Anda di halaman 1dari 44

Kegiatan

Belajar

5. FAKTUR PAJAK
5
A. Indikator

a. Peserta pelatihan dapat menjelaskan pengertian faktur pajak


b. Peserta pelatihan dapat menjelaskan bentuk dan jenis faktur pajak
c. Peserta pelatihan dapat menjelaskan informasi dalam faktur pajak
d. Peserta pelatihan dapat menjelaskan pembuatan faktur pajak
e. Peserta pelatihan dapat menjelaskan nota retur dan nota pembatalan

B. Uraian dan Contoh

a. Pengertian Faktur Pajak


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.36 Pengusaha
Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:37
a. Penyerahan barang kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud dan penyerahan
aktiva tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan38.
b. Penyerahan jasa kena pajak39
c. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud40
d. Ekspor jasa kena pajak41.

b. Bentuk dan Jenis Faktur Pajak


Faktur Pajak dapat berbentuk:42
a. Elektronik. Faktur Pajak berbentuk elektronik adalah Faktur Pajak yang dibuat secara
elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur
Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak.
Hal-hal yang perlu diketahui terkait dengan e-Faktur adalah sebagai berikut:

36 Pasal 1 angka 23 UU No.42 Tahun 2009


37 Pasal 13 ayat (1) UU No.42 Tahun 2009
38 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D UU No.42

Tahun 2009
39 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU No.42 Tahun 2009
40 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU No.42 Tahun 2009
41 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU No.42 Tahun 2009
42 Peraturan Menteri Keuangan No. 151/PMK.011/2013

Halaman 39
a) e-Faktur berbentuk elektronik, sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam
bentuk kertas, namun demikian dalam hal diperlukan cetakan kertas baik oleh pihak
penjual dan/atau pihak pembeli, e-Faktur dipersilahkan untuk dicetak sesuai dengan
kebutuhan.
b) e-Faktur ditandatangani secara elektronik sehingga tidak disyaratkan lagi untuk
ditandatangani secara basah oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak.
c) e-Faktur menggunakan mata uang Rupiah.43

b. Kertas (hardcopy). Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) adalah Faktur Pajak yang
dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk
setiap penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak
Jenis-jenis faktur pajak yang dikenal dalam praktik PPN adalah:
a. Faktur Pajak44
b. Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang
sama selama 1 (satu) bulan kalender.
c. Dokumen tertentu dipersamakan dengan faktur pajak, yaitu :
1) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB
tersebut;
2) Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
3) Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh
PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar
Minyak;
4) Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi;
5) Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
6) Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhanan;
7) Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
8) Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Terwujud;
9) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan

43PENG - 01/PJ.02/2014
44 Dulu dikenal dengan istilah Faktur Pajak Standar. Setelah berlakunya UU No.42 Tahun 2009 istilah
faktur pajak standar tidak digunakan lagi, cukup menggunakan istilah faktur pajak

Halaman 40
Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau
bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan
identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB
tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
10) Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
11) Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Perusahaan Air Minum:
12) Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh
perantara efek;dan
13) Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan
d. Faktur pajak pengusaha kena pajak eceran45, yang dapat berupa:
1) bon kontan,
2) faktur penjualan,
3) segi cash register,
4) karcis,
5) kuitansi, atau
6) tanda bukti penyerahan
Pengusaha Kena Pajak Eceran (PKP PE) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan
cara sebagai berikut :
a) melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b) dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau
lelang; dan
c) pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan
secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli
langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya

c. Informasi Dalam Faktur Pajak


Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak;
b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
c) jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

45Dulu dikenal dengan istilah Faktur Pajak Sederhana. Setelah berlakunya UU No.42 Tahun 2009 istilah
faktur pajak sederhana tidak digunakan lagi.

Halaman 41
g) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Untuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dalam
pembuatannya paling sedikit harus memuat keterangan minimal berupa :
a. Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
b. Jumlah satuan barang apabila ada;
c. Dasar Pengenaan Pajak; dan
d. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
Sedangkan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling
sedikit harus memuat keterangan :
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
b) jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c) jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
e) kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP
atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang
tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau
pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara
dan prosedur merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Pengisian faktur pajak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Alamat harus diisi sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya. Dalam
hal alamat PKP yang sebenarnya atau sesungguhnya berbeda dengan alamat dalam
Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus
memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan untuk meminta
perubahan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP agar
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
b. Jenis barang atau jasa harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau
sesungguhnya mengenai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
diserahkan. Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam
Faktur Pajak dan Nomor Seri Faktur Pajak
c. Penandatangan Faktur Pajak. Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak diisi
sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani. PKP
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai
yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya,
dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur
Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai
tersebut mulai melakukan enandatanganan Faktur Pajak. PKP dapat menunjuk lebih
dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak Dalam hal
terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak maka
PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak

Halaman 42
bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak. Dalam hal PKP
melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, maka pejabat/pegawai
yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan masih dapat
menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah pemusatan yang dicetak di
tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing. Dalam hal PKP tidak atau terlambat
menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP
dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang maka Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan
Faktur Pajak Tidak Lengkap. Untuk Faktur Pajak berbentuk elektronik, tanda tangan
berupa Tanda Tangan Elektronik. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang
terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan
Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

d. Pembuatan Faktur Pajak


1. Pengadaan Faktur Pajak
Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP. Bentuk dan
ukuran Faktur Pajak dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran IA dan Lampiran IB dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 24/PJ/2012
Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2
(dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : Lembar ke-1, disampaikan
kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. Lembar ke-2, untuk arsip
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak. Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan,
maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yan
bersangkutan.
Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai dan pengisiannya sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak, dipersamakan dengan Faktur Pajak.
2. Saat Pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak harus dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
d. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Instansi
Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Sedangkan untuk Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Secara prinsip Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, namun demikian
karena suatu hal dapat terjadi keterlambatan penerbitan Faktur Pajak. Atas keterlambatan
penerbitan Faktur Pajak dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat

Halaman 43
(4) Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tanpa adanya
ketentuan mengenai batas waktu keterlambatan.
Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, perlu adanya pembatasan jangka waktu penerbitan
Faktur Pajak. Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan
penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan di dalam menghitung Pajak
Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan
Nilai. Dengan demikian, saat pembuatan Faktur Pajak ditentukan sesuai dengan prinsip bisnis
yang sehat dan harus memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara
konsisten.
Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak dalam ketentuan ini adalah dokumen tertentu
yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pembuatan faktur pajak berkaitan dengan saat pajak terutang. Saat pajak terutang
diartikan sebagai saat mulai timbulnya utang pajak kepada negara, sehingga bukan merupakan
batas akhir pembayaran pajak ke kas negara. Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
h. ekspor Jasa Kena Pajak.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah adalah pada saat pembayaran.
Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk:
a. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa
barang bergerak, terjadi pada saat:
1. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
2. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan
penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar
cabang;
3. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau
pengusaha jasa angkutan; atau
4. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena

Halaman 44
Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten.
Saat penyerahan barang bergerak merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk mensinkronisasikan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan praktik yang lazim
terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh
Pengusaha Kena Pajak.
Dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
maka:
a. penyerahan barang bergerak dapat terjadi pada saat barang tersebut dikeluarkan
dari penguasaan Pengusaha Kena Pajak (penjual) dengan maksud langsung atau
tidak langsung untuk diserahkan pada pihak lain. Karena itu Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
terutang pada saat hak penguasaan barang telah berpindah kepada pembeli atau
pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli.
b. Perpindahan hak penguasaan atas barang bisa juga terjadi pada saat barang
diserahkan kepada pihak kedua atau pembeli atau pada saat barang diserahkan
melalui juru kirim, pengusaha angkutan, perusahaan angkutan, atau pihak ketiga
lainnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat barang diserahkan
kepada juru kirim atau perusahaan angkutan.
Saat penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, tercermin
dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam bentuk pengakuan sebagai piutang
atau penghasilan dengan penerbitan faktur penjualan sebagai sumber
dokumennya.Dalam kegiatan usaha, saat pengakuan piutang atau penghasilan atau
saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat penyerahan
barang secara fisik sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. Oleh karena itu,
dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait dengan saat penerbitan
Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan ditetapkan sebagai saat penyerahan
barang yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Termasuk dalam
pengertian faktur penjualan adalah dokumen lain yang berfungsi sama dengan faktur
penjualan.

b. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa
barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau
menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata,
kepada pihak pembeli. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk Barang Kena Pajak tidak
bergerak terjadi pada saat surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan
hak atas barang tersebut ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Saat

Halaman 45
tersebut menjadi dasar penentuan saat terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Namun demikian, dalam hal penyerahan hak atas barang tidak bergerak tersebut secara
nyata telah terjadi meskipun surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan
hak belum ditandatangani, penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi.
c. penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai
piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh
Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
dan diterapkan secara konsisten; atau
2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
d. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi,
adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
1. ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
2. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran
Dasar;
3. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada.
Yang dimaksud dengan "persediaan" adalah persediaan bahan baku, persediaan bahan
pembantu, persediaan barang dalam proses, persediaan barang setengah jadi, dan/atau
persediaan barang jadi.
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat
(2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha,
terjadi pada saat:
1. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil
Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan
bentuk usaha; atau
2. ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris. Yang dimaksud dengan "penggabungan usaha, pengambilalihan usaha,
pemecahan usaha, dan peleburan usaha" adalah penggabungan usaha,
pengambilalihan usaha, pemisahan usaha, dan peleburan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.
Yang dimaksud dengan "pemekaran usaha" adalah pemisahan satu badan usaha
menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan

Halaman 46
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang
dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.
Yang dimaksud dengan "perubahan bentuk usaha" adalah berubahnya bentuk usaha
yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak, misalnya semula bentuk usaha
Pengusaha Kena Pajak adalah Commanditaire Vennotschap kemudian berubah menjadi
Perseroan Terbatas.
Saat terutang pajak untuk Impor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena
Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terjadi pada
saat:
a. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan,
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
b. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada
huruf a tidak diketahui; atau
c. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik
sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri
Jasa Kena Pajak.
Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Saat penyerahan Jasa
Kena Pajak IIni merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai dan
sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak.
Namun demikian, dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, saat pengakuan piutang atau penghasilan, atau saat penerbitan faktur penjualan
dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk
dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Dalam rangka memberikan kemudahan
administrasi terkait dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan
dapat ditetapkan sebagai saat penyerahan jasa yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkronisasikan saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin
dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum
serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak.
Saat terutangnya pajak untuk Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada saat:
a. harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
b. harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak
tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
c. harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya,
yang terjadi lebih dahulu.

Contoh saat pembuatan Faktur Pajak:

Halaman 47
1. Penyerahan Barang Kena Pajak bergerak.
Contoh 1:
PT Aman menyerahkan Barang Kena Pajak secara langsung kepada Tuan Igna pada
tanggal 15 Mei 2011. Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut PT Aman
menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 15 Mei 2011.
Contoh 2:
PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Ceria di
Surabaya dengan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (fob shipping
point). Barang Kena Pajak dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT
Ceria pada tanggal 10 Juni 2011 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan
tanggal DO (delivery order) 10 Juni 2011. Barang diterima oleh PT Ceria pada tanggal 12
Juni 2011. Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Berkah menerbitkan
Faktur Pajak pada tanggal 10 Juni 2011.
Dalam hal pada contoh 1 dan contoh 2 di atas, faktur penjualan (invoice) diterbitkan tidak
pada tanggal penyerahan secara langsung atau pada saat diserahkan kepada juru kirim
atau pengusaha jasa angkutan karena kondisi tertentu, maka Faktur Pajak wajib dibuat
pada saat penerbitan faktur penjualan. Penerbitan faktur penjualan tersebut harus
dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan dilakukan secara
konsisten.
Contoh 3:
PT Cantik di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Sentosa di Semarang dengan
syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang pembeli (fob destination). Barang
dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 12
Agustus 2011 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT
Sentosa pada tanggal 13 Agustus 2011. PT Cantik menerbitkan faktur penjualan (invoice)
pada tanggal 16 Agustus 2011. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Cantik
wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 13 Agustus 2011 atau paling lama tanggal 16
Agustus 2011.

2. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak bergerak.


Contoh 1:
Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei 2011. Perjanjian
penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut dibuat atau
ditandatangani tanggal 1 September 2011. Faktur Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1
September 2011. Bila sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani barang
tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau
penerimanya, maka Faktur Pajak harus diterbitkan pada saat barang tersebut secara nyata
diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang.
Contoh 2:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus 2011. Faktur
Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 Agustus 2011. Bila sebelum surat atau akte tersebut
dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam
penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang

Halaman 48
tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima
barang.
Contoh 3:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus 2011. Perjanjian
jual beli ditandatangani tanggal 1 September 2011. Faktur Pajak harus diterbitkan pada
tanggal 1 Agustus 2011.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak.
Contoh 1:
PT Semangat menyewakan satu unit ruko kepada PT Diatetupa dengan masa kontrak
selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak disepakati antara lain:
- PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 September 2011.
- Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp 120.000.000,00.
- Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29
September dengan pembayaran sebesar Rp10.000.000,00 per tahun.
Pada tanggal 29 September 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa untuk tahun
pertama. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Semangat wajib menerbitkan Faktur
Pajak pada tanggal 29 September 2011 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar
Rp10.000.000,00.
Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa konsultasi manajemen
dan pelatihan kepada staff marketing PT Toryung selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak
sebesar Rp60.000.000,00.
Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai
memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli 2011. Pada tanggal 10 Agustus 2011, Firma
Cerah Konsultan mengajukan tagihan untuk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli sebesar
Rp10.000.000,00. PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal 20
Agustus 2011.
Atas transaksi tersebut, Firma Cerah Konsultan wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal
10 Agustus 2011 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp10.000.000,00 (sesuai dengan
nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Agustus 2011.
4. Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (pembayaran termin)
Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborong bangunan
atau barang tidak bergerak lainnya, saat penerbitan
Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Umumnya pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya
diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum jasa pemborong itu selesai dan siap untuk
diserahkan, telah diterima pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau
pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan tahap atau kemajuan
penyelesaian pekerjaan. Dalam hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur Pasal 11
ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat
pembayaran tersebut diterima oleh Pemborong atau Kontraktor.
Selanjutnya setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut selesai dikerjakan, maka
jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada penerima jasa. Dalam hal ini sesuai dengan
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai terutang

Halaman 49
pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak IItu dilakukan, meskipun pembayaran lunas jasa
pemborongan tersebut belum diterima oleh Pemborong atau Kontraktor.
Contoh:
1. Tanggal 1 April 2011, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka
sebesar 20%.
2. Tanggal 1 Mei 2011, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1.
3. Tanggal 1 Juni 2011, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2.
4. Tanggal 20 Juni 2011, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3.
5. Tanggal 25 Agustus 2011, pekerjaan selesai 100%, bangunan atau barang tidak
bergerak diserahkan.
6. Tanggal 1 September 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar 95% dari
harga borongan.
7. Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan.
Pada angka 1 sampai dengan angka 4 Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal
diterimanya pembayaran (tahap), sedang angka 5 sampai dengan angka 7 Pajak Pertambahan
Nilai terutang pada tanggal 25 Agustus 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau
barang tidak bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya. Tanggal
pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan, karena tidak
termasuk saat yang menentukan terutangnya Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan dasar
akrual yang dianut dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Cara penghitungan sebagaimana tersebut di atas juga berlaku dalam hal penjualan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan dengan pembayaran uang muka,
sedangkan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan
kemudian
Penerbitan Faktur Pajak Melewati Batas Waktu
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu dikenai sanksi administrasi
sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. PKP
Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tidak
dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak
Masukan..

3. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak


PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu :
a. 2 (dua) digit Kode Transaksi;
b. 1 (satu) digit Kode Status; dan
c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.

Halaman 50
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan banyaknya
digit.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur
Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-
13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014
akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000- 14.00000001 demikian seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut:
010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), Faktur Pajak Normal (bukan
Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri 900-13.00000001
sesuai dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal
Pajak.
011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya
dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak
Pengganti diterbitkan dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai
dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.

Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak adalah sebagai berikut :
1. Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
a. Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
- 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN
dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP.
Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan
sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode 09.
- 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut
PPN Instansi Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN
Instansi Pemerintah.
- 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut
PPN Lainnya (selain Instansi Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh
Pemungut PPN Lainnya (selain Instansi Pemerintah) .
Pemungut PPN Lainnya selain Instansi Pemerintah, dalam hal ini
adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas,
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan
Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib
Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk

Halaman 51
perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang
di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai
Pemungut PPN.
- 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan
DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
- 05 Kode ini tidak digunakan.
- 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan
penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang- Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis
penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan
BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing),
antara lain:
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh
Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat
di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil
Tembakau.
c. Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar
negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait
dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
- 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN
Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan
peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi
Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor
(EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan

Halaman 52
Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan
Internasional.
f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
g. Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai
Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di
Dalam Negeri.
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan,
Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran
Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
i. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas.
j. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan
Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
- 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat
fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang
berlaku antara lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena
Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah
kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta
pejabatnya
- 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut
oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.
b. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '01' adalah penyerahan yang
terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP yang jenis penyerahannya tidak termasuk
dalam kategori:
1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);

Halaman 53
2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau
3) penyerahan Aktiva Pasal 16D (Kode 09).
c. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '02' atau '03' adalah
penyerahan kepada Pemungut PPN yang PPNnya dipungut oleh Pemungut
PPN, termasuk atas penyerahan dalam kategori:
1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau
3) penyerahan-Aktiva Pasal 16D (Kode 09).
d. Dalam hal atas penyerahan kepada Pemungut PPN, PPN yang terutang
dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yang
digunakan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir b di
atas.
e. Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode
Transaksi '07' atau '08', termasuk penyerahan kepada Pemungut PPN.
2. Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
a. Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) 0 (nol) untuk status normal;
2) 1 (satu) untuk status penggantian.
b. Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya,
maka Kode Status yang digunakan Kode Status '1'.
3. Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
a. Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang
dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
b. Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah
sesuai permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
- 900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
- 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
- 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
c. Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam
tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam
Nomor Seri Faktur Pajak.

Permohonan Kode Aktivasi Dan Password


Untuk mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, PKP harus mengajukan surat
permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
Surat permohonan Kode Aktivasi dan Password harus diisi dengan lengkap dan ditandatangani
oleh PKP dan disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP
dikukuhkan dengan menunjukkan asli kartu identitas sesuai dengan identitas yang tercantum

Halaman 54
dalam surat permohonan. Jika surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ditandatangani
oleh selain PKP, maka surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa.
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP dalam hal
PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
a) PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh Kantor Pelayanan
Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi menyatakan
PKP tetap dikukuhkan; atau
b) PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2012.
Dalam hal PKP memenuhi persyaratan diatas, Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan
surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas
nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat
PKP. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak akan mengirimkan Password melalui surat elektronik
(email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan
Password. Sebaliknya jika PKP tidak memenuhi peryaratan, Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password.
Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tidak diterima oleh PKP dan kembali pos
(kempos), Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat
elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode
Aktivasi dan Password. PKP dapat mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi
dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak setelah memenuhi syarat dan/atau telah
menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
Dalam hal PKP tidak menerima Password karena kesalahan penulisan alamat email pada Surat
Permohonan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus melakukan update email.
Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang hilang dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan
Pajak dengan menyampaikan surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi dengan
melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan fotokopi bukti
penerimaan surat dari Kantor Pelayanan Pajak atas surat permohonan Kode Aktivasi dan
Password. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat
pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka waktu paling lama 3 hari
kerja setelah surat permohonan diterima.
PKP harus melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan secara elektronik (Akun Pengusaha
Kena Pajak) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Kode
Aktivasi, melalui:
a) Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat
Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak ; atau
b) laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak
untuk PKP yang telah memperoleh Kode Aktivasi dan Password sebelum 1 Juli 2014.

Halaman 55
Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak
PKP dapat melakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui:Kantor Pelayanan
Pajak tempat PKP dikukuhkan dan/atau laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Tata cara permintaan Nomor Seri Faktur Pajak adalah sebagai berikut :
a. melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dilakukan dengan menggunakan
surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.
b. melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak:
1) untuk PKP yang telah memiliki sertifikat elektronik; dan
2) mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Nomor Seri Faktur Pajak hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai
berikut:
a) telah memiliki Kode Aktivasi dan Password;
b) telah melakukan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak; dan
c) telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh
tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan Nomor Seri
Faktur Pajak.
PKP yang tidak memenuhi diatas, tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak. Atas surat
permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan
Pajak dan memenuhi syarat, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberian Nomor Seri
Faktur Pajak ke PKP. Atas permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan melalui
laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan
memenuhi syarat, PKP akan menerima surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dalam bentuk
elektronik ke PKP.
Dalam hal Surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak hilang, rusak, atau tidak tercetak dengan
jelas, PKP dapat meminta surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak; atau melakukan cetak ulang surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sertifikat Elektronik
Direktorat Jenderal Pajak memberikan sertifikat elektronik kepada PKP yang berfungsi
sebagai otentifikasi pengguna layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, berupa layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman
(website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan penggunaan
aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk pembuatan Faktur Pajak berbentuk elektronik. Sertifikat elektronik tersebut
diberikan kepada PKP setelah PKP mengajukan permintaan sertifikat elektronik dan menyetujui
syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengajuan permintaan
sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015, melalui Kantor Pelayanan
Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan Sertifikat Elektronik
atau laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak

Halaman 56
dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
Pemberian sertifikat elektronik dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui laman (website) yang ditentukan
dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. PKP yang melakukan pemusatan tempat
terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat mengajukan permintaan sertifikat elektronik melalui
laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, untuk:
a) tempat kegiatan usaha yang tercantum dalam Surat Keputusan Pemusatan Tempat
Terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; atau
b) tempat kegiatan usaha yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP Cabang)
dalam hal pemusatan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dilakukan secara
jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

4. Faktur Pajak Pengganti


Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan,
sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang menerbitkan
Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
Tata cara pembetulan atau penggantian faktur pajak yang rusak, salah dalam pengisian,
atau salah dalam penulisan :
1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak
atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak yang rusak, salah
dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
2. Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan
tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara
lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.
3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan
dan peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak yang telah ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal
Pajak .
4. Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, diisi berdasarkan
keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, salah
dalam pengisian atau salah dalam penulisan tersebut.
5. Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama
dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Sedangkan tanggal Faktur Pajak
Pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak Pengganti dibuat.
6. Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, dibubuhkan cap
yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak serta tanggal Faktur Pajak
yang diganti. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh
berikut. Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat diisi
dengan cara manual.

Halaman 57
Faktur Pajak yang diganti :
Kode dan Nomor Seri : .............................
Tanggal : .............................

7. Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk


membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa
Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak tersebut.
8. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya
Faktur Pajak yang dilakukan penggantian dengan mencantumkan nilai dan/atau
keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
9. Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada butir 8 harus mencantumkan Kode
dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan.

5. Faktur Pajak Batal


Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak
harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.
Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak :
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur
Pajak tersebut harus dibatalkan.
2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan
bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak
atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
3. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha
Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
4. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus
mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.
5. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka
Pengusaha Kena Pajak penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan
nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak
Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan,
dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan

Halaman 58
mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak tersebut
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak
Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang
bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut
dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

7. Pembetulan SPT Masa PPN akibat Pembatalan atau Penggantian Faktur Pajak
Penerbitan Faktur Pajak pengganti atau pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan
sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak
yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih dapat dilakukan pembetulan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dapat dilakukan sepanjang
terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang
diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat
Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan
pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti
atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan
tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan
pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau
PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.

8. Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur)


Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui
aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah Pengusaha Kena
Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Aplikasi atau sistem
elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dilengkapi
dengan petunjuk penggunaan (manual user) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi
atau sistem elektronik tersebut. e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

Halaman 59
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa tanda tangan elektronik. e-
Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.Untuk penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan mata uang selain Rupiah maka
harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs
yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.
Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat
keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur
tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal terdapat pembatalan
transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e-
Fakturnya telah dibuat, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur harus melakukan
pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang,
Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi
atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Atas
data e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan
data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan data e-Faktur. Permintaan
data e-Faktur terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal
Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal terjadi
keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-Faktur,
Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas
(hardcopy). Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat
e-Faktur adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana
alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal keadaan tertentu telah berakhir oleh
Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam
keadaan tertentu diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Bentuk e-Faktur
adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari
aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dengan
cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari
Direktorat Jenderal Pajak. Pelaporan e-Faktur dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau
sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah diunggah
(upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-Faktur
tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada
Pengusaha Kena Pajak yang membuate-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e-
Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan
Faktur Pajak

Halaman 60
9. Sanksi Terkait Faktur Pajak
Sanksi Administrasi
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai
dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebesar 2% x Dasar Pengenaan Pajak. Dikecualikan dari ketentuan pengenaan sanksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan adalah dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai :
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak; atau
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang berhak menandatangani
Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan
ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Sanksi Pidana
Sesuai pasal 39 A Undang Undang KUP Setiap orang yang dengan sengaja
menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak paling banyak 6 (enam) kali
jumlah pajak dalam faktur pajak.
Faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat
penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga setiap
penyalahgunaan faktur pajak Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, penyalahgunaan
tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya dikenai sanksi pidana..

e. Nota Retur dan Nota Pembatalan


Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh Pembeli,
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual
dan mengurangi:
a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak Masukan
atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;
b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas
Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah

Halaman 61
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut.
Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun
seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:
a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak
Masukan atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan;
b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak
dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan
(dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam
hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut
telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam
harga perolehan harta tersebut.
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena Pajak yang
dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis
maupun harganya.
Saat Pengembalian Barang Kena Pajak adalah saat Barang Kena Pajak tersebut dikembalikan
oleh Pembeli. Saat Pembatalan Jasa Kena Pajak adalah saat dilakukannya pembatalan
seluruhnya atau sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak Penerima Jasa.
Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak Pembeli harus membuat dan
menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual. Nota retur paling sedikit
harus mencantumkan:
a. nomor urut nota retur;
b. nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang
dikembalikan;
c. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli;
d. nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Penjual;
e. jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
f. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan, atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan;
g. tanggal pembuatan nota retur; dan
h. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur.
Nota retur harus dibuat pada saat Barang Kena Pajak dikembalikan.
Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
a. lembar ke-1: untuk Pengusaha Kena Pajak Penjual;
b. lembar ke-2: untuk arsip Pembeli.
Dalam hal Pembeli bukan Pengusaha Kena Pajak, nota retur dibuat paling sedikit dalam
rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pembeli terdaftar.
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:

Halaman 62
a. nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan;
b. nota retur tidak dibuat pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikembalikan
c. nota retur tidak disampaikan
Dalam hal terjadi pembatalan penyerahan Jasa Kena PajakPenerima Jasa harus membuat dan
menyampaikan nota pembatalan kepada Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak.
Nota pembatalan paling sedikit harus mencantumkan:
a. nomor nota pembatalan;
b. nomor, kode seri dan tanggal Faktur Pajak dari Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan;
c. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Penerima Jasa;
d. nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa
Kena Pajak;
e. jenis jasa dan jumlah penggantian Jasa Kena Pajak yang dibatalkan;
f. Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan;
g. tanggal pembuatan nota pembatalan; dan
h. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota pembatalan.
Nota pembatalan harus dibuat pada saat Jasa Kena Pajak dibatalkan.

C. Rangkuman
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Bentuk dan
ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak.
Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak paling
sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
a. Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa
Kena Pajak.
b. Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak.
Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan, maka harus dinyatakan secara jelas
peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan
Jenis faktur pajak yang dikenal dalam praktik PPN adalah
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang
sama selama satu bulan kalender.
c. Dokumen tertentu dipersamakan dengan faktur pajak
d. Faktur Pajak Pengusaha Kena Pajak Eceran (PKP PE)
Faktur Pajak harus dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau

Halaman 63
d. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Instansi
Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Sedangkan untuk Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

Halaman 64
FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak
Pasal 1 angka 23 UU PPN

• Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak


yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Jenis Faktur Pajak
• Faktur Pajak
• Faktur Pajak Gabungan
• Dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak
• Faktur Pajak PKP Eceran (ex FP Sederhana)
• Faktur Pajak PKP Retail
Informasi dalam Faktur Pajak
Pasal 13 ayat (5) UU PPN
• Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Kode & Nomor Seri Faktur Pajak

000.000–00.00000000
Kode Kode Tahun
Transaksi Status

Kode Transaksi :
01-kepada Selain Pemungut PPN
02-kepada Pemungut instansi pemerintah
03-kepada Pemungut PPN lainnya (BUMN/K3S Migas/Badan Tertentu)
04-menggunakan DPP Nilai Lain kpd Selain Pemungut PPN
05-tidak digunakan sejak 1 April 2010
06-penyerahan Lainnya kpd Selain Pemungut PPN
07-Fasilitas PPN Tidak Dipungut kpd Selain Pemungut PPN
08-Fasilitas PPN Dibebaskan kpd Selain Pemungut PPN
09-Aktiva pasal 16 D kpd Selain Pemungut PPN

Kode Status :
0 – Normal
1 - Penggantian
Prosedur Penerbitan e-Faktur
PKP
1 2 3 4
Transaksi:
Permohonan Permintaan Sertifikat 1. Minta NSFP (online)
kode aktivasi dan Aktivasi Akun Elektronik 2. Menerbitkan faktur
password pajak elektronik

Datang ke KPP tempat Online


Online melalui terdaftar - Install Sertifikat Elektronik
https://efaktur.pajak.go.id - Surat permohonan - Login
+ - Login (input NPWP dan Sertifikat Elektronik - Input passphrase
Kode Password password) - Input password - Meminta NSFP/membuat
Aktivasi - Input Kode Aktivasi - Input/membuat faktur pajak elektronik
- Akun teraktivasi passphrase
- Download sertifikat
elektronik

• E-KTP, KK
• Foto
• SPT PPh
Badan
Dokumen Tertentu dipersamakan Faktur Pajak
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dilampiri
dilampiri dengan invoice dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran
Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau
b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB)
bukti pungutan pajak oleh Direktorat
yang dibuat/dikeluarkan oleh
Jenderal
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung
terigu; j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN
atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP)
berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar
dikeluarkan oleh PERTAMINA
Daerah Pabean;
d. Bukti tagihan atas penyerahan jasa
k. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena
telekomunikasi
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Perusahaan Air Minum;
Bill, atau Delivery Bill,
l. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas
f. Nota Penjualan Jasa yang penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa efek; dan
kepelabuhanan;
m. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena
g. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh Pajak oleh perbankan;
perusahaan Iistrik;
n. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN
h. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui
Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud juru lelang disertai dengan Risalah Lelang.
Faktur Pajak PKP Eceran
PKP Pedagang Eceran/PKP PE adalah PKP yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan BKP dengan cara sebagai berikut :
a. melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari
satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c. pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai
dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung membawa
Barang Kena Pajak yang dibelinya.
Faktur Pajak PKP PE berupa :
a. bon kontan, d. karcis,
b. faktur penjualan, e. kuitansi, atau
c. segi cash register, f. tanda bukti penyerahan /pembayaran lain yang sejenis.
Faktur Pajak PKP PE minimal memuat :
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
b. jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c. jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
d. Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
f. kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak Khusus – PKP Toko Retail
Faktur Pajak Khusus adalah Faktur Pajak yang dilampiri dengan cash register/struk
pembayaran/invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang diterbitkan oleh
PKP Toko Retail atas pembelian Barang Bawaan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya akan
diminta kembali oleh Orang Pribadi.

PKP Toko Retail menerbitkan Faktur Pajak Khusus atas pembelian Barang Bawaan
dalam rangkap 3 dengan peruntukan sebagai berikut:
a. lembar kesatu, untuk Orang Pribadi;
b. lembar kedua, untuk Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar
Udara melalui Orang Pribadi;
c. lembar ketiga, untuk arsip PKP Toko Retail melalui Toko Retail.

Penerbitan Faktur Pajak Khusus


a. dilakukan melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists; dan
b. memenuhi ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (8) UU PPN, dengan
ketentuan pengisian sebagai berikut:
1) pada kolom "Nomor Pokok Wajib Pajak" diisi dengan nomor paspor Orang Pribadi
sesuai yang tercantum dalam paspornya; dan
2) pada kolom "alamat pembeli" diisi dengan alamat lengkap Orang Pribadi sesuai
yang tercantum dalam paspornya.
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Pasal 13 ayat 1 A UU No 42 Tahun 2009

• Faktur Pajak harus dibuat pada


– saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
– saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
– saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan; atau
– saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
• pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada instansi
pemerintah Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
Saat Penyerahan Barang Bergerak
▪ Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara
langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama
pembeli;
▪ Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara
langsung kepada penerima barang, untuk pemberian cuma-
cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang
atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang;
▪ Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru
kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
▪ harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang
atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan
oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
Saat Penyerahan Barang Tidak Bergerak

• saat penyerahan hak untuk menggunakan


atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud
tersebut, secara hukum atau secara nyata,
kepada pihak pembeli
Saat Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

• harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak


berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh
Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten; atau
• kontrak atau perjanjian ditandatangani atau saat
mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk
dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya,
dalam hal saat diatas tidak diketahui
Saat penyerahan Jasa Kena Pajak
1) harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui
sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena
Pajak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan diterapkan secara konsisten;
2) kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak
diketahui; atau
3) saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan
untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau
seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau
pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.
menerbitkan Faktur Pajak setelah
melewati batas waktu
• PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam dikenai
sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
• PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak
seharusnya dibuat dianggap tidak menerbitkan Faktur
Pajak. PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima
Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tidak
dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang
tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.
Permasalahan Terkait Faktur Pajak
❑ Pembatalan Faktur Pajak
❑ Penggantian Faktur Pajak
❑ Nota Retur
❑ Nota Pembatalan
Sanksi Administrasi
Pasal 14 ayat (4) UU KUP

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen)


dari Dasar Pengenaan Pajak, dikenakan kpd
Sanksi Pidana

Anda mungkin juga menyukai