Anda di halaman 1dari 2

Nama: Yahdi Ilyas

NIM/Absen: 205030401111039/20

Resume Materi 4:Perencanaan Pajak Atas PPN


MEMAKSIMALKAN MEKANISME PENGKREDITAN PPN

Mekanisme pengkreditan PPN Perhitungan diatur dalam pasal 9 UU nomor 8 tahun 1983 tentang
PPN sebagaimana terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang HPP. PPN atas
penyerahan (pajak keluaran) akan dikurangkan dengan PPN atas perolehan (pajak masukan)
dalam suatu masa pajak untuk menentukan jumlah PPN kurang bayar. Jika pajak keluaran lebih
besar masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan ke kas negara.
Sebaliknya, apabila pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka terdapat peluang
kompensasi atau restitusi PPN. Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan terdapat syarat-syarat
yang harus dipenuhi, yakni syarat formal dan syarat material. Syarat formal pengkreditan pajak
masukan adalah harus ada faktur pajak masukan dari PKP asal perolehan BKP dan/atau JKP.

FAKTUR PAJAK

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan penyerahan BKP
atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh DJBC. Faktur pajak
pun memiliki syarat formal dan material yang harus dipenuhi supaya tidak dianggap cacat sesuai
pasal 13 ayat (9) UU PPN s.t.d.d UU HPP. Faktur pajak dianggap memenuhi syarat formal
apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai ketentuan pada pasal 13 ayat (5). Sedangkan
faktur pajak dianggap memenuhi syarat material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau
sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan.

MEMAKSIMALKAN FASILITAS DI BIDANG PPN

Dalam tax planning, memaksimalkan fasilitas PPN akan memberi dampak:


 Berkurangnya jumlah yang harus dibayar oleh pembeli miminal 11% dari harga jual
 Mendorong penjual untuk menurunkan harga jualnya secara proposional sehingga terjadi
keseimbangan pasar baru
 Mendorong pembentukan harga barang di pasar lebih murah sehingga terjangkau bagi
masyarakat
 Omzet penjualan akan meningkat yang berimbas pada perolehan profit dan setoran pajak
akan lebih besar
MEMAKSIMALKAN RESTITUSI PPN

Sebagai subjek PPN salah satu hak bagi PKP adalah mengkreditkan PM sesuai ketentuan.
Dalam mekanisme indirect substraction method, PKP hanya membayarkan PPN ke kas negara
sebesar selisih antara PK-PM. Apabila dalam suatu masa pajak terdapat kelebihan pajak
(PM>PK) maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan
dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali WP tertentu yang secara mekanisme PPN akan
mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur atau pemasok pemerintah, diperkenankan
untuk restitusi di setiap Masa Pajak.

TAX PALNNING KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

Membangun sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha oleh orang pribadi atau badan
dikenai PPN, dengan kondisi:
1. Luas bangunan 200 m persegi atau lebih
2. Bangunan permanen
3. Tarif 11% x 40% x biaya bangunan (tanpa harga tanah)
4. Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pembangunan dimulai
PPN ATAS BARANG GRATIS UNTUK KEPENTINGAN PROMOSI

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 9(1), pemberian ini
dikategori sebagai pemberian dalam natura dan oleh sebab itu tidak bisa dibiayakan.
Masalahnya, memberikan surat barang secara cuma-curna adalah suatu transaksi penyerahan
barang yang menjadi objek PPN. Jadi PPN harus dibayarkan oleh perusahaan surat kabar
tersebut dari harga pokoknya (bukan dari harga jualnya) sebagai tambahan pengeluaran biaya
perusahaan karena tidak mungkin dapat ditagih dari pelanggan/calon pelanggan yang sudah
menerima surat kabar yang gratisan itu.

TANGGUNG JAWAB RENTENG

Ketentuan tanggung jawab renteng ini berlaku bagi pihak pembeli maupun penjual. Dalam
memori penjelasannya di UU KUP tersebut dijelaskan bahwa "sesuai dengan prinsip beban
pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah ada pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu
sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab
renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila temyata bahwa pajak yang terutang
tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa
tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi
jasa." Merujuk pada pasal 4 PP 44/2022, pembeli atau penerima jasa bertanggung jawab secara
renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM jika pajak terutang tidak dapat ditagih
kepada penjual barang kena pajak (BKP) atau pemberi jasa kena pajak (JKP). Pembayaran pajak
secara renteng pun berlaku apabila pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti
bahwa telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual BKP atau pemberi JKP. Pembeli atau
penerima jasa dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara self assessment menggunakan
surat setoran pajak (SSP), seperti tertulis pada pasal 4 ayat 1 PP 44/2022.

Anda mungkin juga menyukai