Anda di halaman 1dari 15

Kegiatan

Belajar

6. PENGHITUNGAN PPN
6
A. Indikator
a. Peserta pelatihan dapat melakukan penghitungan PPN kurang (lebih) bayar
b. Peserta pelatihan dapatmenjelaskan Pengkreditan pajak masukan
c. Peserta pelatihan dapat menghitung PPN menggunakan Deem Pajak Masukan

B. Uraian dan Contoh

a. Penghitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar


PPN yang kurang atau lebih dibayar dihitung dengan mengurangkan pajak masukan
dari pajak keluaran. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak46. Sedangkan Pajak Masukan adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.47
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena
Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Contoh PKP A pada masa pajak
April 2014 mempunyai jumlah pajak keluaran Rp50.000.000 dan jumlah pajak masukan
40.000.000. PPN kurang (lebih) bayar dihitung sebagai berikut :
pajak keluaran Rp50.000.000
masukan (Rp40.000.000)
PPN kurang bayar Rp10.000.000
PPN kurang bayar sebesar Rp10.000.000 harus disetor ke kas negara paling lambat tanggal 31
Mei 2014
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke

46 Pasal 1 angka 25 UU No.42 Tahun 2009


47 Pasal 1 angka 24 UU No.42 Tahun 2009

Halaman 65
Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan
pengembalian pada akhir tahun buku. Contoh PKP B pada masa Oktober memiliki pajak
keluaran Rp60.000.000 dan pajak masukan Rp80.000.000. Masa November 2014 memiliki
pajak keluaran Rp50.000.000 dan pajak masukan Rp40.000.000. Masa Desember memiliki
pajak keluaran Rp30.000.000 dan pajak masukan Rp30.000.000. PPN yang kurang (lebih)
bayar dihitung sebagai berikut :
Masa Oktober 2014
Pajak keluaran Rp 60.000.000
Pajak masukan (Rp80.000.000)
PPN lebih bayar (Rp20.000.000)
Masa November 2014
Pajak keluaran Rp50.000.000
Pajak masukan (Rp40.000.000)
Kompensasi lebih bayar masa Oktober 2014 (Rp20.000.000)
PPN lebih bayar (Rp10.000.000)
Masa Desember 2014
Pajak keluaran Rp30.000.000
Pajak masukan (Rp30.000.000)
Kompensasi lebih bayar masa November 2014 (Rp10.000.000)
PPN lebih bayar (Rp10.000.000)
Atas kelebihan bayar Rp10.000.000 dapat diajukan pengembalian di akhir tahun buku, yaitu
Masa Desember 2014
Khusus untuk pengusaha kena pajak yang melakukan transaksi tertentu dapat diajukan
permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak (tanpa menunggu akhir tahun buku) yaitu
atas kelebihan Pajak Masukan oleh:
a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi
Pemgusaha kena pajak wajib meelaporkan PPN yang kurang atau lebih bayar tiap masa pajak
dengan menggunakan SPT Masa PPN. SPT Masa PPN wajib disampaikan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

b. Pengkreditan Pajak Masukan


Mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran dikenal dengan istilah pengkreditan
pajak masukan. Terkait dengan pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam
Masa Pajak yang sama.

Halaman 66
b. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
c. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang
modal dapat dikreditkan.
d. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan formal dan material.
e. Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk :
1) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan memberikan kepastian
hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.Contoh:Pengusaha A
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada
tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan
pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak
Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan
berdasarkan ketentuan ini.
2) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan pengeluaran
yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku
untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus
memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun
suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan
kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat
dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
4) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak
Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh: Pengusaha A melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010.
Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010
dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan
berdasarkan ketentuan ini.

Halaman 67
5) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memuat informasi minimal yang harus dicantumkan atau tidak mencantumkan
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak
6) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan
informasi minimal yang harus dicantumkan
7) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya
ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi
Pengusaha Kena Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas
ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
8) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya
tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
Sesuai dengan sistem self assessment, Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai. Selain itu, kepada Pengusaha Kena Pajak juga telah diberikan kesempatan
untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai sehingga sudah selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Contoh:
Dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan:
Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00
Dari hasil pemeriksaan diketahui:
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
Pajak Masukan = Rp11.000.000,00
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar
Rp11.000.000,00, tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00 sesuai dengan yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 (-)
Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00
Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan = Rp 2.000.000,00 (-)
Masih kurang dibayar = Rp 5.000.000,00
9) perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi
10) Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang yang tidak terutang
PPN atau mendapat fasilitas PPN dibebaskan

Halaman 68
b. Penghitungan PPN Menggunakan Deem Pajak Masukan
1. Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tertentu
Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1
(satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan apabila memenuhi syarat :
a. mempunyai peredaran usaha dalam dua tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp
1.800.000.000,00 untuk setiap satu tahun buku;
b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar :
a. 60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak
b. 70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
Dengan mekanisme ini pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 4% dari jumlah peredaran bruto.
Sedangkan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak akan
berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 3% dari jumlah peredaran bruto
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat
membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.

2. Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung
besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan. Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang semata-
mata melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Besarnya Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar 90% dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha
Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Dengan
mekanisme ini pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha yang semata-mata
melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran akan berkewajiban menyetor
PPN ke kas negara sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.

C. Rangkuman
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam
Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Bagi

Halaman 69
Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang
terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan formal dan material Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor
oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak
harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan
sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat
diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.

Halaman 70
PENGHITUNGAN PPN
Pengkreditan Pajak Masukan
Pasal 9 UU PPN
• Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan
Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
• Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang
sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan.
PPN Kurang (Lebih) Bayar
• KB
– Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
• Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak
harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
• Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak.
• LB
– Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
– Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan
pengembalian pada akhir tahun buku.
Restitusi dapat setiap masa
pasal 9 ayat (4b) UU PPN
• Kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan
pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:
– Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud;
– Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai;
– Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya
tidak dipungut;
– Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud;
– Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak;
dan/atau
– Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi
• Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum
berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak
Masukan atas perolehan dan/atau impor
barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
Pasal 9 ayat (8)
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. dihapus;
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9)
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan; dan
j. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena
Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
k. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang yang tidak terutang PPN atau mendapat
fasilitas PPN dibebaskan (pasal 9 ayat (5))
Deem PM Peredaran Tertentu
• Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran
usaha dalam 1 tahun buku tidak melebihi
Rp1.800.000.000

• Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang


dihitung menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar :
▪ 60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena
Pajak; atau
▪ 70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang
Kena Pajak
Deem PM Kegiatan Usaha Tertentu

• Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha


yang semata-mata melakukan penyerahan
kendaraan bermotor bekas secara eceran
• Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
yang dihitung menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu
sebesar 90% dari Pajak Keluaran, dalam hal
Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan
kendaraan bermotor bekas secara eceran;
Konsekuensi Deem PM
• Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan ini tidak
dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak
Penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai