KELOMPOK 3
faktur Pajak
DOSEN:
1. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DI DALAM DAERAH PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA
ATAU EKSPOR BARANG KENA PAJAK BERWUJUD OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK DAN/ATAU
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERUPA ASET
2. PENYERAHAN JASA KENA PAJAK DI DALAM DAERAH PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA;
3. EKSPOR BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK; DAN/ ATAU
Pembuatan Faktur Pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena
Faktur Pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme)
pengkreditan PPN. Faktur Pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan
faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu
yang ditetapkan sebagai faktur pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Apabila pembayaran
diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka
terutangnya pajak terjadi pada saat penerimaan pembayaran. Oleh karena itu, Faktur Pajak
dibuat pada saat pembayaran. Apabila pembayaran tersebut dilakukan sebagian-sebagian atau
merupakan pembayaran uang muka sebelum dilakukan penyerahan, maka Faktur Pajak dibuat
pada saat pembayaran sebagian-sebagian atau pembayaran uang muka tersebut.
faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, bagi orang pribadi
dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.
Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi
pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya. Namun demikian, apabila Faktur Pajak
telah dibuat oleh orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
tersebut, jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke Kas Negara.
Faktur pajak ini harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak
yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, untuk pengisian
keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas Penyerahan
Barang Kena Pajak Terutang Pajak Penjualan Barang Mewah.
dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak. Ketentuan
dimaksud diperlukan antara lain karena:
1. faktur penjualan yang digunakan pengusaha telah
dikenal masyarakat luas dan memenuhi persyaratan
administratif sebagai Faktur Pajak
2. adanya bukti pungutan pajak itu harus ada Faktur
Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya membuat
Faktur Pajak yaitu pihak yang menyerahkan BKP
atau JKP, berada di luar Daerah Pabean, sebagai
contoh dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean, Surat Setoran Pajak dapat
ditetapkan sebagai Faktur Pajak;
3. terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam
hal impor atau ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
2. Kelompok Faktur Pajak
1 3
2
1. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN tahun 1983 dan perubahannya serta ditandatangani oleh
pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Pengusaha Kena Pajak
juga dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud Pasal
13 ayat (5) Undang-Undang PPN dan PPnBM.
2. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani, merupakan
Faktur Pajak cacat, sehingga PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak cacat sebagai Pajak Masukan tidak
dapat dikreditkan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
3. Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri Faktur
Pajak.
4. Nomor urut pada nomor seri Faktur Pajak dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara
berurutan, tanpa perlu dibedakan antara kode transaksi, kode status Faktur Pajak, dan mata
uang yang digunakan.
6. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena
Pajak.
Kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri Faktur Pajak, maka Faktur Pajak tersebut
sebagai Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan
7. SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Mengacu pada Pasal 13 ayat (1a) bahwa Faktur Pajak harus dibuat pada:
1. pajak masukan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas BKP yang
dikembalikan telah dikreditkan;
2. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal pajak atas BKP yang
dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah
ditambahkan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta;
atau
3. biaya atau harta bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal pajak atas BKP
yang dikembalikan telah dibebankan sebagai biaya atau telah Ditambahkan (dikapitalisasi) dalam
harga perolehan harta.
9. PEMBATALAN JASA KENA PAJAK
Demikian dalam penyerahan Jasa Kena Pajak, maka PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari PPN yang terutang dalam
masa pajak terjadinya pembatalan tersebut. Dengan demikian dalam hal terjadi pembatalan
penyerahan Jasa Kena Pajak oleh penerima Jasa Kena Pajak, maka PPN dari Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak pemberi Jasa
Kena Pajak dan mengulangi:
1. pajak masukan dan Pengusaha Kena Pajak penerima Jasa Kena Pajak, dalam hal Pajak Masukan
atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan;
2. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak penerima Jasa Kena Pajak dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta;
atau
3. biaya atau harta bagi penerima Jasa Kena Pajak yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dibebankan sebagai biaya atau
telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta.
10. LARANGAN DAN SANKSI DALAM
PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 14 Undang-Undang PPN dan PPnBM telah menegaskan, yaitu sebagai berikut.
1. Bagi pengusaha baik Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dilarang membuat Faktur Pajak.
2. Bila Faktur Pajak telah dibuat, sebagai akibatnya pengusaha baik Orang Pribadi atau
Badan dimaksud wajib menyetor pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara,
sehingga dilarang tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut.
Kemungkinan pengusaha tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat
Faktur Pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat Faktur Pajak atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak, maka kepada
pengusaha tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 selanjutnya menegaskan bahwa Pengusaha Kena
Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai Pasal 14ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam hal:
1. menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap,
jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak; dan/atau
2. menerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan yaitu tiga bulan sejak
Faktur Pajak seharusnya dibuat.
Pengecualian terhadap penerbitan Faktur Pajak pada butir 1 (satu) yaitu dalam hal Faktur Pajak tidak
memuat keterangan mengenai:
1. nama, alamat, NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
2. nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak beserta nama
dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak pedagang
eceran.
THANKYOU.