Anda di halaman 1dari 21

PENCANTUMAN NIK DI FAKTUR PAJAK

Dasar Hukum

Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN pada UU 11/2020 mengatur faktur pajak harus mencantumkan
keterangan tentang penyerahan BKP/JKP dengan memuat
Nama, alamat, dan NPWP ataupun NIK.
Bila pembeli BKP/JKP adalah subjek pajak luar negeri (SPLN) orang pribadi, faktur pajak harus
mencantumkan nomor paspor.
Latar Belakang
Pencantuman NIK di faktur pajak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, khususnya
Pasal 13 Ayat (5) Poin (b), yang menyatakan bahwa “Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan
tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak”.

Artinya, identitas pembeli dalam faktur pajak harus dicantumkan, meski pembeli Barang/Jasa Kena
Pajak(BKP/JKP) tidak memiliki atau enggan menunjukan NPWP.

Ketentuan Terkait
Terkait pencantuman NIK di faktur pajak, DJP melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
16/PJ/2014 yang mengatur mengenai tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik
atau yang lebih dikenal dengan e-Faktur.
Ketentuan Terkait
I. Perlunya NIK di faktur pajak memang belum disebutkan dalam PER-16/PJ/2014 secara spesifik, namun
dalam Pasal 4 Ayat (1) PER-16/PJ/2014 disebutkan bahwa faktur pajak elektronik atau e-Faktur yang
menunjukan penyerahan BKP/JKP paling sedikit memuat:
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak.
2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena
Pajak.
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan harga.
4. PPN yang dipungut.
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut.
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak.
7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
8. Meski tidak secara spesifik mencantumkan kata NIK, namun ketentuan dasar ini bisa menjadi
acuan, bahwa agar suatu faktur pajak dinyatakan sah apabila mencantumkan setidaknya nama dan
alamat PKP penjual dan penerima BKP/JKP.
II. Setelah penetapan PER-16/PJ/2014, selang tiga tahun kemudian muncul ketentuan yang
menyempurnakan, yang secara spesifik menyebutkan penggunaan NIK di faktur pajak, yakni PER-
26/PJ/2017.

Peraturan yang berlaku secara spesifik sejak 1 Desember 2017 lalu ini memasukan pasal yang menyebutkan
bahwa, dalam hal pembeli atau penerima BKP/JKP tidak memiliki NPWP, maka faktur pajak wajib diisi
dengan:
1. Nama dan alamat pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan nama
dan alamat sebagaimana tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk atau Paspor.
2. NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan NPWP
00.000.000.0-000.000 dan wajib mencantumkan NIK atau nomor paspor untuk Warga Negara
Asing (WNA) dalam kolom referensi aplikasi e-Faktur.
Ketentuan pada PER- 26/PJ/2017 ini kemudian mengalami perubahan, yakni menjadi PER- 31/PJ/2017.
Pada ketentuan terbaru ini, kewajiban pencantuman NIK di faktur pajak berbentuk elektronik menjadi hal
yang wajib dan apabila PKP penjual tidak mencantumkan NIK dalam aplikasi atau sistem elektronik yang
telah di tentukan dan/atau disediakan DJP, e-Faktur tidak dapat diterbitkan.
Namun, kolom NIK pada e-Faktur ini masih bersifat opsional, sehingga pada prakteknya banyak yang tidak
mencantumkan NIK di faktur pajak berbentuk elektronik. Sehingga, DJP kemudian memutuskan untuk
menunda pelaksanaan kewajiban pencantuman NIK di faktur pajak ini.

III. Ketentuan PER-09/PJ/2018 yang berlaku sejak tanggal 1 April 2018 berisi mengenai keputusan
penundaan pemberlakuan ketentuan pencantuman NIK di faktur pajak. Keputusan penundaan ini
diambil oleh DJP dengan mempertimbangkan dua hal, yakni:
1. Kesiapan infrastruktur
2. Kesiapan Pengusaha Kena Pajak

Kebijakan penundaan ini merupakan wujud nyata bahwa pemerintah senantiasa mendengar masukan
masyarakat dan konsisten dalam menjaga situasi yang kondusif bagi dunia usaha.
Faktur Pajak

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), atau bukti pungutan pajak karena impor BKP
yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sementara itu, faktur pajak elektronik atau
biasa disebut dengan e-faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik
yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Penerbitan faktur pajak ini sangat penting bagi PKP sebagai bukti bahwa dirinya telah melakukan
pemungutan, penyetoran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, dengan faktur pajak PKP juga berhak
mengkreditkan pajak masukan dari Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang dibeli. Dengan kata lain,
beban PPN yang harus dibayar PKP menjadi lebih ringan.
Tujuan

Pencantuman NIK pembeli dalam Faktur Pajak


1. Menciptakan keadilan bagi iklim berusaha di dalam negeri, sehingga beban pajak bisa ditanggung
bersama-sama secara adil
2. Memudahkan tracking karena semua aktifitas ekonomi masuk sistem administrasi sehingga
memperluas basis pajak
3. Membuat kepatuhan WP meningkat
4. Memudahkan administrasi pembuatan FP yang hanya cukup menyerahkan NIK
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2021
TENTANG
PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK MENDUKUNG
KEMUDAHAN BERUSAHA
Di antara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 19A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19A
1) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) harus mencantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. (2)
2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak;
b. Ndentitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi:
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan
instansi pemerintah;
2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan, bagi subjek
pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
4. Nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
3) Nomor induk kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 mempunyai
kedudukan yang sama dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka pembuatan Faktur Pajak dan
pengkreditan Pajak Masukan.
4) Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan bagi subjek pajak dalam
negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Faktur Pajak
yang memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf b angka 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai.
5) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 20 diubah, ayat (2) dan ayat (3) Pasal 20 dihapus, serta ditambahkan 1 (satu) ayat
dalam Pasal 20 yakni ayat (4), sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20
1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan karakteristik
konsumen akhir, termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,
merupakan Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.
2) Dihapus.
3) Dihapus.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai, oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan
karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui pihak ketiga dan
penunjukan pihak ketiga sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai, diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
Karakteristik Pedagang Eceran

Karakteristik Pedagang Eceran adalah aktivitas usaha penjualan secara langsung kepada
konsumen akhir dengan jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak dengan
nilai relatif kecil.
Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN dan


2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2012, yang secara spesifik menjabarkan mengenai
penegertian PKP pedagang eceran serta kewajiban-kewajiban yang melekat pada status PKP pedagang
eceran.
3. PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran Formulir Serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada
Faktur Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
PKP Pedagang Eceran
PENGERTIAN
PKP pedagang eceran merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan kegiatan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak sebagai berikut:

Penyerahan BKP dengan cara sebagai berikut:


1. Melalui tempat penjualan eceran, seperti toko atau kios, atau bisa juga langsung mendatangi tempat
konsumen.
2. Penjualan dilakukan secara eceran, dalam arti tidak ada pemesanan tertulis atau didahului adanya
lelang atau kontrak.
3. Penjualan BKP umumnya dilakukan secara tunai dan penyerahannya dilakukan secara langsung,
dalam arti penjual langsung menyerahkan barang dan pembeli langsung membawa pulang barang
tersebut.
Penyerahan JKP dengan cara sebagai berikut:
1. Melalui tempat penyerahan secara langsung atau langsung mendatangi tempat konsumen.
2. Dilakukan secara langsung, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak
atau lelang.
3. Pembayaran atas penyerahan jasa pada umumnya dilakukan secara tunai.
Pembuatan Faktur Pajak PKP Pedagang Eceran
Pembuatan faktur pajak untuk PKP pedagang eceran tidak sama dengan PKP non-pedagang eceran.

Pasalnya, sifat transaksi PKP pedagang eceran tidak memungkinkan untuk pembuatan faktur pajak standar,
dimana dalam faktur pajak dituliskan mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lawan transaksi.,
karena transaksi yang dilakukan adalah transaksi eceran, maka faktur pajak yang digunakan adalah faktur
pajak digunggung.

Faktur pajak digunggung merupakan kumpulan faktur yang digabung menjadi satu sebelum dihitung
penghasilannya dari berbagai faktur baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Karena faktur pajak digunggung hanya berlaku untuk PKP PE, maka PKP tidak perlu melaporkan faktur
pajak satu persatu, melainkan digabung tanpa adanya identitas dan tanda tangan.

Sementara, faktur pajak digabung merupakan faktur pajak yang tidak selalu diterbitkan tiap kali PKP
Penjual menjual barang/jasa kepada PKP Pembeli.
Pada kasus ini, faktur dari transaksi akan dicatat secara tergabung dalam faktur pajak periode satu bulan
kalender. Faktur pajak digabung/gabungan mencantumkan identitas dan tanda tangan lawan transaksi.

Selain faktur pajak digunggung, PKP pedagang eceran juga bisa menggunakan faktur pajak sederhana.
Penggunaan faktur pajak sederhana ini diatur dalam PER-58/PJ/2010, dimana sebuah faktur pajak
sederhana yang disusun oleh PKP pedagang eceran wajib memiliki sejumlah komponen berikut ini:

1. Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP.


2. Jenis BKP yang diserahkan.
3. Harga jual yang sudah memfaktorkan PPN atau besaran PPN dicatatkan secara terpisah.
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut.
5. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur.
Kode dan nomor seri faktur pajak sederhana pun berbeda dibanding faktur pajak lainnya. Sebab, kode dan
nomor seri faktur pajak sederhana dapat berbentuk nomor nota, kode nota atau ditentukan sendiri oleh
PKP.
Jenis faktur pajak sederhana yang dibuat oleh PKP pedagang eceran ini bisa dalam bentuk:
1. Bon kontan.
2. Faktur penjualan atau invoice.
3. Segi cash register.
4. Karcis.
5. Kuitansi.
6. Tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
Maka, jika PKP pedagang eceran melaporkan invoice, sepanjang transaksi jelas serta lawan transaksi juga
jelas, maka PKP pedagang eceran tersebut sudah dianggap membuat faktur pajak sederhana. Bahkan, struk
yang dikeluarkan juga dapat diakui sebagai faktur pajak.

Seperti sudah disinggung sekilas di atas, faktur pajak sederhana tidak harus dibuat melalui aplikasi e-
Faktur. Sehingga, bisa dikatakan bahwa pembuatank faktur pajak sederhana menggunakan e-Faktur
hanyalah opsional saja.

Anda mungkin juga menyukai