayat (4)
Establishment →dikenakantarif Pasal 17 KMK 113/KMK.03/2002 Jo.
Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26 Penyetoran seperti WP Badan PMK 257/PMK.03/2008
ayat (4) jika penghasilan BUT ditanamkan DN. Jo. PMK 14/PMK.03/2011
kembali di Indonesia dengan syarat: tentang penanaman
1. penanaman kembali dilakukan atas Atas Laba BUT setelah pajak kembali Laba BUT.
seluruh penghasilan kena pajak yang tidak ditanamkan kembali PER 16/PJ/2011 tentang
setelah dikurangi PPh dalam di Indonesia: Penanaman Kembali Laba
bentuk penyertaan modal pada →dikenakan20% x laba setelah BUT
perusahaan yang baru didirikan pajak
dan berkedudukan di Indonesia Penyetoran PPh Pasal 26 atas
sebagai pendiri atau peserta Laba BUT setelah pajak,
pendiri; menggunakan SSP dengan:
KAP: 411127

29 | P a g e
2. Perusahaan yang baru didirikan KJS: 105
dan berkedudukan di Indonesia tsb
harus aktif melakukan kegiatan
usaha sesuai dengan akte
pendiriannya, paling lama 1 tahun
sejak didirikan;
3. penanaman kembali dilakukan
dalam tahun ajak berjalan atau
paling lama tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima/
diperolehnya penghasilan tsb; dan
4. tidak melakukan pengalihan atas
penanaman kembali tsb paling
singkat dalam jangka waktu 2
tahun sesudah perusahaan baru
tsb telah berproduksi komersial.

30 | P a g e
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Undang-Undang PPN mendefinisikan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak sesuai dengan
Undang-Undang PPN. Dalam peraturan tersebut, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP bila melakukan penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean atau melakukan
ekspor BKP, JKP, dan ekspor BKP tidak berwujud.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil
PPN, pengusaha yang wajib menjadi PKP adalah pengusaha yang dalam satu tahun buku memiliki omzet
minimal Rp4,8 miliar. Namun, meskipun pengusaha belum mencapai omzet tersebut, pengusaha dapat
mengajukan permohonan sebagai PKP.
1. Hak PKP atas PPN
Apabila Anda sebagai pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP, maka terdapat hak yang dapat Anda
terima sebagai PKP. Hak PKP atas PPN adalah:
• Dapat melakukan pengkreditan pajak masukan/pembelian atas BKP/JKP.
• Dapat mengajukan restitusi jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran/penjualan dan
juga berhak atas kompensasi kelebihan pajak.
• Dapat mengajukan kompensasi kelebihan pajak berdasarkan laporan dan pembukuan sesuai
keadaan sebenarnya.
1. Kewajiban PKP atas PPN
Selain menerima hak, Anda sebagai PKP juga memiliki kewajiban sebagai berikut:
• Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP jika sudah memiliki omzet mencapai Rp4,8
miliar dalam satu tahun buku.
• Memungut PPN dan PPnBM terutang.
• Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar dari pajak
masukan yang bisa dikreditkan.
• Menyetorkan PPnBM terutang.
• Melaporkan penghitungan pajak ke dalam SPT Masa PPN.
• Menerbitkan faktur pajak atas setiap penyerahan BKP/JKP.
1. Keunggulan menjadi PKP
Beberapa keunggulan yang didapatkan jika menjadi PKP adalah sebagai berikut:
• Bila wajib pajak menjadi PKP, maka pengusaha akan dianggap telah memiliki sistem yang legal
secara hukum karena tertib membayar pajak.
• Status PKP dapat meningkatkan kepercayaan dari mitra perusahaan terhadap status dan reputasi
pengusaha atau wajib pajak.
• Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP juga dapat melakukan transaksi jual-beli dengan
instansi pemerintah maupun ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa.
1. Konsekuensi atas Status PKP
Setelah dikukuhkan menjadi PKP, kedisiplinan dan ketertiban dalam melaporkan faktur pajak dan SPT
Masa PPN menjadi prioritas utama Anda. Peraturan terkait pelaporan PPN mengakibatkan adanya sanksi
administrasi. PKP dapat dikenakan sanksi berupa administrasi seperti denda dan/atau bunga hingga
sanksi pidana apabila terlambat membuat faktur pajak dan pelaporan SPT Masa.
Kemudahan layanan e-Faktur memungkinkan Anda untuk membuat faktur secara online. Pelaporan SPT
dapat menggunakan aplikasi layanan pajak yang telah disediakan oleh Ditjen Pajak maupun ASP mitra
resmi DJP. Selain prosesnya mudah, wajib pajak dapat langsung mengunggah dokumen CSV dan PDF.
Wajib pajak memperoleh arsip pembayaran dan pelaporan pajak yang rapi dan sangat mudah diperiksa
statusnya.
SPT Masa dan Tahunan wajib dilaporkan tepat waktu, sehingga status PKP Anda bisa dipertahankan
karena Anda menjadi wajib pajak yang taat.
Untuk mengetahui serba-serbi seputar PPN, Anda dapat mengakses https://pajak.go.id/index-belajar-
pajak pada segmen Pajak Pertambahan Nilai.

31 | P a g e
Mekanisme Pemungutan PPN
Secara umum, mekanisme pemungutan PPN adalah sebagai berikut:
1.
0. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa
Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang
bersangkutan sebesar 10% dari harga jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak
sebagai bukti pemungutannya.
1. Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (BUMN, kontraktor dan
pemegang izin kontrak kerja sama, bendaharawan pemerintah, dan Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak
dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN
tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP penjual
sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas negara.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP
Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (hutang pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN,
PPN tersebut merupakan Pajak Masukan, yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di
muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan
usahanya.
4. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari
pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan
lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa
pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku.
5. Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT
Masa PPN) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Fasilitas dan Objek PPN Tertentu


Fasilitas PPN yang diberikan oleh Pemerintah terdiri dari:
1. Pengenaan tarif 0%.
2. Tidak dikenakan pungutan PPN.
3. Pembebasan PPN.
4. PPN terutang tidak dipungut PPN.
Objek PPN tertentu terdiri dari:
1. PPN atas kegiatan membangun sendiri (Pasal 16 C)
2. PPN atas penjualan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16
D)

Fasilitas PPN Pada Masa Pandemi


Sehubungan dengan dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih tetap diperlukan
kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, serta melindungi sektor usaha,
melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.03/2020 memberikan insentif PPN kepada:
1. Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/ a
tau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
2. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/ atau Obat atas impor atau perolehan bahan baku vaksin
dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan

32 | P a g e
3. Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/ atau Obat sebagaimana
dimaksud pada huruf b,
yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sejak Masa
Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. Pemberian fasilitas ini diberlakukan untuk
PPN yang terutang atas:
1. impor Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) oleh Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau pihak lain, tidak
dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada
Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau pihak lain, ditanggung pemerintah; dan
3. pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu
Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau pihak lain, ditanggung pemerintah.
4. impor bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/ atau Obat, ditanggung
pemerintah;
5. penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin
dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;
penyerahan vaksin dan/ atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri
Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.

33 | P a g e
Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada
pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.
Pihak Yang Terutang
• Apabila dokumen dibuat sepihak, bea materai terutang oleh pihak yang menerima dokumen.
• Apabila dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang oleh masing-masing
pihak atas Dokumen yang diterimanya.
• Dokumen yang berupa surat berharga, maka bea materai terutang oleh pihak yang menerbitkan
surat berharga.
• Bea Meterai juga terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Objek Bea Meterai
1. Bea Meterai dikenakan atas:
. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang
bersifat perdata; dan
a. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
2. Dokumen yang bersifat perdata, meliputi:
. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis,
beserta rangkapnya;
a. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
b. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
c. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
e. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah
lelang, dan grosse risalah lelang;
f. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) yang:
▪ menyebutkan penerimaan uang; atau
▪ berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan;
g. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bukan Objek Bea Meterai

1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:


. surat penyimpanan barang;
a. konosemen;
b. surat angkutan penumpang dan barang;
c. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
d. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
e. surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada huruf
a sampai dengan angka e;
2. segala bentuk ljazah;
3. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran dimaksud;
4. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga
lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;

34 | P a g e
5. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya
yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;
6. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan
kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan
penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
8. surat gadai;
9. tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun; dan
10. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan
kebijakan moneter.

Saat Terutang Bea Meterai

1. Dokumen dibubuhi Tanda Tangan, untuk:


. surat perjanjian beserta rangkapnya;
a. akta notaris beserta grosse, salinan, dan; dan
b. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.
2. Dokumen selesai dibuat, untuk:
. berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
a. transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.
3. Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa Dokumen tersebut dibuat, untuk:
. keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
a. Dokumen lelang; dan
b. Dokumen yang menyatakan jumlah uang.
4. Dokumen diajukan ke pengadilan, untuk Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di
pengadilan.
5. Dokumen digunakan di Indonesia, untuk Dokumen yang dibuat di luar negeri.
Atau ditetapkan saat lain terutangnya Bea Meterai oleh Menteri.
Nilai Bea Meterai terutang dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
Tata Cara Pelunasan
Bea Meterai terutang, dapat dilunasi dengan dilakukan dengan menggunakan:

Meterai

a. Meterai tempel memiliki ciri umum dan ciri khusus. Ciri umum paling sedikit memuat:
0. gambar lambang negara Garuda Pancasila;
1. frasa "Meterai Tempel"; dan
2. angka yang menunjukkan nilai nominal.
Selain memiliki ciri umum, meterai tempel juga memiliki ciri khusus sebagai unsur pengaman
yang terdapat pada desain, bahan, dan teknik cetak yang dapat bersifat terbuka, semi tertutup,
dan tertutup. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan ciri umum dan ciri khusus pada
meterai tempel serta pemberlakuannya diatur dalam Peraturan Menteri.
b. Meterai elektronik memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diatur dalam Peraturan
Menteri.
c. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri merupakan Meterai yang dibuat dengan
menggunakan mesin teraan Meterai digital, sistem komputerisasi, teknologi percetakan, dan
sistem atau teknologi lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai Meterai dalam bentuk lain diatur
dalam Peraturan Menteri.

35 | P a g e
Surat Setoran Pajak

Pembayaran Bea Meterai juga dapat dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak dalam hal
mekanisme pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai dianggap tidak elisien atau bahkan
tidak dimungkinkan. Misalnya, untuk Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
dalam jumlah besar, yang pembayarannya melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang ini. Pemberian alternatif dalam pembayaran Bea Meterai ini dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan dalam pembayaran Bea Meterai.

Pemeteraian Kemudian
Apabila terdapat dokumen yang akan digunakan:
1. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan,
2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya;
dapat dilakukan Pemeteraian Kemudian.
Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian merupakan Pihak Yang
Terutang. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi maka ditambah
dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang.

36 | P a g e
Pemeriksaan

Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti
yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan.
Tujuan Pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain.
Pemeriksaan menurut tujuannya diterangkan sebagai berikut:

Pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan


Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan terbagi dalam:
1. Pemeriksaan Khusus, dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan, baik berdasarkan data konkret maupun hasil analisis risiko.
2. Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan
hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Pemeriksaan tujuan lain


Pemeriksaan Tujuan Lain dilakukan dalam rangka:
• Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
secara jabatan
• Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan Wajib
Pajak
• Penentuan saat produksi dimulai
• Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
• Penetapan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi
• Penagihan pajak
• Keberatan
• Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
• Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan
Tahapan Pemeriksaan
Pemeriksaan dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pengiriman
surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor. Dalam hal khusus, misalnya kondisi pandemi,
pemeriksaan dapat dilakukan secara daring.
Hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dengan
mencantumkan dasar hukum atas temuan tersebut.
Pemeriksaan dalam pengujian kepatuhan Wajib Pajak diakhiri dengan pembuatan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) dan produk hukum yang dapat berupa:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Pemeriksaan untuk tujuan lain ditutup dengan diterbitkannya LHP yang berisi usulan diterima atau
ditolaknya permohonan WP.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Rangka Pemeriksaan


Wajib Pajak berhak:
a. meminta Pemeriksa Pajak untuk :
o memperlihatkan tanda pengenal dan Surat Perintah Pemeriksaan;
o memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan;

37 | P a g e
o memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa apabila susunan
keanggotaan mengalami perubahan;
o memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan;
b. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
c. menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan bersama dengan pemeriksa pada waktu yang
telah ditentukan;
d. mengajukan permohonan Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal belum disepakati dasar
hukum koreksi pemeriksaan; dan
e. mengisi kuesioner terkait pelaksanaan pemeriksaan.

Wajib Pajak berkewajiban:


a. memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan tepat waktu;
b. memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen yang menjadi dasar penghitungan
penghasilan;
c. memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
d. memberikan kesempatan tim pemeriksa untuk memasuki dan memeriksa ruangan yang menjadi
tempat penyimpanan dokumen serta meminjamkannya;
e. memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, yang dapat berupa:
0. menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau
keahlian khusus;
1. memberikan bantuan kepada tim pemeriksa untuk membuka barang bergerak dan/atau
tidak bergerak; dan/atau
2. menyediakan ruangan khusus dalam hal pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
f. meminjamkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik;
g. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
h. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

38 | P a g e
Penagihan

Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan aktif terhadap Wajib Pajak yang memiliki
hutang pajak yang belum dibayarkan.
Penagihan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak.
Penanggung Pajak merupakan orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak Anda.
Tindakan penagihan pajak ini dapat dijelaskan dalam alur sebagai berikut:

Alur Penagihan

Keterangan Gambar:
1. Proses penagihan dimulai dari adanya dasar penagihan yang terdiri dari Surat Tagihan Pajak (STP),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPKBT), Surat
Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan), Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan), Putusan
Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali tidak disengketakan oleh Anda.
2. Jatuh tempo dasar penagihan adalah 1 (satu) bulan sejak terbit. Apabila dalam jangka waktu
tersebut, Penanggung Pajak tidak mengajukan permohonan angsuran/penundaan dan tidak
melunasi hingga jatuh tempo, maka setelah lewat waktu 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo akan
dikeluarkan Surat Teguran.
3. Akan dikeluarkan Surat Paksa (SP) setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak
diterbitkannya Surat Teguran oleh Jurusita secara langsung apabila Penanggung Pajak belum
melunasi utang pajaknya.
. Jurusita dapat melakukan melakukan pengumuman di media massa, pemblokiran,
pencegahan, dan penyanderaan terhadap penanggung pajak yang belum melunasi utang
pajak dan biaya penagihan tanpa menunggu jatuh tempo.
a. Apabila penanggung pajak mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100 juta dan
diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak, dapat dilakukan pencegahan dan
penyanderaan.
b. Jangka waktu penyanderaan 6 (enam) bulan dapat diperpanjang maksimal 6 (enam)
bulan. Penyanderaan tidak menghapus utang pajak dan penagihan tetap dilaksanakan.

39 | P a g e
4. Apabila sampai batas waktu Surat Paksa (SP) Penanggung Pajak belum melunasi utang pajaknya,
maka setelah lewat waktu 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat jam) akan diterbitkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
. Surat Pencabutan Sita diterbitkan oleh Jurusita apabila Penanggung Pajak telah melunasi
utang pajak dan biaya penagihan atau berdasarkan keputusan pengadilan.
5. Pejabat lelang akan melakukan pengumuman lelang apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas
hari ) sejak tanggal penyitaan, Penanggung Pajak belum juga melunasi utang pajak dan biaya
penagihannya.
6. Pelaksanaan lelang dilaksanakan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman
lelang apabila penanggung pajak tidak membayar utang pajak dan biaya penagihannya.
Rangkaian kegiatan penagihan selama masa pandemi Covid-19 dilakukan dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan yang berlaku.

Hak Wajib Pajak dalam Penagihan


Wajib Pajak berhak:
1. Anda dapat mengajukan angsuran dan penundaan pembayaran utang pajak
2. Anda dapat mengajukan Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
3. Untuk SKPKB/SKPKBT mulai Tahun Pajak 2008 sampai sekarang yang tidak disetujui oleh Anda
pada saat pembahasan akhir pemeriksaan, penagihan pajak menjadi tertangguh
4. Anda dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang, Keputusan Pencegahan dalam Rangka Penagihan Pajak ke
Pengadilan Pajak
5. Anda dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan penyanderaan ke Pengadilan Negeri
6. Anda dapat Mengajukan sanggahan atas objek sita

Kewajiban Wajib Pajak dalam Penagihan


Wajib Pajak berkewajiban:
1. Anda berkewajiban melakukan pembayaran utang pajak sebelum jatuh tempo
2. Anda berkewajiban memenuhi komitmen dalam angsuran/penundaan pembayaran pajak
3. Anda berkewajiban untuk bersifat kooperatif dalam tindakan penagihan pajak
4. Anda dilarang melakukan hal-hal yang melanggar UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dalam
Penagihan Pajak yang berakibat pada tindakan pidana, seperti memindahtangankan,
menyembunyikan, menghilangkan, memindahkan hak atas barang yang disita

Daluwarsa Penagihan
Jangka waktu DJP dapat melaksanakan penagihan pajak, termasuk bunga, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, terhadap Anda adalah 5 (lima) tahun sejak penerbitan dasar penagihan pajak.
Namun dapat tertangguh/melewati 5 (lima) tahun apabila:
1. Diterbitkan Surat Paksa
2. Ada pengakuan utang pajak dari Anda baik langsung maupun tidak langsung, misalnya
mengajukan permohonan pengangsuran/penundaan pembayaran
3. Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT karena Anda melakukan tindak pidana perpajakan dan tindak
pidana lain yang merugikan pendapatan Negara
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

40 | P a g e
Penyelesaian Sengketa Pajak
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau
penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
1. Keberatan
2. Banding
3. Gugatan
4. Peninjauan Kembali
Atas keempat upaya hukum tersebut, syarat yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam pengajuannya adalah
sebagai berikut.

Keberatan
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau
jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan;
c. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah
disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil
verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
o surat ketetapan pajak dikirim; atau
o pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani
oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-
Undang KUP.
h. Pengajuan permohonan keberatan tertentu dapat diajukan secara daring melalui laman
www.pajak.go.id
Ketentuan khusus:
• Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak
dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum
jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.
• Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal Surat Keberatan
diterima.
• Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus
dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir
hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
RUANG LINGKUP KEBERATAN
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),

41 | P a g e
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),
5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang
meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah
besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.
Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau
pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatan.

SYARAT PENGAJUAN KEBERATAN


a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau
jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan;
c. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah
disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil
verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
o surat ketetapan pajak dikirim; atau
o pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani
oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-
Undang KUP.
Ketentuan khusus:
• Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak
dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum
jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.
• Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal Surat Keberatan
diterima.
• Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus
dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir
hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

ALUR PENYELESAIAN KEBERATAN


a. Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
o meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam
bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang
disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data
dan informasi;

42 | P a g e
omeminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang
disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan;
o meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak
ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat
permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga;
o meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan;
o melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil
Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan;
▪ Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal
pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
▪ Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan
klarifikasi sengketa perpajakan.
o melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan
data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam
mempertimbangkan keputusan keberatan.
b. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15 (lima belas) hari
kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan
dikirim.
c. Apabila sampai dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan
peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim berakhir, Wajib Pajak tidak
meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau tidak
memberikan keterangan yang diminta, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan:
o surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau
o surat permintaan keterangan yang kedua.
d. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dikirim.

JANGKA WAKTU PENYELESAIAN KEBERATAN


a. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
o Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sampai dengan
tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan.
b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Direktur Jenderal
Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan, jangka waktu 12
(dua belas) bulan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak
tersebut kepada Wajib Pajak sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh
Direktur Jenderal Pajak.
c. Apabila jangka waktu di atas telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan atas keberatan, keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan pengajuan
keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 12 (dua
belas) bulan tersebut berakhir.

PENCABUTAN PENGAJUAN KEBERATAN


a. Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur
Jenderal Pajak sebelum tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir (SPUH) oleh Wajib
Pajak.
b. Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan melalui penyampaian permohonan dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
o permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat
mencantumkan alasan pencabutan;

43 | P a g e
o
surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan
tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus;
o surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
c. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan jawaban atas permohonan pencabutan pengajuan
keberatan berupa surat persetujuan atau surat penolakan.
d. Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur
Jenderal Pajak ini tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak yang tidak benar.
e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan
keberatan.
f. Dalam hal Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan, pajak yang masih harus dibayar
dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan SKP.

KETENTUAN TAMBAHAN
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan:
1. pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau
3. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
o penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan
hasil Verifikasi; atau
o pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
dengan Wajib Pajak.

Banding
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas
Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling
lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat
Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang
diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap
suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan
Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
SYARAT PENGAJUAN BANDING
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas
Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling
lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat
Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

44 | P a g e
PIHAK YANG MENGAJUKAN BANDING
1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon
Banding pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh
pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

PENCABUTAN BANDING
Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
• penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan;
• putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan
diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.

Gugatan
1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14
(empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan
diluar kekuasaan penggugat.
3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat
apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak
berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Gugatan Gugatan.
5. Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap
pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
SYARAT PENGAJUAN
1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14
(empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan
diluar kekuasaan penggugat.
3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat
apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan

45 | P a g e
penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak
berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Gugatan Gugatan.
5. Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

PIHAK YANG MENGAJUKAN


Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan
disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau
Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang
menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau
likuidasi dimaksud.

YANG DAPAT DIAJUKAN GUGATAN


a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan
dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
d. penerbitan Surat Keputusan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya
tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

PENCABUTAN GUGATAN
a. Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
b. Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
o penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang;
o putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
c. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tidak
dapat diajukan kembali.

Peninjauan Kembali
1. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Pajak.
2. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan
Pengadilan Pajak.
3. Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara
pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU Pengadilan Pajak.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak
mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
SYARAT PENGAJUAN
1. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Pajak.
2. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan
Pengadilan Pajak.

46 | P a g e
3. Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara
pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU Pengadilan Pajak.

JANGKA WAKTU PENGAJUAN


Jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali, dibedakan berdasarkan alasan diajukannya Peninjauan
Kembali.
No Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan Jangka Waktu untuk pengajuan Peninjauan
berdasarkan alasan: Kembali:
1 Bila putusan pengadilan pajak didasarkan pada diajukan paling lambat 3 (tiga)
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang bulan terhitung sejak diketahuinya
diketahui setelah perkaranya diputus atau kebohongan atau tipu muslihat atau sejak
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Putusan Hakim pengadilan pidana
hakim pidana dinyatakan berlaku. memperoleh kekuatan hukum tetap.
2 Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting diajukan paling lambat 3 (tiga)
dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat
pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan bukti yang hari dan tanggal ditemukannya
menghasilkan putusan yang berbeda. harus dinyatakan dibawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
3 Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali putusan dikirim.
yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b
dan c.
Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c:
1.
0. Putusan Pengadilan Pajak dapat
berupa:
. mengabulkan sebagian
atau seluruhnya;
a. menambah Pajak yang
harus dibayar;
4 Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
diputus tanpa mempertimbangkan sebab-sebabnya. putusan dikirim.
5 Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan putusan dikirim.
perundang-undangan yang berlaku.

JANGKA WAKTU KEPUTUSAN


Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan:
• dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan
melalui pemeriksaan acara biasa;
• dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan
melalui pemeriksaan acara cepat.
• Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.

PENCABUTAN PERMOHONAN
Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan jika sudah dicabut, maka
permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

47 | P a g e
Pembetulan Ketetapan Pajak
Anda dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membetulkan:

Surat ketetapan atau keputusan yang dapat diminta untuk dibetulkan


1. Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
2. Surat Tagihan Pajak;
3. Surat Keputusan Pembetulan;
4. Surat Keputusan Keberatan;
5. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
6. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
7. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; (dapat berupa Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak
atas Surat Tagihan Pajak.)
8. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
9. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; (dapat berupa Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak.)
10. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
11. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
12. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
13. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
14. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
15. Surat Keputusan Pengurangan Denda Pajak Bumi dan Bangunan.
Hal-hal yang dapat diajukan pembetulan terhadap ketetapan pajak tersebut meliput:

Kesalahan tulis

Berupa kesalahan penulisan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak,
jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, tanggal jatuh tempo, atau kesalahan tulis lainnya yang tidak
mempengaruhi jumlah pajak terutang.

Kesalahan hitung

meliputi :
a. kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau
pembagian suatu bilangan; atau
b. kesalahan hitung yang diakibatkan oleh adanya penerbitan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, surat keputusan yang terkait dengan bidang perpajakan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.

Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan

Berupa kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak,
kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan
pajak.
• Dalam hal terdapat kekeliruan pengkreditan Pajak Masukan Pajak Pertambahan Nilai,
pembetulan atas kekeliruan tersebut hanya dapat dilakukan apabila :
1. terdapat perbedaan besarnya Pajak Masukan yang menjadi kredit pajak dan
2. Pajak Masukan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak.
PERSYARATAN PERMOHONAN
1. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau surat keputusan;

48 | P a g e
2. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar
dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan;
3. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan
permohonan dan menggunakan format surat permohonan sesuai contoh [Unduh Contoh Surat
Permohonan Pembetulan].
4. surat permohonan sebagaimana tersebut ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus.

KEPUTUSAN PEMBETULAN
Apabila permohonan yang diajukan tidak memenuhi persyaratan, permohonan pembetulan tersebut
dikembalikan disertai dengan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
permohonan diterima. Meskipun permohonan pembetulan tersebut dikembalikan, Anda masih dapat
mengajukan permohonan.
Selama proses penelitian permohonan pembetulan, Anda dapat dimintai data, informasi, dan/atau
keterangan yang diperlukan.
Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan
diterima, Surat Keputusan Pembetulan harus diterbitkan. Surat tersebut berisi keputusan:
1. mengabulkan permohonan Wajib Pajak dengan membetulkan kesalahan atau kekeliruan yang
dapat berupa menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan jumlah pajak yang terutang;
atau
2. menolak permohonan Wajib Pajak.
Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan terlampaui namun Surat Keputusan Pembetulan belum diterbitkan
atau permohonan pembetulan tidak dikembalikan, permohonan pembetulan tersebut dianggap
dikabulkan dan Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan sesuai permohonan.

49 | P a g e
Restitusi
Anda berhak untuk mengajukan pengembalian atas pajak yang lebih dibayarkan. Pengembalian kelebihan
pembayaran pajak atau restitusi dapat dilakukan atas dua kondisi:
1. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (kondisi ini terjadi
dimana Wajib Pajak membayar pajak padahal seharusnya tidak terutang pajak), dan
2. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM (kondisi ini terjadi
dimana Wajib Pajak membayar pajak lebih besar dari yang semestinya).

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG


Mengenai kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dapat diakses melalui tautan
berikut (tautan).
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pengajuan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dipisahkan berdasarkan hal yang menyebabkan
terjadinya kelebihan pembayaran sebagai berikut:
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas pembayaran pajak oleh pihak pembayar
1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2. Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh pihak pembayar.
o Pihak pembayar meliputi:
. Wajib Pajak orang pribadi;
a. Wajib Pajak badan; dan
b. orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak.
o Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan pihak pembayar, permohonan harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
3. Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan dokumen berupa:
. asli bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang dipersamakan·dengan Surat Setoran Pajak; .
a. penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
b. alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
4. Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke:
. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
a. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan
badan, dalam hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki NPWP,
dan kepadanya diberikan bukti penerimaan surat.
5. Selain penyampaian permohonan secara langsung, permohonan juga dapat disampaikan melalui:
. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
a. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud merupakan bukti penerimaan surat
permohonan.
pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kelebihan pajak dalam rangka impor
1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2. Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak.
o Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, permohonan harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
3. Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan dokumen berupa:
. fotokopi bukti pembayaran pajak berupa surat setoran pabean cukai dan pajak atau
saran.a administrasi lain yang dipersamakan dengan surat setoran pabean cukai dan
pajak;.

50 | P a g e
a. fotokopi SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, SPP, atau dokumen yang berisi pembatalan impor
yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang;
b. fotokopi keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali
yang terkait dengan SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP, dalam ha! diajukan keberatan,
banding dan/ atau peninjauan kembali terhadap SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP;
c. penghitungan pajak yang sehamsnya tidak terutang; dan
d. alasan pennohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang sehanisnya
tidak terutang.
4. Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke KPP tempat WP terdaftar dan
kepadanya diberikan bukti penerimaan surat.
5. Selain penyampaian permohonan secara langsung, permohonan dapat disampaikan melalui:
. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
a. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
6. Bukti penerimaan surat atau bukti pengiriman surat merupakan bukti penerimaan surat
permohonan.
pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kesalahan pemotongan atau pemungutan
1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2. Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak yang berhak
mengajukan permohonan.
o Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak atau pihakyang berhak
mengajukan permohonan, permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Lampiran permohonan dan Pihak yang mengajukan permohonan
No. Dalam hal pajak yang seharusnya Permohonan pengembalian KPP Tempat Mengajukan
terjadi tidak dipotong atau harus dilampiri dengan Permohonan (disampaikan
kesalahan tidak dipungut tersebut dokumen berupa: secara langsung)
pemotongan dapat diminta kembali
atau oleh :
pemungutan
pajak :
1. terkait Wajib Pajak yang 1. asli bukti pemotongan KPP tempat Wajib Pajak yang
dengan PPh dipotong atau dipungut atau pemungutan dipotong atau dipungut
2. terkait pihak yang dipungut, pajak, atau Faktur terdaftar dan kepada
dengan PPN sepanjang pihak yang Pajak, atau dokumen pemohon diberikan bukti
dipungut bukan PKP lain yang penerimaan surat.
3. terkait pihak yang dipungut dipersamakan dengan Selain itu, permohonan
dengan Faktur Pajak; dapat disampaikan melalui:
PPnBM 2. penghitungan pajak 1. pos dengan bukti
yang seharusnya tidak pengiriman slirat;
terutang; dan atau
3. alasan permohonan 2. perusahaan jasa
pengembalian atas ekspedisi atau jasa
kelebihan kurir dengan bukti
pembayaran pajak pengiriman surat.
yang seharusnya tidak
terutang.
4. terhadap SPLN tersebut melalui 1. asli bukti pemotongan ke KPP tempat bentuk usaha
SPLN yang BUT di Indonesia atau pemungutan tetap terdaftar dan kepada
memiliki BUT pajak; pemohon diberikan bukti
di Indonesia penerimaan surat.

51 | P a g e
2. penghitungan pajak Selain itu, permohonan
yang seharusnya tidak dapat disampaikan melalui:
terutang; 1. pos dengan bukti
3. alasan permohonan pengiriman slirat;
pengembalian atas atau
kelebihan 2. perusahaan jasa
pembayaran pajak ekspedisi atau jasa
yang seharusnya tidak kurir dengan bukti
terutang; dan pengiriman surat.
4. surat pemyataan SPLN
bahwa pajak yang
dimintakan
pengembalian belum
diperhitungkan
dengan pajak yang
terutang di luar negeri
dan/atau belum
dibebankan sebagai
biaya dalam
penghitungan
penghasilan kena
pajak di luar negeri.
5. terhadap SPLN tersebut melalui 1. asli bukti pemotongan ke KPP tempat Wajib Pajak
SPLN yang WP yang melakukan atau pemungutan yang melakukan
TIDAK pemotongan atau pajak; pemotongan atau
memiliki BUT pemungutan 2. penghitungan pajak pemungutan terdaftar atau
di Indonesia yang seharusnya tidak PKP yang melakukan
Dalam hal Wajib Pajak terutang; pemungutan dikukuhkan dan
yang melakukan 3. alasan permohonan kepada pemohon diberikan
pemotongan atau pengembalian atas bukti penerimaan surat.
pemungutan tersebut kelebihan Selain itu, permohonan
tidak dapat ditemukan pembayaran pajak dapat disampaikan melalui:
yang disebabkan antara yang seharusnya tidak 1. pos dengan bukti
lain karena pembubaran terutang; pengiriman slirat;
usaha, permohonan 4. surat permohonan atau
diajukan secara dari Subjek Pajak Luar 2. perusahaan jasa
langsung oleh SPLN Negeri; ekspedisi atau jasa
tersebut dan harus 5. surat kuasa dari kurir dengan bukti
dilampiri dengan Subjek Pajak Luar pengiriman surat.
dokumen berupa: Negeri yang dipotong
1. asli bukti atau dipungut kepada
pemotongan Wajib Pajak yang
atau melakukan
pemungutan pemotongan atau
pajak; pemungutan; dan
2. penghitungan 6. surat pernyataan
pajak yang Subjek Pajak Luar
seharusnya Negeri bahwa pajak
tidak terutang; yang dimintakan
3. alasan pengembalian belum
permohonan diperhitungkan

52 | P a g e
pengembalian dengan pajak yang
atas kelebihan terutang di luar negeri
pembayaran dan/atau belum
pajak yang dibebankan sebagai
seharusnya biaya dalam
tidak terutang; penghitungan
dan penghasilan kena
4. surat pajak di luar negeri.
pemyataan
Subjek Pajak
Luar Negeri
bahwa pajak
yang dimintakan
pengembalian
belum
diperhitungkan
dengan pajak
yang terutang di
luar negeri dan/
atau belum
dibebankan
sebagai biaya
dalam
penghitungan
penghasilan
kena pajak di
luar negeri.
6. terhadap orang pribadi atau 1. asli bukti pemotongan ke KPP tempat Wajib Pajak
orang pribadi badan tersebut melalui atau pemungutan yang melakukan
atau badan WP yang melakukan pajak, atau Faktur pemotongan atau
yang tidak pemotongan atau Pajak atau dokumen pemungutan terdaftar atau
diwajibkan pemungutan lain yang PKP yang melakukan
memiliki Dalam hal Wajib Pajak dipersamakan dengan pemungutan dikukuhkan dan
NPWP yang melakukan Faktur Pajak; kepada pemohon diberikan
pemotongan atau 2. penghitungan pajak bukti penerimaan surat.
pemungutan tersebut yang seharusnya tidak Selain itu, permohonan
tidak dapat ditemukan terutang; dapat disampaikan melalui:
yang disebabkan antara 3. alasan permohonan 1. pos dengan bukti
lain karena pembubaran pengembalian atas pengiriman slirat;
usaha, permohonan kelebihan atau
diajukan secara pembayaran pajak 2. perusahaan jasa
langsung oleh oleh yang seharusnya tidak ekspedisi atau jasa
orang pribadi atau terutang; dan kurir dengan bukti
badan tersebut dan 4. surat kuasa dari pihak pengiriman surat.
harus dilampiri dengan yang dipotong atau
dokumen berupa: dipungut kepada
1. asli bukti Wajib Pajak yang
pemotongan melakukan
atau pemotongan atau
pemungutan pemungutan atau
pajak, atau Pengusaha Kena Pajak

53 | P a g e
Faktur Pajak yang melakukan
atau dokumen pemungutan.
lain yang
dipersamakan
dengan Faktur
Pajak;
2. penghitungan
pajak yang
seharusnya
tidak terutang;
dan
3. alasan
permohonan
pengembalian
atas kelebihan
pembayaran
pajak yang
seharusnya
tidak terutang.

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PPH, PPN, DAN/ATAU PPNBM


Apabila pajak yang Anda bayarkan menurut perhitungan lebih besar daripada yang seharusnya menurut
ketentuan perpajakan, Anda dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Untuk mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, permohonan diajukan melalui SPT
Tahunan PPh (untuk jenis pajak PPh) atau SPT Masa PPN (untuk jenis pajak PPN dan/atau PPnBM). Pada
SPT Tahunan PPh maupun SPT Masa PPN terdapat bagian kolom yang berisi perlakuan apa saja yang ingin
dilakukan wajib pajak dalam hal terdapat pajak yang lebih dibayar.
Contoh pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Contoh pada SPT Tahunan PPh Badan

Contoh pada SPT Masa PPN

Dalam pengajuan pengembelian kelebihan bayar, Anda dapat memilih untuk dilakukan
proses Pengembalian Pendahuluan maupun proses Restitusi biasa.

54 | P a g e
Proses Pengembalian Pendahuluan hanya dapat dilakukan untuk Wajib Pajak tertentu. Proses
pengembalian lebih cepat karena hanya dilakukan penelitian namun di masa yang akan datang
dimungkinkan dilanjutkan dengan pemeriksaan apabila ditemukan data baru. Lebih lanjut mengenai
Pengembalian Pendahuluan dapat diakses melalui tautan ini.
Sementara untuk proses restitusi selain pengembalian pendahuluan, proses pengembalian dilakukan
melalui pemeriksaan. Jangka waktu pemeriksaan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap.
Apabila dalam penyampaian SPT menyatakan lebih bayar namun tidak disertai permohonan
Pengembalian Pendahuluan, sehingga tidak diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, maka akan ditindaklanjuti dengan prosedur pemeriksaan.

JANGKA WAKTU PENGEMBALIAN


Kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak dikembalikan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak :
1. diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran karena diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan proses pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan
yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak
disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
2. terbitnya SKPLB atas proses pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang
maupun proses pengembalian pajak yang bukan diajukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan tertentu atau kriteria tertentu;
3. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan;
4. Surat Keputusan Keberatan diterbitkan;
5. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak
yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
6. Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan;
7. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi diterbitkan;
8. Surat Keputusan Pengurangan SKP atau Surat Keputusan Pembatalan SKP diterbitkan; atau
9. Surat Keputusan Pengurangan STP atau Surat Keputusan Pembatalan STP diterbitkan.

55 | P a g e
Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi

Anda dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas sanksi
administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak (SKP) atau surat tagihan pajak (STP).
1. Permohonan pengurangan sanksi administrasi diajukan, apabila menurut Anda perhitungan
besarnya sanksi dalam SKP/STP tidak benar;
2. Permohonan penghapusan sanksi administrasi diajukan, apabila menurut Anda sanksi
adminisrasi dimaksud tidak seharusnya dikenakan.
Sanksi apa saja yang bisa dikurangi atau dihapus?
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya.
SYARAT PERMOHONAN
1. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali
permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak disebabkan adanya pajak yang kurang
dibayar berdasarkan ketetapan pajak, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama
maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak;
2. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3. mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
4. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
5. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat
kuasa khusus.

KETENTUAN PERMOHONAN
1. Atas surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang diajukan permohonan, tidak diajukan
upaya hukum lain, seperti keberatan, permohonan pengurangan atau pembatalan SKP/STP.
2. Permohonan dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
3. Permohonan yang kedua harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaan Wajib Pajak.
4. Permohonan yang kedua tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak
yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.

JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PERMOHONAN


Permohonan Anda akan diproses paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima lengkap.

PENCABUTAN PERMOHONAN
Anda dapat mencabut permohonan, dengan tata cara:
1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan;
2. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
3. ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh
Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
Wajib Pajak yang telah mencabut permohonan, tidak berhak untuk mengajukan kembali permohonan
yang sama dengan jenis permohonan yang dicabut.

56 | P a g e
Kuasa Wajib Pajak

Dalam melaksanakan Hak dan Kewajiban sebagai Wajib Pajak, Anda dapat menunjuk seorang
kuasa dengan cara membuat surat kuasa khusus. Kuasa yang ditunjuk dapat berasal dari:
1. Konsultan Pajak, atau
2. Karyawan Wajib Pajak.
Syarat maupun kewajiban yang harus dipenuhi kuasa dibedakan berdasarkan siapakah yang Anda percaya
menjadi kuasa. Berikut keterangannya:
Konsultan Pajak
Apabila Anda menunjuk kuasa dari Konsultan Pajak, maka persyaratan yang harus dipenuhi Konsultan
Pajak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menguasai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, yaitu:
. memiliki izin praktik konsultan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau
pejabat yang ditunjuk, dan
a. menyerahkan Surat Pernyataan sebagai konsultan pajak;
2. Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa, yang paling sedikit memuat:
. Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta NPWP dari Wajib Pajak Pemberi
Kuasa,
a. Nama, alamat, dan tanda tangan serta NPWP penerima kuasa, dan
b. Hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang mencakup keperluan
perpajakan, jenis pajak, dan Masa Pajak/Bagian Tahun Pajak/Tahun Pajak,
dimana Satu Surat Kuasa Khusus hanya untuk seorang kuasa dan untuk satu pelaksanaan hak
dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu;
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4. Telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) tahun pajak terakhir
Kecuali terhadap seorang kuasa yang belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT
Tahunan PPh; dan
5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan.
Saat kuasa tersebut mewakili Anda dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Kuasa
Khusus yang dimiliki harus dilampiri dengan dokumen:
1. Fotokopi kartu izin praktik konsultan pajak;
2. Surat pernyataan sebagai konsultan pajak;
3. Fotokopi kartu NPWP; dan
4. Fotokopi tanda terima penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak terakhir (bagi kuasa yang
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh).

Karyawan Wajib Pajak


Apabila Anda menunjuk kuasa dari karyawan Anda, maka persyaratan yang harus dipenuhi yang
bersangkutan adalah sebagai berikut:
1. Menguasai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, yaitu:
. memiliki sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan
kursus brevet pajak;
a. ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat diploma III,
yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta dengan status terakreditasi
A; atau
b. Sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi
Konsultan Pajak.
2. Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa, yang paling sedikit memuat:
. Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta NPWP dari Wajib Pajak Pemberi
Kuasa;
a. Nama, alamat, dan tanda tangan serta NPWP penerima kuasa; dan

57 | P a g e
b. Hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang mencakup keperluan
perpajakan, jenis pajak, dan Masa Pajak/Bagian Tahun Pajak/Tahun Pajak
Satu Surat Kuasa Khusus hanya untuk seorang kuasa dan untuk satu pelaksanaan hak dan/atau
pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu;
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP;
4. Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak terakhir
Kecuali terhadap seorang kuasa yang belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT
Tahunan PPh; dan
5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan.
Saat kuasa tersebut mewakili Anda dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Kuasa
Khusus yang dimiliki harus dilampiri dengan dokumen:
1. Fotokopi sertifikat brevet di bidang perpajakan, ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan,
atau sertifikat konsultan pajak;
2. Fotokopi kartu NPWP;
3. Fotokopi tanda terima penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak terakhir (bagi kuasa yang
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh); dan
4. Fotokopi daftar karyawan tetap yang dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 dalam SPT Masa Pasal
21 yang telah dilaporkan Wajib Pajak.
Isi Surat Kuasa Khusus
Surat kuasa khusus, paling sedikit memuat:
1. nama, alamat, dan tandatangan di atas meterai serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib
Pajak pemberi kuasa;
2. nama, alamat, dan tandatangan serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa; dan
3. hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.

Saat Penyampaian Surat Kuasa Khusus


1. Sebelum pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang dikuasakan;
2. Bersamaan dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang
dikuasakan
Jika tidak disampaikan sebagaimana di atas, seseorang yang diberi kuasa dianggap bukan sebagai seorang
kuasa.

Ketentuan bagi Seorang Kuasa


1. Seorang yang tidak memenuhi ketentuan/persyaratan dianggap bukan seorang kuasa
2. Tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima kepada orang lain
3. Membuat surat penunjukan jika meminta orang lain atau karyawannya untuk menyampaikan
dan/atau menerima dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan kepada dan/atau dari
pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Berakhirnya Pemberian Kuasa


1. Jika seorang kuasa terbukti melakukan perbuatan sebagai berikut:
. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
a. menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan, atau
b. dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
lainnya;
2. Berakhirnya pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang
tercantum dalam surat kuasa khusus; atau
3. Adanya pencabutan pemberian kuasa oleh Wajib Pajak yang diberitahukan secara tertulis dan
disampaikan kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang menangani pelaksanaan
hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang dikuasakan.

58 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai