Anda di halaman 1dari 4

Pengertian BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pungutan dari perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan. Pungutan ini ditanggung oleh kebelah dua pihak yaitu penjual dan
pembeli yang bertanggung jawab untuk membayar pajak yang terkait dengan transaksi rumah.
Mulanya, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pungutan biaya yang
ditagihkan oleh pemerintah pusat, namun setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka pada saat ini BPHTB ditagih
langsung dari pemerintah kabupaten atau kota.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan pada pihak individu atau badan tertentu
yang ikut terlibat dalam transaksi jual beli rumah atau properti karena mendapatkan hak atas
tanah atau bangunan secara hukum.
Ada dua hal lain yang perlu diketahui terkait pajak jual beli rumah, yaitu
 NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) atau harga rata-rata suatu bangunan ditetapkan oleh
Kementerian Keuangan.
 NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) atau besaran nilai jual objek yang akan dimasukan ke dalam
perhitungan utang pajak.

Objek yang Dikenakan Tarif BPHTB


Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009 menyebut objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau
bangunan. Perolehan tersebut diantaranya dapat berasal dari pemindahan hak karena terjadi jual-
beli, penunjukan pembeli dalam lelang, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.

Lebih rinci apa saja yang dikenakan tarif BPHTB sebagai berikut:

1. Jual beli
2. Pertukaran
3. Hibah
4. Waris
5. Hibah wasiat
6. Pemasukan dalam perseroan maupun badan hukum lain
7. Penunjukan pembeli saat lelang
8. Pemisahan hak yang menyebabkan peralihan
9. Terkait pelaksanaan putusan hakim dengan kekuatan hukum tetap
10. Peleburan usaha atau merger
11. Penggabungan usaha
12. Pemekaran usaha
13. Hasil lelang dengan non-eksekusi
14. Hadiah

Adapun jenis hak dasar yang menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.
Meski memiliki cakupan objek pajak luas, tidak semua perolehan hak atas tanah dan/atas
bangunan dikenai BPHTB.

Objek yang Tidak Dikenakan BPHTB

Ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah atau bangunannya tidak dikenakan BPHTB. Keenam
pihak yang tidak dikenakan BPHTP tersebut adalah:

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar perlakuan timbal balik.


2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan.
4. Seorang individu atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak
adanya perubahan nama.
5. Wakaf atau warisan.
6. Digunakan kepentingan ibadah

Subjek Pajak
Awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun setelah terbit Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dialihkan menjadi salah satu
jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. BPTHB dikenakan kepada seorang
individu atau badan karena mereka mendapatkan hak atas tanah atau bangunan secara hukum.

Tarif Pajak

Tarif BPHTB adalah 5% dari harga jual yang dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Perbedaan Bea dan Pajak Pada BPHTB


 Saat melakukan pembelian tanah atau properti menggunakan sertifikat, maka pembeli perlu
untuk membayar tarifnya terlebih dahulu sebelum terjadinya transaksi atau pembuat dan
penandatangan akta.
 Frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan dalam waktu tertentu atau berkali – kali
dan tidak terpaku pada waktu.
Persyaratan untuk BPHTB
Persyaratan yang harus dipenuhi saat transaksi jual beli rumah adalah :
 Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB
 Fotokopi KTP dan NPWP
 Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB)
terkait tahun yang bersangkutan
 Fotokopi bukti kepemilikan Tanah
 Fotokopi Surat Tanda Terima Sementara (STTS) atau struk ATM sebagai bukti
pembayaran PBB dalam 5 tahun terakhir
Jika tanah atau rumah didapatkan dari hibah atau warisan, maka persyaratannya sebagai berikut :
 Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB
 Fotokopi KTP dan NPWP
 Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB)
terkait tahun yang bersangkutan
 Fotokopi bukti kepemilikan Tanah
 Fotokopi Surat Tanda Terima Sementara (STTS) atau struk ATM sebagai bukti
pembayaran PBB dalam 5 tahun terakhir
 Fotokopi surat keterangan akta hibah atau waris
 Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
Cara Menghitung BPHTB
Rumusnya adalah : Tarif Pajak sebesar 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP)
Karena adanya Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009, besaran NPOPTKP dapat bervariasi,
tergantung kebijakan setiap wilayah yang menjadi lokasi properti. Pasal 87 ayat 4 menetapkan
besaran terendah adalah Rp 60 juta untuk setiap wajib pajak.
Contohnya jika seseorang membeli rumah dengan harga 500 juta rupiah di Jakarta. Berikut contoh
perhitungan tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan :
NPOP : Rp 500.000.000
NPOPTKP Jakarta : Rp
80.000.000
5% x (Rp 500.000.000 – Rp 80.000.000)
5% x Rp 420.000.000 = Rp 21.000.000
Jadi, tarif BPHTB yang perlu dibayarkan sebesar 21 juta rupiah.
Kesimpulan yang perlu diketahui untuk cara menghitung BPHTB perlu mengetahui rumus dan
besaran NPOPTKP sesuai daerah masing – masing.

Anda mungkin juga menyukai