Berikut ini contoh kasus untuk perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
Pemenang tender yang sudah diputuskan adalah PT AAA, yang juga berfungsi sebagai pelaksana
konstruksi.
PT AAA merupakan perusahaan konstruksi yang mempunyai kualifikasi dalam usaha kelas
menengah.
Sedangkan Bpk. Kelik adalah PKP yang bertindak sebagai perencana konstruksi dan konsultan sipil
yang mempunyai sertifikasi dalam perencanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil.
Nilai kontrak proyek pembangunan jembatan ini sebesar Rp5.000.000.000 (tidak termasuk PPN).
Pada 31 Januari 2021, dilakukan pembayaran tahap I kepada PT AAA sebesar Rp1.750.000.000.
Pembayaran tahap II dilakukan pada Bpk. Kelik pada 5 Juli 2021 sebesar Rp65.000.000.
Pembayaran dilakukan atas nomor seri Faktur Pajak 010.000-15.00000950 tertanggal 30 Juni
2021.
Berdasarkan data di atas, maka kewajiban pajak yang harus dipenuhi sebagai berikut:
Pembayaran tahap I oleh PT AAA dibayar pada 31 Januari 2021: Rp1.750.000.000 x 10% =
Rp175.000.000
Pembayaran tahap II kepada Bpk. Kelik dibayar pada 5 Juli 2021:
Rp65.000.000 x 10% = Rp6.500.000
1. Mekanisme pemungutan/pemotongan
Pembayaran pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 melalui mekanisme pemotongan pajak ini artinya
pihak pemungut jenis pajak ini memotong PPh Pasal 4 ayat 2 dan menyetorkan PPh terutang ke
kas negara.
Badan pemerintah
Subjek pajak badan dalam negeri
Penyelenggara kegiatan
Bentuk usaha tetap
Kerjasama operasi
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Orang pribadi yang ditetapkan oleh DJP
2. Mekanisme pembayaran sendiri
Sedangkan mekanisme pembayaran sendiri PPh Final artinya PPh Pasal 4 ayat 2 dibayarkan
sendiri oleh pihak yang dikenakan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 tersebut.
Contoh wajib pajak yang menyetorkan sendiri pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 seperti pemilik
tanah atau bangunan menyetorkan sendiri pajak final ini.
Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
b. Jenis penghasilan dari transaksi penjualan saham
Batas waktu penyetoran: Tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi
penjualan saham
Batas waktu pelaporan: Tanggal 25 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan
saham
c. Jenis penghasilan dari hadiah undian
Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
d. Jenis penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 (bagi pemotong pajak) atau tanggal 15 (bagi wajib pajak
pengusaha persewaan) dari bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
e. Jenis penghasilan dari jasa konstruksi
Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 (bagi pemotong pajak) dan tangga; 15 (bagi wajib pajak jasa
konstruksi) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
b. Ketentuan Pelaporan eSPT PPh Pasal 4 (2) Terbaru Harus di e-Bupot Unifikasi
Seperti diketahui, DJP telah memperkenalkan sistem pembuatan bukti pemotongan pajak
penghasilan untuk jenis PPh tertentu melalui e-Bupot Unifikasi dan pelaporan SPT Masa PPh
Unifikasi.
Artinya, penggunaan eSPT PPh Pasal 4 (2) terbaru untuk melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat 2 tidak lagi menggunakan eSPT PPh 4 ayat 2 lagi, melainkan menggunakan eBupot
Unifikasi.
Secara garis besar, e-Bupot Unifikasi adalah aplikasi untuk membuat berbagai jenis bukti potong
pajak seperti PPh Pasal 23, 26, 22, 15, dan PPh final konstruksi.
Jadi, membuat Bukti Potong PPh Pasal 4 ayat 2 serta melaporkan SPT Masa Pajaknya harus
melalui e-Bupot Unifikasi