Anda di halaman 1dari 27

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

DAN BANGUNAN
DASAR HUKUM
 UU RI No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 Perda No 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah
 Perda No 18 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
 Peraturan Gubernur No 112 Tahun 2011 Tentang Prosedur Pengenaan
BPHTB
 Peraturan Gubernur No 103 Tahun 2011 Tentang Pemberian Pengurangan
Keringanan dan Pembebasan BPHTB
 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2017 Tentang
Pengenaan 0% atas BPHTB Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali Dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai Dengan Dua Miliar Rupiah
DEFINISI / PENGERTIAN
 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
adalah Pajak yang dipungut atas perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan.
 Setiap perubahan kepemilikian atas tanah dan
bangunan yang dibuktikan dalam Sertifikat Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan, dikenakan Pajak
BPHTB.
Objek Pajak BPHTB
 Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
 Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi :
◦ Pemindahan Hak yang disebabkan karena Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah,
Hibah Wasiat, Waris, Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum,
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli
dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran
usaha atau hadiah.
◦ Pemberian Hak Baru karena kelanjutan pelepasan hak atau di luar
pelepasan hak.
 Jenis Hak Atas Tanah meliputi Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai, Hak Milik
atas satuan rumah susun dan Hak Pengelolaan.
Pengecualian Objek Pajak BPHTB
Objek yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
 Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
 Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
 Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
 Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
 Orang pribadi atau badan karena wakaf;
 Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Pembebasan BPHTB
 Pengenaan 0% (nol persen) atas BPHTB terhadap perolehan hak untuk pertama
kali meliputi:
◦ jual beli;
◦ hibah;
◦ hibah wasiat; atau
◦ waris.
 Pengenaan 0% (nol persen) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
◦ hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan WNI yang berdomisili di
Daerah paling sedikit selama 2 (dua) tahun berturut-turut, berdasarkan KTP/KK/SKD;
◦ dengan NPOP sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
◦ diberikan dengan cara mengajukan permohonan yang dilengkapi dokumen persyaratan
umum dan khusus.
Subjek dan Wajib Pajak
 Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
 Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
Sistem Pemungutan Pajak BPHTB
 Sistem Pemungutan Pajak BPHTB adalah
menggunakan Self Assessment System, dimana
wajib pajak diberikan kewenangan untuk
menghitung, menyetor dan melaporkan jumlah
pajak BPHTB terutangnya.
Dasar Pengenaan Pajak BPHTB
 Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan
Objek Pajak (NPOP).
 Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP
yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya
perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
 Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan pada saat terutangnya
pajak, NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat didasarkan pada surat keterangan
NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
 Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp
80.000.00000 (delapan puluh juta rupiah).
 Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris termasuk
suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp
350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dapat ditinjau atau dievaluasi
kembali setiap tahun dengan Peraturan Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD.
Nilai Perolehan Objek Pajak
Jenis Perolehan Hak Dasar Pengenaan Pajak
Jual Beli Harga Transaksi
Tukar Menukar Nilai Pasar
Hibah Nilai Pasar
Hibah Wasiat Nilai Pasar
Waris Nilai Pasar
Pemasukan dlm Perseroan Nilai Pasar
Pemisahan hak Nilai Pasar
Pemisahan hak krn pelaksanaan hakim Nilai Pasar
Pemberian Hak Baru Nilai Pasar
Penggabungan Usaha Nilai Pasar
Peleburan Usaha Nilai Pasar
Pemekaran Usaha Nilai Pasar
Hadiah Nilai Pasar
Penunjukan pembeli karena lelang Harga Transaksi
Tarif Pajak
 Tarif
Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan
Bangunan
ditetapkan sebesar
5 % (lima persen).
Cara Menghitung Pajak BPHTB
 Besarnya pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif BPHTB dengan dasar
pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

BPHTB = Tarif BPHTB x (NPOP – NPOPTKP)


Saat Terutang Pajak BPHTB
Jenis Perolehan Hak Saat Terutang Pajak BPHTB
Jual Beli Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Tukar Menukar Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Hibah Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Hibah Wasiat Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Waris Sejak tanggal mendaftarkan peralihan hak
Pemasukan dlm Perseroan Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Pemisahan hak Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Pemisahan hak krn pelaksanaan hakim Sejak tanggal pusutan pengadilan yg memiliki kekuatan hukum tetap

Pemberian Hak Baru Sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak baru
Penggabungan Usaha Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Peleburan Usaha Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Pemekaran Usaha Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Hadiah Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya akta
Penunjukan pembeli karena lelang Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
Penetapan Pajak BPHTB
 Wajib Pajak BPHTB wajib membayar sendiri pajak
yang terhutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak Daerah (SSPD).
 SSPD merupakan Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD).
 SSPD harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap
serta ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya.
Pengenaan BPHTB Karena Waris dan
Hibah Wasiat
 Pengenaan BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena
Waris dan Hibah Wasiat adalah sebesar 50% (lima puluh
persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang.
 Penetapan saat terutang Pajak atas Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan karena Waris adalah Sejak tanggal yang
bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kanwil
BPN atau Kantor Pertanahan.
 Penetapan saat terutang pajak atas perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan karena Hibah Wasiat adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akte.
Pengenaan BPHTB Karena Pemberian Hak
Pengelolaan
 Besarnya pengenaan BPHTB karena pemberian Hak
Pengelolaan adalah :
a. 0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam
hal penerima Hak Pengelolaan adalah Kementerian, Lembaga
Pemerintah non Departemen, Pemerintah Daerah, Lembaga
Pemerintah lainnya dan Perusahaan Umum Pembangunan
Perumahan Nasional (Perum Perumnas);
b. 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya
terutang, dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain subjek
pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP)
 Besaran NPOPTKP ditetapkan sebagai berikut :
a. Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk setiap
Wajib Pajak;
b. Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) untuk
Waris dan Hibah Wasiat.
 Besaran NPOPTKP-BPHTB sebagaimana dimaksud pada
huruf b diperuntukan bagi orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1
(satu) derajat ke atas atau 1 (satu) derajat ke bawah dengan
pemberi waris dan hibah wasiat termasuk suami/istri.
Keberatan atas Pajak BPHTB
 Keberatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak atas :
◦ Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar BPHTB
(SKPDKB-BPHTB);
◦ Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
BPHTB (SKPDKBT-BPHTB);
◦ Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar BPHTB
(SKPDLB-BPHTB);
◦ Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil BPHTB (SKPDN-
BPHTB).
Keberatan atas Pajak BPHTB
 Keberatan diajukan kepada Kepala Dinas melalui Kepala Suku Dinas atau
Kepala Unit.
 Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
 Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterimanya surat ketetapan oleh Wajib Pajak, kecuali apabila
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur)
 Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
Keputusan atas Keberatan Pajak BPHTB
 Kepala Dinas atau Kepala Unit atau Kepala Suku Dinas harus memberikan
keputusan atas pengajuan permohonan keberatan dalam jangka waktu paling lama
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan keberatan.
 Keputusan atas Keberatan BPHTB dapat berupa :
◦ mengabulkan seluruhnya;
◦ mengabulkan sebagian;
◦ menolak;
◦ menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang.
 Apabila jangka waktu penyelesaian keberatan telah lewat dan atas pengajuan
keberatan oleh Wajib Pajak, Kepala Dinas atau Kepala Unit atau Kepala Suku
Dinas tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pengurangan BPHTB
 Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur atau pejabat yang
ditunjuk dapat memberikan pengurangan BPHTB setinggi-
tingginya 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak.
 Pemberian pengurangan BPHTB, diberikan
berdasarkan pertimbangan untuk kepentingan daerah,
kepentingan sosial dan keagamaan, antara lain
sebagai berikut :
◦ Pengurangan BPHTB sebesar 25% (dua puluh lima persen) untuk
Rumah Sederhana (RS), Rumah Susun Sederhana dan Rumah
Sangat Sederhana yang diperoleh langsung dari pengembang dan
dibayar secara angsuran.
Pengurangan BPHTB
 Pengurangan BPHTB sebesar 50% (lima puluh persen) untuk :
◦ Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan
telah menguasai tanah dan/atau bangunan secara fisik lebih dari 20 (dua puluh)
tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan keterangan dari pejabat
pemerintah setempat,
◦ Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang
mempunyai hubungan sedarah dalam garis keturunan lurus 1 (satu) derajat ke
atas atau 1 (satu) derajat ke bawah;
◦ Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil
ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah NJOP-PBB;
◦ Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah
yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum;
Pengurangan BPHTB sebesar 50%
◦ Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau peleburan usaha (konsolidasi)
dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan
penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dinas Pelayanan Pajak;
◦ Wajib Pajak Badan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah atau
bangunan yang berasal dari perusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari
pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan dari perusahaan asuransi dan
reasuransi;
◦ Tanah dan/atau Bangunan yang digunakan kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak
untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu,
sekolah/universitas dan sejenisnya, rumah sakit swasta milik institusi/lembaga pelayanan sosial masyarakat;
◦ Wajib Pajak orang pribadi,Veteran, PNS, TNI/POLRI, Pensiunan PNS, PurnawirawanTNI/POLRI atau
janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan rumah dinas melalui jual beli atau
perbuatan hukum lainnya yang diperoleh dari Veteran, PNS, TNI/POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan
TNI/POLRI atau janda/dudanya yang sah sebagai penerima rumah dinas pemerintah.
Keringanan BPHTB
 Gubernur karena jabatannya dapat memberikan keringanan BPHTB setinggi-
tingginya 50% (lima puluh persen) dari dasar pengenaan pajak atau pokok pajak.

 Pemberian keringanan BPHTB diberikan dengan pertimbangan keadaan tertentu


seperti krisis ekonomi dan/atau keuangan dan bencana alam, antara lain :
◦ Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang
berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib pajak
harus melakukan restrukturisasi usaha dan/atau utang usaha sesuai dengan
kebijakan pemerintah;
◦ Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang tidak
berfungsi lagi seperti semula disebabkan oleh bencana alam seperti banjir,
gempa bumi, tsunami, kebakaran dan lain-lain yang terjadi dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akte.
Pembebasan BPHTB
 Gubernur karena jabatannya atau pejabat yang
ditunjuk dapat memberikan pembebasan kepada
Wajib Pajak atau objek pajak tertentu berdasarkan
azaz keadilan dan azas timbal balik (resiprositas).
 Pemberian pembebasan dapat diberikan sebagian
atau seluruhnya.
Pembebasan BPHTB
 Pemberian pembebasan sebagian didasarkan pada
pertimbangan azaz keadilan antara lain sebagai
berikut:
◦ Pembebasan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) untuk :
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak baru melalui
program pemerintah di bidang pertanahan (prona) dan tidak
mempunyai kemampuan secara ekonomi;
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang namanya tercatat langsung sebagai
penerima rumah dinas dari pemerintah yaitu Veteran, Pegawai Negeri
Sipil (PNS), TNI, POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI/POLRI
atau janda/dudanya
Pembebasan BPHTB
 Pembebasan sebesar 100% (seratus persen) untuk :
◦ Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia
(KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah dan/atau
bangunan dalam rangka pengadaan perumahan bagi
anggota KORPRI/PNS;
◦ Kepada Duta Besar dengan anggota Korps Diplomatik
Negara Sahabat dengan pertimbangan azas timbal balik
(resiprositas) sesuai dengan Konvensi Wina 1961
dan perubahannya

Anda mungkin juga menyukai