Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN I
JALAN GATOT SUBROTO NOMOR 40-42 JAKARTA 12190 TELEPON (021) 5250208; FAKSIMILE (021) 5732062; SITUS
www.pajak.go.id LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200 EMAIL pengaduan@pajak.go.id;
informasi@pajak.go.id

Nomor : S-147/PJ.02/2022 07 Juni 2022


Sifat : Segera
Hal : Tanggapan atas Surat Nomor Pos.1372/KU 320/KU01/2022 hal
Permohonan Penegasan Penggunaan Kode Transaksi dalam
Faktur Pajak 04 atas Penyerahan Jasa Pengiriman Paket

Yth. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Pos Indonesia (Persero)


u.p.
SVP Finance
NPWP: 01.001.620.2-093.000
Jalan Banda Nomor 30, Citarum, Bandung Wetan
Bandung 40115

Terima kasih kami sampaikan atas pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang telah Saudara laksanakan selama ini.
Sehubungan dengan surat Saudara nomor Pos.1372/KU 320/KU01/2022 tanggal 12 Mei
2022 hal Permohonan Penegasan Penggunaan Kode Transaksi dalam Faktur Pajak 04 atas
Penyerahan Jasa Pengiriman Paket (S-1372), dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut.
1. Dalam S-1372 tersebut, pada intinya Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut.
a. Sehubungan dengan terjadinya kerancuan di lapangan terkait dengan penggunaan kode
transaksi 04 dalam Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan jasa pengiriman paket
setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 71/PMK.03/2022 tentang
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (PMK-71/2022),
Saudara meminta diberikan penegasan atas penggunaan kode transaksi atas
penyerahan jasa pengiriman paket tersebut.
b. Saudara berpendapat bahwa atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa pengiriman
paket oleh PT Pos Indonesia (Persero) (PT Pos) dibuat Faktur Pajak dengan
menggunakan kode transaksi 04.
c. Adapun dasar pertimbangan Saudara menggunakan kode transaksi 04 sebagaimana
dimaksud pada huruf b yaitu berdasarkan:
1) Pasal 8A ayat (1), Pasal 9A beserta penjelasannya, serta Pasal 16G huruf a dan
huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN);
2) PMK-71/2022; dan
3) Lampiran B Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ.03/2022 tentang
Faktur Pajak (PER-03/2022).
d. Oleh karena kebenaran pengisian kode transaksi dalam Faktur Pajak merupakan bagian
dari pemenuhan syarat formal Faktur Pajak sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) huruf f UU
PPN agar dapat dikreditkan oleh pelanggan/pengguna jasa PT Pos dan adanya sanksi
denda Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP sebesar 1% kepada PT Pos apabila PT Pos
salah mencantumkan kode transaksi dalam Faktur Pajak yang dibuat, maka Saudara
memohon penegasan atas pokok permasalahan tersebut.
2. Ketentuan yang mengatur mengenai permasalahan tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. UU PPN, mengatur antara lain sebagai berikut.
2

1) Pasal 1 angka 19, bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan
Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau
nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
2) Pasal 4 ayat (1) huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
3) Pasal 7 ayat (1), bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
a) sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b) sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal
1 Januari 2025.
4) Pasal 8A ayat (1), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar
Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor,
atau nilai lain.
5) Pasal 9A ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak yang:
a) mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi jumlah
tertentu;
b) melakukan kegiatan usaha tertentu; dan/atau
c) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak
tertentu,
dapat memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan besaran tertentu.
6) Pasal 9A ayat (2), bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang berhubungan dengan penyerahan
oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dikreditkan.
7) Pasal 13 ayat (1) huruf b, bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur
Pajak untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c.
8) Pasal 13 ayat (5), bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling
sedikit memuat:
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b) identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang
meliputi:
(1) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk
kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang
pribadi; atau
(2) nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan
merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-
Undang mengenai Pajak Penghasilan;
3

c) jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
9) Pasal 13 ayat (5a), bahwa Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran dapat membuat
Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta
nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen
akhir yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
10) Pasal 16G huruf i, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah peredaran usaha
tertentu, jenis kegiatan usaha tertentu, jenis Barang Kena Pajak tertentu, jenis Jasa
Kena Pajak tertentu, dan besaran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dan
disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan.
b. PMK-71/2022, mengatur antara lain sebagai berikut.
1) Pasal 2 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Jasa
Kena Pajak tertentu wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang dengan besaran tertentu.
2) Pasal 2 ayat (2) huruf a, bahwa Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi jasa pengiriman paket sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pos.
3) Pasal 3 huruf a, bahwa besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) huruf a, yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dikalikan dengan Penggantian.
4) Pasal 5, bahwa Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang
Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean, yang berhubungan dengan penyerahan Jasa Kena
Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
5) Pasal 6 angka 1, bahwa pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pasal 2 huruf
j, huruf k, dan huruf m Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
6) Pasal 7, bahwa Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
c. PER-03/2022, mengatur antara lain sebagai berikut.
1) Pasal 2 ayat (1), bahwa PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut
PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN.
2) Pasal 2 ayat (2), bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan BKP dan/atau JKP.
3) Pasal 5, bahwa keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus
dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
paling sedikit memuat:
a) nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b) identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
4

(1) nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan
instansi pemerintah;
(2) nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang
pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(3) nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang
pribadi; atau
(4) nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan
merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-
Undang mengenai pajak penghasilan;
c) jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
d) PPN yang dipungut;
e) PPnBM yang dipungut;
f) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
4) Pasal 9 ayat (1), bahwa kode dan NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf f terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:
a) 2 (dua) digit kode transaksi;
b) 1 (satu) digit kode status; dan
c) 13 (tiga belas) digit NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
5) Pasal 9 ayat (3), bahwa format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
6) Pasal 40, bahwa Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April
2022.
7) Lampiran huruf B angka 2 huruf a, mengatur tata cara penggunaan kode transaksi
pada Faktur Pajak sebagai berikut.
a) Kode transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut.
01: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN atau PPN dan
PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP.
02: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN
instansi pemerintah yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh
pemungut PPN instansi pemerintah.
03: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN
lainnya (selain instansi pemerintah) yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya
dipungut oleh pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah).
04: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang dasar pengenaan
pajaknya menggunakan nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A
Undang-Undang PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh
PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
05: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut
dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1)
Undang-Undang PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP.
06: Digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya
dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
07: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah
berdasarkan peraturan khusus yang berlaku.
08: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.
5

09: Digunakan untuk penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D
Undang-Undang PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP.
b) Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut
atau ditanggung pemerintah, atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN
dan PPnBM, tetap menggunakan kode transaksi 07 atau 08, meskipun jenis
penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana
dimaksud pada kode transaksi 01 sampai dengan 06 dan kode transaksi 09.
c) Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan
sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08, penyerahan kepada
pemungut PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut
PPN yang bersangkutan tetap menggunakan kode transaksi 02 atau 03,
meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan
sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, 06, dan 09.
d) Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan
sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08 serta 02 dan 03,
penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dan penyerahan kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-
Undang PPN tetap menggunakan kode transaksi 06, meskipun jenis
penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana
dimaksud pada kode transaksi 04, 05, dan 09.
e) Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan
sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan 09 maka kode
transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi 01.
f) Dalam hal penyerahannya kepada pemungut PPN, tetapi PPN atau PPN dan
PPnBM yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh pemungut PPN yang
bersangkutan maka kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e).
3. Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan memperhatikan
permasalahan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat disampaikan tanggapan sebagai
berikut.
a. Sejak tanggal 1 April 2022, atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu berupa jasa
pengiriman paket yang sebelumnya dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan
dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A UU PPN,
diubah menjadi dipungut PPN dengan menggunakan besaran tertentu sebagaimana
diatur dalam Pasal 9A UU PPN.
b. Besaran tertentu PPN sebagaimana dimaksud dalam huruf a yaitu sebesar 10% (sepuluh
persen) dari tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN dikalikan
dengan Penggantian.
c. Dengan demikian, sejak tanggal 1 April 2022, dalam hal PT Pos melakukan penyerahan
JKP tertentu berupa jasa pengiriman paket, selain penyerahan:
1) yang mendapat fasilitas PPN sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan
08;
2) kepada pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 dan 03; dan
3) yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU
PPN sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 06,
maka Faktur Pajak dibuat dengan menggunakan kode transaksi 05.
6

d. Dalam hal PT Pos melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau JKP
selain jasa pengiriman paket maka Faktur Pajak dibuat dengan menggunakan kode
transaksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Lampiran huruf B angka 2
huruf a PER-03/2022.
e. Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP
tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean, yang berhubungan dengan penyerahan jasa pengiriman paket sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh PT Pos.
f. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang menggunakan kode transaksi 05
sebagaimana dimaksud dalam huruf b merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak pengguna jasa pengiriman paket sepanjang
memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
g. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, kami sarankan agar Saudara menghubungi
kantor pelayanan pajak tempat PT Pos terdaftar untuk melakukan konsultasi lebih lanjut
berdasarkan fakta yang terjadi sehingga perlakuan perpajakan yang diterapkan dapat
sesuai dengan substansi dari fakta dimaksud.
Demikian disampaikan. Atas perhatian Saudara, kami sampaikan terima kasih.

Direktur Peraturan Perpajakan I

Ditandatangani secara elektronik


Hestu Yoga Saksama

Tembusan:
1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wajib Pajak Besar Empat

Dokumen ini telah ditandatangani menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertfikat Elektronik (BSrE), BSSN. Untuk memastikan keaslian tanda tangan
elektronik, silakan pindai QR Code pada laman https://office.kemenkeu.go.id atau unggah dokumen pada laman https://tte.kominfo.go.id/verifyPDF

Anda mungkin juga menyukai