Anda di halaman 1dari 32

BPHTB

BPHTB

Dasar hukum: UU
No. 20/2000 (UU
No.21/1997 rev.)

Pergub Prov UU 28/2009


DKI No. (PDRD)
103/112 UU 1/2022
TAHUN 2011 (HKPD)
BPHTB

Perolehan hak atas tanah dan atau


Bea perolehan Hak atas Tanah dan bangunan adalah perbuatan atau
Objek pajak: perolehan hak atas
Bangunan (BPHTB) adalah pajak peristiwa hukum yang
tanah dan bangunan, bukan tanah
yang dikenakan atas perolehan hak mengakibatkan diperolehnya hak
atau bangunannya sendiri.
atas tanah dan atau bangunan atas tanah dan atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan
OBJEK BPHTB
(UU PDRD ps. 85)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas


Tanah dan Bangunan

Perolehan hak Pemberian hak baru


Jual beli Tukar menukar
Kelanjutan pelepasan hak, yaitu
Hibah Hibah wasiat
pemberian hak baru dari negara
Waris Pemisahan hak atas tanah yang berasal dari
Putusan hakim Hadiah pelepasan hak.

Penunjukan pembeli dalam lelang


Diluar pelepasan hak, yaitu
Pemasukan dalam perseroan/ pemberian hak baru dari negara
Badan hukum lain
atau dari pemegang hak milik
Penggabungan/peleburan/
berdasarkan undang-undang.
pemekaran usaha
SUBJEK DAN JENIS PEROLEHAN HAK

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang


memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan sbb:

Hak Milik

Hak Guna Usaha

Hak Guna Bangunan

Hak Pakai

Hak Milik atas Rumah Susun

Hak Pengelolaan
BUKAN OBJEK BPHTB

Atas perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh:


• Perwakilan diplomatik, konsulat (asas timbal balik).
• Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum.
• Badan atau perwakilan internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan dgn tdk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi
dan tugasnya.
• Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak merubah nama.
• Orang pribadi atau badan, karena wakaf.
• Orang pribadi atau badan yg digunakan untuk kepentingan ibadah.

6
TARIF DAN PERHITUNGAN BPHTB

Tarif BPHTB adalah max 5% (dipertahankan_uu HKPD)

Total NPOP AAA

NPOPTKP (min 60jt)_80jt/UU HKPD BBB

NPOP Kena Pajak (A-B) CCC

BPHTB terutang (5% x C) DDD


DASAR PENGENAAN BPHTB

Nilai NPOP (Pasal 6 UU BPHTB):

Harga transaksi
yang tercantum
Harga transaksi Nilai pasar
pada risalah
lelang

8
DASAR PENGENAAN BPHTB
• Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).
• NPOP ditentukan sebesar:
– Harga transaksi, dalam hal jual beli.
– Harga pasar, dalam hal:
• Tukar menukar.
• Hibah.
• Hibah wasiat.
• Waris.
• Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.
• Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak.
• Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang memiliki kekuatan
hukum tetap.
• Penggabungan usaha.
• Peleburan/pemekaran usaha.
• Hadiah.
– Harga transaksi, dalam risalah lelang.
– NJOP PBB, jika NPOP tidak diketahui atau NPOP < NJOP.

9
NPOP TIDAK KENA PAJAK

NPOPTKP ditetapkan minimal Rp 60.000.000 (80jt_uuhkpd)


Dan untuk waris/hibah wasiat minimal Rp 300.000.000,-

Ditetapkan secara regional oleh kabupaten/kota

Kecuali DKI Jakarta ditetapkan oleh Provinsi

Untuk waris/hibah wasiat, BPHTB dibayar 50% dari BPHTB


terhutang
Dengan UU PDRD
NPOPTKP: minimal Rp 60 juta (utk DKI = Rp 80 juta)
NPOPTKP untuk perolehan karena waris/hibah wasiat dg syarat hub sedarah dalam garis lurus satu derajat ke atas/ bawah
dengan pemberi hibah, termasuk suami/istri minimal Rp 300 juta (utk DKI = Rp 350 juta)
Points

BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)

• BPHTB= tarif 5% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)_maks 5% cfm uu pdrd/hkpd


• DPP = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP)
• NPOPKP = Nilai perolehan setelah dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
– ditetapkan regional maks 60 juta, (UU PDRD diubah min 60 juta, UU HKPD min 80 juta)
– khusus untuk hibah wasiat NPOPTKP maks 300 jt (dg UU PDRD, diubah min 300 juta)
• Saat terutang pada saat terjadinya perolehan hak
KHUSUS-BPHTB KARENA WARIS/HIBAH WASIAT

• Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli
waris dari pewaris, yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
• Perolehan hak karena hibah wasiat adalah peroleh hak atas tanah dan atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan dari pemberi hibah wasiat, yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia.

• BPHTB yang dibayar atas perolehan waris dan hibah wasiat adalah 50% dari BPHTB yang
seharusnya terutang.

12
CONTOH

Tn Abdullah membeli sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dari Tn Ahmad dengan data sbb:
Luas 1.000 m2
NJOP = Rp 1.000.000,- per m2
NPOPTKP adalah Rp. 80.000.000,- (DKI Jakarta)
Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp. 2.000.000,- per m2

Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 1.000 m2 x Rp 2.000.000,- = Rp. 2.000.000.000,-

Besarnya BPHTB adalah:


BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)
Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp2.000.000.000 – Rp80.000.000) = Rp96.000.000,-
CONTOH

• Tuan Tanah membeli sebidang tanah seluas 500 m2 dari Tuan Amir seharga Rp 700.000.000,- yang
berdasarkan data NJOP tanah tersebut masuk kelas A11 (Rp 1.573.000,- per m2). Hitung BPHTB yang harus
dibayar Tuan Tanah, jika NPOPTKP ditetapkan Rp 60.000.000,-
– Nilai transaksi = Rp 700.000.000,-
– NJOP = Rp 786.500.000,

Dasar pengenaan BPHTB soal tersebut adalah Rp 786.500.000,-


– BPHTB = 5% x (786.500.000 – 60.000.000)
– BPHTB = 5% x 726.500.000 = Rp 36.275.000,-

14
CONTOH

Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah dan bangunan di atasnya dengan nilai pasar
sebesar Rp 250.000.000,00. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun
yang bersangkutan, mendaftar ke Kantor Pertanahan setempat dengan NJOP sebesar Rp 300.000.000,00. Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dalam hal waris di wilayah Provinsi DKI Jakarta ditetapkan
sebesar Rp 350.000.000,00 sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
BPHTB terutang adalah:

- NPOP : Rp 300.000.000,00
- NPOPTKP : Rp 350.000.000,00
- NPOP Kena Pajak : NIHIL
- BPHTB Terutang : NIHIL
CONTOH

Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah dan bangunan di atasnya dengan
nilai pasar sebesar Rp 500.000.000,00. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan
SPPT PBB pada tahun yang bersangkutan, mendaftar ke Kantor Pertanahan setempat dengan NJOP
sebesar Rp 800.000.000,00. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dalam hal waris
ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00 di wilayah Provinsi DKI Jakarta sesuai Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta.
BPHTB terutang adalah:

- NPOP : Rp 800.000.000,00
- NPOPTKP : Rp 350.000.000,00
- NPOP Kena Pajak : Rp 450.000.000,00
- BPHTB Terutang (5%) : Rp 22.500.000,00
- BPHTB yang harus dibayar terutang (50%) : Rp 11.250.000,00
CONTOH
Seorang anak memperoleh hibah wasiat dari ayah kandungnya sebidang tanah dan bangunan diatasnya dengan
nilai pasar sebesar Rp 500.000.000,00. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada
tahun yang bersangkutan, mendaftar ke Kantor Pertanahan setempat dengan NJOP sebesar Rp 450.000.000,00.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dalam hal hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1 (satu) derajat ke atas atau 1 (satu)
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00 di
wilayah Provinsi DKI Jakarta sesuai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
BPHTB terutang adalah :

- NPOP : Rp 500.000.000,00
- NPOPTKP : Rp 350.000.000,00
- NPOP Kena Pajak : Rp 150.000.000,00
- BPHTB Terutang (5%) : Rp 7.500.000,00
- BPHTB yang harus dibayar terutang (50%) : Rp 3.750.000,00
CONTOH

Suatu Yayasan Panti Asuhan Anak Yatim Piatu memperoleh hibah wasiat dari seseorang sebidang tanah dan
bangunan di atasnya dengan nilai pasar sebesar Rp 1.000.000.000,00. Terhadap tanah dan bangunan tersebut
telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun yang bersangkutan, mendaftar ke Kantor Pertanahan setempat dengan
NJOP sebesar Rp 900.000.000,00. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dalam hal selain waris
dan hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus 1 (satu) derajat ke atas atau 1 (satu) derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00 di wilayah Provinsi DKI Jakarta sesuai Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta.
BPHTB terutang adalah :

- NPOP : Rp 1.000.000.000,00
- NPOPTKP : Rp 80.000.000,00
- NPOP Kena Pajak : Rp 920.000.000,00
- BPHTB Terutang (5%) : Rp 46.000.000,00
- BPHTB yang harus dibayar terutang (50%) : Rp 23.000.000,00
SAAT TERHUTANG BPHTB

• Saat dibuat atau ditandatanganinya akta, untuk transaksi:


– Jual beli.
– Tukar menukar.
– Hibah.
– Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.
– Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak.
– Penggabungan atau peleburan usaha.
– Pemekaran usaha.
– Hadiah.
• Saat tanggal penunjukkan pemenang lelang, untuk lelang.
• Saat tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk putusan
hakim
• Saat tanggal didaftarkannya ke kantor pertanahan, untuk waris dan hibah wasiat.
• Saat tanggal diterbitkannya keputusan pemberian hak.

Ctt:
Perubahan dlm uuhkpd:khusus 19jual beli, terutang pada tanggal dibuat dan
ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli
TEMPAT PAJAK TERUTANG DAN TEMPAT PEMBAYARAN BPHTB

• Tempat pajak terhutang adalah:


– Kabupaten.
– Kota.
– Provinsi.
Tempat tersebut meliputi letak tanah atau bangunan sbg objek pajak
• BPHTB terhutang harus dibayar di:
– Bank BUMN/BUMD.
– Kantor Pos dan Giro.
– Tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri Keuangan.
• Sarana pembayaran adalah Surat Setoran Bea (SSB), yaitu formulir yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran BPHTB
terhutang.
• SSB dibuat dalam rangkap 5 (lima).

20
Tata Cara Pembayaran BPHTB

• (How) Self-assessment system! WP BPHTB yang menerima perolehan hak atas


tanah dan atau bangunan untuk membayar atau melunasi sendiri BPHTB
terutang. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan surat setoran BPHTB
(SSB)
• (Where) Pembayaran dilakukan pada tempat yang telah ditentukan: Kantor
pos dan atau Bank BUMN/D di wilayah Kabupaten/Kota yang meliputi letak
tanah dan atau bangunan yang dimaksud.

21
BPHTB – Official Assessment
• Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak (setelah dilakukan pemeriksaan/
berdasarkan keterangan lainnya) Kepala Dinas dapat menerbitkan SK BPHTB Kurang Bayar.
• Sanksi administrasi: 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat
terutangnya pajak s.d. diterbitkannya SKBKB
• Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak (setelah diterbitkannya SKBKB
ditemukan data baru/ belum terungkap) dapat diterbitkan SK BPHTB Kurang Bayar Tambahan.
• Sanksi administrasi: kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak, kecuali WP melaporkan sendiri
sebelum dilakukan pemeriksaan.

22
BPHTB – Official Assessment

• Kepala Dinas menerbitkan Surat Tagihan BPHTB jika:


– Pajak yang terutang tidak/kurang dibayar
– Berdasarkan hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran akibat salah tulis dan atau
salah hitung.
– WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

• Sanksi administrasi: 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat
terutangnya pajak.

• Pajak yang terutang berdasarkan SKBKB, SKBKBT, ST BPHTB, SK Pembetulan, SK Keberatan atau
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi
paling lama satu bulan sejak surat diterima oleh WP.

• Jika hal tersebut di atas tidak dilakukan pada waktunya maka pajak yang terutang dapat ditagih
dengan Surat Paksa.

23
PENGURANGAN

Pengurangan BPHTB diberikan berdasarkan pertimbangan untuk kepentingan daerah, kepentingan


sosial dan keagamaan, antara lain sebagai berikut

Pengurangan BPHTB sebesar 25% untuk :


Rumah Sederhana (RS), Rumah Susun Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang diperoleh langsung
dari pengembang dan dibayar secara angsuran.

Pengurangan BPHTB sebesar 50% (lima puluh persen) untuk :


1. Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah menguasai tanah dan/atau bangunan secara
fisik lebih dari 20 (dua puluh) tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan keterangan dari pejabat pemerintah
setempat, atau
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan sedarah dalam garis
keturunan lurus 1 (satu) derajat ke atas atau 1 (satu) derajat ke bawah; atau
3. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di
bawah NJOP-PBB; atau
4. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk
kepentingan umum; atau
5. Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau peleburan usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa
terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan atau peleburan usaha dari Dinas Pelayanan Pajak; atau
PENGURANGAN

Pengurangan BPHTB sebesar 50% (lima puluh persen) untuk :

6. Wajib Pajak Badan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan yang berasal
dari perusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri
Keuangan tentang Kesehatan Keuangan dari perusahaan asuransi dan reasuransi; atau
7. Tanah dan/atau Bangunan yang digunakan kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari
keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah/universitas dan sejenisnya, rumah
sakit swasta milik institusi/lembaga pelayanan sosial masyarakat; atau
8. Wajib Pajak orang pribadi, Veteran, PNS, TNI/POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI/POLRI atau janda/dudanya yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan rumah dinas melalui jual beli atau perbuatan hukum lainnya yang
diperoleh dari Veteran, PNS, TNI/POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI/POLRI atau janda/dudanya yang sah sebagai
penerima rumah dinas pemerintah.

103 TAHUN 2011


KERINGANAN

Gubernur karena jabatannya dapat memberikan keringanan BPHTB setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen)
dari dasar pengenaan pajak atau pokok pajak.

Pemberian keringanan BPHTB diberikan dengan pertimbangan keadaan tertentu seperti krisis ekonomi dan/atau
keuangan dan bencana alam, antara lain :
1. Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan
perekonomian nasional sehingga wajib pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan/atau utang usaha
sesuai dengan kebijakan pemerintah; dan
2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula
disebabkan oleh bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran dan lain-lain yang terjadi
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akte.
PEMBEBASAN

Gubernur karena jabatannya atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pembebasan kepada Wajib Pajak
atau objek pajak tertentu berdasarkan azaz keadilan dan azas timbal balik (resiprositas).
Pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sebagian atau seluruhnya.
Pemberian pembebasan sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan pada pertimbangan azaz
keadilan antara lain sebagai berikut :

a. Pembebasan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) untuk :


1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan
(prona) dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomi; atau
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang namanya tercatat langsung sebagai penerima rumah dinas dari
pemerintah yaitu Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan
TNI/POLRI atau janda/dudanya.
b. Pembebasan sebesar 100% (seratus persen) untuk :
1. Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah
dan/atau bangunan dalam rangka pengadaan perumahan bagi anggota KORPRI/PNS; atau
2. Kepada Duta Besar dengan anggota Korps Diplomatik Negara Sahabat dengan pertimbangan azas
timbal balik (resiprositas) sesuai dengan Konvensi Wina 1961 dan perubahannya.
PPh Pengalihan Tanah dan Bangunan

• Penghasilan dari pengalihan tanah dan atau bangunan dikenai PPh sebesar 2,5% dari JUMLAH
BRUTO NILAI PENGALIHAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN. (yang lebih besar antara NJOP PBB
atau nilai akta pengalihan)
• Pajak pengalihan tanah dan bangunan adalah pajak final
• Dilanjutkan di PP-34

28
KEBERATAN
• Keberatan diajukan kepada Kepala Dinas (Perda DKI) atas:
– SKBKB, SKBKBT, SKBLB, dan SKBN.
• Syarat-syarat keberatan:
– Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yg terhutang
menurut perhitungan wajib pajak.
– Diajukan paling lambat 3 bulan sejak tanggal diterimanya surat ketetapan, kecuali dengan alasan yang
tepat dan dapat diterima.
• Hal yang harus diperhatikan:
– Keberatan yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap keberatan.
– Pengiriman dengan cara langsung atau melalui pos tercatat.
– Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan.
– Kepala Dinas harus menerbitkan SK Keberatan paling lambat 12 bulan sejak pengajuan keberatan
diterima.

29
BANDING

• Banding diajukan ke Pengadilan Pajak atas SK Keberatan.


• Syarat-syarat banding:
– Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
– Diajukan paling lambat 3 bulan sejak SK Keberatan diterima.
– Dilampirkan SK Keberatan.
• Hal yang harus diperhatikan:
– Pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan.
– Pengadilan Pajak harus membuat putusan banding paling lambat 12 bulan sejak pengajuan keberatan
diterima.
• Apabila permohonan keberatan dan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, maka wajib pajak dapat
imbalan bunga sebesar 2% perbulan maksimal 24 bulan.

30
SANKSI BAGI PEJABAT
• Yang dimaksud pejabat dalam hal BPHTB adalah:
– Pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/Notaris PPAT.
– Pejabat lelang negara.
– Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah.
– Pejabat pertanahan kabupaten/kota.
• Sanksi bagi pejabat:
– Jika PPAT/Notaris menandatangani akta pemindahan hak atau pejabat lelang menandatangani risalah lelang
sebelum BPHTB-nya dilunasi oleh wajib pajak, dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp 7.500.000,- untuk setiap
pelanggaran.
– Jika PPAT/Notaris dan pejabat lelang tidak melaporkan bukti pembuatan akta/risalah lelang paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya dikenakan sanksi administrasi Rp 250.000 untuk setiap laporan.
– Bagi pejabat yang berstatus pegawai negeri sipil yang melanggar aturan dalam menerbitkan surat pemberian
hak, dikenakan sanksi sesuai dengan PP Nomor 30 Tahun 1980.

31
Desentralisasi PBB & BPHTB

• Upaya Pemerintah memperkuat dan menyempurnakan kebijakan desentralisasi fiskal untuk


mendukung tercapainya peningkatan layanan publik di daerah.
• BPHTB dan PBB-P2 diharapkan bisa menjadi salah satu sumber PAD yang potensial bagi daerah.
• Daerah memiliki data yang lebih akurat dan lebih dekat dengan obyek pajak.
• NJOP akan semakin sering disesuaikan ketika nilai wajar tanah meningkat  meningkatkan
penerimaan negara.

Anda mungkin juga menyukai